Anda di halaman 1dari 16

LUTUNG KASARUNG

PELAKU :
Narator                                                           :
Prabu Tapa Agung                                          :
Purbararang                                                    :
Purbadewata                                                   :
Purbaendah                                                     :
Purbakancana                                                             :
Purbamanik                                                     ;
Purbaleuih                                                       :
Purbasari                                                         ;
Guruminda /Lutung Kasarung                        :
Raden Indrajaya                                              :
Sunam Ambu                                                   :
Uwak Batara Lengser                                                 :
Aki Panyumpit                                                 :
Penonton dan Piguran                                    :

BABAK I
Narator : Dahulu ada seorang raja yang adil dan bijaksana Prabu Tapa
Agung namanya. Beliau dianugrahi tujuh orang putri. Berturut-
turut mereka itu adalah Purbararang, Purbadewata,
Purbaendah, Purbakancana, Purbamanik, Purbaleuih, dan si
bungsu Purbasari. Ketujuh putri itu sudah menikah remaja dan
semuanya cantik-cantik. Yang paling cantik dan paling manis
budinya adalah Purbasari. Ia menjadi buah hati seluruh rakyat
Kerajaan Pasir Batang.

Putri sulung Purbararang sudah bertunangan dengan Raden


Indrajaya, putra salah seorang mentri kerajaan. Kepada
Purbararang dan Indrajayalah seharusnya Prabu Tapa Agung
dapat mempercayakan kerajaan. Akan tetapi, walaupun beliau
sudah lanjut usia dan sudah waktunya turun tahta, beliau belum
leluasa untuk menyerahkan mahkota. Karena, baik Purbararang
maupun Indrajaya belum dapat beliau percaya sepenuhnya.

Narator : Sang Prabu merasa sebagai putri sulung, Perangai Purbararang


tidak sesuai dengan yang diharapkan dari seorang pemimpin
kerajaan. Purbararang mempunyai sifat angkuh dan kejam,
sedangkan Indrajaya adalah seorang pesolek. Bangsawan muda itu
akan lebih banyak memikirkan pakaian dan perhiasan dirinya
daripada mengurus keamanan dan kesejahteraan rakyat kerajaan.

Menghadapi masalah seperti itu, Prabu Tapa Agung sering


bermuram durja. Demikian pula permaisurinya, ibunda ketujuh
putri itu. Mereka sering membicarakan masalah itu, tetapi tidak
ada jalan keluar yang ditemukan.

Namun, kiranya kerisauan dan kebingungan raja yang baik itu


diketahui oleh Sunan Ambu yang bersemayam di kahyangan atau
Buana Pada. Pada suatu malam, ketika Prabu Tapa Agung tidur,
beliau bermimpi.

Di dalam mimpinya itu Sunan Ambu hadir dan berkata

Sunan Ambu : “Wahai Raja yang baik, janganlah risau. Sudah saatnya kamu
beristirahat. Tinggalkanlah istana. Tinggalkanlah tahta kepada putri
bungsu Purbasari. Laksanakanlah keinginanmu untuk jadi pertapa.”

Narator : Setelah beliau bangun, hilanglah kerisauan beliau. Petunjuk dari


khayangan itu benar-benar melegakan hati beliau dan permaisuri.

Keesokan harinya sang Prabu mengumpulkan ketujuh putri beliau,


pembantu, penasehat beliau yang setia, yaitu Uwak Batara
Lengser, patih, para menteri dan pembesar-pembesar kerajaan
lainnya.

Beliau menyampaikan perintah Sunan Ambu dari Kahyangan


bahwa sudah saatnya beliau turun tahta dan menyerahkan
kerajaan kepada Putri Purbasari.

Berita itu diterima dengan gembira oleh kebanyakan isi istana,


kecuali oleh Purbararang dan Indrajaya. Mereka pura-pura setuju,
walaupun didalam hati mereka marah dan mulai mencari akal
bagaimana merebut tahta dari Purbasari.

Akal itu segera mereka dapatkan. Sehari setelah ayah bunda


mereka tidak berada di istana, Purbararang dengan bantuan
Indrajaya menyemburkan boreh, yaitu zat berwara hitam yang
dibuat dari tumbuh-tumbuhan, ke wajah dan badan Purbasari.

Akibatnya Purbasari menjadi hitam kelam dan orang Pasir Batang


tidak mengenalinya lagi. Itulah sebabnya putri bungsu itu tidak ada
yang menolong ketika diusir dari istana.

Tak ada yang percaya ketika dia mengatakan bahwa ia Purbasari,


Ratu Pasir Batang yang baru. Di samping itu, mereka yang tahu dan
menduga bahwa gadis hitam kelam itu adalah Purbasari, tidak
berani pula menolong.

Mereka takut akan Purbararang yang terkenal kejam. Bahkan


Uwak Batara Lengser tidak berdaya mencegah tindakan
Purbararang itu.

Ketika ia disuruh membawa Purbasari ke hutan, ia menurut. Akan


tetapi setiba di hutan, Uwak Batara Lengser membuatkan gubuk
yang kuat bagi putri bungsu itu. Ia pun menasehatinya dengan
kata-kata lembut,

Uwak Batara Lengser : “Tuan Putri bersabarlah. Jadikanlah pembuangan ini sebagai
kesempatan bertapa untuk memohon perlindungan dan kasih
sayang para penghuni kahyangan

Narator Nasehat Uwak Batara Lengser itu mengurangi kesedihan Putri


Purbasari. Ia setuju bahwa ia akan melakukan tapa.

Uwak Batara Lengser ““Bagus, Tuan Putri. Janganlah khawatir, Uwak akan sering datang
kesini menengok dan mengirim persediaan.”
BABAK II
Narator Selagi didunia atau Buana Panca Tengah terjadi peristiwa
pengusiran dan pembuangan Purbasari kedalam hutan, di
Kahyangan atau Buana Pada terjadi peristiwa lain.

Berhari-hari Sunan Ambu gelisah karena putranya Guruminda tidak


muncul. Maka Sunan Ambu pun meminta para penghuni
kahyangan baik pria maupun wanita untuk mencarinya.

Tidak lama kemudian seorang pujangga datang dan memberitakan


bahwa Guruminda berada ditaman Kahyangan. Ditambahkan
bahwa Guruminda tampak bermuram durja. Sunan Ambu meminta
kepada pelayan kahyangan agar Guruminda dipanggil, diminta
menghadap.

Agak lama Guruminda tidak memenuhi panggilan itu sehingga ia


dipanggil kembali. Akhirnya dia muncul dihadapan ibundanya,
Sunan Ambu.

Akan tetapi, ia bertingkah laku lain dari pada biasanya. Ia terus


menunduk seakan-akan malu memandang wajah ibunya sendiri.
Namun, kalau Sunan Ambu sedang tidak melihat, ia mencuri-curi
pandang.

Sunan Ambu : “Guruminda, anakku, apakah yang kau sedihkan? Ceritalah kepada
Ibu,”

Narator : Guruminda tidak menjawab. Demikian pula ketika Sunan Ambu


mengulang pertanyaan beliau. Karena Sunan Ambu seorang wanita
yang arif, beliau segera menyadari apa yang terjadi dengan
putranya.

Sunan Ambu : “Ibu sadar, sekarang kau sudah remaja. Usiamu tujuh belas tahun.
Adakah bidadari yang menarik hatimu. Katakanlah pada Ibu siapa
dia. Nanti Ibu akan memperkenalkanmu kepadanya.”

“Guruminda, berkatalah, “

Guruminda : “Saya tidak ingin diperkenalkan dengan bidadari manapun, kecuali


yang secantik Ibunda,”

Narator : Mendengar perkataan putranya itu Sunan Ambu terkejut. Akan


tetapi, sebagai wanita yang arif beliau tidak kehilangan akal apalagi
marah. Beliau arif bahwa putranya sedang menghadapi persoalan.

Sunan Ambu : “Guruminda, gadis yang serupa dengan Ibunda tidak ada di Buana
Pada ini. Ia berada di Buana Panca Tengah. Pergilah kamu ke sana.
Akan tetapi tidak sebagai Guruminda. Kamu harus menyamar
sebagai seekor kera atau lutung.”

Narator : Setelah Sunan Ambu berkata begitu, berubahlah Guruminda


menjadi seekor kera atau lutung.

Sunan Ambu : “Pergilah anakku, ke Buana Panca Tengah, kasih sayangku akan
selalu bersamamu. Kini namamu Lutung Kasarung.”

Narator : Guruminda sangat terkejut dan sedih ketika menyadari bahwa dia
sudah menjadi lutung. Ia beranggapan bahwa ia telah dihukum
oleh Ibunda Sunan Ambu karena kelancangannya. Ia cuma
menunduk.

Sunan Ambu : “Pergilah, Anakku. Gadis, itu menunggu disana dan memerlukan
bantuanmu.” ujar Sunan Ambu pula.

: Guruminda sadar bahwa menjadi lutung adalah sudah nasibnya


dan ia pun mengundurkan diri dari hadapan ibundanya. Dengan
harapan akan bertemu gadis yang serupa dengan ibundanya, ia
meninggalkan Buana Pada. Ia melompat dari awan ke awan hingga
akhirnya tiba di bumi. Guruminda mencari tempat yang cocok
untuk turun. Ketika melihat sebuah hutan, ia pun melompat ke
bumi. Ia melompat dari pohon ke pohon. Lutung-lutung dan
monyet-monyet mengelilinginya. Karena mereka menyadari bahwa
Guruminda, yang berganti nama menjadi Lutung Kasarung, lebih
besar dan cerdas, mereka menerimanya sebagai pemimpin.
Demikianlah Lutung Kasarung mengembara di dalam hutan
belantara, mencari gadis yang sama cantiknya dengan ibunda
Sunan Ambu.
BABAK III
Narator : Tersebutlah di kerajaan Pasir Batang, Ratu Purbararang hendak
melaksanakan upacara. Dalam upacara itu diperlukan kurban
binatang. Ratu Purbararang memanggil Aki Panyumpit. “Aki!” katanya,

Ratu Purbalarang : “Aki!”

Aki Panyumpit : “ Ya Nyi Ratu”….

Ratu Purbalarang : “Tangkaplah seekor hewan untuk dijadikan kurban dalam upacara.
Kalau kamu tidak mendapatkannya nanti siang, kamu sendiri jadi
gantinya.”

Narator : Dengan ketakutan yang luar biasa Aki Panyumpit tergesa-gesa masuk
hutan belantara. Akan tetapi, tidak seekor bajingpun ia temukan.
Binatang-binatang sudah diberi tahu oleh Lutung Kasarung agar
bersembunyi. Lalu, berjalanlah Aki Panyumpit kian kemari di dalam
hutan itu hingga kelelahan.

Ia pun duduk dibawah pohon dan menangis karena putus asa. Pada
saat itulah Lutung Kasarung turun dari pohon dan duduk dihadapan
Aki Panyumpit. Aki Panyumpit segera mengambil sumpitnya dan
membidik kearah Lutung Kasarung.

Lutung Kasarung : “Janganlah menyumpit saya karena saya tidak akan mengganggumu.
Saya datang kesini karena melihat kakek bersedih.”

Narator : Aki Panyumpit terkejut mendengar lutung dapat berbicara.

Lutung Kasarung : “Mengapa kakek bersedih?”

Narator : Ditanya demikian, Aki Panyumpit menceritakan apa yang dialaminya


Lutung Kasarung : “Kalau begitu bawalah saya ke istana,kakek,”

Aki Panyumpit : “Tetapi kamu akan dijadikan kurban!”

“Saya tidak rela kamu dijadikan kurban,”

Lutung Kasarung : “Tetapi kalau kakek tidak berhasil membawa hewan, kakek sendiri
yang akan disembelih sebagai kurban,”

Narator : Aki Panyumpit tidak dapat berkata-kata lagi karena bingung.

Lutung Kasarung : “Oleh karena itu, bawalah saya ke istana. Janganlah khawatir,”

Aki Panyumpit : “Baiklah, kalau begitu”,

Narator : Mereka pun keluar dari hutan menuju kerajaan Pasir Batang.

Narator : Setiba di alun-alun kerajaan, beberapa prajurit memegang dan


mengikat Lutung Kasarung. Prajurit lain mengasah pisau untuk
menyembelihnya.

Lutung Kasarung yang sudah di ikat dibawa ketengah alun-alun. Di


sana Purbararang dan Indrajaya serta para pembesar kerajaan sudah
hadir. Demikian pula lima putri adik-adik Purbararang.

Saat itu segala perlengkapaan upacara sudah disiapkan. Seorang


pendeta sudah mulai menyalakan kemenyan dan berdoa. Seorang
prajurit dengan pisau yang sangat tajam berjalan akan melaksanakan
tugasnya. Ia memegang kepala Lutung Kasarung. Akan tetapi, tiba-tiba
Lutung Kasarung menggeliat.

Tambang-tambang ijuk yang mengikat tubuhnya satu persatu mulai


putus dan kemudian Ia pun bebas. Ia lalu memporak-porandakan
perlengkapan upacara. Para putri dan wanita-wanita bangsawan
menjerit ketakutan. Para prajurit mencabut senjata dan berusaha
membunuh Lutung Kasarung. Namun, tidak seorang pun sanggup
mendekatinya.

Lutung Kasarung sangat lincah dan tangkas. Ia melompat- lompat


kesana kemari, di tengah-tengah hadirin yang berlari menyelamatkan
diri.

Lutung Kasarung sengaja merusak barang-barang dan perlengkapan.


Di melompat ke panggung tempat para putri menenun dan merusak
perlengkapan tenun.

Setelah hadirin melarikan diri dan prajurit-prajurit kelelahan, Lutung


Kasarung duduk di atas benteng yang mengelilingi halaman dalam
istana .

Dari dalam istana, Purbararang dan adik-adiknya memandanginya


dengan keheranan dan ketakutan. Indrajaya ada pula disana, ikut
sembunyi dengan putri-putri dan para wanita.

Purbararang kemudian menjadi marah,

Ratu Purbalarang : “Bunuh! Ayo bunuh lutung itu!”

Narator : Beberapa orang prajurit maju akan mengepung Lutung Kasarung lagi.
Akan tetapi, Lutung Kasarung segera menyerang mereka dan
membuat mereka lari ketakutan ke berbagai arah.

Uwak Batara Lengser adalah orang tua yang bijaksana, walaupun


sudah tua tetap gagah berani. Ia berjalan menuju Lutung Kasarung
dan berdiri di dekatnya. Ternyata, Lutung Kasarung tidak
memperlihatkan sikap permusuhan kepadanya

Uwak Batara Lengser : “Kemarilah Lutung, janganlah kamu nakal dan menakut-nakuti orang,
kamu anak yang baik.”

Narator : Pada saat itu beberapa orang prajurit mencoba menyergap Lutung
Kasarung. Namun, Lutung Kasarung selalu waspada. Ia menyerang
balik, mencakar, dan menggigit mereka. Mereka tunggang langgang
melarikan diri dan tidak berani muncul kembali. Setelah itu Lutung
Kasarung kembali kepada Uwak Batara Lengser dan seperti seorang
anak yang baik, duduk didekat kaki orang tua itu.

Purbararang yang melihat pemandangan itu dari jauh, timbul niat


jahatnya. Lutung yang besar dan jahat itu sebaiknya dikirim kehutan
tempat Purbasari berada, pikirnya. Kalau Purbasari tewas diterkam
lutung itu, maka ia akan tenang menduduki tahta Kerajaan Pasir
Batang. Cara mengirim lutung itu tampaknya dapat dilaksanakan
melalui Uwak Batara Lengser karena lutung itu tidak memperlihatkan
sikap permusuhan terhadap Uwak Batara Lengser.

Ratu Purbalarang : Uwak Batara Lengser, coba kesini….

Uwak Batara Lengser : Ya gusti Ratu Purbalarang

Ratu Purbalarang : “Uwak Batara Lengser, singkirkan lutung galak itu kehutan.
Tempatkan bersama Purbasari. Kalau sudah jinak, kita kurbankan
nanti.”

Narator : Orang tua itu menurut, Uwak Batara Lengser tahu maksud
Purbararang, tetapi ia menurut saja. Ia pun tidak yakin apakah lutung
itu akan mencederai Purbasaari. Ia melihat sesuatu yang aneh pada
lutung itu. Itulah sebabnya ia mengulurkan tangan pada lutung itu
sambil berkata,

Uwak Batara Lengser : “Marilah kita pergi, lutung. Kamu saya bawa ketempat yang lebih
cocok bagimu.”

Narator : Uwak Batara Lengser pun menuntunnya meninggalkan tempat itu dan
menuju ke hutan.

BABAK IV
Narator : Sampai di hutan, Uwak Batara Lengser berseru kepada Purbasari
memberitahukan kedatangannya. Purbasari keluar dari gubuk dengan
gembira. Lutung Kasarung melihat seorang gadis yang kulitnya hitam
kelam di celup boreh.

Uwak Batara Lengser : “Itu Putri Purbasari. Ia gadis yang manis dan baik hati. Kamu harus
menjaganya.”

Lutung Kasarung : “Ya,”

Narator : Uwak Batara Lengser dan Purbasari keheranan.

Uwak Batara Lengser : “Semoga kedatanganmu ke Pasir Batang dikirim Kahyangan untuk
kebaikan semua.”

Narator : Setelah Uwak Batara Lengser pergi, Lutung Kasarung meminta


bantuan kawan-kawannya untuk mengumpulkan buah-buahan dan
bunga-bungaan untuk Purbasari. Putri itu benar-benar terhibur dalam
kesedihannya. Ia pun tidak kesunyian lagi. Bukan saja Lutung Kasarung
selalu ada didekatnya, tetapi binatang-binatang lain seperti rusa,
bajing, dan burung-burung berbagai jenis, berkumpul dekat gubuknya.

Ketika malam tiba, Lutung Kasarung berdoa, memohon kepada Ibunda


Sunan Ambu agar membantunya. Sunan Ambu mendengar doanya
dan memerintahkan kepada beberapa orang pujangga dan pohaci
agar turun ke bumi untuk membantu Lutung Kasarung.

Ketika para pujangga tiba dihutan itu, Lutung Kasarung meminta


kepada mereka agar dibuatkan tempat mandi bagi Purbasari. Para
pujangga yang sakti itu membantu Lutung Kasarung membuat jamban
salaka, tempat mandi dengan pancuran emas dan lantai serta dinding
pualam. Airnya dialirkan dari mata air yang jernih yang ditampung
dulu dalam telaga kecil. Ke dalam telaga kecil itu ditaburkan berbagai
bunga-bungaan yang wangi. Sementara itu para pohaci menyiapkan
pakaian bagi Purbasari. Pakaian itu bahannya dari awan dan warnanya
dari pelangi. Tak ada pakaian seindah itu di bumi.

Keesokan harinya Purbasari sangat terkejut melihat Jamban Salaka itu.


Akan tetapi, Lutung Kasarung mengatakan kapadanya bahwa ia tidak
perlu heran. Kabaikan hati Purbasari telah menimbulkan kasih sayang
Kahyangan kepadanya.

Lutung Kasarung : “Jamban Salaka dan pakaian yang tersedia di dalamnya adalah hadiah
dari Buana Pada bagi Tuan Putri,”

Purbasari : “Kau sendiri adalah hadiah dari Buana Pada bagiku, Lutung,”

Narator : Purbasari, lalu memasuki Jamban Salaka. Ternyata, air di Jamban


Salaka memiliki khasiat yang tidak ada pada air biasa dipergunakan
Purbasari.

Ketika air itu dibilaskan, hanyutlah boreh dari kulit Purbasari. Kulitnya
yang kuning langsat muncul kembali bahkan lebih cemerlang. Dalam
kegembiraannya, Purbasari tidak putus-putusnya mengucapkan
syukur kepada Kahyangan yang telah mengasihinya.
Selesai mandi, ia mengambil pakaian buatan para pohaci. Ia terpesona
oleh keindahan pakaian yang dilengkapi perhiasan-perhiasan yang
indah. Ia pun segera mengenakannya, lalu keluar dari Jamban Salaka.

Purbasari : ‘Lutung lihatlah!. Apakah pakaian ini cocok bagiku?”

Narator : Lutung Kasarung sendiri terpesona. Dalam hatinya ia berkata“Putri


Purbasari, engkau seperti kembaran Ibunda Sunan Ambu, hanya jauh
lebih muda.”

Purbasari : “Lutung, pantaskah pakaian ini bagiku?”

Lutung Kasarung : “Para pohaci mencocokkannya bagi tuan putri,”

BABAK V
Narator : Peristiwa didalam hutan itu akhirnya terdengar oleh Purbararang.
Rakyat Kerajaan Pasir Batang yang biasa mencari buah-buahan atau
berburu kehutan membawa kabar aneh. Mereka bercerita tentang
hutan yang berubah menjadi taman, tentang gubuk gadis hitam yang
berubah menjadi istana kecil, tentang tempat mandi yang sangat
indah, dan pimpinan seekor lutung yang sangat besar. Seekor lutung
besar menyebabkan mereka tidak berani memasuki taman itu.

Kabar aneh itu sampai juga ke telinga Purbararang. Ia menduga ada


bangsawan-bangsawan Pasir Batang yang diam-diam membantu
Purbasari. Ia pun menjadi marah dan berpikir mencari jalan untuk
mencelakakan Purbasari. Ia segera menemukan jalan untuk
mecelakakan adik bungsunya itu.

Purbararang berpendapat bahwa para bangsawan Pasir Batang yang


berpihak pada Purbasari tidak akan berani membantu adiknya itu
secara terang-terangan. Oleh karena itu, Purbasari harus ditantang
dalam pertandingan terbuka.
Para bangsawan dapat membuatkan Purbasari taman, istana kecil,
dan Jamban Salaka. Itu mereka lakukan sembunyi-sembunyi dalam
waktu yang lama, pikir Purbararang. Kalau Purbasari diharuskan
membuat huma dalam satu hari seluas lima ratus depa, tak ada yang
berani atau dapat membantunya. Ia sendiri dengan mudah akan dapat
membuka huma ribuan depa dengan bantuan para prajurit.

Ratu Purbalarang : Panggil Uwak Batara Lengser, kemari….cepat

Uwak Batara Lengser : Ya gusti ratu, ada apakah kiranya hamba dipanggil

Ratu Purbalarang : “Uwak, berangkatlah ke hutan. Sampaikan pada Purbasari bahwa saya
menantangnya berlomba membuat huma. Purbasari harus membuat
huma seluas lima ratus depa dan harus selesai sebelum fajar besok.
Kalau tidak dapat menyelesaikannya, atau tidak dapat mendahului
saya maka ia akan dihukum pancung.”

Narator : Uwak Batara Lengser segera pergi kehutan. Ia disambut oleh Purbasari
dan Lutung Kasarung. Ketika mendengar berita yang menakutkan itu,
Purbasari pun menangis

Purbasari : ‘Kalau nasib saya harus mati muda, saya rela. Yang menyebabkan saya
menangis adalah tindakan kakanda Purbararang. Begitu besarkah
kebenciannya kepada saya?”

Lutung Kasarung : “Jangan khawatir Tuan Putri, Kahiangan tidak akan melupakan orang
yang tidak bersalah.”

Narator : Sementara ketiga sahabat itu sedang berbicara didalam hutan,


Purbararang tidak menyia-nyiakan waktu. Ia memanggil seratus orang
prajurit dan memerintahkan agar mereka membuka hutan untuk
huma didekat tempat tinggal Purbasari. Huma harus selesai keesokan
harinya. Kalau tidak selesai, para prajurit itu akan dihukum pancung.
Para prajurit yang ketakutan segera berangkat ke hutan dan langsung
bekerja keras membuka hutan. Mereka terus bekerja walaupun
malam turun dan mulai gelap. Mereka terpaksa menggunakan obor
yang banyak jumlahnya.

Sementara itu Lutung Kasarung mempersilahkan Purbasari masuk


kedalam istana kecilnya untuk beristirahat.

Lutung Kasarung : “Serahkanlah pekerjaan membuat huma itu kepada saya, Tuan Putri,’

Narator : Ketika Purbasari sudah masuk kedalam istana kecilnya, Lutung


Kasarung segera berdoa, memohon bantuan Ibunda Sunan Ambu dari
Buana Pada. Doanya didengar dan Sunan Ambu mengutus empat
puluh orang pujangga untuk membuat huma. Lahan yang dipilih
adalah sebidang huma yag sudah terbuka dan cocok untuk ditanami
padi. Huma itu letaknya tidak jauh dari hutan yang sedang dibuka oleh
prajurit-prajurit Pasir Batang.

Keesokan harinya ketika matahari terbit, berangkatlah rombongan


dari istana Pasir Batang menuju hutan. Purbararang duduk diatas
tandu yang dihiasi sutra dan permata yang gemerlapan. Sementara itu
tunangannya, Indrajaya, menunggang kuda di sampingnya. Lima orang
putri bersaudara ada pula dalam rombongan bersama sejumlah
bangsawan. Ratusan prajurit mengawal. Tak ketinggalan seorang
algojo dengan kapak besarnya. Purbararang yakin bahwa hari itu ia
akan dapat menghukum pancung adiknya, Purbasari. Akan tetapi, ia
dan rombongan terkejut sebab disamping huma yang dibuka para
prajurit telah ada pula huma lain yang lebih bagus.

Narator : Di tengah huma itu berdiri Uwak Batara Lengser dan Lutung Kasarung

Uwak Batara Lengser : “Gusti Ratu,”

“Inilah huma Putri Purbasari.”

Narator : Purbararang benar-benar kecewa, malu,dan marah

Ratu Purbalarang : “Baik, tetapi sekarang saya menantang Purbasari bertanding


kecantikan denganku.

Kalian yang menilai,”

Narator : Purbararang menyangka Purbasari masih hitam kelam karena boreh

Ratu Purbalarang : “Uwak, suruh dia keluar dari rumahnya!”

Narator : Uwak Batara Lengser mempersilahkan Purbasari keluar dari istana


kecilnya. Purbasari muncul dan orang-orang memadangnya dengan
takjub. Banyak yang lupa bernapas dan berkedip. Banyak pula yang
lupa menutup mulutnya.

Begitu cantiknya Purbasari sehingga seorang bangsawan berkata,


“Saya seakan-akan melihat Sunan Ambu turun ke Bumi.”

Melihat hal itu mula-mula Purbararang kecut. Akan tetapi dia ingat,
bahwa dia masih punya harapan untuk menang.

Ratu Purbalarang : “Purbasari, marilah kita bertanding rambut. Siapa yang lebih panjang,
dia menang. Lepas sanggulmu!”

Narator : Purbasari terpaksa menurut. Ia pun melepas sanggulnya. Rambutnya


yang hitam berkilat dan halus bagai sutra bergelombang bagaikan air
terjun hingga ketumitnya. Purbararang terpukul kembali. Akan tetapi,
dia tidak kehabisan akal. Ia ingat bahwa ia mempunyai pinggang yang
sangat ramping

Ratu Purbalarang : “Lihat semua. Ikat pinggang yang kupakai ini bersisa lima lubang.
Kalau Purbasari menyisakan kurang dari lima lubang, ia dihukum
pancung.”

Narator : Purbasari pun memakainya dan ternyata tersisa tujuh lubang


Sekarang Purbararang menjadi kalap.

Ratu Purbalarang : “Hai orang-orang Pasir Batang, masih ada satu pertandingan yang
tidak mungkin dimenangkan oleh Purbasari. Pertandingan apa itu?
Coba tebak!”

Narator : Ratu Purbalarang berteriak, katanya seraya melihat wajah-wajah


bangsawan Pasir Batang yang berdiri didekatnya. Ia tertawa karena
yakin ia akan menang dalam pertandingan terakhir ini.

Purbakancana             : “Pertandingan apa, Kakanda?”

Ratu Purbalarang : “Dengarkan!”

“Dalam pertandingan ini kalian harus membandingkan siapa di antara


calon suami kami yang lebih tampan. Lihat kepada tunangan saya,
Indrajaya. Bagaimana pendapat kalian? Tampankah ia?”

Narator : Untuk beberapa lama tidak ada yang menjawab. Mereka bingung dan
terkejut. Purbararang pun membentak,

Ratu Purbalarang : “Jawab! Tampankah dia?”

Penonton : “Tampan, Gusti Ratu!”

Ratu Purbalarang : “Lebih nyaring!”

Penonton : “Tampan, Gusti Ratu!”

Narator : Sambil tersenyum Purbararang melihat kearah Purbasari yang berdiri


dekat Uwak Batara Lengser dan Lutung Kasarung
Ratu Purbalarang : “Dengarkanlah, Purbasari. Sekarang kamu tidak bisa lolos. Kita akan
bertanding membandingkan ketampanan calon suami. Calon suamiku
adalah Indrajaya yang tampan dan gagah itu.

 Siapakah calon suamimu itu?”

Narator : Purbasari kebingungan.

Ratu Purbalarang : “Siapa lagi calon suamimu kecuali lutung besar itu?”

“ha…… ha…… ha…… ha…… ha…… ha……

Narator : Purbasari terdiam. Ia memandang ke arah Lutung Kasarung.


Semuanya terdiam.

Purbasari : “Memang seharusnya kamu menjadi calon suamiku, Lutung.”

Narator : Mendengar apa yang diucapkan Purbasari itu gembiralah


Purbararang. Sekarang ia dapat membinasakan Purbasari. Akan tetapi,
sesuatu terjadi. Mendengar perkataan Purbasari itu, Lutung Kasarung
berubah, kembali ke asalnya sebagai Guruminda yang gagah dan
tampan. Semua terheran-heran dan terpesona oleh ketampanan

Guruminda : “Ratu kalian yang sebenarnya, Purbasari, telah mengatakan bahwa


saya sudah seharusnya menjadi calon suaminya. Sebagai calon
suaminya, saya harus melindungi dan membantunya. Tahtanya telah
direbut oleh Purbararang. Sebagai tunangan Purbararang, Anda harus
berada di pihaknya, Indrajaya. Oleh karena itu, marilah kita berperang
tanding.”

Narator : Indrajaya bukannya siap berperang tanding, tetapi malah berlutut dan
menyembah kepada Guruminda, mohon ampun dan dikasihani.
Purbararang menangis dan minta maaf kepada Purbasari. Sementara
itu para bangsawan dan prajurit serta rakyat justru bergembira.
Mereka akan bebas dari ketakutan dan tekanan para pendukung
Purbararang.

Pada hari itu juga Ratu purbasari kembali ke Kerajaan didampingi oleh
suaminya, Guruminda. Purbararang dan Indrajaya dihukum dan
dipekerjakan sebagai tukang sapu di taman istana. Rakyat merasa
lega. Mereka kembali bekerja dengan rajin seperti di jaman
pemerintahan Prabu Tapa Agung. Berkat bantuan Guruminda,
Purbasari memerintah dengan cakap dan sangat bijaksana. Rakyat
Kerajaan Pasir Batang merasa terlindungi, suasana aman dan tentram
sehingga mereka bisa bekerja dengan tenang pada akhirnya
kemakmuran dapat mereka peroleh secara nyata dan merata

Anda mungkin juga menyukai