PELAKU :
Narator :
Prabu Tapa Agung :
Purbararang :
Purbadewata :
Purbaendah :
Purbakancana :
Purbamanik ;
Purbaleuih :
Purbasari ;
Guruminda /Lutung Kasarung :
Raden Indrajaya :
Sunam Ambu :
Uwak Batara Lengser :
Aki Panyumpit :
Penonton dan Piguran :
BABAK I
Narator : Dahulu ada seorang raja yang adil dan bijaksana Prabu Tapa
Agung namanya. Beliau dianugrahi tujuh orang putri. Berturut-
turut mereka itu adalah Purbararang, Purbadewata,
Purbaendah, Purbakancana, Purbamanik, Purbaleuih, dan si
bungsu Purbasari. Ketujuh putri itu sudah menikah remaja dan
semuanya cantik-cantik. Yang paling cantik dan paling manis
budinya adalah Purbasari. Ia menjadi buah hati seluruh rakyat
Kerajaan Pasir Batang.
Sunan Ambu : “Wahai Raja yang baik, janganlah risau. Sudah saatnya kamu
beristirahat. Tinggalkanlah istana. Tinggalkanlah tahta kepada putri
bungsu Purbasari. Laksanakanlah keinginanmu untuk jadi pertapa.”
Uwak Batara Lengser : “Tuan Putri bersabarlah. Jadikanlah pembuangan ini sebagai
kesempatan bertapa untuk memohon perlindungan dan kasih
sayang para penghuni kahyangan
Uwak Batara Lengser ““Bagus, Tuan Putri. Janganlah khawatir, Uwak akan sering datang
kesini menengok dan mengirim persediaan.”
BABAK II
Narator Selagi didunia atau Buana Panca Tengah terjadi peristiwa
pengusiran dan pembuangan Purbasari kedalam hutan, di
Kahyangan atau Buana Pada terjadi peristiwa lain.
Sunan Ambu : “Guruminda, anakku, apakah yang kau sedihkan? Ceritalah kepada
Ibu,”
Sunan Ambu : “Ibu sadar, sekarang kau sudah remaja. Usiamu tujuh belas tahun.
Adakah bidadari yang menarik hatimu. Katakanlah pada Ibu siapa
dia. Nanti Ibu akan memperkenalkanmu kepadanya.”
“Guruminda, berkatalah, “
Sunan Ambu : “Guruminda, gadis yang serupa dengan Ibunda tidak ada di Buana
Pada ini. Ia berada di Buana Panca Tengah. Pergilah kamu ke sana.
Akan tetapi tidak sebagai Guruminda. Kamu harus menyamar
sebagai seekor kera atau lutung.”
Sunan Ambu : “Pergilah anakku, ke Buana Panca Tengah, kasih sayangku akan
selalu bersamamu. Kini namamu Lutung Kasarung.”
Narator : Guruminda sangat terkejut dan sedih ketika menyadari bahwa dia
sudah menjadi lutung. Ia beranggapan bahwa ia telah dihukum
oleh Ibunda Sunan Ambu karena kelancangannya. Ia cuma
menunduk.
Sunan Ambu : “Pergilah, Anakku. Gadis, itu menunggu disana dan memerlukan
bantuanmu.” ujar Sunan Ambu pula.
Ratu Purbalarang : “Tangkaplah seekor hewan untuk dijadikan kurban dalam upacara.
Kalau kamu tidak mendapatkannya nanti siang, kamu sendiri jadi
gantinya.”
Narator : Dengan ketakutan yang luar biasa Aki Panyumpit tergesa-gesa masuk
hutan belantara. Akan tetapi, tidak seekor bajingpun ia temukan.
Binatang-binatang sudah diberi tahu oleh Lutung Kasarung agar
bersembunyi. Lalu, berjalanlah Aki Panyumpit kian kemari di dalam
hutan itu hingga kelelahan.
Ia pun duduk dibawah pohon dan menangis karena putus asa. Pada
saat itulah Lutung Kasarung turun dari pohon dan duduk dihadapan
Aki Panyumpit. Aki Panyumpit segera mengambil sumpitnya dan
membidik kearah Lutung Kasarung.
Lutung Kasarung : “Janganlah menyumpit saya karena saya tidak akan mengganggumu.
Saya datang kesini karena melihat kakek bersedih.”
Lutung Kasarung : “Tetapi kalau kakek tidak berhasil membawa hewan, kakek sendiri
yang akan disembelih sebagai kurban,”
Lutung Kasarung : “Oleh karena itu, bawalah saya ke istana. Janganlah khawatir,”
Narator : Mereka pun keluar dari hutan menuju kerajaan Pasir Batang.
Narator : Beberapa orang prajurit maju akan mengepung Lutung Kasarung lagi.
Akan tetapi, Lutung Kasarung segera menyerang mereka dan
membuat mereka lari ketakutan ke berbagai arah.
Uwak Batara Lengser : “Kemarilah Lutung, janganlah kamu nakal dan menakut-nakuti orang,
kamu anak yang baik.”
Narator : Pada saat itu beberapa orang prajurit mencoba menyergap Lutung
Kasarung. Namun, Lutung Kasarung selalu waspada. Ia menyerang
balik, mencakar, dan menggigit mereka. Mereka tunggang langgang
melarikan diri dan tidak berani muncul kembali. Setelah itu Lutung
Kasarung kembali kepada Uwak Batara Lengser dan seperti seorang
anak yang baik, duduk didekat kaki orang tua itu.
Ratu Purbalarang : “Uwak Batara Lengser, singkirkan lutung galak itu kehutan.
Tempatkan bersama Purbasari. Kalau sudah jinak, kita kurbankan
nanti.”
Narator : Orang tua itu menurut, Uwak Batara Lengser tahu maksud
Purbararang, tetapi ia menurut saja. Ia pun tidak yakin apakah lutung
itu akan mencederai Purbasaari. Ia melihat sesuatu yang aneh pada
lutung itu. Itulah sebabnya ia mengulurkan tangan pada lutung itu
sambil berkata,
Uwak Batara Lengser : “Marilah kita pergi, lutung. Kamu saya bawa ketempat yang lebih
cocok bagimu.”
Narator : Uwak Batara Lengser pun menuntunnya meninggalkan tempat itu dan
menuju ke hutan.
BABAK IV
Narator : Sampai di hutan, Uwak Batara Lengser berseru kepada Purbasari
memberitahukan kedatangannya. Purbasari keluar dari gubuk dengan
gembira. Lutung Kasarung melihat seorang gadis yang kulitnya hitam
kelam di celup boreh.
Uwak Batara Lengser : “Itu Putri Purbasari. Ia gadis yang manis dan baik hati. Kamu harus
menjaganya.”
Uwak Batara Lengser : “Semoga kedatanganmu ke Pasir Batang dikirim Kahyangan untuk
kebaikan semua.”
Lutung Kasarung : “Jamban Salaka dan pakaian yang tersedia di dalamnya adalah hadiah
dari Buana Pada bagi Tuan Putri,”
Purbasari : “Kau sendiri adalah hadiah dari Buana Pada bagiku, Lutung,”
Ketika air itu dibilaskan, hanyutlah boreh dari kulit Purbasari. Kulitnya
yang kuning langsat muncul kembali bahkan lebih cemerlang. Dalam
kegembiraannya, Purbasari tidak putus-putusnya mengucapkan
syukur kepada Kahyangan yang telah mengasihinya.
Selesai mandi, ia mengambil pakaian buatan para pohaci. Ia terpesona
oleh keindahan pakaian yang dilengkapi perhiasan-perhiasan yang
indah. Ia pun segera mengenakannya, lalu keluar dari Jamban Salaka.
BABAK V
Narator : Peristiwa didalam hutan itu akhirnya terdengar oleh Purbararang.
Rakyat Kerajaan Pasir Batang yang biasa mencari buah-buahan atau
berburu kehutan membawa kabar aneh. Mereka bercerita tentang
hutan yang berubah menjadi taman, tentang gubuk gadis hitam yang
berubah menjadi istana kecil, tentang tempat mandi yang sangat
indah, dan pimpinan seekor lutung yang sangat besar. Seekor lutung
besar menyebabkan mereka tidak berani memasuki taman itu.
Uwak Batara Lengser : Ya gusti ratu, ada apakah kiranya hamba dipanggil
Ratu Purbalarang : “Uwak, berangkatlah ke hutan. Sampaikan pada Purbasari bahwa saya
menantangnya berlomba membuat huma. Purbasari harus membuat
huma seluas lima ratus depa dan harus selesai sebelum fajar besok.
Kalau tidak dapat menyelesaikannya, atau tidak dapat mendahului
saya maka ia akan dihukum pancung.”
Narator : Uwak Batara Lengser segera pergi kehutan. Ia disambut oleh Purbasari
dan Lutung Kasarung. Ketika mendengar berita yang menakutkan itu,
Purbasari pun menangis
Purbasari : ‘Kalau nasib saya harus mati muda, saya rela. Yang menyebabkan saya
menangis adalah tindakan kakanda Purbararang. Begitu besarkah
kebenciannya kepada saya?”
Lutung Kasarung : “Jangan khawatir Tuan Putri, Kahiangan tidak akan melupakan orang
yang tidak bersalah.”
Lutung Kasarung : “Serahkanlah pekerjaan membuat huma itu kepada saya, Tuan Putri,’
Narator : Di tengah huma itu berdiri Uwak Batara Lengser dan Lutung Kasarung
Melihat hal itu mula-mula Purbararang kecut. Akan tetapi dia ingat,
bahwa dia masih punya harapan untuk menang.
Ratu Purbalarang : “Purbasari, marilah kita bertanding rambut. Siapa yang lebih panjang,
dia menang. Lepas sanggulmu!”
Ratu Purbalarang : “Lihat semua. Ikat pinggang yang kupakai ini bersisa lima lubang.
Kalau Purbasari menyisakan kurang dari lima lubang, ia dihukum
pancung.”
Ratu Purbalarang : “Hai orang-orang Pasir Batang, masih ada satu pertandingan yang
tidak mungkin dimenangkan oleh Purbasari. Pertandingan apa itu?
Coba tebak!”
Narator : Untuk beberapa lama tidak ada yang menjawab. Mereka bingung dan
terkejut. Purbararang pun membentak,
Ratu Purbalarang : “Siapa lagi calon suamimu kecuali lutung besar itu?”
Narator : Indrajaya bukannya siap berperang tanding, tetapi malah berlutut dan
menyembah kepada Guruminda, mohon ampun dan dikasihani.
Purbararang menangis dan minta maaf kepada Purbasari. Sementara
itu para bangsawan dan prajurit serta rakyat justru bergembira.
Mereka akan bebas dari ketakutan dan tekanan para pendukung
Purbararang.
Pada hari itu juga Ratu purbasari kembali ke Kerajaan didampingi oleh
suaminya, Guruminda. Purbararang dan Indrajaya dihukum dan
dipekerjakan sebagai tukang sapu di taman istana. Rakyat merasa
lega. Mereka kembali bekerja dengan rajin seperti di jaman
pemerintahan Prabu Tapa Agung. Berkat bantuan Guruminda,
Purbasari memerintah dengan cakap dan sangat bijaksana. Rakyat
Kerajaan Pasir Batang merasa terlindungi, suasana aman dan tentram
sehingga mereka bisa bekerja dengan tenang pada akhirnya
kemakmuran dapat mereka peroleh secara nyata dan merata