Anda di halaman 1dari 18

Nama : Keilila C.

R
No Absen : 18
Kelas : IV
Cerita : Lutung Kasarung
Asal Daerah :Jawa Barat
Lutung Kasarung
Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang putri bernama Purbasari. Dia merupakan anak bungsu
dari Prabu Tapa Agung yang merupakan raja kerajaan pasir batang. Purbasari memiliki enam orang
kakak perempuan yaitu Purbararang, Purbadewata, Purbaendah, Purbakancana, Purbamanik dan
Purbaleuih.

Purbasari sangat baik sifat dan kelakuannya. Dia lembut, manis budi, ddan suka menolong.
Siapapun juga yang membutuhkan pertolongan dengan senang hati dibantunya. Selain hatinya yang
elok, Purbasari juga memiliki paras yang cantik dan rupawan, setiap orang yang melihatnya pasti
jatuh hati pada pandangan pertama. Sayangnya kecantikan dan kebaikan hati purbasari tidak
menurun dari kakak sulungnya Purbararang yang berperangai sangat buruk. Walaupun cantik
Purbararang sangat kasar, sombong, kejam dan iri hati terhadap siapapun juga.

Setelah bertahta dalam waktu yang cukup lama, Prabu Tapa Agung berniat turun tahta. Telah
dipikirkan masak-masak, bahwa untuk melanjutkan kepemimpinannya dia akan menunjuk Purbasari.
Sang Prabu telah mengamati selama puluhan tahun bahwa Purbasari adalah sosok yang paling
pantas menggantikannya, bukan Purbararang walaupun Purbararang adalah anak sulungnya.
Pemikirian dari sang Prabu yang bijaksana ini terutama karena sifat dan perilaku anak sulungnya
yang buruk. Prabu Tapa agung khawatir, jika Purbararang menjadi Raja maka ketentraman dan
kedamaian kehidupan rakyat akan terganggu dan bahkan menjadi rusak akibat kepemimpinan
Purbararang yang memiliki sifat sangat buruk.

Dihadapan seluruh pembesar kerajaan dan juga ketujuh putrinya raja, Prabu Tapa Agung
menyerahkan takhtanya kepada Purbasari. Prabu Tapa Agung lantas meninggalkan istana
kerajaannya untuk memulai hidup barunya sebagai pertapa.

Purbararang sangat marah luar biasa mendapati takhta Kerajaan Pasir Batang diserahkan kepada
adik bungsunya dan tidak kepada dirinya. Maka, berselang satu hari sejak penobatan Purbasari
menjadi Ratu Kerajaan Pasir Batang, Purbararang menghubungi Indrajaya tunangannya. Keduanya
kemudian meminta bantuan nenek sihir untuk mencelakai Purbasari.

Nenek sihir jahat memberikan boreh (zat berwarna hitam yang dibuat dari tumbuhan) kepada
Purbararang. Nenek sihir itu berkata.” Semburkan boreh ini kewajah dan seluruh tubuh dari
Purbasari.”

Purbararang segera melaksanakan pesan dari si nenek sihir. Boreh itu disemburkan ke wajah dan
seluruh tubuh Purbasari. Akibatnya diseluruh tubuh Purbasari bermunculan bercak-bercak hitam
yang mengerikan. Dengan kondisi tersebut Purbararang memiliki alsan untuk mengusir Purbasari
dari istana.

“ Orang yang dikutuk hingga memiliki penyakit mengerikan ini tidak pantas menjadi Ratu kerajaan
Pasir Batang. Sudah seharusnya dia diasingkan ke hutan agar penyakitnya tidak menular.” Kata
Purbararang.

Purbararang kemudian mengambil tahta Kerajaan Pasir Batang. Dia memerintahkan Uwak Batara
yang merupakan penasihat istana mengasingkan Purbasari ke hutan.

Ketika Purbasari tengah diasingkan dihutan, terjadilah masalah besar di khayangan. Pangeran Guru
Minda tidak berkenan menikah dengan bidadari khayangan seperti yang diperintahkan Sunan Ambu
ibunya. Pangeran Guruminda hanya berkenan menikah dengan perempuan yang kecantikannya
setara dengan Sunan Ambu ibunya.

Sunan ambu menjelaskan bahwa sosok perempuan yang secantik dirinya hanya akan ditemui
Pangeran Guruminda di dunia manusia. Namun jika pangeran Guruminda bersikeras ingin menemui
wanita sesuai keinginannya itu, dia harus pergi ke dunia tidak dalam bentuk pangeran Guruminda
yang gagah dan tampan, melainkan harus dalam wujud penyamaran berupa lutung.” Lutung
kasarung namamu.” Kata sunan Ambu.” Apakah engkau bersedia melakukannya?”

Pangeran Guruminda menyatakan kesediannya. Setelah menjelma menjadi seekor Lutung


Kasarung, Pangeran Guru Minda segera turun ke dunia manusia. Dia tiba di hutan. Dalam waktu
singkat saja Lutung Kasarung sudah menjadi raja para lutung dan kera dihutan tersebut. Hal ini
sangat wajar karena tidak ada kera dan lutung yang mampu menandingi kesaktian, kecerdasan dan
kekuatan dari Pangeran Guruminda.

Lutung Kasarung mengetahui keburukan dan kekejaman dari Purbararang yang bertakhta sebagai
ratu di kerajaan Pasir Batang. Lutung Kasarung atau Pangeran Guruminda benar-benar ingin
memberi pelajaran kepada Ratu yang kejam tersebut. Maka, ketika dia mendengar rencana
Purbararang mencari hewan kurban di hutan, Lutung Kasarung membiarkan dirinya ditangkap oleh
orang-orang suruhan Purbararang.

Sebelum dijadikan hewan kurban, Lutung Kasrung tiba-tiba mengamuk dan menimbulkan kerusakan
di istana Pasir Batang. Para prajurit kerajaan Pasir Batang yang berniat menangkapnya dibuat tidak
berdaya. Kalang kabut semua yang berniat meringkusnya. Lutung Kasarung sepertinya menunjukan
permusuhan dengan semua prajurit Kerajaan Pasir Batang.

Melihat kondisi prajuritnya yang terus terdesak. Purbararang meminta Uwak Barata untuk
menjinakan Lutung Kasarung. Anehnya saat Uwak Batara maju ke medan laga, Lutung Kasarung
seperti tidak berniat menyakiti Uwak Batara. Bahkan saat Uwak Batara menangkapnya Lutung
Kasarung tidak melawan. Purbararang segera meminta Uwak Batara membuang Lutung Kasarung
ke hutan dimana Purbasari diasingkan. Dia menghendaki Purbasari tewas dimangsa Lutung
Kasarung yang dianggapnya sebagai hewan buas.

Uwak Batara Lengser membawa Lutung Kasarung ke hutan dimana Purbasari diasingkan. Uwak
Batara Lengser yakin bahwa Lutung Kasarung bukanlah hewan biasa, oleh karena itu dia
memberikan pesan kepada Lutung Kasarung saat mereka bertemu Purbasari.” Lutung, puteri yang
saat ini ada didepanmu adalah putri dari Prabu Tapa Agung. Ia adalah Putri yang baik hati dan
seharusnya menjadi Ratu Kerajaan Pasir Batang. Hanya karena kekuatan jahatlah dia diasingkan
dan tersingkir ke hutan ini. Oleh karena itu hendaklah engkau menjaga junjungan kami ini.”

Lutung Kasarung menganggukan kepala tanda mengerti. Maka sejak saat itu Lutung Kasarung
menjadi penjaga sekaligus menjadi sahabat dekat Purbasari. Dengan hadirnya Lutung Kasarung
disisinya membuat kesedihan Purbasari perlahan sirna. Dia mendapatkan sahabat yang menghibur
dan melindunginya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Lutung Kasarung memerintahkan para
kera untuk membawa makanan dan buah-buahan untuk Purbasari. Kelembutan hati, kebaikan dan
sifat baik Purbasari membuat Lutung Kasarung semakin lama semakin sayang kepada Purbasari.
Sedangkan sikap tanggung jawab, kepemimpinan dan kecerdasan dari Lutung Kasarung membuat
Purbasari menjadi jatuh cinta. Semakin lama mereka merasa tidak dapat dipisahkan lagi.

Tanpa diketahui Purbasari, Lutung Kasarung memohon kepada ibundannya Sunan Ambu untuk
dibuatkan taman yang indah dengan tempat pemandian untuk Purbasari. Sunan ambu lantas
memerintahkan para dewa dan para bidadari turun ke bumi untuk mewujudkan keinginan dari
putranya. Para Dewa dan Bidadari membuatkan taman dan tempat mandi yang sangat indah untuk
Purbasari. Pancurannya terbuat dari emas murni. Dinding dan lantainya terbuat dari batu pualam. Air
telaga yang mengalir berasal dari telaga kecil yang murni bersih dan dengan doa-doa dari para
dewa. Para Dewa dan Bidadari menyebut taman yang indah itu Jamban Salaka. Selain dibuatkan
telaga dan taman yang indah, para bidadari menyiapkan beberapa pakaian indah untuk Purbasari.
Pakaian itu sangat indah dan lembut. Terbuat dari awan yang lembut dengan hiasan batu-batu
permata dari dalam lautan. Tidak ada pakaian di dunia ini yang mampu menandingi keindahan
pakaian Purbasari.

Pada saat melihat telaga dengan pancuran yang indah. Purbasari segera berniat mandi untuk
membersihkan diri. Pada saat itulah boreh kutukan yang menempel di wajah dan tubuhnya perlahan
sirna. Kecantikannya telah kembali. Lutung Kasarung yang melihat hal tersebut menjadi terperangah
tidak menyangka orang yang selama ini disayangi ternyata wanita yang sangat cantik mempesona.
Bahkan kecantikan Purbasari dapat mengalahkan kecantikan dari Sunan Ambu. Lutung Kasarung
dan Purbasari sangat senang dengan keadaan ini. Walaupun Purbasari telah kembali kewujudnya
yang cantik rupawan, kasih sayang Purbasari terhadap Lutung Kasarung tidak berkurang, malah bisa
dikatakan semakin bertambah.

Kabar mengenai kembalinya kecantikan Purbasari didengar Purbararang. Purbararang tidak percaya
dengan berita ini, dia masih percaya diri karena tahu bahwa boreh yang disemburkan kepada
Purbasari mengandung kutukan yang sangat jahat dan kuat. Purbararang lantas mengajak
tunangannya untuk melihat kebenaran berita tersebut. Betapa kagetnya dia melihat Purbasari telah
kembali kesosok nya yang cantik rupawan. Purbasari terlihat semakin mempesona dengan balutan
pakaian dari para bidadari.

Purbararang khawatir, telah kembalinya kecantikan adiknya Purbasari akan mengancam takhta yang
saat ini dikuasainya. Dia pun memutar otak mencari cara untuk kembali menyingkirkan adiknya
tersebut, bahkan kali ini dia berniat menyingkirkan Purbasari untuk selama-lamanya. Purbararang
lantas menantang Purbasari untuk beradu panjang rambut. Katanya.” Jika rambutku lebih panjang
dibandingkan rambut Purbasari, maka leher Purbasari harus dipenggal algojo kerajaan.”

Purbararang menelan kekecewaan yang besar setelah terbukti rambutnya yang sebetis kalah
panjang dengan rambut Purbasari yang sepanjang tumit. Purbararang sangat malu mendapati
kekalahannya. Untuk menutupi kekalahannya. Purbararang mengemukakan tantangan baru untuk
Purbasari. Tidak tanggung-tanggung tantangan ini diucapkan didepan seluruh masyarakat Kerajaan
Pasir Batang. Dengan suara lantang agar didengar warga masyarakat, Purbararang berkata.” Jika
wajah tunanganmu lebih tampan dibandingkan wajah tunanganku, takhta Pasir Batang akan
kuserahkan kepadamu. Namun jika sebaliknya, maka engkau hendaklah merelakan lehermu
dipenggal algojo kerajaan.”

Purbasari paham dia tidak akan mampu menang pada tantangan kali ini. Namun cintanya kepada
Lutung Kasarung membuatnya tegar. Dia menggenggam tangan Lutung Kasarung. “ Aku
mencintaimu dan ingin engkau menjadi suamiku.” Ucapnya kepada Lutung Kasarung. Air mata
berlinang mengalir dikedua pipinya. Lutung Kasrung balas menggenggam tangan Purbasari
kemudian mengusap air mata dipipi putri cantik jelita itu.

Purbararang tertawa terbahak-bahak.” Monyet hitam itu tunanganmu?”

“ Iya.” Jawab Purbasari lantang dan mantap.

Sebelum Purbararang memerintahkan algojo untuk memenggal Purbasari. Lutung Kasarung tiba-tiba
duduk bersila dengan mata terpejam. Mulutnya terlihat komat-kamit. Tiba-tiba asap tebal menyelimuti
tubuh Lutung Kasarung. Tidak dalam waktu yang lama, asap tebal menghilang, sosok lutung
kasarung dengan wajah jelek, menghilang seiring berlalunya asap pekat. Berganti dengan sosok
Pangeran guru Minda yang sangat tampan dan gagah.

Terperanjatlah semua yang hadir ditempat itu mendapati keajaiban yang luar biasa tersebut. Betapa
tampannya Pangeran Guru Minda, bahkan sangat jauh melebihi ketampanan Indrajaya tunangan
dari Purbararang.

Pangeran Guruminda lantas mengumumkan bahwa ratu kerajaan Pasri Batang yang sebenarnya
adalah Purbasari. Purbararang telah mengalami kekalahan dari tantangan yang dibuatnya sendiri.

Dalam kondisi seperti itu, Purbararang tidak dapat menyangkal dan mau tidak mau mengakui
kekalahannya. Tidak ada lagi yang dapati diperbuatnya selain menyerakan takhta kerajaan pasri
batang kepada adiknya Purbasari. Dia pun memohon ampun atas kejahatan yang telah dilakukannya
bersama Indrajaya tunangannya. Dengan kebaikan hatinya, Purbasari memaafkan kesalahan kakak
sulungnya itu.

Sejak saat itu Purbasari kembali bertakhta sebagai Ratu. Segenap rakyat sangat bergembira
menyambut ratu mereka yang baru, dan sekaligus terlepas dari belenggu pemerintahan Purbararang
yang jahat. Mereka semakin berbahagia mengetahuii bahwa Ratu Mereka Purbasari menikah
dengan Pangeran guruminda yang tampan dan gagah. Purbasari dan Pangeran guruminda pun
hidup berbahagia.
Nama : Muchamad Defta Setiaji
No Absen : 22
Kelas : IV
Cerita : Legenda Sangi Sang Pemburu
Asal Daerah : kalimantan

Legenda Sangi Sang Pemburu

Syahdan di daerah aliran Sungai Mahoroi hiduplah seorang lelaki bernama Sangi. Ia dikenal sebagai
pemburu tangguh. Piawai ia menyumpit. Sangat jarang sumpitannya meleset dari sasaran yang
dibidiknya.

Pada suatu hari ia kembali berburu di hutan. Ketika itu Sangi merasakan keanehan yang sangat
mengherankannya. Sama sekali ia tidak melihat seekor hewan buruan. Tidak juga hewan-hewan
besar maupun hewan-hewan kecil. Karena tidak juga menemukan hewan buruan setelah berusaha
keras mencari, Sangi pun berniat pulang kembali ke rumahnya. Hatinya kesal berbaur sedih. Serasa
untuk pertama kali dalam perburuannya, Sangi pulang dengan tangan hampa.

Dalam perjalanan pulangnya, Sangi melewati pinggir sungai. Terbelalak ia ketika melihat kondisi
pinggir sungai itu yang terlihat keruh. Sangi mengerti, itu pertanda ada babi hutan yang baru saja
minum air dari sungai itu. Dengan hati-hati Sangi meneliti. Benar dugaannya. Ia menemukan jejak-
jejak kaki babi hutan di tanah di dekat sungai itu. Sangi pun bergegas mengikuti jejak kaki tersebut.

Sangi akhirnya menemukan babi hutan itu. Namun, sangat mengerikan keadaannya. Sebagian tubuh
babi hutan itu telah berada di dalam mulut seekor ular raksasa!

Sangi hanya terdiam, tidak sempat ia berlari atau bersembunyi.

Sementara itu si ular raksasa terus berusaha menelan mangsanya. Beberapa kali ia berusaha
namun babi hutan itu tidak juga berhasil ditelannya. Akhirnya dikeluarkannya lagi tubuh babi hutan
itu. Pandangan galaknya segera tertuju kepada Sangi. Seketika itu si ular raksasa menjelma menjadi
seorang pemuda gagah berwajah tampan. Ia berjalan tenang menghampiri Sangi. Katanya seraya
memegang tangan Sangi, “Telanlah utuh-utuh babi hutan itu!”

Sangi sangat terkejut. “Aku … aku tidak bisa melakukannya …”

“Cepat lakukan!” bentuk si pemuda.

Sangi menurut. Ditangkapnya babi hutan itu dan kemudian menelannya. Sangat mengherankan, ia
mampu menelan tubuh babi hutan itu utuh-utuh!

“Karena engkau telah melihatku ketika menelan babi hutan, maka kini engkau pun menjadi ular jadi
jadian!” kata si pemuda.

Si pemuda jelmaan ular itu lantas menjelaskan bahwa Sangi yang telah menjadi ular jadi jadian itu
akan dapat hidup abadi dan mempertahankan kemudaannya. “Semua itu akan terjadi jika engkau
dapat menjaga rahasiamu ini. Sekali rahasiamu ini engkau buka, maka engkau akan menjadi ular
raksasa! Engkau paham?”

Sangi berjanji untuk tidak sekali-kali membocorkan rahasia dirinya itu. Jika diminta memilih, ia tidak
ingin menjadi ular raksasa. Ia tetap ingin menjadi manusia. Sangat senang pula ia jika dapat hidup
abadi dan mempertahankan kemudaannya jika ia mampu menjaga rahasia besar dirinya itu sesuai
pesan si pemuda jelmaan ular raksasa.

Sejak saat itu Sangi senantiasa menutup rapat-rapat rahasianya. Kepada siapa pun juga ia tidak
mengungkapkannya. Termasuk kepada istri dan anak-anaknya maupun juga kerabat dekatnya.
Namun, anak-anak Sangi yang merasa keheranan dan penasaran. Sejak mereka masih kanak-
kanak hingga dewasa dan akhirnya tua, mereka mendapati ayah mereka tetap muda. Ayah mereka
tetap seperti pemuda meski umurnya telah mencapai seratus lima puluh tahun!

Berawal dari keheranan dan penasaran itu anak-anak Sangi pun berulang-ulang bertanya pada
Sangi, mengapa Sangi tetap terlihat muda meski telah sangat panjang usianya.
Semula Sangi masih dapat menjaga rahasianya dengan mengemukakan berbagai alasan. Namun,
karena keluarganya terus mendesaknya dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, jengkel pula Sangi
dibuatnya. Sangi yang tidak tahan lagi akhirnya membuka rahasia dirinya. Akibatnya, tubuh Sangi
mengalami perubahan. Sangi berubah menjadi ular raksasa. Dengan kemarahan yang meluap,
Sangi pun mengutuk, “Kalian semua akan mati seluruhnya dalam waktu singkat dalam pertikaian
antar sesamamu!”

Sangi kemudian mengambil harta kekayaannya yang berupa keping-keping emas yang disimpannya
dalam sebuah guci besar. Ia lantas menuju Sungai Kahayan dan memutuskan menjadi penjaga
Sungai Kahayan di bagian hulu. Seketika tiba di pinggir Sungai Kahayan, Sangi menyebarkan emas-
emas miliknya seraya mengemukakan kutukannya, “Siapa saja yang berani mendulang emas di
daerah ini, maka ia akan mati tak lama setelah itu! Emas hasil dulangannya akan dipergunakan
untuk mengupacarakan kematiannya!”

Maka sejak saat itu anak Sungai Kahayan tempat di mana Sangi menjaga itu kemudian disebut
Sungai Sangi. Sungai itu sangat dikeramatkan orang. Mereka tidak berani mendulang emas di
tempat itu meski mereka meyakini emas sebesar labu kuning banyak terdapat di sana. Semuanya
takut terkena kutukan Sangi. Ketakutan mereka tampaknya beralasan, karena tidak sedikit dari
penduduk yang mengaku pernah melihat ular raksasa sedang duduk bersantai di atas bongkahan
batu sungai saat bulan purnama di musim kemarau. Mereka yakin, ular raksasa itu adalah jelmaan
Sangi.
Nama : Nurlaili
No Absen : 28
Kelas : IV
Cerita : Si Pitung : Jagoan Dari Betawi
Asal Daerah : Jakarta

Si Pitung : Jagoan Dari Betawi

Hati si Pitung geram sekali. Sore ini ia kembali melihat kesewenang-wenangan para centeng Babah
Liem. Babah Liem atau Liem Tjeng adalah tuan tanah di daerah tempat tinggal si Pitung. Babah Liem
menjadi tuan tanah dengan memberikan sejumlah uang pada pemerintah Belanda, Selain itu, ia juga
bersedia membayar pajak yang tinggi pada pemerintah Belanda. Itulah sebabnya, Babah Liem
mempekerjakan centeng-centengnya untuk merampas harta rakyat dan menarik pajak yang
jumlahnya mencekik Ieher.

Si Pitung bertekad, ia harus melawan para centeng Babah Liem. Untuk itu ia berguru pada Haji
Naipin, seorang ulama terhormat dan terkenal berilmu tinggi. Haji Naipin berkenan untuk mendidik si
Pitung karena beliau tahu wataknya. Ya, si Pitung memang terkenal rajin dan taat beragama. Tutur
katanya sopan dan ia selalu patuh pada kedua orangtuanya, Pak Piun dan Bu Pinah.

Beberapa bulan kemudian, si Pitung telah menguasai segala ilmu yang diajarkan oleh Haji Naipin.
Haji Naipin berpesan, “Pitung, aku yakin kau bukan orang yang sombong. Gunakan ilmumu untuk
membela orang-orang yang tertindas. Jangan sekali-kali kau menggunakannya untuk menindas
orang lain.” Si Pitung mencium tangan Haji Naipin lalu pamit. Ia akan berjuang melawan Babah Liem
dan centeng-centengnya.

“Lepaskan mereka!” teriak si Pitung ketika melihat centeng Babah Liem sedang memukuli seorang
pria yang melawan mereka.

“Hai Anak Muda, siapa kau berani menghentikan kami?” tanya salah satu centeng itu.

“Kalian tak perlu tahu siapa aku, tapi aku tahu siapa kalian. Kalian adalah para pengecut yang
bisanya hanya menindas orang yang lemah!” jawab si Pitung.

Pemimpin centeng itu tersinggung mendengar perkataan si Pitung. Dia lalu memerintahkan anak
buahnya untuk menyerang si Pitung. Namun semua centeng itu roboh terkena jurus-jurus si Pitung.
Mereka bukanlah lawan yang seimbang baginya. Mereka Ian terbirit-birit, termasuk pemimpinnya.

Sejak saat itu, si Pitung menjadi terkenal. Meskipun demikian ia tetaplah si Pitung yang rendah hati
dan tidak sombong.

Sejak kejadian dengan para centeng Babah Liem, si Pitung memutuskan untuk mengabdikan
hidupnya bagi rakyat jelata. Ia tak tahan menyaksikan kemiskinan mereka, dan ia muak melihat
kekayaan para tuan tanah yang berpihak pada Belanda.

Suatu saat ia mengajak beberapa orang untuk bergabung dengannya. Mereka merampok rumah
orang-orang kaya dan membagikan hasil rampokan tersebut pada rakyat jelata. Sedikit pun ia tak
pernah menikmati hasil rampokan itu secara pribadi.

Rakyat jelata memuji-muji kebaikan hati si Pitung. Sebaliknya, pemerintah Belanda dan para tuan
tanah mulai geram.

Apalagi banyak perampok lain yang bertindak atas nama si Pitung, padahal mereka bukanlah
anggota si Pitung. Pemerintah Belanda kemudian mengeluarkan perintah untuk menangkap si
Pitung. Meskipun menjadi buronan, si Pitung tak gentar. Ia tetap merampok orang-orang kaya,
dengan cara berpindah tempat agar tak mudah tertangkap.

Kesal karena tak bisa menangkap si Pitung, pemerintah Belanda menggunakan cara yang licik.
Mereka menangkap Pak Piun dan Haji Naipin. Salah satu pejabat pemerintah Belanda yang
bernama Schout Heyne mengumumkan bahwa kedua orang tersebut akan dihukum mati jika si
Pitung tak menyerah. Berita itu sampai juga ke telinga si Pitung. Ia tak ingin ayah dan gurunya mati
sia-sia. Ia lalu mengirim pesan pada Schout Heyne. Si Pitung bersedia menyerahkan diri jika ayah
dan gurunya dibebaskan. Schout Heyne menyetujui permintaan si Pitung. Pak Piun dibebaskan, tapi
Haji Naipin tetap disandera sampai si Pitung menyerahkan diri. Akhirnya si Pitung muncul.
“Lepaskan Haji Naipin, dan kau bebas menangkapku,” kata si Pitung. Schout Heyne menuruti
permintaan tersebut. Haji Naipin pun dilepaskan.

“Pitung, kau telah meresahkan banyak orang dengan kelakuanmu itu. Untuk itu, kau harus dihukum
mati,” kata Schout Heyne.

“Kau tidak keliru? Bukannya kau dan para tuan tanah itu yang meresahkan orang banyak? Aku tidak
takut dengan ancamanmu,” jawab si Pitung.

“Huh, sudah mau mati masih sombong juga. Pasukan, tembak dia!” perintah Schout Heyne pada
pasukannya.

Pak Piun dan Haji Naipin berteriak memprotes keputusan Schout Heyne. “Bukankah anakku sudah
menyerahkan diri? Mengapa harus dihukum mati?” ratap Pak Piun. Namun Schout Heyne tak
perduli, baginya si Pitung telah mengancam jabatannya.

Suara rentetan peluru pun memecahkan kesunyian, tubuh si Pitung roboh bersimbah darah terkena
peluru para prajurit Belanda. Pak Piun dan Haji Naipin sangat berduka. Mereka membawa pulang
jenazah si Pitung kemudian menguburkannya. Berkat jasa-jasanga, bangak sekali orang yang
mengiringi pemakamannga dan mendoakannga. Meskipun ia telah tiada, si Pitung tetap dikenang
sebagai pahlawan bagi rakyat jelata.
Nama : Ghisella Cici Birgita
No Absen : 12
Kelas : IV
Cerita : Batu Belah Batu Betangkup
Asal Daerah : Aceh

Batu Belah Batu Betangkup


Pada jaman dahulu di tanah Gayo, Aceh – hiduplah sebuah keluarga petani yang sangat miskin.
Ladang yang mereka punyai pun hanya sepetak kecil saja sehingga hasil ladang mereka tidak
mampu untuk menyambung hidup selama semusim, sedangkan ternak mereka pun hanya dua ekor
kambing yang kurus dan sakit-sakitan. Oleh karena itu, untuk menyambung hidup keluarganya,
petani itu menjala ikan di sungai Krueng Peusangan atau memasang jerat burung di hutan. Apabila
ada burung yang berhasil terjerat dalam perangkapnya, ia akan membawa burung itu untuk dijual ke
kota.

Suatu ketika, terjadilah musim kemarau yang amat dahsyat. Sungai-sungai banyak yang menjadi
kering, sedangkan tanam-tanaman meranggas gersang. Begitu pula tanaman yang ada di ladang
petani itu. Akibatnya, ladang itu tidak memberikan hasil sedikit pun. Petani ini mempunyai dua orang
anak. Yang sulung berumur delapan tahun bernama Sulung, sedangkan adiknya Bungsu baru
berumur satu tahun. Ibu mereka kadang-kadang membantu mencari nafkah dengan membuat periuk
dari tanah liat. Sebagai seorang anak, si Sulung ini bukan main nakalnya. Ia selalu merengek minta
uang, padahal ia tahu orang tuanya tidak pernah mempunyai uang lebih. Apabila ia disuruh untuk
menjaga adiknya, ia akan sibuk bermain sendiri tanpa peduli apa yang dikerjakan adiknya.
Akibatnya, adiknya pernah nyaris tenggelam di sebuah sungai.

Pada suatu hari, si Sulung diminta ayahnya untuk pergi mengembalakan kambing ke padang rumput.
Agar kambing itu makan banyak dan terlihat gemuk sehingga orang mau membelinya agak mahal.
Besok, ayahnya akan menjualnya ke pasar karena mereka sudah tidak memiliki uang. Akan tetapi,
Sulung malas menggembalakan kambingnya ke padang rumput yang jauh letaknya.
“Untuk apa aku pergi jauh-jauh, lebih baik disini saja sehingga aku bisa tidur di bawah pohon ini,”
kata si Sulung. Ia lalu tidur di bawah pohon. Ketika si Sulung bangun, hari telah menjelang sore.
Tetapi kambing yang digembalakannya sudah tidak ada. Saat ayahnya menanyakan kambing itu
kepadanya, dia mendustai ayahnya. Dia berkata bahwa kambing itu hanyut di sungai. Petani itu
memarahi si Sulung dan bersedih, bagaimana dia membeli beras besok. Akhirnya, petani itu
memutuskan untuk berangkat ke hutan menengok perangkap.

Di dalam hutan, bukan main senangnya petani itu karena melihat seekor anak babi hutan terjerat
dalam jebakannya.
“Untung ada anak babi hutan ini. Kalau aku jual bias untuk membeli beras dan bisa untuk makan
selama sepekan,” ujar petani itu dengan gembira sambl melepas jerat yang mengikat kaki anak babi
hutan itu. Anak babi itu menjerit-jerit, namun petani itu segera mendekapnya untuk dibawa pulang.
Tiba-tiba, semak belukar di depan petani itu terkuak. Dua bayangan hitam muncul menyerbu petani
itu dengan langkah berat dan dengusan penuh kemarahan. Belum sempat berbuat sesuatu, petani
itu telah terkapar di tanah dengan tubuh penuh luka. Ternyata kedua induk babi itu amat marah
karena anak mereka ditangkap. Petani itu berusaha bangkit sambil mencabut parangnya. Ia
berusaha melawan induk babi yang sedang murka itu.

Namun, sungguh malang petani itu. Ketika ia mengayunkan parangnya ke tubuh babi hutan itu,
parangnya yang telah aus itu patah menjadi dua. Babi hutan yang terluka itu semakin marah. Petani
itu lari tunggang langgang dikejar babi hutan. Ketika ia meloncati sebuah sungai kecil, ia terpeleset
dan jatuh sehingga kepalanya terantuk batu. Tewaslah petani itu tanpa diketahui anak istrinya.
Sementara itu – di rumah isri petani itu sedang memarahi si Sulung dengan hati yang sedih karena si
Sulung telah membuang segenggam beras terakhir yang mereka punyai ke dalam sumur. Ia tidak
pernah membayangkan bahwa anak yang telah dikandungnya selama sembilan bulan sepuluh hari
dan dirawat dengan penuh cinta kasih itu, kini menjadi anak yang nakal dan selalu membuat susah
orang tua.

Karena segenggam beras yang mereka miliki telah dibuang si Sulung ke dalam sumur maka istri
petani itu berniat menjual periuk tanah liatnya ke pasar. “Sulung, pergilah ke belakang dan ambillah
periuk tanah liat yang sudah ibu keringkan itu. Ibu akan menjualnya ke pasar. Jagalah adikmu
karena ayahmu belum pulang,” ucapnya. Akan tetapi, bukan main nakalnya si Sulung ini. Dia
bukannya menuruti perintahnya ibunya malah ia menggerutu.
“Buat apa aku mengambil periuk itu. Kalau ibu pergi, aku harus menjaga si Bungsu dan aku tidak
dapat pergi bermain. Lebih baik aku pecahkan saja periuk ini,” kata si Sulung. Lalu, dibantingnya
kedua periuk tanah liat yang menjadi harapan terakhir ibunya untuk membeli beras. Kedua periuk itu
pun hancur berantakan di tanah.

Bukan main terkejut dan kecewanya ibu si Sulung ketika mendengar suara periuk dibanting.
“Aduuuuuh…..Sulung! Tidak tahukah kamu bahwa kita semua butuh makan. Mengapa periuk itu
kamu pecahkan juga, padahal periuk itu adalah harta kita yang tersisa,” ujar ibu si Sulung dengan
mata penuh air mata. Namun si Sulung benar-benar tidak tahu diri, ia tidak mau makan pisang. Ia
ingin makan nasi dengan lauk gulai ikan. Sungguh sedih ibu si Sulung mendengar permintaan
anaknya itu.
“Pokoknya aku tidak mau makan pisang! Aku bukan bayi lagi, mengapa harus makan pisang,” teriak
si Sulung marah sambil membanting piringnya ke tanah.

Ketika si Sulung sedang marah, datang seorang tetangga mereka yang mengabarkan bahwa mereka
menemukan ayah si Sulung yang tewas di tepi sungai. Alangkah sedih dan berdukanya ibu si Sulung
mendengar kabar buruk itu. Dipeluknya si Sulung sambil menangis, lalu berkata “Aduh, Sulung,
ayahmu telah meninggal dunia. Entah bagaimana nasib kita nanti,” ratap ibu si Sulung. Tetapi si
Sulung tidak tampak sedih sedikit pun mendengar berita itu. Bagi si Sulung, ia merasa tidak ada lagi
yang memerintahkannya untuk melakukan hal-hal yang tidak disenanginya.

“Sulung, ibu merasa tidak sanggup lagi hidup di dunia ini. Hati ibu sedih sekali apabila memikirkan
kamu. Asuhlah adikmu dengan baik. Ibu akan menuju ke Batu Belah. Ibu akan menyusul ayahmu,”
ucap ibu si Sulung. Ibu si Sulung lalu menuju ke sebuah batu besar yang menonjol, yang disebut
orang Batu Belah.

Sesampainya di sana, ibu si Sulung pun bernyanyi,


Batu belah batu bertangkup.
Hatiku alangkah merana.
Batu belah batu bertangkup.
Bawalah aku serta.

Sesaat kemudian, bertiuplah angin kencang dan batu besar itu pun terbelah. Setelah ibu si Sulung
masuk ke dalamnya, batu besar itu merapat kembali. Melihat kejadian itu, timbul penyesalan di hati
si Sulung. Ia menangis keras dan memanggil ibunya sampai berjanji tidak akan nakal lagi, namun
penyesalan itu datangnya sudah terlambat. Ibunya telah menghilang ditelan Batu Belah.
Nama : Azalia Najwa Tiara
No Absen : 7
Kelas : IV
Cerita : Dongeng timun mas : Perjanjian Dengan Raksasa
Asal Daerah : Jawa Tengah
Dongeng timun mas : Perjanjian Dengan Raksasa
Mbok Sarni tinggal sebatang kara di hutan yang sepi. Ia sangat menginginkan kehadiran seorang
anak. Tiap hari ia tiada henti selalu berdoa, “Tuhan, karuniai seorang anak padaku. Sesungguhnya
hidupku sangat sepi. Jika engkau mengaruniai aku seorang anak tentunya aku akan semakin
bersyukur dan taat kepadamu.”

Suatu hari, raksasa yang kebetulan lewat mendengar doa Mbok Sarni. Dengan suaranya yang
menggelegar, raksasa itu bertanya, “Hei wanita tua! Apakah kau sungguh-sungguh menginginkan
seorang anak?”

Mbok Sarni terkejut. Dengan gemetar, ia menjawab, “Benar sekali. Aku mendambakan seorang anak
yang bisa menemaniku. Namun sepertinya hal itu tak mungkin, usiaku sudah tua, dan suamiku telah
meninggal.”

“Ha… ha… ha… aku bisa mengabulkan keinginanmu dengan mudah, tapi tentu ada syaratnya.
Apakah kau bersedia?” tanga si raksasa.

“Baiklah, aku bersedia,” sahut Mbok Sarni menjawab walau hatinya takut melihat sosok raksasa
yang besar dan seram.

“Peliharalah anak yang kuberikan padamu nanti. Beri ia makan yang bangak supaya gemuk. Aku
akan menjemputnya saat ia berusia 6 tahun.” Ucap si Raksasa menggelegar.

“Menjemputnya? Untuk apa?” tanya Mbok Sarni heran.

“Tentu saja untuk kumakan. Anak yang gemuk adalah hidangan yang paling aku sukai. Ha… ha…
ha…”, raksasa tergelak. Suaranya menggelegar menggetarkan hutan yang tadinya sepi.

Tidak ada pilihan lain, Mbok Sarni menerima syarat tersebut. Raksasa itu memberinya segenggam
biji mentimun untuk ditanam.

Mbok sarni pun mengikuti saran si Raksasa untuk menanam biji mentimun yang didapatkanya. Biji
itu tumbuh dan berbuah dalam waktu singkat, dalam beberapa hari saja pohon mentium tumbuh
dengan buahnya yang sangat besar siap untuk dipanen. Betapa terkejutnya Mbok Sarni ketika
sedang memetik salah satu mentimun, di hadapannya terdapat bayi perempuan yang cantik. Bayi itu
dinamai Timun Mas, karena ia lahir dari mentimun yang berwarna keemasan.

Hari ini Timun Mas genap berusia 6 tahun. Mbok Sarni ingin memasak nasi kuning sebagai ucapan
syukur. Ketika ia sedang sibuk di dapur, Bumi bergetar. Buumm… bumm… buumm… seperti
langkah kaki raksasa. “Gawat, raksasa itu sudah datang. Untung Timun Mas sedang pergi. Aku
harus mencari akal untuk mengusir raksasa itu,” kata Mbok Sarni dalam hati

“Hai, Ibu Tua… keluarlah! Mana anakmu?” teriak raksasa itu.

Mbok Sarni cepat keluar menghampiri si Raksasa, “Sabar, aku akan menyerahkannya padamu, tapi

apakah kau mau? Tubuhnya masih kecil dan kurus, aku rasa ia belum cukup lezat untuk kau
makan,”

“Hah? Berarti kau tidak menjaganya dengan balk! Mana anak itu?” teriak raksasa lagi.

“Ia sedang pergi. Percayalah padaku, kembalilah dua tahun lagi, aku jamin ia sudah gemuk,” jawab
Mbok Sarni. Raksasa itu percaya pada perkataan Mbok Sarni. “Dua tahun bukanlah waktu yang
lama,” pikirnya.
Sepeninggal raksasa, Mbok Sarni mencari akal untuk menyelamatkan Timun Mas. Ia juga berdoa
supaya Tuhan memberinya jalan keluar. Suatu malam, Tuhan menjawab doanya. Mbok Sarni
bermimpi bertemu dengan seorang pertapa di gunung. Pertapa itu menguruh Timun Mas untuk
menemuinya. Ia akan menolong Timun Mas. Saat Mbok Sarni terbangun, ia merasa tak ada
salahnya untuk mencari pertapa itu. Ia lalu menceritakan semuanya pada Timun Mas, termasuk
perjanjiannya dengan raksasa. Timun Mas memang anak pemberani, ia tak takut ketika tahu bahwa
raksasa akan menyantapnya. Timun Mas bertekad untuk menemui pertapa di gunung. Sebelum
berangkat, ia memohon restu pada ibunya.

Setelah berhari-hari mendaki, Timun Mas akhirnya mencapai puncak gunung. Ia melihat seorang
lelaki tua berambut putih dan berjubah putih. “Permisi, Kek. Namaku Timun Mas. Ibuku bilang, Kakek
akan membantuku melawan raksasa jahat yang hendak menyantapku,” sapa Timun Mas.

“Oh, kau yang bernama Timun Mas? Ya, aku memang mendatangi ibumu lewat mimpi. Cucuku, jika
raksasa itu kembali, berlarilah dengan kencang,” pesan si pertapa itu.

“Langkah kakinya lebar, aku pasti mudah tertangkap,” kata Timun Mas heran.

Dongeng Timun Mas

Dongeng Timun Mas

“Ambillah empat buah bungkusan kecil ini. Lemparkan satu persatu ketika kau melarikan diri,” jawab
pertapa itu dengan tegas.

Timun Mas paham. Ia lalu pamit pulang.

Dua tahun berlalu. Saatnya raksasa kembali untuk mengambil Timun Mas. Benar saja, tiba-tiba
terdengar langkah kaki dan teriakan menggelegar, “Mbok Sarni! Mana anakmu? Aku sudah lapar!”
teriaknya.

“Kumohon, jangan makan dia,” pinta Mbok Sarni.

“Enak saja. Kau sudah berjanji, kau tak boleh mengingkarinya!” jawab raksasa. Dengan terpaksa,
Mbok Sarni membawa Timun Mas menemui raksasa itu.

Timun Mas berbisik padanya, “Jangan khawatir, Bu.”

“Hahaha… wah… ibumu benar-benar merawatmu dengan baik. Badanmu cukup berisi, pasti
dagingmu nikmat sekali.”

Timun Mas menjawab, “Dasar raksasa rakus, makanlah aku jika bisa!”

Setelah berkata demikian, Timun Mas lari sekencang-kencangnga. Dengan marah, raksasa itu
segera mengejarnya. Timun Mas terus berlari dan berlari. Namun, ia mendengar Iangkah kaki
raksasa itu semakin mendekat.

Timun Mas segera membuka bungkusan pemberian kakek pertapa itu. Bungkusan pertama, ternyata
berisi biji mentimun. Ia melemparkannya ke arah raksasa. Keajaiban pun terjadi. Biji mentimun itu
berubah menjadi ladang timun yang buahnya sangat banyak. Langkah raksasa tertahan oleh ladang
timun itu. Dengan susah payah ia harus melewati rintangan dan batang-batang pohon yang meliliti
tubuhnya. Namun, ia berhasil meloloskan diri. Ia bertambah marah.

Timun Mas menoleh ke belakang, “Gawat, ia berhasil lolos. Aku harus segera membuka bungkusan
kedua,” pikirnya. Bungkusan kedua itu berisi jarum. Timun Mas melemparkan jarum- jarum itu. Apa
yang terjadi? Jarum-jarum itu berubah menjadi pohon-pohon bambu yang tinggi dan berdaun lebat.
Raksasa harus bekerja keras menerobos pohon-pohon bambu itu. Badannya terluka karena tergores
batang-batang bambu. Meskipun tubuhnya berdarah, ia pantang menyerah. Justru larinya semakin
kencang setelah berhasil melewati hutan bambu yang dibuat Timun Mas. Ia kesal karena
dipermainkan oleh Timun Mas.
Timun Mas membuka bungkusan ketiga. Sambil terus berlari, ia me lemparkan isi bungkusan itu,
yaitu garam. Lagi-lagi keajaiban terjadi. Ga ram itu berubah menjadi lautan yang luas. Namun, lautan
itu tak menjadi penghalang bagi raksasa. Ia berenang melintasi lautan itu, dan berhasil mencapai
tepi. Raksasa mulai kelelahan, tapi mengingat lezatnya daging Timun Mas, ia kembali bersemangat
berlari.

Timun Mas ketakutan melihat kekuatan raksasa itu. Bungkusan ter akhir adalah harapan satu-
satunya. Sambil berdoa, Timun Mas membuka bungkusan keempat. Isinya terasi. Sekuat tenaga,
Timun Mas melemparkan terasi itu ke arah raksasa. Apa yang terjadi? Terasi itu berubah menjadi
lautan lumpur yang panas mendidih. Raksasa yang berlari kencang tak dapat menghentikan
langkahnya. Ia pun terperosok ke dalam lumpur. Ia berteriak dan meronta. Namun semakin ia
meronta, semakin dalam lumpur itu mengisap tubuhnya. Ia akhirnya tenggelam ke dalam lumpur
panas.

Timun Mas menghentikan langkahnya. Ia lega karena berhasil menyelamatkan diri. Dengan
kelelahan ia berjalan pulang ke rumahnya.

Mbok Sarni, yang terus menangis sepeninggal Timun Mas, sangat bahagia melihat kepulangan
putrinya. Mereka berpelukan dan mengucap syukur pada Tuhan atas pertolonganNya. Sejak saat itu,
Mbok Sarni hidup bahagia bersama Timun Mas.
Nama : Ikhsan Eka Rahman Putra
No Absen : 14
Kelas : IV
Cerita : Legenda Danau Kembar
Asal Daerah : Sumatera Barat

Legenda Danau Kembar


Danau Kembar ini berada di Kawasan Danau Kembar yang letaknya ada di Kecamatan
Lembang Jaya dan Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera
Barat. Jaraknya sekitar 60 kilometer dari pusat kota Padang atau sekitar 50 kilometer dari
pusat kota Solok.

Ada sebuah cerita yang turun temurun di sampaikan mengenai Legenda terbentuknya
Danau Kembar ini, berikut dibawah ini ceritanya.

Di zaman dahulu kala ada seorang niniak (Orang yang Sudah Tua) yang bernama Niniak
Gadang Bahan yang kerjanya adalah Maarik kayu (membuat papan/tonggak). Niniak ini
sangat unik, badannya besar tinggi dan bahannya sebesar Nyiru. Bahan yang dimaksud di
sini adalah beliungnya/kampak (alat untuk menebang kayu dan membuat papan). Nyiru
adalah tempat menempis beras yang lebarnya kira-kira 50cmx80cm. Setiap berangkat ke
hutan niniak ini tidak lupa membawa beliungnya.

Niniak ini makannya hanya sekali seminggu, tapi sekali makan 1 gantang. Untuk
mendapatkan kayu/papan yang bagus dia harus naik gunung/hutan. Setelah beberapa hari
dalam hutan dia akan pulang dengan membawa beberapa helai papan/tonggak yang telah
jadi dan membawa ke pasar untuk di jual. Dari hasil penjualan papan/tonggak inilah dia
menghidupkan keluarganya.

Pada suatu hari ketika niniak ini berangkat ke hutan, di tengah hutan tempat dia bisa lewat
tertutup. Niniak ini kaget, kenapa ada makhluk yang menghambat jalannya. Makhluk ini
sangat besar sehingga menutup pemandangannya. Niniak berusaha untuk mengusirnya tapi
makhluk ini tidak bergeming, malah balik menyerang. Ternyata makhluk ini adalah seekor
ular naga yang besar. Tidak bisa disangkal lagi darah pituah niniak moyang langsung
mengalir ke seluruh tubuh niniak, katanya: “Lawan tidak di cari, kalau bertemu pantang
mengelak”.

Terjadilah perkelahian antara naga dan niniak gadang bahan. Naga melakukan
penyerangan, Niniak Gadang Bahan tidak tinggal diam. Seluruh kemampuan yang dimiliki
oleh niniak gadang Bahan di keluarkan. Beliung yang berada di tangan Niniak gadang Bahan
bereaksi, dan memang Niniak Gadang Bahan sangat ahli memainkannya, tentu jurus-jurus
silat yang sudah mendarah mendaging oleh Niniak Gadang Bahan tak lupa dikeluarkan.

Akhirnya Naga betekuk lutut dan menyerah. Naga kehabisan darah karena sabetan beliaung
Niniak Gadang Bahan. Kepala Naga Nyaris putus, darah mengalir dengan deras. Angku
Niniak Gadang Bahan menarik naga itu dan melempar dengan sekuat tenaga dan sampai ke
sebuah lembah.

Setelah berlangsung beberapa lama Angku Niniak Gadang Bahan mendatangi lembah
tempat naga dilemparkan. Ternyata Niniak Gadang Bahan kaget, naga tersebut ternyata
tidak mati, dia malah melambangkan badannya dengan posisi membentuk angka delapan,
darah dari kepala ular tetap mengalir sehingga memerahkan daerah tersebut.
Sehingga daerah ini menjadi tempat kunjungan yang manarik bagi Angku, dan juga orang-
orang yang ada di sekitar itu. Tapi apa yang terjadi, lama-lama badan ular ini mulai
tertimbun oleh tanah, dan diantara dua lingkaran ular itu tergenanglah air yang membentuk
dua danau kecil. Lama kelamaan danau ini terus semakin besar, sehingga terbentuklah dua
bawah Danau yang besar dan indah.

Menurut cerita yang diterima itupulalah terbentuk dua nama daerah. Pertama adalah
Lembah Gumanti, yang berasal dari kata “lembah nago nan mati” yaitu sekarang menjadi
nama Kecamatan dari tempat kedua Danau ini. Kemudian ada juga yang mengartikan
“Lembah Nago nan Sakti”. Yang kedua adalah sebuah daerah yang bernama “Aia Sirah” (Air
Merah). Di daerah ini terkenal dengan airnya yang merah. Konon ceritanya penyebab dari
air di daerah itu merah adalah darah yang terus keluar dari kepala naga, karena sampai
sekarang Naga tersebut masih hidup dan masih mengeluarkan darah.
Nama : Haidir Adit Firmansyah
No Absen : 13
Kelas : IV
Cerita : asal usul banyuwangi
Asal Daerah : banyuwangi

asal usul banyuwangi


Pada zaman dahulu kala. Terdapat sebuah Kerajaan yang di pimpin oleh Raja yang sangat
bijaksana dan adil. Raja tersebut mempunyai seorang Putra yang sangat tampan dan gagah, yang
bernama Raden Banterang. Raden Banterang sangat gemar berburu.

Suatu hari, Raden Banterang pergi berburu kedalam hutan. Ia di temani dengan Pengawal kerajaan.
Di tengah perjalanan. Ia melihat seekor Kijang melintas di depannya. Ia pun segera mengejar Kijang
tersebut hingga masuk ke dalam hutan belantara. Ia pun terpisah dari rombongan Pengawalnya
tersebut.

Raden Banterang terus mengejar KIjang tersebut. Ia semakin jauh masuk kedalam hutan. Ia pun tiba
di sebuah sungai yang sangat jernih. Karena kelelahan mengejar Kijang, ia pun mendekati sungai
tersebut dan meminum air jernih itu. Di saat ia asik meminum air. Tiba-tiba, ia sangat terkejut karena
kedatang seorang gadis yang sangat cantik.

Raden Banterang kebingungan, karena ia takut gadis cantik tersebut adalah penunggu hutan ini.
Namun, ia memberanikan diri untuk mendekati gadis cantik tersebut.

‘’ Siapa kamu ? dari mana asalmu?’’ Tanya Raden Banterang.

‘’ Nama ku Surti, aku berasal dari Kerajaan Klungkung.’’ Jawab gadis itu.

‘’ Apa yang sedang kau lakukan di dalam hutan seorang diri?’’ Tanya Raden Banterang.

‘’ Saya berada di hutan ini karena menyelamatkan diri dari kejaran musuh. Ayah saya mati dalam
pertempuran.’’ Kata Surti menjelaskan.

Mendengar cerita Surti, Raden Banterang sangat terkejut. Karena merasa kasihan, Raden
Banterang membawanya ke Istana. Surti pun ikut ke Istana bersama Raden Banterang. Karena
kecantikan Surti, Raden Banterang pun jatuh cinta dan ingin meminangnya. Akhirnya, mereka
memutuskan untuk menikah. Mereka pun hidup bahagia.

Namun, suatu hari. Putri Surti berjalan-jalan sendirian keluar Istana. Tiba-tiba, ia mendengar
seseorang memanggil namanya. Ia pun mencari sumber suara tersebut. Ia pun melihat seorang
Laki-laki yang berpakaian kumuh dan compang-camping. Putri Surti sangat terkejut, ternyata, Laki-
laki di depannya adalah Kakak kandungnya sendiri yang bernama Rupaksa. Maksud dari
kedatangan Kakaknya tersebut adalah untuk mengajak Putri Surti balas dendam. Karena Raden
Banterang sudah membunuh ayahnya.

Putri Surti sangat terkejut mendengar cerita dari Kakaknya. Ia pun menceritakan bahwa dirinya
sudah menjadi istri dari Raden Banterang. Ia pun menolak untuk membalas dendam dan memohon
agar tidak mencelakai suaminya Raden Banterang. Mendengar cerita adiknya tersebut Rupaksa
sangat marah. Namun, ia tidak memaksa dan memberikan sebuah ikat kepala kepada Surti.
Rupaksa pun menyuruhnya untuk di simpan di bawah tempat tidurnya.

Pertemuan Surti dengan kakaknya tidak diketahui oleh suaminya. Karena Raden Banterang sedang
berburu ke hutan. Namun, suatu hari. Saat Raden Banterang berada dalam hutan, ia di kejutkan
dengan kedatangan seorang Laki-laki yang berpakaian compang-camping menghampirinya.

‘’ Wahai Tuanku. Keselamatan mu berada balam bahaya. Istri mu Putri Surti merencanakan untuk
membunuhmu suaminya sendiri. Tuan bisa membuktikannya sendiri, istrimu menyimpan sebuah ikat
kepala yang diletakkan di bawah tempat tidur. Ikat kepala itu adalah milik seorang Laki-laki yang di
mintai tolong untuk membunuh Tuan.’’ Laki-laki itu menjelaskan.
Mendengar penjelasan tersebut, Raden Banterang segera kembali ke Istana. Ia pun segera mencari
ikat kepala yang sudah di ceritakan Laki-laki yang ia temui di dalam hutan. Ia pun sangat terkejut,
karena ia menemukan ikat kepala tersebut.

Raden Banterang takut keselamatannya terancam dan ia pun mencurigai istrinya. Maka, ia pun
berniat untuk mencelakai istrinya sendiri. Putri Surti pun menjelaskan asal ikat kepala tersebut.

Raden Banterang berniat untuk menenggelamkan istrinya di sebuah sungai. Setibanya di sungai
Raden Banterang menceritakan pertemuanya dengan seorang Laki-laki yang tidak di kenal ketika
sedang berburu di hutan. Surati pun menceritakan pertemuannya dengan Kakaknya Rupaksa yang
ingin membalaskan dendam kepada Raden Banterang.

Setelah menjelaskan hal etrsebut. Tidak membuat hati Raden Banterang cair. Ia menganggap
istrinya berbohong. Akhirnya, dengan rasa kecewa Putri Surti berkata.

‘’ Suamiku, Jika nanti setelah kematianku dan air sungai ini menjadi jernih dan berbau harum. Berarti
aku tidak bersalah dan tidak mempunyai niat untuk mencelakai mu. Namun, jika air ini tetap keruh
dan berbau busuk. Berarti aku bersalah.’’ Kata Surati menangis.

Raden Banterang, menganggap apa yang di ucapkan istrinya adalah sebuah kebohongan. Maka, ia
segera mengeluarkan Keris dan menusuk pinggang istrinya. Bersamaan dengan itu, Surati terjatuh
ke tengah sungai dan hanyut terawa arus.

Tidak lama setelah hanyutnya Surati, terjadilah sebuah keajaiban. Tiba-tiba, terciumlah bau yang
sangat harum di sekitar sungai, airnya pun berubah menjadi sangat jernih. Raden Banterang
gemetar dengan keajaiban tersebut. Melihat itu, Raden Banterang sanat menyesal dan meratapi
kematian istrinya.

Sejak itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut Banyuwangi. Banyu artinya air
dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian menjadi nama kota Banyuwangi.
Nama : Moch. Hafidz Mifzal
No Absen :
Kelas : IV
Cerita : Tangkuban Perahu
Asal Daerah :Jawa Barat

Dongeng Tangkuban Perahu


Pada jaman dahulu kala, di sebuah kerajaan di Jawa Barat, hiduplah seorang putri raja yang sangat
cantik jelita bernama Dayang Sumbi. la sangat gemar menenun.

Suatu hari, ketika sedang menenun, benang tenunnya menggelinding keluar rumah. Gadis itu
berucap, “Ah, benangku jauh sekali jatuhnya. Siapa pun yang menggambilkan batang tenunku, kalau
ia perempuan akan kuangkat sebagai saudara. Kalau laki-laki, ia akan menjadi suamiku.”

Tiba-tiba, datanglah seekor anjing membawakan benang miliknya. Anjing tersebut bernama si
Tumang. Dayang Sumbi pun terpaksa memenuhi janjinya. Mereka pun menikah. Ternyata, si
Tumang adalah titisan dewa yang dikutuk menjadi binatang dan dibuang ke Bumi.

Waktu berlalu, Dayang Sumbi pun hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan yang
diberi nama Sangkuriang. Suatu hari, Dayang Sumbi menyuruh Sangkuriang untuk berburu mencari
hati kijang. Sangkuriang pun berangkat ke hutan ditemani si Tumang.

Setelah berburu sepanjang hari, Sangkuriang tak mendapatkan seekor kijang pun. la juga kesal,
karena si Tumang tidak membantunya berburu. Sangkuriang marah, lalu memanah si Tumang,
sehingga anjing itu mati. Sangkuriang mengambil hati si Tumang dan membawanya pulang.

Dayang Sumbi tidak percaya bahwa hati yang dibawa anaknya adalah hati seekor rusa. Akhirnya,
Sangkuriang mengakui bahwa hati yang dibawanya adalah hati si Tumang. Betapa murka Dayang
Sumbi, tanpa sadar la memukulkan gayung yang dipegangnya kepala Sangkuriang hingga
menimbulkan bekas di kepala anak itu.

Sangkuriang kesal, lalu pergi meninggalkan rumah. Dayang Sumbi menyesali perbuatannya. Dengan
perasaan sedih, ia mengasingkan diri. Kesungguhannya dalam bertapa, membuat para dewa
menganugrahkannya kecantikan abadi.

Tahun berganti tahun. Sangkuriang tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan gagah, selain itu dia
juga memiliki berbagai ilmu kesaktian karena berguru dengan beberapa pertapa sakti. Suatu hari,
ketika sedang mengembara, ia sampai di suatu tempat dan bertemu dengan seorang gadis cantik
dan mempesona. la adalah Dayang Sumbi. Mereka saling jatuh cinta tanpa tahu bahwa mereka
adalah ibu dan anak. Sangkuriang pun hendak meminangnya.

Ketika mendekati hari pertunangan, Sangkuriang bermaksud pergi berburu. Ketika akan
mengikatkan kain di kepala calon suaminya, Dayang Sumbi melihat bekas luka yang sama dengan
bekas luka anaknya. la sangat terkejut dan yakin bahwa calon suaminya adalah anak kandungnya.

Dayang Sumbi segera mencari akal untuk menggagalkan pernikahannya. la mengajukan


persyaratan, yaitu membendung Sungai Citarum dan membuatkan sampan yang besar. Kedua
syarat ini harus diselesaikan sebelum fajar. Sangkuriang menyanggupinya.

Sangkuriang pun meminta bantuan para makhluk ghaib untuk menyelesaikan tugas itu. Sebelum
fajar menyingsing, Sangkuriang telah hampir menyelesaikan persyaratan itu. Dayang Sumbi panik. la
meminta perempuan desa menumbuk padi. Ayam jago pun berkokok, karena mengira fajar telah
datang. Para makhluk ghaib yang datang membantu Sangkuriang pun ketakutan.

Sangkuriang sangat kesal. Usahanya gagal sudah. Dengan marah ia menjebol tanggul yang telah
hampir selesai dibuatnya. Akibatnya, terjadilah banjir yang melanda seluruh desa.

Sampan yang juga telah jadi pun ia tendang, sehingga terlempar jauh dan terbalik. Sampan besar itu
lama-kelamaan berubah menjadi sebuah gunung yang kemudian diberi nama Gunung Tangkuban
Parahu yang artinya perahu terbalik.

Anda mungkin juga menyukai