Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTEK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. JD DENGAN


HIPERTENSI DI RAWATAN PENYAKIT DALAM
RSUD DOLOKSANGGUL

NAMA MAHASISWA : BENNY MARIA LUMBANTORUAN


TEMPAT PRAKTIK : RSUD DOLOKSANGGUL
RUANGAN : SAKURA
HARI/TANGGAL : 21 JULI 2022
MINGGU KE :1
DIAGNOSA MEDIK : HIPERTENSI
PEMBIMBING : JULIANDI,SKep.,Ns.,M.Kes.

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN


PROGRAM STUDI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberi kekuatan dan fikiran sehingga dapat
menyeleseikan Laporan Praktek ini yang berudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny.
DP Dengan Stroke Haemoragik Di Rawatan Penyakit Dalam RSUD Doloksanggul”.
Laporan Praktek ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas praktek Keperawatan di
RSUD Doloksanggul.
Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan rasa
hormat kepada semua pihak yang telah membimbing, mendidik dan membantu dalam
penyelesaian Laporan Praktek ini ini. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan ucapan terima kasih secara khusus kepada :
1. dr.Heppy Depari , selaku Plh. Direktur RSUD Doloksanggul.
2. Meldaria Lumbantoruan,SKM., selaku Kepala Bidang Keperawatan RSUD
Doloksanggul
3. Juliandi,SKep.,Ns.,M.Kes.., selaku Pembimbing Akademik
4. Imelda Veronika Purba,Skep.Ns., selaku Kepala Ruangan ICU dan Preseptor
Klinik di RSUD Doloksanggul.
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab
utama gagal jantung, gagal ginjal. Disebut sebagai pembunuh diam-diam karena orang dengan
hipertensi sering tidak menampakkan gejala (Brunner & Suddart, 2015 dalam Sumaryati, 2018).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan darah di atas normal
yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka diastolic (bagian bawah) pada
pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air
raksa (Sphygomanometer) ataupun alat digital lainnya (Irwan,2016 dalam Sumaryati, 2018).
World Health Organization (WHO) mencatat prevalensi hipertensi di Amerika sebanyak
35%. Secara keseluruhan di antara orang dewasa yang menderita hipertensi tidak menyadari
sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena
tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor resikonya, para peneliti memperkirakan bahwa
tekanan darah tinggi hampir 9,4 juta kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada setiap tahun
(WHO, 2015 dalam Jayanti, 2017).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013 dalam Jayanti, 2017 menunjukkan
hasil survei dari 33 Provinsi di Indonesia terdapat 8 provinsi yang kasus penderita Hipertensi
melebihi rata – rata, yang paling tinggi Provinsi Jawa Timur (37,4%) diikuti oleh provinsi
Bangka Belitung (30,9%), Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), Jawa
Barat (29,4%), Gorontalo (29%), Sulawesi Tengah (28,7%), Kalimantan Barat (28,3%)
Sulawesi Utara (27,1%) (Riskesdas, 2013,13 dalam Jayanti, 2017). Sementara di Jombang
hipertensi menduduki peringkat ke 5 dengan jumlah 45.099 orang, khususnya di Pulorejo angka
kejadian hipertensi sebanyak 5.041 orang (Dinkes Kab Jombang, 2014,1 dalam Jayanti, 2017).
Sesungguhnya gaya hidup merupakan faktor terpenting yang sangat mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang tidak sehat, dapat menyebabkan terjadinya penyakit
hipertensi, misalnya; Makanan, aktifitas fisik, stres, dan merokok (Puspitorini, 2009,19 dalam
Jayanti, 2017). Makanan dapat mempengaruhi penyakit hipertensi, jenis makanan yang
menyebabkan hipertensi yaitu makanan yang siap saji yang mengandung pengawet, kadar garam
yang terlalu tinggi dalam makanan, dan kelebihan konsumsi lemak (Susilo dan Wulandari,,
(2011,22 dalam Jayanti, 2017).
Hipertensi belum banyak diketahui sebagai penyakit yang berbahaya, padahal hipertensi
termasuk penyakit pembunuh diam-diam, karena penderita hipertensi merasa sehat dan tanpa
keluhan berarti sehingga menganggap ringan penyakitnya. Sehingga keluhan hipertensi
ditemukan ketika sudah memasuki masa kronis atau menetap dan menimbulkan berbagai macam
komplikasi. Komplikasi hipertensi berdasarkan target organ yang di serang, seperti
4

serebrovaskular, mata, kardiovaskular, ginjal, arteri perifer, maupun yang lainnya, Tentunya hal
tersebut dapat menyebabkan masalah keperawatan yang serius apabila tidak cepat ditangani
dengan baik. Masalah keperawatan yang akan timbul akibat hipertensi adalah nyeri akut,
penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan, Ketidakefektifan koping, intoleransi
aktivitas, resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak, resiko cedera, defisiensi pengetahuan dan
ansietas. Hal ini jika tidak segera ditangani, akan mengakibatkan iskemik jaringan otak dan
bahkan menyebabkan kematian (Gunawan, 2012 dalam Rahman, 2019).
Masalah keperawatan nyeri akut bisa ditangani dengan cara farmakologi dan non
farmakologi. Penanganan farmakologi pada hipertensi dengan masalah nyeri akut dapat
dilakukan dengan pemberian obat amlodipine dan obat vasodilator lainnya sedangkan cara
penanganan nyeri akut non farmakologi yaitu dengan distraksi, relaksasi, mengubah pola hidup
penderita dan latihan fisik secara ergonomik, menurut (Muttaqin 2009 dikutip dalam Saputro,
2013 dalam Rahman, 2019)
The International Association for the Study of Pain mendefiniskan nyeri merupakan
pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang disertai oleh kerusakan
jaringan secara potensial dan aktual. Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar
sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu intensitas bervariasi mulai dari nyeri
ringan sampai nyeri berat namun sejalan dengan proses penyembuhan (Price & Wilson, 2014
dalam Iman, 2019).
5

BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Konsep Masalah Keperawatan Utama


1. Definisi Nyeri

The International Association for the Study of Pain mendefiniskan nyeri merupakan
pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang disertai oleh kerusakan
jaringan secara potensial dan aktual. Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar
sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu intensitas bervariasi mulai dari nyeri
ringan sampai nyeri berat namun sejalan dengan proses penyembuhan ( Price & Wilson, 2014
dalam Iman, 2019).
Nyeri dapat di atasi dengan intervensi manajemen nyeri yaitu dengan pemberian terapi
farmakologi dan terapi non farmakologi. Terapi farmakologi terkadang dapat menimbulkan
efek samping yang juga dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien. Banyak pilihan
terapi non farmakologi yang merupakan tindakan mandiri perawat dengan berbagai
keuntungan diantaranya tidak menimbulkan efek samping, simple dan tidak berbiaya mahal
salah satunya dengan kompres hangat. Terapi ini dapat dilakukan dengan teknik relaksasi,
distraksi, stimulasi dan imajinasi terbimbing (Rosdalh & Kawalski, 2015 dalam Iman, 2019).

2. Etiologi
Menurut PPNI (2016), penyebab dari nyeri akut yaitu agen cedera fisiologis (mis.
Inflamasi, iskemia, neoplasma), agen pencendera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia
iritan), agen pencedera fisik (mis). Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).

3. Manifestasi Klinis
Menurut PPNI (2016), manifestasi klinis dari nyeri akut yaitu mengeluh nyeri, tampak
meringis, bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi
nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis.

4. Faktor penyebab nyeri


Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang spesifik dan
sering dapat diperkirakan. Reaksi pasien terhadap nyeri dibentuk oleh berbagai faktor yang
saling berinteraksi mencakup umur, sosial budaya, status emosional, pengalaman nyeri masa
lalu, sumber nyeri dan dasar pengetahuan pasien.Kemampuan untuk mentoleransi nyeri
dapat rnenurun dengan pengulangan episode nyeri, kelemahan, marah, cemas dan gangguan
6

tidur. Toleransi nyeri dapat ditingkatkan dengan obat- obatan, alkohol, hipnotis,
kehangatan, distraksi dan praktek spiritual (Le Mone & Burke, 2008 dalam Prasetya, 2018).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain:
a. Pengalaman Nyeri Masa Lalu
b. Kecemasan
c. Umur
d. Jenis Kelamin

5. Klasifikasi nyeri
Dua kategori dasar yang secara umum diketahui menurut Smeltzer (2010) dalam buku
Prasetya (2010), adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut
Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cidera spesifik.
Nyeri akut didefinisikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian
pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari
situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan
tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan dengan terjadinya
penyembuhan, nyeri ini umunya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu
bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari
beberapa dtik hingga enam bulan.
Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyri akut dapat sembuh secara spontan atau dapat
memerlukan pengobatan. Sebagai contoh, jari yang tertusuk biasanya sembuh dengan cepat,
dengan nyeri yang hilangdengan cepat, barangkali dalam beberapa detik atau beberapa menit.
Pada kasus dengan kondisi yang lebih berat, seperti fraktur ekstremitas, pengobatan dibutuhkan
dengan nyeri menurun sejalan dengan penyembuhan tulang.

b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode
waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak
dapat dikaitkan dengan penyebab atau cidera fisik. Nyeri kronok dapat tidak mempunyai awitan
yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk Diobati karena biasanya nyeri ini tidak
memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut
dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya,
nyeri kronik biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.
Nyeri kronik sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau
lebih, meskipun enam bulan merupakan suatu periode yang dapat berubah untuk membedakan
antara nyeri akut dan nyeri kronik. Suatu episode nyeri dapat mempunyai karakteristik nyeri
kronik sebelum enam bulan telah berlalu, atau beberapa jenis nyeri dapat tetap bersifat akut
7

secara primer selama lebih dari enam bulan.

c. Skala nyeri

Berdasarkan eksperesi wajah dapat dilihat:Skala Nyeri 0-10 (Comparative Pain Scale)
0 = Tidak ada rasa sakit. Merasa normal.
1 = nyeri hampir tak terasa (sangat ringan) = Sangat ringan, seperti gigitan nyamuk. Sebagian
besar waktu Anda tidak pernah berpikir tentang rasa sakit.
2= (tidak menyenangkan) = nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada kulit.
3= (bisa ditoleransi) = nyeri. Sangat terasa, seperti pukulan ke hidung menyebabkan hidung
berdarah, atau suntikan oleh dokter.
4 = (menyedihkan) = Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau rasa sakit dari sengatan
lebah.
5 = (sangat menyedihkan) = Kuat, dalam, nyeri yang menusuk, seperti pergelangan kaki terkilir
6 = (intens) = Kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga tampaknya sebagian
mempengaruhi sebagian indra Anda, menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu.
7= (sangat intens) = Sama seperti 6 kecuali bahwa rasa sakit benar-benar mendominasi indra
Anda menyebabkan tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan tak mampu melakukan
perawatan diri.
8 = (benar-benar mengerikan) = Nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak lagi dapat berpikir
jernih, dan sering mengalami perubahan kepribadian yang parah jika sakit datang dan
berlangsung lama.
9 = (menyiksa tak tertahankan) = Nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak bisa mentolerirnya dan
sampai-sampai menuntut untuk segera menghilangkan rasa sakit apapun caranya, tidak peduli
apa efek samping atau risikonya.
10 = (sakit tak terbayangkan tak dapat diungkapkan) = Nyeri begitu kuat tak sadarkan diri.
Kebanyakan orang tidak pernah mengalami sakala rasa sakit ini.

Pengelompokan: Skala nyeri 1-3 berarti Nyeri Ringan (masih bisa ditahan, aktifitas tak
terganggu) Skala nyeri 4-6 berarti Nyeri Sedang (menganggu aktifitas fisik) Jika kedua skala
nyeri di atas digabungkan maka akan menjadi seperti ini:
Gambar: 2.1 Skala nyeri
8

B. Konsep Hipertensi
1. Definisi hipertensi

Hipertensi merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah melebihi
140/90 mmHg secara kronis. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit
jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit syaraf, ginjal, dan pembuluh
darah, semakin tinggi tekanannya, maka semakin tinggi pula resikonya ( Sylvia A.Price,
2015 dalam Iman, 2019).
2. Anatomi Fisiologi Jantung dan Pembuluh darah

Jantung adalah organ yang memompa darah melalui pembuluh darah menuju ke seluruh
jaringan tubuh. Sistem kardiovaskuler terdiri darah, jantung, dan pembuluh darah. Darah
yang mencapai sel-sel tubuh dan melakukan pertukaran zat dengan sel-sel tersebut harus di
pompa secara terus-menerus oleh jantung melalui pembuluh darah. Sisi kanan dari jantung,
memompa darah melewati paru-paru, memungkinkan darah untuk melakukan pertukaran
antara oksigen dan karbondioksida (Tortora, 2012 dalam Iman, 2019).
Gambar: 2.6 Anatomi Fisiologi Jantung dan Pembuluh darah

Walaupun jantung memompa darah ke seluruh tubuh, jantung tidak menerima nutrisi
dari darah yang di pompanya. Nutrisi tidak dapat menyebar cukup cepat dari darah yang ada
dalam bilik jantung untuk memberi nurisi semua lapisan sel yang membentuk dinding
jantung. Untuk alasan ini, miokardium memiliki jaringan pembuluh darah sendiri, yaitu
sirkulasi koroner (Tortora, 2012 dalam Iman, 2019).
Jantung kaya akan pasokan darah, yang berasal dari arteri koronari kiri dan kanan.
Arteri-arteri ini muncul secara terpisan dari sinus aorta pada dasar aorta, di belakang
tonjolan katup aorta. Arteri ini tidak diblockade oleh tonjolan katup selama sistol karena
adanya aliran sirkulasi dan sepanjang siklus jantung.
Arteri koronari kanan terus berjalan diantara bronkus pulmonalis dan atrium kanan,
9

menuju sulkus AV. Saat arteri tersebut menuruni tepi bawah jantung, arteri terbagi menjandi
cabang descendes anterior. Terdapat anastomosis antara cabang marginal kanan dan kiri,
serta arteri descendens anterior dan poserior, meskipun anastomosis ini tidak cukup untuk
mempertahankan perfusi jika salah satu sisi sirkulasi konorer tersumbat.
Sebagaian besar darah kembali ke atrium kanan melalui sinus koronarius dan vena
jantung anterior. Vena koronari besar dan kecil secara berturut-turut terletak paralel terhadap
arteri koronaria kiri dan kanan, dan berakhir di dalam sinus. Banyak pembuluh-pembuluh
kecil lainnya yang langsung berakhir di dalam ruang jantung, termasuk vena thebesisn dan
pembuluh arterisinusoidal. Sirkulasi koroner mampu membentuk sirkulasi tambahan yang
baik pada penyakit jantung iskemik, misalnya oleh plak ateromatoa. Sebagai besar ventrikel
kiri disuplai oleh arteri koronari kiri, dan oleh sebab itu adanya sumbatan pada arteri
tersebut sangant berbahaya, AVN dan nodus sinus disuplai oleh arteri koronaria kanan pada
sebagian besar orang, penyakit pada arteri ini dapat menyebabkan lambatnya denyut jantung
dan blockade AVN ( Aaronson, 2010 dalam Iman, 2019).

Gambar 2.7 Arteri dan vena koroner di bagian anterior


(Tortora, 2012 dalam Iman, 2019)

Fisioligi utama pembuluh darah arteri untuk mendristribusikan darah yang kaya
oksigen (O2) dari jantung keseluruh tubuh, sedangkan fungsi utama vena adalah
mengalirkan darah yang membawa sisa metabolisme, dan karbon dioksida (C02) dari
jaringan, kembali kejantung. Pada peredaran darah paru, pembuluh arteri mengandung darah
miskin oksigen (O2) dan banyak karbon dioksida (C02) sedangkan vena pulmonal
mengadung banyak oksigen. Darah dalam vena dapat dipompakan oleh jantung
menimbulkan perubahan tekanan yang mampu memompakan darah dari jantung dan
kembali ke jantung. Tekanan darah sangat penting dalam sistem sirkulasi darah selalu
diperlukan untuk daya dorong mengalirkan darah dalam arteri, arteriole, kapiler dan sistem
vena sehingga terbentuk aliran darah yang menetap. Pada perekaman tekanan didalam
sistem arteri, tampak kenaikan tekanan arteri sampai pada puncaknya sekitar 120 mmHg,
tekanan ini disebut tekanan sistole, tekanan ini menyebabkan aorta distensi, sehingga
10

tekanan didalamnya turun sedikit. Pada saat diastole, ventrikel tekanan aorta cenderung
menurun sampai 80 mmHg, tekanan ini dalam pemeriksaan disebut diastolik. Adapun pusat
pengawasan dan pengaturan perubahan tekanan darah dipengaruhi oleh:
a. Sistem saraf : Terdiri dari pusat yang terdapat di batang otak, diluar susunan saraf pusat, dan
sistemik
b. Sistem humoral: Berlangsung lokal atau sistemik, seperti renin angiostensi, vasopresin, dan
epinefrin
c. Sistem hemodinamika: Lebih banyak dipengaruhi oleh volume darah, susunan kapiler,
perubahan tekanan osmotik, hidrostatik bagian luar dan dalam sistem vaskuler (Syaifudin,
2013 dalam Iman, 2019).
3. Etiologi

a. Hipertensi Esensial

Penyebab hipertensi esensial atau hipertensi primer bersifat multifaktorial, yakni


sebagai hasil interaksi dari faktor-faktor tersebut. Beberapa faktor yang memicu timbulnya
hipertensi tersebut antara lain faktor risiko, aktivitas sistem saraf simpatik, keseimbangan
vasodilatasi dan vasokonstriksi pembuluh darah, serta aktivitas sistem renin- angiotensin.
Beberapa hal yang dapat menjadi faktor risiko di antaranya usia, jenis kelamin, dan faktor
herediter atau keturunan. Selain itu pola hidup yang tidak sehat seperti mengonsumsi
alkohol, merokok, kurang olahraga, dan makanan berlemak dapat menjadi pemicu
hipertensi. Seiring dengan pertambahan usia, elastisitas dinding pembuluh darah semakin
menurun. Demikian pula dengan jenis kelamin, laki-laki memiliki risiko hipertensi lebih
tinggi dibandingkan wanita. Hal ini berkaitan dengan adanya hormon estrogen pada wanita
yang berkontribusi pada kelenturan pembuluh darah. Penurunan produksi estrogen pada usia
menopause membuat risiko pada wanita juga akan meningkat.Faktor lain yang dapat
memicu hipertensi adalah perangsangan sistem saraf simpatik. Berbagai kondisi yang
menimbulkan stresor baik secara fisik maupun psikologis dapat memicu aktivitas saraf
simpatik Efek yang ditimbulkan dari perangsangan sistem saraf simpatik adalah
vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan denyut jantung. Kedua hal ini akan
menyebabkan peningkatan resistensi perifer pembuluh darah sistemik sehingga memicu
peningkatan tekanan darah. Selain itu perangsangan sistem saraf simpatik memicu aktivitas
sistem renin-angiotensin-aldosteron yang berperan dalam meningkatkan tekanan
darahSistem renin- angiotensin-aldosteron sebenarnya be-kerja secara otonom sebagai
respons terhadap kondisi tubuh. Saat terjadi syok, peningkatan sistem saraf simpatik, atau
penurunan kadar natrium, ginjal akan mengeluarkan renin yang mengubah angiotensinogen
menjadi angiotensin I. Selanjutnya atas bantuan Angiotensin converting enzym (ACE)
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Keberadaan angiotensin II ini akan memicu
11

pengeluaran aldosteron oleh korteks adrenal. Keberadaan aldosteron ini akan menarik air
dan NaCl tetap di dalam tubulus sehingga meningkatkan volume cairan ekstraseluler yakni
dalam pembuluh darah Angiotensin II ini juga memicu vasokonstriksi darah. Kombinasi
peningkatan volume pembuluh darah dan vasokonstriksi ini menyebabkan peningkatan
tekanan darah.
b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder merupakan dampak dari penyakit tertentu. Angka kejadiannya


berkisar antara 10-20% saja. Beberapa penyakit atau kelainan yang dapat menimbulkan
hipertensi sekunder antara lain:
1) Glomerulonefritis akut Hipertensi terjadi secara tiba-tiba dan memburuk dengan cepat. Jika
tidak segera ditangani maka dapat menyebabkan gagal jantung
2) Sindrom nefrotik
Penyakit ini berlangsung lambat danmenimbulkan gejala klinis sindrom nefrotik seperti
proteinuria berat, hipoproteinemia, dan edema yang berat. Meskipun pada tahap awal fungsi
ginjal masih baik, namun lama kelamaan daya filtrasi glomerulus semakin menurun, faal
ginjal memburuk, dan terjadi kenaikan tekanan darah.
3) Pielonefritis
Terdapat kaitan antara pielonefritis dan adanya hipertensi. Peradangan pada ginjal ini sering
disertai dengan kelainan struktur bawaan ginjal atau juga pada batu ginjal. Diagnosis klinis
sering sukar ditegakkan. Namun demikian terdapat keluhan yang biasanya muncul yaitu
nyeri pinggang, mudah lelah, dan rasa lemas pada badan. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan adanya proteinupiuria, dan kadang-kadang disertai dengan hematuria.
4) Kimmelt Stiel Wilon
Penyakit pada ginjal ini merupakan komplikasi dari penyakit diabetes melitus yang
berlangsung lama Gejala yang timbul nyerupai glomerulonefritis kronis dapat disertai
dengan tekanan darah tinggi. Penyakit ini memiliki prognosis yang buruk, penderita dapat
meninggal akbat gangguan fungsi ginjal atau gagal jantung.
5) Hipertensi renovaskular
Hipertensi ini disebabkan oleh adanya lesi pada arteri renalis. Stenosis yang terjadi pada
arteri renalis ini memicu pengeluaran renin yang berlebihan. Meskipun kemudian
mengalami penurunan, namun kadarnya tidak akan mencapai tingkat terendah. Selain itu
terdapat pula penambahan volume cairan tubuh serta peningkatan curah jantung. (Deni,
Nuriswati, & Arafat, 2016 dalam Prasetya, 2018).

4. Manifestasi klinis

a. Sakit kepala (pusing, migrain)


12

b. Gampang marah
c. Epistaksis (mimisan)
d. Tinitus (telinga berdenging)
e. Palpitasi (berdebar-debar)
f. Kaku kuduk
g. Pandangan mata berkunang-kunang
h. Susah tidur
i. Tekanan darah di atas normal (Awan Harianto dan Rini Sulistyowati, 2017 dalam Iman,
2019)

5. Penatalaksanaan hipertensi

a. Farmakologi
Terapi obat pada penderita hipertensi dimulai dengan salah satu obat berikut:
1) Hidroklorotazid (HCT) 12,5-25 mg perhari dengan dosis tunggal pada pagi hari
2) Reserpin 0,1-0,25 mg sehari sebagai dosis tungga
3) Propanolol mulai dari 10mg dua kali sehari
4) Kaptopril 12,5-25 mg sebanyak dua sampai tiga kali sehari
5) Nifedipin mulai dari 5mg dua kali sehari

b. Non farmakologi Hipertensi


Langkah awal biasanya dengan mengubah pola hidup penderita, yakni dengan cara:
(Ardiansyah 2012 dalam )
1) Menurunkan berat badan sampai batas ideal
2) Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan, atau kadar kolesterol darah
tinggi
3) Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram natrium
klorida setiap hari
4) Mengurangi konsumsi alkohol
5) Berhenti merokok
6) Olahraga aerobik yang tidak terlalu berat.

6. Komplikasi

a. Storoke
b. Infark Miokardium
c. Gagal ginjal
d. Ensefalopati
13

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Menurut Debora (2011) tahapan pengkajian sebagai berikut yaitu:
a. Biodata
Data lengkap dari pasien meliputi: nama lengkap, umur, jenis kelamin, kawin / belum
kawin, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan alamat identitas
penanggung, meliputi: nama lengkap, jenis kelamin, umur, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, hubungan dengan pasien dan alamat.
b. Keluhan utama
Keluhan hipertensi biasanya bermula dari nyeri kepala yang disebabkan oleh peningkatan
tekanan aliran darah ke otak.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan SekaranG
Keadaan yang didapatkan pada saat pengkajian misalnya pusing, jantung kadang
berdebar-debar, cepat lelah, palpitasi, kelainan pembuluh retina (hypertensi retinopati),
vertigo dan muka merah dan epistaksis spontan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan:
a) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya. Banyak
faktor yang mempengaruhi seperti genetic, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf
simpatis dan faktor- faktor yang meningkatkan resiko seperti: obesitas, alcohol, merokok,
serta polisetemia.
b) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal, penyebabnya seperti: Penggunaan estrogen,
penyakit ginjal, hipertensi vascular, dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit hipertensi lebih banyak menyerang wanita daripada pria dan penyakit ini sangat
dipengaruhi oleh faktor keturunan yaitu jika orang tua mempunyai riwayat hipertensi
maka anaknya memilik resiko tinggi menderita penyakit seperti orang tuanya.
a) Riwayat psikososial
Gejala: Riwayat kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah kronik, factor stress
multiple.Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan
yang meledak, gerak tangan empati, muka tegang, gerak fisik, pernafasan menghela
nafas, penurunan pola bicara.
b) Riwayat spiritual Pada riwayat spiritual bila dihubungkan dengan kasus hipertensi belum
dapat diuraikan lebih jauh, tergantung dari dan kepercayaan masing-masing individu.
c) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : Pasien nampak lemah
14

2) Tanda-tanda vital:
Suhu tubuh kadang meningkat, pernapasan dangkal dan nadi juga cepat, tekanan darah
sistolik diatas 140 mmHg dan diastolic di atas 90 mmHg.
4) Review of sistem
a) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, atherosklerosis, penyakit jan tung kongesti/ katup dan
penyakit serebrovaskuler. Tanda: Kenaikan tekanan darah Nadi: denyutan jelas dari
karotis, jugularis, radialis, perbedaan denyut. Denyut apical: titik point of maksimum
impuls, mungki bergeser atau sangat kuat. Frekuensi / irama: takikardia, berbagai
disritmia. Bunyi jantung: tidak terdengar bunyi jantung I, pada dasar bunyi jantung II dan
bunyi jantung III. Murmur stenosis valvular. Distensi vena jugularis/kongesti vena.
Desiran vaskuler tidak terdengar di atas karotis, femoralis atau epigastrium (stenosis
arteri). Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin, pengisian kapiler mungkin
lambat atau tertunda.
b) Neurosensori
Gejala: Keluhan pening/ pusing, berdenyut, sakit kepala sub occipital. Episode bebas atau
kelemahan pada satu sisi tubuh. Gangguan penglihatan dan episode statis staksis. Tanda:
Status mental: perubahan keterjagaaan, orientasi. Pola/isi bicara, afek, proses fikir atau
memori. respon motorik: penurunan kekuatan, genggaman tangan Perubahan retinal
optik: sclerosis, penyempitan arteri ringan-mendatar, edema, papiladema, exudat,
hemoragi.
c) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung). Nyeri tungkai yang hilang
timbul/klaudasi. Sakit kepala oxipital berat. Nyeri abdomen/massa.
d) Pernafasan (berhubungan dengan efek ardiopulmonal tahap lanjut dari hipertensi
menetap/berat).
Gejala: Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja tachypnea, ortopnea, dispnea,
nocturnal paroxysmal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distress respirasi / penggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi nafas tambahan,
sianosis.
e) Keamanan Keluhan:
Gangguan koordinasi / cara berjalan. Gejala: Episode parastesia unilateral transien,
hypotensi postural.
d. Aktivitas sehari-hari
1) Aktivitas
Gejala: Kelemahan, letih nafas pendek, gaya hidup monoton. Tanda: Frekuensi jantung
meningkat, perubahan irama jantung, tachypnea.
2) Eliminasi
15

Gejala: Gejala ginjal saat ini atau yang lalu (misalnya: infeksi, obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal masa lalu).
3) Makanan dan cairan
Gejala: Makanan yang disukai mencakup makanan tinggi garam, lemak, kolesterol serta
makanan dengan kandungan tinggi kalori.
Tanda: Berat badan normal atau obesitas. Adanya edema, kongesti vena, distensi vena
jugulalaris, glikosuria.
e. Pemeriksaan diagnostic
1) BUN/ kreatinin: Memberikan informasi tentang perfusi /fungsi ginjal.
2) Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat mening- katkan hipertensi.
3) Urinalisa: Darah, protein, glukosa sangat m engisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
4) EKG: Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi.

f. Penatalaksanaan
1) Pengobatan non farmakologis dapat berupa penurunan berat badan dan diet rendah
garam.
2) Pengobatan farmakologis untuk regresi hipertrofi ventrikel kiri pada hipertensi
berdasarkan penelitian yang didapatkan ACE inhibitor, beta-blocker, antagonis
kalsium dan diuretic mengurangi massa ventrikel kiri dan ternyata ACE inhibitor
menunjukkan pengobatan yang paling efektif.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan tentang faktor-faktor yang


mempertahankan respon/tanggapan yang tidak sehat dan mengalami perubahan yang
tidak diharapkan (Mubarak, 2009: 62 dalam Suriyanti, 2018):
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, hipertrofi, dan iskemia miokardia.
b. Nyeri (akut): sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
pada region sub oksipital
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
d. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan
sehubungan dengan kebutuhan metabolic pola hidup monoton.

3. Intervensi keperawatan
16

Resiko Tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan


afterload, vasokonstriksi, hipertrofi dan iskemia miokardia. Tujuan: Setelah dilakukan
intervensi keperawatan, diharapkan penurunan curah jantung tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
a. Tekanan darah dalam batas normal/terkontrol (110/70-120/80 mmHg)
b. Irama dan Frekuensi Jantung stabil (HR=60-100x/i)
c. Akral hangat
d. Kulit tidak pucat
e. Pengisian kapiler (Capilarry refile) baik, kembali dalam waktu 2-3 detik
f. Oedema tidak ada
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, hipertrofi, dan iskemia miokardia

Tabel 2.1. Intervensi keperawatan diagnosa 1

Intervensi Rasional
1) Pantau tekanan darah, ukur tangan/paha, 1) Perbandingan dari tekanan
untuk evaluasi awal memberikan gambaran yang lebih
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan lengkap tentang bidang masalah
sentral dan perifer vascular.
2) Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas 2) Denyutan karotis, jugularis, radialis dan
3) Amati warna kulit, kelembaban suhu, femoralis mungkin teramati/terpalpasi.
dan masa pengisiaan kapiler 3) Umum terdengar pada pasien hipertensi
4) Catat edema umum dan tertentu berat karena adanya hipertrofi atrium
5) Berikan lingkungan tenang, nyaman, 4) Adanya pucat, dingin, kulit lembab, dan
kurangi aktivitas/keributan masa pengisian kapiler
lingkungan 5) Dapat mengindikasikan gagal jantung,
6) Pertahankan pembatasan aktifitas kerusakan ginjal, dan vascular.
7) Lakukan tindakan yang nyaman 6) Membantu untuk menurunkan rangsangan
8) Anjurkan tekhnik relaksasi, panduan Simpatis:meningkatkan relaksasi
imajinasi, aktivitas pengalihan 7) Menurunkan stress dan ketegangan yang
9) Pantau respons terhadap obat untuk mempengaaruhitekanan darah
mengontrol tekanan darah. 8) Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat
10) Berikan obat-obatan sesuai indikasi menurunkan rangsangan simpatis
11) Berikan pembatasan cairan dan diit 9) Menurunkan rangsangan yang dapat
natrium sesuaii indikasi menimbulkan stress, sehingga dapat
menurunkan tekanan darah.
10) Respon terhadap terapi obat
17

Nyeri akut: sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular selebar
Tabel 2.2. Intervensi keperawatan diagnosa 2

Intervensi Rasional
1) Pertahankan tirah baring selama fase aktif 1) Meminimalkan stimulus/tindakan
2) Berikan tindakan non farmokologis relaksasi
untuk 2) indakan yang menurunkan tekanan
menghilangkan sakit kepala vaskuler serebal dan yang
memperlambat/memblok respon
3) Hilangkan minimal aktifitas simpatis efektif dalam menghilangkan
vasokontraksi yang dapat meningkatkan sakit kepala dan komplikasinya.
sakit kepala. 3) Aktifitas yang meningkatakan
vasokontraksi menyebabkan skit
4) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kepala.
kebutuhan. 4) Pasien juga dapat mengalami episode
5) Berikan cairan,makanan impotensi postural.
lunak,perawatan mulut 6) Meningkatkan kenyamanan umum.
yang teratur bila terjadi pendarahan Menurunkan nyeri dan menurunkan
hidung rangsangan system syaraf simpatis.
6) Berikan obat sesuai dengan indikasi 7) Mengurangi tekanan dan ketidak
analgesic. nyamanan yang diperberat oleh stress
7) Anti ansientas.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara


suplai dan kebutuhan oksigen.
18

Tabel 2.3. Intervensi keperawatan diagnosa 3

Intervensi Rasional
1) Kaji respon pasien terhadap aktivitas, 1) Menyebutkan parameter
perhitungan frekuensi nadi lebih dari membantu dalam mengkaji, respons
20x/menit di atas frekuensi istirahat fisiologis terhadap stress aktivitas dan
bila ada merupakan indicator dari
kelebihan kerja yang berkaitan dengan
2) Instruksikan pasien tentang teknik tingkat aktivitas
penghematan energy 2) Teknik menghemat energy mengurangi
3) Berikan dorongan untuk penggunaan energy, juga membantu
melakukan aktifitas perawatan keseimbangan antara suplai dan
diri terhadap jika dapat di toleransi kebutuhan oksigen.
3) Kemajuan aktivitas terhadap
menncegah peningkatan kerja jantung
tiba

Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan
berhubungan dengan kebutuhan metabolic, pola hidup monoton dan keyakinan budaya.
Tabel 2.4. Intervensi keperawatan diagnosa 4
Intervensi Rasional
1) Kaji pemahaman pasien tentang 1) Kegemukan adalah resiko tambahan
hubungan langsung antara hipertensi dan pada tekanan darah naik
kegemukan 2) Kesalahan kebiasaan makan dapat
2) Bicarakan pentinganya menunjang terjadinya arterosklerosis
menurunkan masukan kalori dan batasi dan kegemukan
masukan lemak, garam, dan gula sesuai 3) Memberikan data dasar tentang
indikasi keadekuatan nutrisi yang dimakan dan
3) Dorong pasien untuk mempertahankan kondisi emosi saat makan.
masukan makan harian termasuk kapan 4) Menghindari makanan tinggi lemak
dan dimana makan dilakukan dan jenuh dan kolesterol penting dalam
lingkungan dan perasaan sekitar saat menvegah perkembangan aterogenesis
makanan di makan 5) Memberikan konseling dan bantuan
4) Instruksikan dan bantu memilih dengan memenuhi kebutuhan diet
makan yang tepat, hindari makanan individual
dengan kejenuhan lemak tinggi.
5) Rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi
19

4. Implementasi

Tindakan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini, perawat yang mengasuh keluarga
sebaiknya tidak bekerja sendiri tetapi juga melibatkan anggota keluarga. Faktor penghambat
adalah kondisi pasien yang sulit untuk dikaji dikarenakan usia klien sudah tua sehingga penulis
dalam melakukan pemeriksaan fisik tidak secara optimal.
5. Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan keluarga dengan tujuan/kriteria hasil yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan keluarga agar mencapai tujuan/kriteria hasil yang telah
ditetapkan. Tujuan evaluasi ini yaitu untuk melihat kemampuan keluarga dalam mencapai tujuan.
BAB III

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
1. Nama Pasien : Nn.JD
2. Tempat Tgl Lahir : Medan, 14 Januari 1972
3. Umur ; 50 Th 5bl 4hr
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Agama : Kristen Protestan
6. Pendidikan : SMA
7. Pekerjaan : Karyawan Swasta
8. Suku / Bangsa : Batak/ Indonesia
9. Alamat : Panei Tongah
10. Diagnosa Medis : Hipertensi Emergency
11. No. RM : 10.49.63
12. Tanggal Masuk RS : 20 Juli2022
Penanggung Jawab / Keluarga
1) Nama : Tn. AA
2) Umur : 25 Tahun
3) Pendidikan : S1
4) Pekerjaan : Wiraswata
5) Alamat : Desa Pasaribu
6) Hubungan dengan pasien : Teman Bekerja
7) Status perkawinan : Lajang

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak kapan serangan datang: 1 hari sebelum masuk rumah sakit klien mengalami sakit
hebat di bagian kepala sehingga kalien tidak mampu menahan sakit, seperti ditususk
tusuk. Gejala yang dirasakan: Klien mengalami nyeri pada bagian kepala sampai ke
tengkuk sehingga pasien tidak mampu untuk duduk dan berdiri, hanya bisa terbaring di
tempat tidur.
Tindakan pengobatan: Klien mengatakan kalau serangan sakit kepala datang pasien
langsung minum obat dan menempel koyo di bagian kepala
Harapan klien terhadap pemberian perawatan: Klien mengatakan sakitnya tidak lagi ia
rasakan sehingga bisa melakukan aktivitas seperti biasanya.
2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu

a. Penyakit
1) Kecelakaan dan hospitalisasi
2) Operasi
3) Penyakit yang paling sering diderita
b. Alergi
1) Tipe -
2) Reaksi-
3) Pengobatan -
c. Imunisasi -
d. Kebiasaan -
1) Alcohol : - Banyaknya : - Lamanya : -
2) Merokok : + Banyaknya : 1 bungkus / hari Lamanya : 15 tahun

e. Pola tidur
1) Sebelum sakit
pasien mengatakan
X bahwa
X saat sebelum sakit pasien bisa tidur selama 8Xjam sehari
2) Saat sakit
pasien mengatakan saat sakit ia tidak bisa tidur sama sekali karna diakibatkansakit
kepala yang ia rasakan tidak kunjung redah, pasien mengatakan kalau pun bisa tidur
diperkirakan salama 1 jam sehari itu pun sering terjadi.
f. Pola latihan
1) Sebelum sakit
Saat sebelum sakit klien hanya melakukan kegiatan seperti biasa memasak dan bersih-
bersih.
2) Saat sakit
Saat sakit pasien hanya bisa berbaring ditempat tidur
g. Pola nutrisi
1) sebelum sakit
pasien mengatakan saat sebelum sakit ia makan selalu habis, tidak ada pantangan saat
sakit
2) saat sakit pasien tidak mampu untuk makan, yang dimakan tidak habis
h. Pola kerja
1) Saat sebelum sakit
Pasien mengatakan saat sebelum sakit ia berkerja sebagai orang pintar yang bisa
mengobati orang sakit
2) Saat sakit
Pasien yang dirawat

3. Riwayat Keluarga

a. Kesehatan anggota keluarga


Pasien menggatakan hanya dia yang memiliki riwayat hipertensi.
Genogram:
Keterangan:

: laki-laki

: Perempuan

: pasien

X : meninggal

: menikah

b. Faktor resiko penyakit dalam keluarga


Pasien mengatakan tidak ada penyakit turunan yang diturunkan keluarganya.

4. Riwayat Lingkungan

a. Kebersihan: pasien mengatakan di sekitar rumah selalu bersih


b. Bahaya Kesehatan: pasien mengatakan tidak ada bahaya kesehatan disekitar
rumah nya.
c. Polutan: pasien mengatakan udara di sekitar rumah segar, jauh dari polusi/ asap
kendaraan.

5. Riwayat Psikososial

a. Bahasa yang digunakan: sehari-hari klien menggunakan bahasa Batak


b. Organisasi masyarakat: klien mengatakan sebelum sakit ia mengikuti arisan dan
ikut STM di masyarakat.
c. Sumber dukungan masyarakat: klien mengatakan mendapatkan support dan doa
dari masyarakat.
d. Suasana hati: pasien mengatakan sedih selama sakit
e. Tingkat perkembangan:

6. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala
Inspeksi: bentuk simetris, rambut bewarna hitam, kebersihan kulit baik
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
b. Mata
Inspeksi: bentuk simetris, pupil isokor Palpasi: tidak ditemukan kelainan
c. Hidung
Inspeksi: bentuk simetris, tidak terdapat polip Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan
d. Mulut dan tenggorokan Inspeksi: mukosa bibir lembab
Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan, reflek menelan baik
e. Telinga
Inspeksi: tidak ditemukan cairan yang keluar, bentuk simetris Palpasi: tidak
terdapat nyeri tekan dan tidak ada kelainan
f. Leher
Inspeksi: tidak ditemukan pembesaran kelenjar tiroid Palpasi: tidak terdapat nyeri
tekan
g. Kelenjar limfe
Inspeksi: tidak terdapat pembengkakan di daerah aksila Palpasi: tidak terdapat
nyeri tekan
h. Paru-paru
Inspeksi: tidak ditemukan kelainan:
Perkusi: sonor
Palpasi: vocal kremitas kanan kiri sama Auskultasi: vesikuler
i. Jantung
Inspeksi: bentuk simetris Auskultasi: terdengar S1/S2 reguler Perkusi: redup
Palpasi: teraba denyut jantung
j. Abdomen
Inspeksi: tidak ada ditemukan kelainan dan benjolan pada abdomen Auskultasi:
bising usus 12x/menit
Perkui: terdengar suara dullness Palpasi: tidak ditemukan nyeri tekan
k. Genetalia: pasien tidak terpasang kateter
l. Ekstremitas atas: bentuk simetris, tidak ditemukan kelainan
m. Ekstremitas bawah: bentuk simetris, tidak ditemukan kelainan
n. Kulit: tidak ditemukan pigmentasi kulit
7. Data penunjang

a. Laboratorium

Pemeriksaa Hasil Nilai Normal


n Rujukan
WBC 17.5 10 9/ L 3.5
RBC 4.63 10 12/ L 3.50
HGB 13.0 a/ dl 11.5
HCT 41.3 % 35.0
PLT 382 10 q/ L 150
MPV 8.3 F1 8.0
PDW 11.0 F1 0.1
b. MCV 89.1 F1 75.0 Rontgen:
LPCR 15.9 % 0.1 Kesan :
RDW% L 8.9 % 11.0 pembesaran
RDW a 72.8 F1 30.0 jantung
c. Antigen MCH 28.1 Pa 25.0 :
MCHC 31.5 9/ dl 31.0 Hasil : negatif (-)
LYM H 6.3 10 q/L 0.5
a. GRAN H 9.2 10 q/L 1.2 Pengobatan
MID H 2.0 10 q/L 0.1
LYM % 36.0 % 15.0
GRA % 52.3 % 35.0
MID % 11.7 % 2.0

Tabel 3.4 Pengobatan


Nama obat Dosis Fungsi
Cairan Infus RL 20 tpm Sebagai penambah cairan dan elektrolit tubuh
untuk mengembalikan keseimbanggannya.
Amlodiphine 1x 10mg Membantu mengobati hipertensi dan mencegah
serangan nyeri dada
Mecobalamin 1x500 mg Bentuk vitamin B12 yang Berfungsi untuk
membantu tubuh memproduksi sel darah merah
captopril 3x25 gr Mengobati tekanan darah dan gagal jantung
OMZ 2x1 ampul Membantu menyembuhkan kerusakan asam
diperut dan kerongkongan, dan dapat mencegah
luka lambung.
Furosemide 1amp/24 jm Mengatasi penumpukan cairan dan edema
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Analisa data

No. Data Etiologi Masalah


1. DS Agen pencedera biologis Nyeri akut
- Klien mengatakan nyeri
pada bagian kepala
P: nyeri datang tiba-tiba tekanan darah tinggi
Q: seperti di tusuk-tusuk
R: sakit bagian kepala
S: skala nyeri 7
T: nyeri hilang datang
nyeri akut
DO
- Klien meringis kesakitan
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak menunjukkan
nyeri pada bagian kepala
belakang
TTV : TD: 200/ 100 mmHg, N: 89
S: 36,5, RR: 20x/i
DS : hipertensi Resiko perfusi
- klien mengatakan merakan serebral
nyeri dikepala sehari sebelum tidak efektif
masuk RS
DO :
- KU : Lemah
- Klien bedrest total
- TTV
TD : 200/100 mmHg
Nadi : 89 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Intervensi Keperawatan

No Diangnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Observasi:
agen tindakan keperawatan - Identfikasi karakteristik nyeri (mis.
Tgl: pencedera 3x24jam Pereda,kualitas,lokasi, intensitas,
23/10/ fisiologis di harapkan frekuensi, durasi)
2020 nyeri - Identifikasi riwayat alergi obat
klien berkurang - Identfikasi kesesuaian jenis Analgesik
dengan kriteria mis. Non-narkotik, NSAID) dengan
hasil : tingkat keparahan nyeri
1. Keluhan nyeri - Monitor tanda- tanda vital
cukup menurun (4) sebelum dansesudah pemberian analgesik
2. Meringis cukup - Monitor efektifitas analgesik
menurun (4) Terapeutik:
3. Gelisah cukup Pertimbangkan penggunaan infus kontinu,
menurun (4) atau bolusuntuk mempertahankan kadar dalam
serum
- Tetapkantarget efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan respons pasien
Edukasi:
- Jelaskan efek terapi dan efek samping
obat
kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasi
Re
Kriteria Hasil : Manajemen Peningkatan Tekanan
sik
- Tingkat Intrakranial Observasi :
okesadaran meningkat 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
Pe
- Tekanan 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
rfu
intrakranial menurun 3. Monitor MAP
si
- Nilai rata- 4. Monitor status pernapasan
Se
rata tekanan darah 5. Monitor intake dan output cairan
re
membaik Terapeutik
br
- Kesadaran 1. Minimalkan stimulus dengan
al
membaik menyediakan lingkungan yang tenang
Ti
- Tekanan darah 2. Berikan posisi semi fowler
da
sistolik dan diastolik 3. Cegah terjadinya kejang
kmembaik 4. Pertahankan suhu tubuh normal
Ef
- Refleks saraf Kolaborasi
ek
membaik 1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
tif konvlsen, jika perlu
b/ Kolaborasi pemberian diuretik
d osmosis, jika Perlu
inf Pemantauan Neurologis Observasi :
ar 1. Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan,
k dan reaktifitas pupil.
pa 2. Monitor tingkat kesadaran, TTV
da 3. Monitor refleks kornea
jar 4. Monitor kesimetrisan wajah
in 5. Monitor respons babinski
ga 6. Monitor respons terhadap pengobatan.
n Terapeutik
ot 1. Tingkatkan frekuensi pemantauan
ak neurologis, jika perlu
da 2. Hindari aktivitas yang dapat
n meningkatkan tekanan intrakranial
Hi 3. Atur interval waktu pemantauan sesuai
pe dengan kondisi pasien
rte 4. Dokumentasikan hasil pemantauan.
nsi Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan
No Diagnosa Hari/Tgl/ Implementasi Jam Evaluasi Paraf
Keperawatan Tahun/ Jam
1 Nyeri akut Kamis, 21 1. mengidentifikasi, lokasi, karakteristik, - S:
Juli 2022 frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 13.30
klien mengatakan nyeri berkurang sedikit
Jam : 8.20 2. mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam
P : saat diam
3. mengontrol lingkungan yang Q : seperti di tusuk- tusuk
memperberat rasa nyeri R : Kepala
4. kaloborasi pemberian analgetik S : Skala 6
RESPON : - Klien mengatakan sulit tidur karena nyeri
Kilien dapat melakukan relaksasi nafas
- Klien mengatakan tidur siang hanya sekitar 1
dalam.klien mengatakan nyeri berkurang
sedikit jam
P : saat diam O:
Q : seperti di tusuk- tusuk
- Klien melakukan tehnik relaksasi nafas dalam
R : Kepala
S : Skala 6 - Setelah diberikan obat analgetik nyeri berkurang
1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur sedikit,
2. Mengidentifikasi faktor pengganggu tidur TTV: TD : 190 / 100mmHg , N : 92x/m S:36,5
3. Membatasi waktu tidur siang
4. Menjelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
Respon:
- Klien mengatakan sulit tidur karena nyeri
- Klien mengatakan tidur siang hanya
sekitar 1 jam
2 Resiko Perfusi Kamis, 21 1. Mengidentifikasi penyebab 12.15 S: Benny
Serebral Tidak Juli 2022 peningkatan TIK (mis. Lesi, edema - Pasien menatakan kepala masih terasa sakit
Efektif b/d infark Jam : 8.20 serebral) dan berat. Tidak ada muntah, pasien
pada jaringan otak 2. Memonitor tanda/gejala peningkatan mengatakan banyak istirahat diatas tempat
dan hipertensi TIK (Tekanan darah meningkat, tidur
bradikardi, pola napas ireguler, O:
kesadaran menurun) - Klien kadang tampak meringis,
RESPON: - Kes : CM
- Pasien menatakan kepala masih terasa - Klien bedrest total
sakit dan berat. Tidak ada muntah, - TTV
pasien mengatakan banyak istirahat TD : 190/96 mmHg
diatas tempat tidur Nadi : 92x/menit
3. Memonitor pernapasan RR : 21x/menit
4. Memonitor intake dan output cairan Suhu : 36,4 oC
- Saturasi oksigen 97%
5. Meminimalkan stimulus dengan
- Intake : 800 cc
menyediakan lingkungan yang tenang - Output : 550 cc
6. Mengelevasi kepala 30 derajat - Klien terpasang O2 NRM 2L
9. Memberikan injeksi furosemide/IV A:
10.Berkolaborasi dalam pemberian obat - Resiko perfusi serebral tidak efektif
P:
Intervensi dilanjutkan
3 NYERI AKUT Jumat, 22 1. Mengidentfikasi karakteristik nyeri - S:
Juli 2022 13.40
(mis. Pereda,kualitas,lokasi, intensitas, klien mengatakan nyeri berkurang sedikit
frekuensi, durasi) P : saat diam
Q : seperti di tusuk- tusuk
2. Melakukan obsevasi vitalsign,
R : Kepala
menganjurkan pasien untuk tetap
rileks dan tenang, mengajarkan pasien S : Skala 5
tehnik relaksasi - Klien mengatakan masih terganggu tidur
3. Melakukan observasi vital sign karena nyeri
4. Mengkaji status nyeri, mengajatkan
tehnik relaksasi untuk menurunkan O:
nyeri
5. Melakukan observasi vital sign, - Klien melakukan tehnik relaksasi nafas dalam
mengkaji keluhan,
- Setelah diberikan obat analgetik nyeri berkurang
6. Memotivasi pasien untuk tetap
melakukan tehnik relaksasi dalam sedikit,
mengurasi nyeri
TTV: TD : 180 / 95mmHg , N : 92x/m S:36,5
7. Memberikan inf Paracetamol
100mg/bolus.
RESPON :
Kilien dapat melakukan relaksasi nafas
dalam.klien mengatakan nyeri berkurang
sedikit
P : saat diam
Q : seperti di tusuk- tusuk
R : Kepala
S : Skala 5
4 Resiko perfusi Jumat, 22 J 1. Melakukan observasi vital sign. 12.30 S : benny
serebral tidak 2022 2. Memberikan candesartan 8 mg / - Pasien menatakan kepala masih terasa sakit
efektif oral, nipediphine 10 mg 1 tablet. dan berat. Tidak ada muntah, pasien
3. Menganjurkan pasien untuk tetap mengatakan banyak istirahat diatas tempat
tirah baring tidur
4. Memberi penkes kepada pasien
untuk tetap rutin mengontrol TD, O:
menjaga pola makan, aktifita, - Klien kadang tampak meringis,
menerapkan pola hidup yang baik, - Kes : CM
kontrol rutin ke bagian cardiologi, - Klien bedrest total
mengkonsumsi obat secara rutin - TTV
sesuai instruksi TD : 175/100 mmHg
5. Menyajikan diet pasien Rendah Nadi : 90x/menit
garam, memotivasi pasien untuk RR : 20x/menit
mengkonsumsi makanan yang Suhu : 36,6 oC
disajikan - Saturasi oksigen 98%
6. Memfasilitasi pasien BAK di TT, - Intake : 500 cc
mencatat haluaran urine 450 cc - Output : 450 cc
7. Memberikan injeksi furosemid /IV - Klien terpasang O2 NRM 2L
A:
- Resiko perfusi serebral tidak efektif
P:
Intervensi dilanjutkan
5 Nyeri Akut Sabtu, 23 1. mengidentifikasi, lokasi, karakteristik, 13.40 - S:
Juli 2022 frekuensi, kualitas, intensitas nyeri klien mengatakan nyeri dikepala sudah
2. mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam sangat berkurang it
3. mengontrol lingkungan yang P : saat diam
memperberat rasa nyeri Q : seperti di tusuk- tusuk
4. kaloborasi pemberian analgetik R : Kepala
RESPON : S : Skala 4
Kilien dapat melakukan relaksasi nafas T: kadang ada sesekali dengan lama kurang
dalam.klien mengatakan nyeri sudah dari 1 menit
banyak berkurang dibanding saat masuk - Klien mengatakan tidur malam sudah bisa
P : saat diam - Klien mengatakan tidur siang hanya sekitar 1
Q : seperti di tusuk- tusuk
jam
R : Kepala
S : Skala 4 O:
5. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur - Klien melakukan tehnik relaksasi nafas dalam
6. Mengidentifikasi faktor pengganggu tidur - Setelah diberikan obat analgetik nyeri berkurang
7. Membatasi waktu tidur siang sedikit,
8. Menjelaskan pentingnya tidur cukup TTV: TD : 175 / 90mmHg , N : 90x/m S:36,5
selama sakit RR: 18x/i

Respon:
- Klien mengatakan sudah bisa tidur malam
6 Resiko Perfusi Sabtu, 23 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan 12.15 S : Benny
Serebral Tidak Juli 2022 TIK (mis. Lesi, edema serebral) - Pasien menatakan nyeri di kepala sudah
Efektif b/d infark Jam : 8.20 2. Memonitor tanda/gejala sangat berkurang Tidak ada muntah, pasien
pada jaringan otak mengatakan sudah mulai jalan jalan
peningkatan TIK (Tekanan darah
dan hipertensi disekitar ruangan
meningkat, bradikardi, pola napas
ireguler, kesadaran menurun) O:
RESPON: - Klien tampak rileks
- Kes : CM
- Pasien menatakan kepala masih terasa
sakit dan berat. Tidak ada muntah, - Klien dapat mobilisasi
pasien mengatakan banyak istirahat - TTV
diatas tempat tidur TD : 165/90 mmHg
3. Memonitor pernapasan Nadi : 90x/menit
RR : 19x/menit
4. Memonitor intake dan output cairan
Suhu : 36,4 oC
5. Meminimalkan stimulus dengan - Saturasi oksigen 98%
menyediakan lingkungan yang tenang - Intake : 600 cc
6. Mengelevasi kepala 30 derajat - Output : 450 cc
7. Memberikan injeksi furosemide/IV - Klien terpasang O2 NRM 2L
8. Berkolaborasi dalam pemberian obat A:
- Resiko perfusi serebral tidak efektif tidak
terjadi
P:
Intervensi berhasil dan dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Arissandi, D., Setiawan, C. T., & Wiludjeng, R. (2019). Hubungan Gangguan Pola Tidur Dengan
Hipertensi Lansia Di Desa Sei Kapitan Kabupaten Kota Waringin Barat (Studi Di Desa Sei
Kapitan Kotawaringin Barat). Hubungan Gangguan Pola Tidur Dengan Hipertensi Lansia Di
Desa Sei Kapitan Kabupaten Kota Waringin Barat, 3(2), 82-88.
AZIZAH, N. (2019). Pengelolaan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak Pada Ny. S Dengan
Hipertensi Di Ruang Bougenvile Rsud Ungaran (Doctoral dissertation, Universitas Ngudi
Waluyo).
Fachrul Iman, M. U. H. A. M. M. A. D. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Hipertensi Dengan
Nyeri Akut Di Ruang Dahlia Ii Rsud Ciamis.
Jayanti, W. P., Puspitasari, M. T., & Arisanti, N. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga pada Anggota
yang Mengalami Hipetensi dengan Ketidakmampuan Koping Keluarga Mengatasi Nyeri Akut di
Desa Badang Ngorojombang. Jurnal Keperawatan, 14(1).
Martiningsih, U. (2015). Hubungan peran petugas kesehatan terhadap kepatuhan minum obat
antihipertensi pada penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Parit H. Husin II Kota
Pontianak. Jurnal ProNers, 3(1).
Ni'mah, F. (2019). Hubungan Perokok Aktif dan Pasif dengan Hipertensi pada Kuli Bangunan dan
Keluarga (Studi Di Desa Tambar Kecamatan Jogoroto Kabupaten Jombang) (Doctoral
dissertation, STIKes Insan Cendikia Medika Jombang).
Nurarif, Amin, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA
NIC-NOC Jilid 1 dan 2. Yogyakarta: Mediaction
Nursalam. (2011). Proses Dan Dokumentasi Keperawatan Konsep Dan Praktik.
Jakarta: Salemba Medika
Potter, P.A., Perry, A.G., Stockert, P.A., & Hall, A.M. (2013). Patient safety.
Fundamentals of nursing, 8th ed. Missouri: Elsevier Mosby
Rahman, S. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Hipertensi Dengan Masalah Keperawatan Nyeri
Akut Di Ruang Dahlia Ii Rsud Ciamis.
Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan Praktik. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Setyawan, D., & Kusuma, M. A. B. (2014). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Pada Leher
Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Kepala Pada Pasian Hipertensi Di Rsud Tugurejo
Semarang. Karya Ilmiah.
Sumaryati, M. (2018). Studi Kasus Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Keluarga Ny” M” Dengan
Hipertensi Dikelurahan Barombong Kecamatan Tamalate Kota Makassar. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 7(2), 205-209.
Suryanti, P., & Usman, R. D. (2018). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovasculer: Hipertensi Di Ruang Mawar Blud Rumah Sakit Benyamin Guluh
Kabupaten Kolaka Tahun 2018 (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kendari).
Susanti, S., & Rasima, R. (2020). Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Tidur pada Penderita
Hipertensi di UPT Puskesmas Cot Seumeureung Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2019. Jurnal Serambi Akademica, 8(3), 387-396.
Vitaloka, N. R., Susanti, R., & Yuswar, M. A. Efektivitas Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada
Pasien Bedah Sesar (Sectio Caesarea) Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Rubini Mempawah.
Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran Untan, 1(1).
Wahyuni, T. S., Syamsudin, S., & Nurhayati, L. (2020). Penerapan Senam Ergonomik Dalam
Menurunkan Tekanan Darah Pada Ny. M Dengan Hipertensi. Jurnal Keperawatan Karya Bhakti,
6(1), 25-34.

Anda mungkin juga menyukai