Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ASFIKSIA

NEONATORUM DIRUANGAN ANGGREK RSUD KOTA TANJUNGPINANG

Nama Mahasiswa : Fina Oktaridha

NIM : 212113011

Tanggal Praktik : 23 Januari 2023

Pembimbing Akademik : Tri Arianingsih, S.Kep, Ns, M.Kep

Pembimbing Klinik : Ilis Sunarya,S.Kep, Ns

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK PRODI D3 KEPERAWATAN STIKES


HANG TUAH TANJUNGPINANG

T.A2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami mampu menyusun sebuah Laporan Pendahuluan dengan judul “ASFIKSIA
NEONATORUM”. Laporan ini ditulis untuk memenuhi tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Keperawatan Anak di SekolahTinggi Ilmu Kesehatan HangTuahTanjungPinang.

Dalam penulisan Laporan Pendahuluan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Wiwiek Liestyaninggrum,S.Kp,M.Kep selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang


TuahTanjung Pinang.
2. Komala Sari, S.Kep, Ns,M.Kep selaku Ka-Prodi D-3 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Hang Tuah TanjungPinang.
3. Komala Sari, S, Kep, Ns, M.Kep selaku Pembimbing Akademik Mata Kuliah Keperawatan
Anak
4. Ilis Sunarya S.Kep, Ns selaku Pembimbing Klinik Keperawatan Anak

Kami menyadari laporan ini masih banyak kekurangan baik pada penulisan maupun materi.
Mengingatakan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu penulis mengharapkan, kritik dan saran
dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan ini

Tanjungpinang, 23 Januari 2023

Fina Oktaridha
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
B. Etiologi
C. Tanda dan gejala
D. Patofisiologi
E. Pathway
F. Komlikasi
G. Pemeriksaan penunjang
H. Penatalaksanaan medis dan keperawatan
I. Tumbuh kembang
J. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnosa
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asfeksia Neonatorum menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) adalah
kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir
yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis (Saputra, 2014). gagal napas
terjadi apabila paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas, yaitu
oksigenasi darah arteri dan pembuangan karbon dioksida. Penyebab utama kematian bayi
dan balita terjadi pada masa neonatal karena pada masa ini bayi melakukan banyak
penyesuaian fisiologis yangdiperlukan untuk kehidupan ekstrauteri yang dimulai saat bayi
baru lahir sampai usia 28 hari (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2013). Menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan Pusat Statistik (2013), kematian
bayi pada masa neonatal mencapai 60% dan penyebab utama kematian neonatal tersebut
adalah Asfeksia Neonatorum
B. Tujuan
Mampu menerapkan asuhan keperawatan pola napas tidak efektif pada bayi
dengan Asfeksia Neonatorum dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
C. Manfaat
Diharapkan hasil asuhan keperawatan ini dapat memberikan wawasan sekaligus
sebagai pengetahuan bagi perkembangan ilmu keperawatan Bayi yang dapat diaplikasikan
dikalangan institusi terutama dalam pemberian asuhan keperawatan pada bayi dengan
kasus Asfiksia neonatrum
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Asfiksia diartikan sebagai kondisi tidak bisanya bayi bernapas dengan segera dan
spontan. Asfiksia neonatorum merupakan suatu kejadian kegawatdaruratan yang berupa
kegagalan bernafas secara spontan segera setelah lahir dan sangat berarti dan sangat
berisiko untuk terjadinya kematian dimana keadaan janin tidak spontan bernafas serta
teratur, alhasil kadar oksigennya menurun sedangkan karbondioksidanya meningkat
sehingga menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan (Legawati, 2018). Berikut
klasifikasi dan nilai apgar score

Keterangan :

1). Nilai 0-3 : Asfiksia berat


2). Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
3). Nilai 7- Normal
10
B. Etiologi

Pengembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan


kemudian disusul dengan pernapasan teratur, bila terjadi gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan
ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah kelahiran. Penyebab
kegagalan pernapasan pada bayi yang terdiri dari: faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin
dan faktor persalinan (Jumiarni & Mulyati, 2016).

Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu yang terjadi karena hipoventilasi akibat
pemberian obat analgetika atau anastesia dalam, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, setiap penyakit pembuluh
darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti: kolesterol tinggi, hipertensi,
hipotensi, jantung, paru-paru / TBC, ginjal, gangguan kontraksi uterus dan lain-lain. Faktor
plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis,
plasenta tidak menempel pada tempatnya. Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat
menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli,
IUGR, premature, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain. Faktor persalinan
meliputi partus lama, partus dengan tindakan, dan lain-lain (Jumiarni & Mulyati, 2016)

C. Tanda dan gejala

A. Takikardi

B. Tekanan darah menurun


C. Bayi terlihat lemas

D. Menurunnya tekanan O2

E. Tingginya tekanan CO2 darah

F. Pernafasan terganggu

G. Refles melemah

H. Tonus otot menurun

I. Warna kulit pucat


D. Patofisologi

Hampir setiap setiap proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara, proses ini dianggap perlu sebagai perangsang kemoreseptor pusat pernafasan
agar terjadi primary gasping yang kemudian berlanjut dengan pernafasan teratur. Pada
asfiksia neonatorum seperti ini tidak memiliki efek buruk karena diimbangi dengan reaksi
adaptasi pada neonatus. Namun, pada penderita asfiksia berat usaha nafas ini tidak tampak
dan bayi selanjutnya dalam periode apneu. Apneu atau kegagalan pernafasan mengakibatkan
berkurangnya oksigen dan meningkatkan karbondioksida, pada akhirnya mengalami asidosis
respiratorik. Pada tingkat ini disamping penurunan frekuensi denyut jantung (bradikardi)
ditemukan pula penurunan tekanan darah dan bayi nampak lemas (flasid). Pada asfiksia berat
bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan upaya bernafas secara
spontan. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas/transport O2 (menurunnya tekanan
O2 darah) mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi bila gangguan berlanjut
makan akan terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi sehingga terjadi asidosis
metabolik, selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler.

Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang beberapa keadaan
diantaranya :
a. Hilangnya sumber glikogen jantung berpengaruh pada fungsi jantung

b. Kurang adekuat pengisian udara alveolus berakibat tetap tingginya resistens


pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah menuju paru dan sistem sirkulasi
tubuh lain mengalami gangguan

c. Asidosis metabolik mengakibatkan turunnya sel jaringan otot jantung berakibat


terjadinya kelemahan jantung

Dari proses patofisiologi tersebut sehingga fase awal asfiksia ditandai dengan
pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperapneu) diikuti dengan apneu
primer kira-kira satu menit dimana pada saat itu pulsasi jantung dan tekanan darah menurun.
Kemudian bayi akan mulai bernafas (gasping) 8-10x/menit selama beberapa menit, gasping
ini semakin melemah sehingga akhirnya timbul apneu sekunder. Pada asfiksia berat bisa
terjadi kerusakan pada membran sel terutama sel susunan saraf pusat sehingga
mengakibatkan gangguan elektrolit, akibatnya menjadi hiperkalemia dan pembengkakan sel.
Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia berlangsung selama 8-15 menit.

Menurun atau terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia mengakibatkan iskemia.
Iskemia akan memberikan akibat yang lebih hebat dari hipoksia karena menyebabkan perfusi
jaringan kurang baik sehingga glukosa sebagai sumber energi tidak dapat mencapai jaringan
dan hasil metabolisme anaerobik tidak dapat dikeluarkan dari jaringan (Wahyuningsih et al.,
2022).

E. Pathway

F. Komplikasi

Menurut Rosdianah (2019) dalam (Wahyuningsih et al., 2022) komplikasi yang dapat
muncul pada asfiksia neonatorum antara lain :
a. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia yang sudah berlarut-larut dengan gangguan jantung akan terjadi
renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak menurun dan menyebabkan hipoksia
dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, ini juga menimbulkan
perdarahan otak
b. Anuria atau Oliguria
Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium
dan ginjal. hal ini menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah
mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit
c. Kejang
Terjadinya gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga kekurangan persediaan
O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 dan dapat menyebabkan kejang pada anak karena
perfusi jaringan tidak efektif
d. Koma
Jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan koma karena hipoksia dan perdarahan
otak

G. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Nurarif, A.H., & Kusuma, 2015) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
pada pasien asfiksia berupa pemeriksaan:

a. Analisa Gas Darah (AGD)


b. Elektrolit Darah
c. Gula Darah
d. Baby gram (RO dada)
e. USG (kepala)
H. Penatalaksanaan medis dan keperawatan

Menurut Vidia dan Pongki (2016:365) dalam (Wahyuningsih et al., 2022), penatalaksanaan
asfiksia neonatorum meliputi :

a. Tindakan keperawatan
• Bersihkan jalan nafas
Kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu
digunakan laringoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang
lebih dalam , Rangsang refleks pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki, menekan tanda
achilles
b. Tindakan medis
• Asfiksia berat

Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermenten melalui pipa endotrakeal.


Dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. O2 yang
diberikan tidak lebih 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan
massage jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80-
100x/menit

• Asfiksia sedang/ringan

Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila
gagal lakukan pernafasan kodok (frog breathing) 1-2 menit yaitu kepala bayi
ekstensi maksimal beri O2 1-2L/menit melalui kateter dalam hidung, buka tutup
mulut dan hidup serta gerakkan dagu ke atas bawah secara teratur 20x/menit .
Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi

I. Tumbuh kembang
Asfiksia pada kelahiran perlu diperhatikan serius karena berdampak negatif pada
bayi baru lahir serta meningkatkan insiden kecacatan berat dan kematian saraf di Negara
berkembang, sebesar 2-13/1000 kelahiran hidup. Faktor persalinan terkait komplikasi
persalinan pada bayi seperti trauma kepala dan asfiksia dapat menyebabkan kerusakan
jaringan otak . Terhitung mulai 9-12 bulan awal kehidupan merupakan masa kritis
perkembangan anak dimana diperlukan stimulasi agar potensi berkembang, sehingga perlu
mendapatkan perhatian . Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jawa Timur melakukan
pemeriksaan terhadap 2.634 anak usia 0-72 bulan. Berdasarkan pemeriksaan,
perkembangan ditemukan normal sesuai dengan usia sebesar 53%, meragukan
(membutuhkan pemeriksaan lebih dalam) sebesar 13%, dan penyimpangan perkembangan
sebesar 34%. Dari penyimpangan perkembangan, 10% terkenal motorik kasar (seperti
berjalan, duduk), 30% motorik halus (seperti menulis, memegang), 44% bicara bahasa dan
16% sosialisasi kemandirian
J. Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan proses yang mengharuskan anak tinggal di rumah sakit
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Reaksi orang
tua terhadap hospitalisasi anak adalah:
a. Perasaan cemas dan takut
b. Perasaan sedih
c. Perasaan frustasi
Intervensi keperawatan pada keluarga hospitalisasi adalah sebagai berikut:
a. Member informasi
b. Melibatkan saudara kandung
c. Memberikan kesempatan untuk bersosialisasi
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian harus
dilakukan secara komperhensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial,
maupun spiritual. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan
membuat data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan dalam
pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta
diagnostik. Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) pengkajian yang
dilakukan pada bayi dengan asfiksia adalah sebagai berikut:

a. Identitas pasien :

nama bayi, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa dan
identitas orangtua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi (preterm/aterm).
Usia kehamilan berkaitan dengan produksi surfaktan pada paru-paru.
Surfaktan merupakan zat yang berperan mengurangi ketegangan permukaan
paru sehingga akan mengakibatkan alveoli kolaps pada saat usaha napas
menit pertama. Surfaktan diproduksi maksimal pada usia kehamilan 35
minggu. Sehingga prematuritas merupakan faktor penyebab asfiksia
neonatorum (Sulfianti et al., 2022).

b. Keluhan utama :
bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Keadaan ini dapat terjadi karena hipoksia janin dalam uterus serta
kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru-paru
sehingga dapat menurunkan O2 dan semakin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Dwiendra, Maita,
Saputri, & Yu;viana, 2015; EduNers, 2022).

c. Riwayat kehamilan dan kelahiran : menurut (Sulfianti et al., 2022)

• Paritas
Paritas adalah kemampuan ibu untuk melahirkan bayi yang mampu hidup
diluar uterus (available). Ibu primi dan grande memiliki peluang
mengalami asfiksia neonatorum dibandingkan dengan multigravida.
Paritas pertama memiliki risiko besar mengalami asfiksia karena ibu
belum mempunyai pengalaman melahirkan dan penyulit persalinan lebih
mungkin terjadi pada multigravida. Kemudian grandemultipara
berhubungan dengan kemunduran fungsi organ reproduksi
• Usia Ibu
Usia yang paling aman adalah usia reproduksi sehat yaitu usia 20-35
tahun. Hal ini berkaitan dengan fungsi organ tubuh secara keseluruhan
dan organ reproduksi
• Hipertensi/pre-eklapsia selama kehamilan
Tekanan darah tinggi selama kehamilan menyebabkan kontriksi pada
vaskular sehingga menyebabkan gangguan suplai darah utreoplasenta
dan pada kondisi tertentu menyebabkan terjadinya hipoksia pada janin.
• Kadar Hemoglobin
Sel darah merah merupakan sel darah yang bertugas memfasilitasi
transportasi oksigen ke aliran darah. Kadar hemoglobin yang kurang
(anemia) akan menyebabkan konsumsi oksigen tidak terpenuhi termasuk
pada plasenta sehingga menyebabkan terjadinya hipoksia pada janin.
Selain itu minimnya kadar oksigen yang ditransportasikan akan
mengakibatkan penurunan dan gangguan pada pertumbuhan dan
perkembangan plasenta. Sehingga kapasitas perfusi uteroplasenta
berkurang.
• Ketuban pecah dini (KPD)
Ibu yang mengalami komplikasi KPD mempunyai potensi 2,4 kali lipat
mengalami asfiksia neonatorum. Pecahnya selaput ketuban
mengakibatkan “barrier” antara janin dan dunia luas menjadi terbuka,
sehingga potensi terjadinya infeksi intrauterin lebih besar.
• Faktor usia kehamilan (prematur)
Usia kehamilan berkaitan dengan produksi surfaktan pada paru-paru.
Surfaktan merupakan zat yang berperan mengurangi ketegangan
permukaan paru sehingga akan mengakibatkan alveoli kolaps pada saat
usaha napas menit pertama. Surfaktan diproduksi maksimal pada usia
kehamilan 35 minggu. Sehingga prematuritas merupakan faktor
penyebab asfiksia neonatorum.
• Berat bayi baru lahir
Bayi dengan berat badan lahir rendah mempunyai risiko mengalami
gangguan pernapasan termasuk asfiksia. Kekuatan otot pernapasan dan
tulang iga yang belum optimal bisa menyebabkan gangguan
d. Tanda-tanda vital :

• Frekuensi pernapasan lambat


Asfiksia diawali dengan pernapasan cepat dan dalam selama tiga menit
diikuti dengan apneu primer kurang lebih satu menit dimana pada saat itu
pulsasi jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan mulai
bernapas (gasping) 8-10 kali/menit selama beberapa menit, gasping ini
semakin melemah sehingga akhirnya timbul apneu sekunder (Triyanti et
al., 2022).
• Frekuensi denyut jantung dan tekanan darah menurun
Apneu atau kegagalan pernapasan mengakibatkan berkurangnya oksigen
dan meningkatkan karbondioksida, pada akhirnya mengalami asidosis
respiratorik. Bila gangguan berlanjut maka akan terjadi metabolisme
anaerob dalam tubuh bayi sehingga terjadi asidosis metabolik dan terjadi
perubahan kardiovaskuler

e. Pemeriksaan head to toe


• Refleks dan tonus otot menurun
Saat bayi kekurangan oksigen akan mengakibatkan pernapasan cepat dan
bila terus berlanjut dapat menimbulkan berhentinya gerakan pernapasan,
denyut jantung menurun, dan tonus neuromuscular berkurang (Legawati,
2018).
• Hidung
Saat terjadi sesak napas maka hidung akan melakukan napas cuping
hidung untuk memaksimalkan jumlah udara yang masuk ke paru (Rahayu
et al., 2022).
• Kulit
Kebiruan atau sianosis yang diakibatkan oleh kurangnya kadar oksigen
pada darah (Rahayu et al., 2022).
• Dada
Terdapat retraksi dada sebagai tanda adanya gangguan napas dimana saat
tubuh kekurangan oksigen otot-otot pernapasan bekerja secara paksa untuk
bernapas (Rahayu et al., 2022
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa
keperawatan yang biasanya akan muncul pada pasien dengan diagnosa medis
asfiksia sesuai SDKI yaitu:.
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D. 0001) b.d sekresi yang tertahan
b. Gangguan Pertukaran Gas ( D.0003) b.d ketidak seimbangan ventilasi- perfusi
c. Risiko Cidera ( D. 0136) b.d terpapar agen nasokomial
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


. Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
1. Bersihan Setelah Manajemen Jalan Nafas 1. Untuk mengetahui
Jalan Nafas dilakukan (I.01011) pola nafas bayi
Tidak Efektif tindakan asuhan 2.Untuk mengetahui
(D. 0001) keperawatan 1.Monitor pola nafas(fr bunyi nafas
b.d sekresi selama 2 x 24 ekuensi,kedalamandan u tambahan bayi
yang tertahan jam diharapkan payanafas) 3.Untuk melakukan
2.Monitor bunyi nafas fisioterapi
Bersihan jalan tambahan(wheezing, dada pada bayi
nafas meningkat ronchi) 4.Untuk mengambil
3.Lakukan fisioterapi lendir pada bayi
dengan KH: dada, jika perlu
Produksi 4.Lakukan penghisapan
sputum menurun lendir kurang dari 15
2. Wheezing menit
menurun
3. Mekonium
menurun
4. Sianosis
menurun
5.Frekuensi
nafas membaik
6.Pola nafas
membaik

(L.01001)
2 Gangguan Setelah Pemantauan Respirasi 1.Untuk mengetahui
Pertukaran dilakukan (I.01014) frekuensi irama dan
Gas ( D.0003) tindakan asuhan upaya nafas bayi
keperawatan 1.Monitor frekuensi, 2.Untuk mngetahuai
b.d ketidak selama irama dan upaya nafas pola nafas pasien
seimbangan 2x 24 jam di 2.Monitor pola nafas 3.Untuk mengetahui
ventilasi- harapkan 3.Auskultasi bunyi nafas bunyi nafas tambahan
perfusi 4.Monitor saturasi 4.Untuk mengetahui
Pertukaran oksigen saturasi oksigen
gasmeningkat 5.Dokumentasi hasil 5.Untuk
pemantauan mendokumentasikan
dengan KH: hasil pemantauan
1.Dispnea
menurun
2.Bunyi nafas
tambahan
menurun
3.Nafas cuping
hidung menurun
4.PCO2
membaik (35-45
mmHg)
5.pO2
membaik (75-
100 mmHg)

(L.01003)
3 Risiko Cidera Setelah Pencegahan Cedera 1.Untuk mengetahui
( D. 0136) dilakukan (I.14537) frekuensi irama dan
tindakan asuhan upaya nafas bayi
b.d terpapar keperawatan 1.Identifikasi area 2.Untuk mengetahui
agen selama 3x24 jam lingkungan pola nafas pasien
nasokomial diharapkan yang berpotensi 3.Untuk mengetahui
menyebabkan cedera bunyi nafas tambahan
Tingkat cedera 2.Identifikasi 4.Untuk mengetahui
menurun obat yang berpotensi saturasi oksigen
menyebabkan cedera 5.Untuk
dengan KH: 3.Lakukan pengkajian Mendokumentasikan
1.Tekanan darah fisik secara rutin hasil pemantauan
membaik terhadap bayi baru
2.Frekuensi lahir, perhatikan
nafas membaik Pembuluh
3.Luka/lecet darah tali pusat dan
menurun adanya anomaly
4.Kejadian 4.Ajarkan keluarga
cedera menurun tentang tanda dan gejala
infeksi
(L.14136)
4. Implementasi
N Diagnosa Intervensi Implementasi
o
1 Bersihan Manajemen Jalan Nafas 1.Memonitor pola nafas(frekuensi,ke
Jalan Nafas (I.01011) dalamandan upayanafas)
Tidak Efektif (D. 2.Memonitor bunyi nafas
0001) 1.Monitor pola nafas(frek tambahan(wheezing, ronchi)
b.d sekresi yang uensi,kedalaman 3.Melakukan fisioterapi
tertahan dan upaya nafas) dada, jika perlu
2.Monitor bunyi nafas 4.Melakukan penghisapan
tambahan (wheezing, lendir kurang dari 15 menit

ronchi)
3.Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
4.Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 menit
2 Gangguan Pemantauan Respirasi 1.Memonitor frekuensi, irama dan upaya
Pertukaran Gas (I.01014) nafas

( D.0003) 2.Memonitor pola nafas

1.Monitor frekuensi, 3.Menguskultasi bunyi nafas

b.d ketidak irama dan upaya nafas 4.Memonitor saturasi oksigen

seimbangan ventila 2.Monitor pola nafas 5.Mendokumentasi hasil pemantauan

si- perfusi 3.Auskultasi bunyi nafas


4.Monitor saturasi oksigen
5.Dokumentasi hasil
pemantauan
3 Risiko Cidera ( D. Pencegahan Cedera 1.Mengidentifikasi area lingkungan
0136) (I.14537) yang berpotensi menyebabkan cedera
2.Mengidentifikasi
b.d terpapar agen 1.Identifikasi area obat yang berpotensi menyebabkan
nasokomial lingkungan cedera
yang berpotensi 3.Melakukan pengkajian fisik secara
menyebabkan cedera rutin terhadap bayi baru
2.Identifikasi lahir, perhatikan
obat yang berpotensi Pembuluh darah tali pusat dan adanya
menyebabkan cedera anomaly

3.Lakukan pengkajian 4.Mengajarkan keluarga tentang tanda dan


gejala infeksi
fisik secara rutin
terhadap bayi baru
lahir, perhatikan
Pembuluh
darah tali pusat dan adanya
anomaly
4.Ajarkan keluarga tentang
tanda dan gejala infeksi

5. Evaluasi
S (Subjective) : Keluhan pasien setelah di lakukan tindakan
O (Objektive) : Hasil observasi langsung kepada pasien setelah di
lakukan tindakan
A (Analisa) : Masalah keperawatan yang terjadi akibat perubahan
status klien dalam data subjektif dan objektif
P (Planning) : Rencana Yang akan di lanjutkan ,di hentikan /
modifikasi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secaraspontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan
mungkinmeningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih
lanjut.Dari etiologinya,asfiksia neonatorum bisa berasal dari banyak factor,diantaranya:
1.Faktor ibu: hipoksia ibu,gangguan aliran darah uterus
2.Faktor plasenta: gangguan mendadak pada plasenta
3.Faktor fetus: kompresi umbilicus
4.Faktor neonates: depresi pusat pernapasan bayi baru lahir
Sedangkan berdasarkn klasifikasinya,asfiksia neonatorum dibagi:
1. Asfiksia ringan
2. Asfiksia sedang
3. Asfiksia berat
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir
yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala si
sa yang mungkin muncul.
B. Saran
Demikianlah laporan Pendahuluan Yang telah saya susun semoga bisa menambah
pengetahuan pembaca maupun pendengar
DAFTAR PUSTAKA

Aminullah, A. (2016). Asfiksia Neonatorum. In Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Arisman, M.B. (2016). Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC.
BKKBN. (2018). Penanggulangan Masalah Kesehatan Reproduksi. Jakarta.
Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C.,Wenstrom, K.D. (2015).
Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC
Dewi, N dkk. (2015). Faktor Resiko Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Cukup Bulan. Jurnal Berkala
Ilmu Kedokteran vol 37, 143-145
Dewi, V.N.L. (2016). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika
Djaja, S., Hapsari, D., Sulistyawati, N., & Lolong, B.d. (2019). Peran Faktor Sosio Ekonomi
Biologi dan Pelayanan Kesehatan terhadap Kesakitan dan Kematian Neonatal. Maj
Kedokteran Indonesia vol 59
Efriza. (2017). Determinan Kematian Neonatal Dini di RSUD. Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.
Jurnal kesehatan Masyarakat NasionalVol 2 No 3.
Fahrudin. (2017). Analisis Beberapa Faktor Risiko Kejadian Afiksia Neonatorumm di Kabupaten
Purworejo. Edisi 20. EGC : Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar Diagnosa Keperawatan

IndonesiaDefinisidan IndikatorDiagnostikEdisi1.Jakarta:DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan Edisi1.Jakarta:DPPPPNI

TimPokjaSLKIDPPPPNI,2019.Standar
LuaranKeperawatanIndonesiaDefinisidanKriteriaHasilKeperawatanEdisi1.Jakarta:DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai