BAHASA
INDONESIA
Perguruan Tinggi Pendidikan
Vokasi
PRAKATA.......................................................................................................... ii
MATERI AJAR 1 PERANAN, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA
INDONESIA....................................................................................................... 1
Tujuan Umum Pembelajaran............................................................................... 1
Subpokok Bahasan.............................................................................................. 1
Tujuan Khusus Pembelajaran.............................................................................. 1
A. Bahasa Indonesia dan Selintas Sejarahnya..................................................... 1
B. Bahasa Melayu Berfungsi sebagai Bahasa Resmi Kerajaan.......................... 2
C. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia...................................................... 3
D. Bahasa Indonesia dengan Berbagai Ragamnya.............................................. 3
Rangkuman......................................................................................................... 4
Tugas Latihan...................................................................................................... 4
Kepustakaan........................................................................................................ 4
MATERI AJAR 2 BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR........ 5
Tujuan Umum Pembelajaran............................................................................... 5
Subpokok Bahasan.............................................................................................. 5
Tujuan Khusus Pembelajaran.............................................................................. 5
A. Pengertian....................................................................................................... 5
B. Benar.............................................................................................................. 5
C. Baik................................................................................................................ 6
Rangkuman......................................................................................................... 7
Tugas Latihan...................................................................................................... 7
Kepustakaan........................................................................................................ 7
MATERI AJAR 3 EJAAN BAHASA INDONESIA YANG
DISEMPURNAKAN.......................................................................................... 8
Tujuan Umum Pembelajaran............................................................................... 8
Subpokok Bahasan.............................................................................................. 8
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
Tujuan Khusus Pembelajaran.............................................................................. 8
A. Pengertian....................................................................................................... 8
B. Pemakaian Huruf............................................................................................ 8
C. Penulisan huruf............................................................................................... 9
D. Penulisan Kata................................................................................................ 12
E. Pemakaian Tanda Baca................................................................................... 16
Rangkuman......................................................................................................... 23
Tugas Latihan...................................................................................................... 23
ii
Kepustakaan........................................................................................................ 23
MATERI AJAR 4 PILIHAN KATA ATAU DIKSIEJAAN BAHASA
INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN....................................................... 25
iv
PRAKATA
Agustus 2019
Penulis
v
vi
MATERI AJAR 1
PERANAN, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
1
A. Bahasa Indonesia dan Selintas Sejarahnya
Bahasa Indonesia ditinjau dari segi asalnya adalah bahasa yang berdasar
pada bahasa Melayu yang dilengkapi dengan mengambil unsur-unsur bahasa
daerah dan unsur-unsur bahasa asing (Zuber Usman, 1960: 53). Bahasa Melayu
sudah digunakan di Indonesia pada zaman Kerajaan Sriwijaya. Terbukti, berbagai
batu bertulis (prasasti) kuno yang ditemukan, seperti (1) prasasti Kedukan Bukit,
di Palembang, berangka tahun 68, (2) Prasasti talang Two, di Palembang,
berangka tahun 684, (3) Prasasti Kota Kapur, di Bangka, berangka tahun 686, dan
(4) Prasasti Karang Brahi, anatar Jambi dan sungai Musi, berangka tahun 688,
peninggalan Kerajaan Sriwijaya memakai bahasa Melayu Kuno (Halim, 1979 : 6-
7).
Berdasarkan petunjuk-petunjuk yang ada, dapatlah dikemukakan bahwa
pada zaman Sriwijaya bahasa Melayu berfungsi sebagai berikut. Bahasa Melayu
berfungsi sebagai bahasa kebudayaan.
(1) Bahasa Melayu berfungsi sebagai perhubungan (lingua franca ) antarsuku di
Indonesia.
(2) Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perdagangan (Zainal Arifin dan
Amran Tasai, 1987 : 4 –5).
B. Bahasa Melayu Berfungsi sebagai Bahasa Resmi Kerajaan
Tanggal 28 Oktober 1928, dalam Konggres Pemuda Indonesia,
mengikrarkan “Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung Bahasa Persatuan,
Bahasa Indonesia” pada butir ketiga Sumpah Pemuda. Hal ini menandakan
kebulatan tekad kebahasaan bangsa Indonesia untuk menjunjung bahasa
Indonesia. Dengan keputusan ini diletakkan untuk pertama kali arah
perkembangan dan pengembangan bahasa Indonesia.
Terdapat berbagai peristiwa penting telah terjadi terhadap pertumbuhan
bahasa Indonesia. Peristiwa itu, antara lain sebagai berikut.
(1) Berdiri Pujangga Baru tahun 1933 yang memperkenalkan bahasa Indonesia
kepada masyarakat
(2) Konggres Bahasa Indonesia I di Solo tahun 1938
2
(3) Penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara tercantum dalam UUD
1945
(4) Peresmian pemakaian Ejaan Republik ( Ejaan Swandi ) tanggal 19 Maret
1947 menggantikan Ejaan van Ophuysen yang berlaku sejak tahun 1901.
(5) Konggres Bahasa Indonesia II di Medan tahun 1954
(6) Peresmian pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia Presiden RI tanggal 16
Agustus 1972
(7) Seminar Politik Bahasa Nasional tahun 1975
(8) Konggres Bahasa Indonesia III di Jakarta tahun 1978
(9) Konggres Bahasa Indonesia IV di Jakarta tahun 1983
(10) Konggres Bahasa Indonesia V di Jakarta tahun 1988
C. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
(1) Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting. Pertama
bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional bersumber pada ikrar
ketiga Sumpah Pemuda 1928, kedua, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai
bahasa negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 ( Bab XV, pasal 36).
(2) Fungsi Bahasa Indonesia
Di dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai: (1) lambang kebanggaan kebangsaan, (2) lambang
identitas nasional, (3) alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan
antarbudaya, dan (4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku
bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke
dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai: (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar di dunia pendidikan,
(3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan ; dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu
pengetahuan, dan teknologi.
3
D. Bahasa Indonesia dengan Berbagai Ragamnya
Sejalan dengan luas wilayah pemakaian bahasa Indonesia dan bermacam-
macam latar belakang sosial budaya penuturnya, melahirkan sejumlah ragam
bahasa Indonesia. Ragam-ragam itu antara lain: (1) ragam lisan dan ragam tulis,
(2) ragam baku dan ragam tidak baku; dan (3) ragam sosial dan ragam fungsional.
Rangkuman
Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting.
Pertama. bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional
bersumber pada ikrar ketiga sumpah Pemuda 1928, kedua, bahasa
Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara sesuai dengan Undang-
Undang Dasar 1945 ( Bab XV, pasal 36).
Di dalam kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :
(1 ) lambang kebanggaan kebangsaan;
(2 ) lambang identitas nasional;
(3) alat perhubungan antarwarga, antar daerah, dan antardaya; dan
(4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa
dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-
masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.
Tugas Latihan
1. Bahasa Indonesia disebut juga bahasa nasional atau bahasa negara. Jelaskan
perbedaaan kedua istilah itu!
2. Bagaimana tafsiran Anda tentang bahasa Indonesia merupakan alat yang
memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa Indonesia?
4
Kepustakaan
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 1998. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Mediyatama Sarana Perkasa.
Pantas. 1995. Bahasa Indonesia (Komunikasi Praktis). Bandung: Pusat
Pengembangan Pendidikan Politeknik Bandung.
Halim, Amran. 2008. Politik Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Sulaga, I Nyoman dkk. 1997. Bahan Pelajaran Bahasa Indonesia. Jimbaran:
Politeknik Negeri Bali.
MATERI AJAR 2
BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR
A. Pengertian
Pengertian bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat dipilah menjadi:
(1) pengertian bahasa Indonesia yang baik dan (2) pengertian bahasa Indonesia
yang benar (lihat Anton Moeliono, 1980). Bahasa Indonesia yang baik adalah
pemakaian bahasa Indonesia dengan pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi
5
menurut golongan penutur dan jenis pemakaiannya. Bahasa Indonesia yang benar
ialah pemakaian bahasa yang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa. Kaidah-kaidah
itu meliputi aspek tata bunyi, tata bahasa (kata dan kalimat), kosakata (termasuk
makna dan istilah), dan ejaan (untuk tata tulis).
B. Benar
Pengertian benar pada suatu kata atau suatu kalimat adalah pandangan
yang diarahkan dari segi kaidah bahasa. Sebuah kalimat atau sebuah pembentukan
kata dianggap benar apabila bentuk itu mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku. Di
bawah ini akan dipaparkan sebuah contoh.
Kuda makan rumput.
Kalimat ini benar karena memenuhi kaidah sebuah kalimat secara struktur,
yaitu ada subjek (kuda), ada predikat (makan), dan ada objek (rumput). Kalimat
ini juga memenuhi kaidah sebuah kalimat dari segi makna, yaitu mendukung
sebuah informasi yang dapat dimengerti oleh pembaca. Lain halnya dengan
kalimat di bawah ini.
Rumput makan kuda.
Kalimat ini benar menurut struktur karena ada subjek (rumput), ada predikat
(makan), dan ada objek (kuda). Akan tetapi, dari segi makna, kalimat ini tidak
benar karena tidak mendukung makna yang baik.
Sebuah bentuk kata dikatakan benar kalau memperlihatkan proses
pembentukan yang benar menurut kaidah yang berlaku. Kata aktifitas tidak benar
penulisannya karena pemunculan kata itu tidak mengikuti kaidah penyerapan yang
telah ditentukan. Pembentukan penyerapan yang benar adalah aktivitas karena
diserap dari kata activity. Kata persuratan kabar dan pertanggung jawab tidak
benar karena tidak mengikuti kaidah yang berlaku. Yang benar menurut kaidah
ialah kata persuratkabaran dan pertanggungjawaban.
C. Baik
Pengertian baik pada suatu kata (bentukan) atau kalimat adalah pandangan
yang diarahkan dari pilihan kata (diksi). Dalam suatu pertemuan kita dapat
memakai kata yang sesuai dengan pertemuan itu sehingga kata-kata yang keluar
6
atau dituliskan itu tidak akan menimbulkan nilai rasa yang tidak pada tempatnya.
Pemilihan kata yang akan dipergunakan dalam suatu untaian kalimat sangat
berpengaruh terhadap makna kalimat yang dipaparkan itu. Pada suatu ketika kita
menggunakan kata menugasi, tetapi pada waktu lain kita menggunakan kata
memerintahkan, meminta bantuan, mempercayakan, dan sebagainya.
Rangkuman
Bahasa Indonesia yang baik adalah pemakaian bahasa
Indonesia dengan pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi
menurut golongan penutur dan jenis pemakaiannya. Bahasa
Indonesia yang benar ialah pemakaian bahasa yang sesuai dengan
kaidah-kaidah bahasa. Kaidah-kaidah itu meliputi aspek tata
bunyi, tata bahasa (kata dan kalimat), kosakata (termasuk makna
dan istilah), dan ejaan (untuk tatatulis).
Kepustakaan
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 1998. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Mediyatama Sarana Perkasa.
Pantas. 1995. Bahasa Indonesia (Komunikasi Praktis). Bandung: Pusat
Pengembangan Pendidikan Politeknik Bandung.
7
Sulaga, I Nyoman dkk. 1997. Bahan Pelajaran Bahasa Indonesia. Jimbaran:
Politeknik Negeri Bali.
MATERI AJAR 3
EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN
A. Pengertian
Ejaan mempunyai pengertian yang menjelaskan tataaturan penulisan bunyi
ucapan dalam bahasa dengan tanda-tanda atau lambang-lambang.
8
B. Pemakaian Huruf
(1) Bahasa Indonesia menggunakan abjad Latin dengan jumlah 31 buah
fonem, yaitu 25 buah fonem konsonan dan enam buah fonem vokal. Perlu
dikatakan bahwa ada empat buah fonem yang sering salah ucap karena
perubahan “kebiasaan “yang terjadi, yaitu fonem di bawah ini.
Nama
Huruf Benar Salah
Cc ce se
Jj je ye
Xx eks iks
Yy ye ae
9
KKKV strategi, instrumen, strata
KKKVK struktur, instruksi
VKK ons, eks
KKVKK kompleks
C. Penulisan huruf
1. Huruf Kapital
(1) Huruf pertama kalimat
Contoh : Ibu memasak di dapur.
Adik menangis.
(2) Huruf pertama petikan langsung
Contoh : Ayah bertanya, “Kapan kamu pergi?”
(3) Huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan
keagamaan.
Contoh : Kepada-Mu kami berdoa.
Alkitab
(4) Huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, yang
diikuti oleh nama orang.
Contoh : Diteruskan oleh Nabi Ibrahim
Sultan Agung
(5) Huruf pertama nama jabatan yang diikuti nama orang.
Contoh : Itulah Camat Surdika
Bupati Dewa Oka
(6) Huruf pertama nama orang.
Contoh : I Made Turidika
Arman Halim
(7) Huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
Contoh : Di Sulawesi pun ada bahasa Bali
bangsa Indonesia
(8) Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
sejarah.
Contoh : Perang Diponogoro
10
hari Lebaran
tahun Masehi
(9) Huruf pertama nama khas geografi
Contoh : Selat Bali
Danau Batur
Gunung Agung
(10) Huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, dan nama dokumen resmi.
Contoh : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Kerajaan Iran
(11) Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat
pada nama bulan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta
dokumen resmi.
Contoh : Perserikatan Bangsa-Bangsa
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
(12) Huruf pertama semua kata dalam nama buku, majalah, surat
kabar, dan judul karangan, kecuali kata partikel yang tidak
berdistribusi di awal.
Contoh : Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma
Salah Asuhan
(13) Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Contoh :
Prof. Drs. Sdr.
S.H. S.S.
(14) Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan.
Contoh : Surat Saudara sudah saya terima.
Kapan Bapak berangkat?
(15) Huruf pertama kata ganti Anda.
Contoh : Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima.
11
2. Huruf Miring
Dalam ketikan dipakai garis bawah sebagai pengganti huruf miring.
Pemakaiannya seperti di bawah ini.
(1) Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip
dalam karangan.
Contoh : majalah Bahasa dan Kesusastraan
surat kabar Bali Post.
(2) Menegaskan dan mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau
kelompok kata.
Contoh : Buatlah kalimat dengan rekonstruksi.
Huruf pertama kata abad adalah a
(3) Menulis nama ilmiah atau ungkapan asing yang disesuaikan
ejaannya.
Contoh : Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Sebaiknya menggunakan penataran untuk kata up-
grading.
D. Penulisan Kata
1. Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Bapak minum kopi.
Ibu makan rujak.
2. Kata turunan ditulis seperti di bawah ini.
(1) Kata berimbuhan ditulis serangkai: membeli, dibajak, makanan,
telunjuk.
(2) Awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung
mengikuti atau mendahuluinya.
bertepuk tangan menganak sungai
garis bawahi
(3) Gabungan kata yuang mendapat konfiks atau gabungan afiks ditulis
serangkai.
Mempertangungjawabkan
Dianaktirikan
12
Ketidakadilan
(4) Unsur gabungan kata yang hanya dipakai dalam kombinasi ditulis
serangkai.
antarkota subseksi
antikomunis dasawarsa
caturtunggal mahakuasa
nonblok saptakrida
(Penulisan secara gabung yang menimbulkan salah tafsir bisa diberi
tanda hubung di antara kata tersebut. Misalnya, nongelar ditulis non-
gelar).
3. Kata ulang dengan menyertakan tanda hubung.
gerak-gerik lauk-pauk
sayur-mayur berjalan-jalan
terus–menerus ramah-tamah
4. Gabungan kata
(1) Gabungan kata berupa kata majemuk ditulis terpisah :
meja hijau rumah sakit umum pusat
kaki tangan mata pelajaran
mata air mata sapi
kambing hitam
(2) Istilah khusus yang mungkin menyebabkan salah baca diberi tanda
hubung.
alat pandang-dengar buku sejarah-baru
dua-sendi ibu–bapak
anak-istri
(3) Gabungan kata yang dianggap satu kata ditulis serangkai.
apabila halalbialal
bagaimana hulubalang
barangkali manakala
daripada padahal
peribahasa bumiputra
13
sekaligus bilamana
kemari kepada
(4) Kata ganti ku, kau, mu dan nya ditulis serangkai
rumahku kauambil
kuinjak adiknya
(5) Kata depan ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
di hadapan di atas
ke muka ke pangkuanmu
di samping di depan
ke luar dari mana
Kata ke luar bisa disambung kalau kata tersebut berimplikasi kepada
kata kerja dan bisa diantonimkan dengan kata masuk.
(6) Kata sandang si dan sang ditulis terpisah.
si kecil
sang ayah
5. Partikel
(1) Partikel lah, kah, tak pun ditulis serangkai kecuali pun yang bermakna
juga.
Akulah walaupun
Apakah ia pun
(2) Partikel per ditulis terpisah, baik yang bermakna demi, mulai dan tiap.
per helai
satu per satu
per 1 April
6. Angka dan bilangan
(1) Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam
tulisan lazim digunakan angka Arab dan angka Romawi. Pemakaiannya
diatur lebih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10.
Angka romawi: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X
I =1 L = 50 M = 1.000
14
V =5 C = 100 V = 5.000
X = 10 D = 500 X = 10.000
(2) Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, dan isi,
(b) satuan ukuran, dan (c) nilai uang.
Misalnya: a. 10 liter, 4 meter persegi, 5 kilogram, 0,5 sentimeter, 10
persen.
(3) Angka lazim dipakai untuk menandai nomor jalan, rumah, apartemen,
atau kamar pada alamat.
Misalnya: Jalan Tanah Abang I No. 15
(4) Angka digunakan juga untuk menomori karangan atau bagiannya.
Misalnya : Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasan: 9
(5) Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
Bilangan utuh : 12 dua belas
Bilangan pecahan : ½ setengah
(6) Penulisan kata bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang
berikut.
Misalnya: Paku Buwono X
Paku Buwono ke-10
Paku Bhwono kesepuluh
(7) Penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran-an mengikuti cara
yang berikut.
Tahun 50-an atau tahun lima puluhan
Uang 5000-an atau uang lima ribuan
(8) Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata
ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai
secara berurutan, seperti dalam pemerincian dan pemaparan.
Misalnya:
Amir menonton drama itu sampai tiga kali
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang memberikan suara
setuju, 15 suara tidak setuju, dan 5 suara blangko.
15
(9) Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf.
Misalnya: Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
(10) Angka yang menunjukkan bilangan bulat yang besar dapat
dieja sebagian supaya lebih mudah.
Misalnya: Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250
juta rupiah
(11) Kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi,
bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus
dalam teks.
Misalnya: Kantor kami mempunyai dua puluh orang
pegawai.
Bukan : Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang
pegawai.
(12) Kalau bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf,
penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima sebesar Rp 999,00 (sembilan
ratus sembilan puluh sembilan rupiah).
Saya lampirkan tanda terima sebesar 999,00 (sembilan ratus
sembilan puluh sembilan) rupiah.
17
(1) Dipakai di antara unsur dalam suatu pemerincian.
Contoh : Ibu membeli baju, kaos, dan buku.
(2) Dipakai untuk memisahkan kalimat setara
Contoh : Ia bukan adik saya, melainkan adik Made Kirana.
(3) Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dengan induk kalimat.
Contoh : Karena sibuk, ia lupa menyempaikan hal itu.
(4) Dipakai setelah penghubung antara kalimat.
Contoh : Oleh karena itu,………
Akan tetapi,…..
(5) Dipakai di belakang kata seru.
Contoh : Aduh, mereka ….
(6) Dipakai untuk memisahkan petikan langsung
Contoh : “Saya gembira sekali”, kata Ibu.
(7) Dipakai di antara nama dan alamat bagian alamat, tempat dan
tanggal, dan nama tempat dan wilayah.
Contoh : Bapak Mandra, Jalan Diponegoro 14, Denpasar.
(8) Dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya
di dalam daftar pustaka, termasuk pemisahan penerbitnya.
Contoh : Suwita, I Nyoman, Kemilau Senja. Denpasar, Duta
Gembira 1982..
(9) Dipakai di antara nama orang dengan gelar akademik yang
mengikutinya.
Contoh : I Wayan Satria, S.H.
(10) Dipakai di depan angka persepuluhan dan memisahkan dengan sen
Contoh : Rp25,50
(11) Dipakai mengapit keterangan tambahan dan keterangan aposisi.
Contoh : Guru saya, Pak Badu, pandai sekali.
(12) Tidak dipakai dalam petikan langsung bila petikan langsung itu
berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Contoh : “Di mana Saudara Tinggal?” tanya Kakek.
3. Tanda titik koma (;)
18
(1) Dipakai untuk memisahkan bagian kalimat yang sejenis atau
setara.
Contoh : Malam makin larut; kami belum selesai juga.
(2) Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang berfungsi sebagai
pengganti kata penghubung.
Contoh : Ayah Mandi; ibu bekerja di dapur; adik sedang belajar
di kamar.
4. Tanda titik dua ( : )
(1) Dipakai pada akhir suatu persyaratan lengkap bila diikuti oleh
rangkaian atau pemerincian.
Contoh : Yang kita perlukan sekarang ialah barang berikut:
meja, kursi, dan almari.
(2) Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan perincian.
Contoh : Ketua : Ahmad
Sekretaris : Raka
Hari, Tanggal : Rabu, 14 November 1984
Tempat : Panjer, Denpasar
(3) Dipakai setelah menyebutkan pelaku dalam teks drama.
Contoh : Ibu : ……….
Amin : ……….
(4) Tidak dipakai bila rangkaian atau pemerincian itu merupakan
pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Contoh : Kita memerlukan kursi, meja, dan almari.
(5) Dipakai di antara jilid atau nomor dan halaman, di antara bab dan
ayat, serta anak judul suatu karangan.
Contoh : Tempo, I ( 1771 ) 34 : 7
Surah Yasin : 9
5. Tanda hubung ( - )
(1) Dipakai untuk memisahkan suku kata dalam pergantian baris.
Contoh : …. Bernya-
nyi
19
(Suku kata yang hanya terdiri dari sebuah huruf tidak dipenggal-
penggal sebagai pengganti baris).
(2) Dipakai untuk menghubungkan unsur kata ulang.
Contoh : sayur-mayur
kemerah-merahan.
(3) Dipakai untuk memisahkan huruf yang dieja
Contoh : s-u-k-a-r-e-l-a
(4) Dipakai untuk memperjelas hubungan bagian ungkapan.
Contoh : ber-evolusi dengan be(r)-revolusi.
(5) Dipakai untuk merangkaikan kata yang berhuruf kapital dan
imbuhan.
Contoh : se-Indonesia
di-SMA-kan
Hadiah ke-2
(6) Dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan
bahasa asing.
Contoh : pen-tackle –an
di-charter
6. Tanda pisah (–)
(1) Dipakai untuk memisahkan penyisipan kata atau kalimat yang
memberikan keterangan khusus dalam bahasa dengan kalimat.
Contoh : Kemerdekaan bangsa itu saya yakin akan tercapai –
diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
(2) Dipakai untuk mempertegas kalimat.
Contoh : Rangkaian penemuan ini–evolusi, teori, kenisbian, telah
mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
(3) Dipakai antara dua bilangan atau tanggal yang berarti ke atau sampai.
Contoh : 1927–1972
22 – 29 November 1984
Denpasar –Surabaya
7. Tanda elipsis ( … )
20
(1) Menggambarkan kalimat terputus-putus.
Contoh : kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.
(2) Menggambarkan adanya bagian yang dihilangkan.
Contoh : sebab-sebab kemerosotan,… akan diteliti lebih lanjut.
(tiga titik untuk mengganti bagian yang dihilangkan. Bila bagian itu
dihilangkan terletak di akhir pernyataan, maka titiknya empat. Satu
titik berfungsi sebagai akhir kalimat).
8. Tanda tanya (?)
(1) Dipakai pada akhir kalimat tanya.
Contoh : Kapan ia pergi?
(2) Dipakai sebagai pernyataan ragu-ragu.
Contoh : Uangnya 500 juta (?) dicuri orang.
Ia dilahirkan pada tahun 1893 (?)
i) Tanda seru (!)
Dipakai sebagai akhir pernyataan atau kalimat perintah atau
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, dan rasa emosi yang kuat.
Contoh : Pergilah!
Alangkah seramnya peristiwa itu!
j) Tanda kurung ( )
(1) Dipakai mengapit keterangan.
Contoh : PTN (Perguruan Tinggi Negeri)
(2) Mengapit keterangan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Contoh : Sajak Trenggono yang berjudul “Ubud” (sebuah nama
tempat di Bali) ditulis pada tahun 1972.
(3) Mengapit angka atau huruf yang memerinci satu seri keterangan. Bisa
juga dipakai, sebuah kurung tutup.
Contoh : (1) alam 1) alam
(2) betina 2) betina
9. Tanda kurung siku ([…]).
(1) Mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi.
Contoh : Sang Sapurba men[d ]engar bunyi gemersik.
21
(2) Mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung.
Contoh : ( Perbedaan itu [ lihat bab I ] tidak dibicarakan).
22
Rangkuman
Kepustakaan
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 1998. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Mediyatama Sarana Perkasa.
23
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.1975. Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta : Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Pantas. 1995. Bahasa Indonesia (Komunikasi Praktis). Bandung: Pusat
Pengembangan Pendidikan Politeknik Bandung.
24
MATERI AJAR 4
PILIHAN KATA ATAU DIKSI
26
Misalnya :
Rumah gedung, wisma, graha
Penonton pemirsa, pemerhati
Dibuat dirakit, disulap
Sesuai harmonis
Tukang ahli, juru
Pembantu asisten
Pekerja pegawai, karyawan
Tengah media
Bunting hamil, mengandung
Mati meninggal, wafat
Makna konotatif dan makna denotatif berhubungan dengan kebutuhan
pemakaian bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada satu
makna yang menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna kata yang
mempunyai tautan pikiran, peranan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa
tertentu. Dengan kata lain, makna denotatif adalah makna yang bersifat umum,
sedangkan makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus.
Kalimat di bawah ini menunjukkan hal itu.
Dia adalah wanita cantik (denotatif).
Dia adalah wanita manis. (konotatif).
Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan
gambaran umum tentang seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis
terkandung suatu maksud yang lebih bersifat memukau perasaan kita.
28
Demi keseragaman istilah asing yang diutamakan ialah istilah Inggris yang
pemakaiannya sudah internasional, yakni yang dilazimkan oleh para ahli dalam
bidangnya. Penulisan istilah ini sedapat-dapatnya dilakukan dengan
mengutamakan ejaannya dalam bahasa sumber tanpa mengabaikan segi lafal.
Misalnya : Inggris Indonesia
atom atom
electron elektron
fundamental fundamental
system sistem
logistics logistic
1. Istilah
Apa sebenarnya yang dimaksud istilah? Buku Pedoman Umum
Pembentukan Istilah memberikan definisi istilah adalah kata atau gabungan kata
yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat
khas dalam bidang tertentu". Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa istilah
dapat berupa kata atau gabungan kata. Yang berupa kata misalnya: fonem,
morfem, daya, suhu, partikel, radiasi, inflasi, larutan, himpunan, sedangkan yang
berupa gabungan kata misalnya: hak pilih, hak milik, daya kuda, tenaga listrik,
pintu air, tiang pancang, rumah pompa, kerja sama, anggaran berimbang, mata
anggaran.
30
b. Akronim yang berupa suku kata yang huruf depannya memakai huruf
kapital: Deppen, Dephub
c. Akronim gabungan suku kata dan huruf awal: Korpri (Korp Pegawai
Republik Indonesia).
d. Akronim yang semuanya menggunakan huruf kecil: tilang (bukti
pelanggaran), ormas (organisasi massa), kadarkum (keluaga sadar
hukum).
Rangkuman
Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat
untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur
yang sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang
maupun dalam dunia tutur setiap hari.
Kepustakaan
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 1998. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Mediyatama Sarana Perkasa.
Pantas. 1995. Bahasa Indonesia (Komunikasi Praktis). Bandung: Pusat
Pengembangan Pendidikan Politeknik Bandung.
Sulaga, I Nyoman dkk. 1997. Bahan Pelajaran Bahasa Indonesia. Jimbaran:
Politeknik Negeri Bali.
31
MATERI AJAR 5
KALIMAT
A. Pengetian kalimat
Kalimat ialah suatu bagian ujaran yang berintonasi selesai dan
menunjukkan pikiran yang lengkap. Pikiran lengkap adalah informasi yang
didukung oleh pikiran yang utuh, sekurang-kurangnya kalimat itu memiliki subjek
atau pokok kalimat dan predikat atau sebutan.
32
Jika kalimat tidak memiliki unsur subjek dan unsur predikat, penyataan itu
bukanlah kalimat. Rentelan kata yang seperti itu hanya dapat disebut sebagai
frase. Inilah yang membedakan antara kalimat dan frase.
Sebuah kalimat yang telah memenuhi syarat-syarat gramatikal, mungkin
belum efektif. Efektivitas kalimat menuntut lebih dari sekedar pemenuhan syarat-
syarat gramtikal dan kelaziman pemakaian bahasa. Kalimat efektif tidak saja
menyampaikan pesan berita dan amanat yang sederhana. Akan tetapi kalimat
itupun merakit peristiwa gagasan ke dalam bentuk yang lebih kompleks dan
kesatuan pikiran yang utuh. Baik yang sederhana maupun yang kompleks.
Penggunaan kalimat efektif tidak hanya ditemui dalam hal komunikasi
tulis, akan tetapi juga dengan intensitas yang sama digunakan dalam komunikasi
lisan. Hal yang disebut terakhir ini sangat terasa pada percakapan melalui telepon,
maupun dalam memberi instruksi, brifing dan sejenisnya. Dalam komunikasi tulis,
yang menjadi sasaran utama di sini berupa penulisan ilmiah, seperti makalah,
laporan, essei, tesis, dan disertasi.
C. Kalimat Efektif
Kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan
kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang
ada dalam pikiran pembicara atau penulis. Kalimat efektif lebih mengutamakan
keefektifan kalimat itu sehingga kejelasan kalimat itu dapat terjamin.
34
Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah.
(Salah)
2. Tidak terdapat subjek yang ganda
Contoh:
Penyusunan laporan itu saya dibantu oleh para dosen (salah).
Kalimat-kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara:
3. Kata penghubung intrakalimat tidak dipakai pada kalimat tunggal.
Contoh:
Kakaknya membeli sepeda motor Honda. Sedangkan dia membeli sepeda
motor Suzuki.
4. Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang
Contoh:
a) Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu.
b) Sekolah kami yang terletak di depan bioskop Gunting.
Perbaikannya adalah sebagai berikut.
b. Keparalelan
Yang dimaksud dengan kepararelan adalah kesamaan bentuk kata yang
digunakan dalam kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama menggunakan
nomina, bentuk kedua dan seterusnya juga harus menggunakan nomina. Kalau
bentuk pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga mengunakan verba.
Contoh:
Harga minyak dibekukan atau kenaikan secara luwes. (salah)
c. Ketegasan
Yang dimaksud dengan ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan
penonjolan pada ide pokok.
Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, ia telah
membantu anak-anak terlantar. (salah)
d. Kehematan
Yang dimaksud dengan kehematan dalam kalimat efektif ialah hemat
mempergunakan kata, frase, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu.
Perhatikan contoh:
35
Karena ia tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu. (salah)
e. Kecermatan
Kalimat a) memiliki makna ganda, yaitu siapa yang terkenal, mahasiswa atau
perguruan tinggi. Kalimat b) memiliki makna ganda, yaitu berupa jumlah uang,
seratus ribu rupiah atau dua puluh lima ribu rupiah.
g. Kelogisan
Yang dimaksud dengan kelogisan ialah ide kalimat itu dapat diterima oleh
akal yang sehat dan sesuai dengan ejaan yang berlaku.
Contoh di bawah ini:
a) Waktu dan tempat kami persilakan.
b) Untuk mempersingkat waktu, kita teruskan acara ini.
Rangkuman
Kalimat ialah suatu bagian ujaran yang berintonasi selesai dan
menunjukkan pikiran yang lengkap. Pikiran lengkap adalah informasi
yang didukung oleh pikiran yang utuh, sekurang-kurangnya kalimat itu
memiliki subjek atau pokok kalimat dan predikat atau sebutan.
36
8. Dalam perjalan ke luar negeri itu presiden mengunjungi beberapa negara-
negara Timur Tengah.
9. Taat dan tunduk kepada Tuhan yang Maha Esa adalah merupakan kewajiban
kita semua.
Kepustakaan
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 1998. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Mediyatama Sarana Perkasa.
Pantas. 1995. Bahasa Indonesia (Komunikasi Praktis). Bandung: Pusat
Pengembangan Pendidikan Politeknik Bandung.
Sulaga, I Nyoman dkk. 1997. Bahan Pelajaran Bahasa Indonesia. Jimbaran:
Politeknik Negeri Bali.
37
MATERI AJAR 6
PARAGRAF
A. Pengertian Paragraf
Paragraf adalah bagian karangan yang terdiri atas kalimat yang
berhubungan secara utuh dan padu serta merupakan suatu kesatuan pikiran. Setiap
baris pertama suatu paragraf diketik menjorok ke dalam (lima ketukan) dari
38
margin kiri untuk bentuk paragraf lekuk dan selalu mulai dengan baris baru (ciri
visual). Dalam setiap suatu paragraf hanya berisi satu ide pokok atau tema (ciri
ideal). Jika dalam satu paragraf terdapat dua ide pokok, maka paragraf tersebut
harus dipecah menjadi dua pargraf
Setiap kalimat dalam sebuah paragraf yang mengungkapkan pikiran atau
gagasan utama disebut kalimat penjelas. Kalimat penjelas berfungsi pula untuk
menunjang kalimat utama dalam sebuah paragraf.
39
Pemberitahuan (SPT) Tahunan wajib pajak badan di KPP Pratama
Tabanan.
41
kata lain, paragraf pengembang mengemukakan ini persoalan yang akan
dikemukakan. Oleh sebab itu, satu paragraf dan paragraf lain harus
memperlihatkan hubungan yang serasi dan logis. Paragraf ini dapat
dikembangkan dengan acara ekpositoris, dengan caara deskriptif, dengan cara
naratif, atau dengan cara argumentatif.
3. Paragraf Penutup
Paragraf penutup adalah paragraf yang terdapat pada kahir karangan atau
pada akhir dari suatu kesatuan yang lebih kecil di dalam karangan itu.
Biasanya, paragraf penutup berupa simpulan semua pembicaraan yang telah
dipaparkan pada bagian-bagian sebelumnya.
D. Pengembangan Paragraf
1. Pengembangan dengan hal yang khusus (umum-khusus/khusus-umum)
(1) Kalimat utama ditulis pada awal paragraf, kemudian diikuti oleh beberapa
kalimat penjelas.
(2) Perincian (kekhususan) dituliskan lebih dahulu, kemudian pada akhir
paragraf disimpulkan pikiran pokoknya. Jadi, dalam hal ini dipakai
pengembangan dari khusus ke umum.
2. Hubungan sebab akibat atau akibat sebab
Dalam pengembangan jenis paragraf ini, lebih dahulu dikemukakan fakta
yang menjadi sebab terjadinya sesuatu, kemudian diikuti oleh rincian sebagai
akibatnya. Dalam hal ini, sebab merupakan pikiran utama, sedangkan akibat
merupakan pikiran penjelas.
3. Pengembangan akibat-sebab
Dalam hal ini, akibat suatu kejadian merupakan pikiran utama, sedangkan
sebab merupakan pikiran penjelas. Dalam praktek mengarang atau menulis,
pengembangan paragraf sebab-akibat lebih sering dipakai daripada akibat-sebab.
Hubungan sebab akibat memegang peranan penting dalam uraian-uraian yang
bersifat logis, misalnya pada tesis, skripsi, dan sebagainya.
4. Pengembangan dengan Perbandingan
Dalam jenis pengembangan ini dipaparkan semua persamaan atau
perbedaan tentang dua atau lebih objek atau gagasan.
42
Contoh 1
(1) Dalam kesusasteraan Indonesia kita mengenal cipta sastra yang disebut
pantun dan syair. (2) Kedua cipta sastra itu berbentuk puisi dan tergolong hasil
sastra lama. (3) Kedua puisi lama itu mempunyai jumlah baris-baris sama,
yaitu empat baris. (4) Baik pantun maupun syair seperti pada bentuk sastranya
tidak dijumpai pada cipta sastra masa kini. (5) Kalaupun ada, biasanya hanya
dalam nyanyian.
Contoh 2
(1) Pantun dan syair mempunyai beberapa perbedaan. (2) Perbedaannya
terlihat jelas pada sajaknya. (3) Pantun bersajak berselang-selang (ab-ab),
sedangkan syair yang bersajak akhir sama (aa-aa). (4) Selain itu, dua baris
pertama pada pantun hanya sampiran, sedangkan isinya terletak pada baris
ke-3 dan ke-4. (5) Pada syair tidak ada sampiran, keempat barisnya
mengandung isi yang saling bertaut.
Pada pengembangan paragraf di atas dipaparkan perbandingan pantun dan
syair dari segi perbedaannya.
Pada pengembangan paragraf di atas perbandingan dipaparkan dengan
persamaan pada kalimat (2) dan perbedaan pada kalimat (3), (4), dan (5).
Pengembangan dengan perbandingan dapat disusun dengan dua cara, yaitu
pertama: mula-mula dituliskan semua rincian tentang hal 1, kemudian semua
rincian tentang hal 2. Jadi, rincian masing-masing disebutkan secara terpisah.
Paragraf tersebut seolah-olah terbagi atas dua bagian, yaitu bagian 1 ditambah
dengan rinciannya dan bagian 2 ditambah dengan rinciannya juga. Cara
pengembangan yang pertama ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Contoh 3
Pantun dan syair mempunyai beberapa persamaan dan perbedaan. (2) Keduanya
tergolong puisi lama yang terdiri atas empat baris. (3) Pada syair keempat,
barisnya merupakan isi, (4) sedangkan pada pantun, isinya terletak pada baris
ketiga dan keempat. (5) Pantun berasal dari bumi Indonesia,
43
Rangkuman
Paragraf adalah bagian karangan yang terdiri atas kalimat
yang berhubungan secara utuh dan padu serta merupakan
suatu kesatuan pikiran.
44
MATERI AJAR 7
BAHASA SURAT
A. Pengertian
Yang dimaksud dengan bahasa surat di sini ialah bahasa yang digunakan
dalam surat, terutama bahasa dalam bagian inti surat itu. Bahasa yang digunakan
harus sesuai dengan aturan bahasa yang berlaku baik struktur kata dan kalimat,
maupun penggunaan tanda-tanda baca, pemakaian alinea/paragraf, dan
sebagainya.
Bahasa surat biasanya memiliki ciri-ciri yaitu jelas isinya, lugas, menarik, dan
sopan. Untuk lebih lengkapnya, dpat diuraikan sebagai berikut ini.
1. Jelas
Bahasa surat yang jelas maksudnya tidak hanya mudah dimengerti tetapi
harus terbebas dari salah tafsir atau rancu, sehingga data yang dituangkan dalam
surat sesuai dengan sasaran yang diinginkan. Bahasa dalam surat juga harus dapat
menjelaskan siapa yang membuat surat itu kepada siapa surat itu ditujukan. Oleh
karena itu, surat harus menggunakan pilihan kata yang cermat, kalimat yang utuh
45
tidak menggantung, dan tanda baca yang benar serta tidak terlalu banyak
menggunakan kata-kata atau istilah asing.
2. Lugas
Lugas artinya sederhana, praktis, bersahaja. Jika diterapakan dalam pada
penulisan kalimat dalam surat, kalimat yang digunakan harus langsung
menunjukkan persoalan atau permasalahan yang pokok-pokok saja, tidak bertele-
tele serta dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sesuai dengan maksud yang
dikehendaki. Cara yang dapat dilakukan oleh penulis surat agar diperoleh bahasa
surat yang lugas adalah: (1) menghilangkan unsur-unsur yang tidak diperlukan,
(2) menghilangkan basa-basi, (3) menambahkan unsur penjelas yang hilang, (4)
menggunakan istilah yang biasa digunakan dalam surat niaga, (5) menempatkan
tanda baca yang tepat.
3. Menarik dan Sopan
Bahasa yang menarik adalah bahasa yang hidup, lugas, jelas, wajar, tidak
kaku, dan tidak menggunakan kata makian yang dapat menyinggung perasaan
orang lain. Bahasa yang menarik juga menghindari pengulangan kata yang
mengakibatkan nada surat menjadi monoton atau membosankan lawan bicara.
Bahasa surat yang sopan maksudnya bahasa yang digunakan sederhana sesuai
kaidah bahasa umumnya dan tidak menggunakan bahasa yang berlebihan serta
kata-kata yang merendahkan martabat orang lain.
B. Pengertian Surat
Ditinjau dari sifat isinya, surat adalah jenis karangan (komposisi) paparan.
Di dalam paparan pengarang mengemukakan maksud dan tujuannya, menjelaskan
apa yang dipikirkan dan dirasakannya, demikian pula di dalam surat. Pendapat
yang berbeda, surat adalah sarana komunikasi untuk menyampaikan informasi
tertulis oleh suatu pihak kepada pihak lain dengan tujuan memberitahukan
maksud pesan dari si pengirim. Fungsinya mencakup lima hal: sarana
pemberitahuan, permintaan, buah pikiran, dan gagasan, alat bukti tertulis, alat
pengingat, bukti historis, dan pedoman kerja.
46
C. Jenis Surat
1. Surat Dinas
Surat dinas ialah surat yang dikirimkan oleh kantor pemerintah/swasta
kepada kantor pemerintah/swasta, atau dikirimkan oleh perseorangan kepada
kantor pemerintah atau dari kantor kepada kantor perseorangan.
(a) Adanya cap/stempel pada surat itu, kecuali lamaran, tetapi harus diganti
oleh materai//kertas segel atau dari perseroan.
(b) Adanya kepala surat
(c) Adanya nomor surat Tidak selalu harus ada
(d) Adanya lampiran dan hal
Surat Dinas berfungsi sebagai alat komunikasi tulis, dengan cara ini berita
tidak mungkin berubah-ubah, alat bukti tertulis, dan juga sebagai alat bukti
historis/alat pengingat.
Yang tergolong dalam durat dinas: (a) pengumuman; (d) surat panggilan;
(b) surat perintah; (e) surat kuasa, (c) surat permohonan; (f) surat izin.
2. Surat Pribadi
Surat Pribadi adalah surat yang dikirim oleh teman/sahabat, kenalan, orang
tua kepada temannya, kenalan atau orang tua.
2. Ciri-ciri.
(a) Tidak ada kepala surat.
(b) Tidak ada cap/stempel.
(c) Kertas yang dipakai boleh berwarna.
(d) Sampul yang dipakai boleh bebas.
3. Surat Niaga
Surat niaga adalah surat yang berhubungan dengan masalah pemasaran
perdagangan. Surat ini termasuk jenis surat yang mempunyai sifat dinas, khusus
berlaku dalam perniagaan. Mengingat sifatnya yang resmi, maka bahasa harus
tersusun secara logis dan teratur sesuai dengan tujuan surat niaga itu.
Sama seperti ciri-ciri yang ada pada Surat Dinas serta ketentuan-ketentuan
yang harus dipatuhi . Misalnya: ada kepala surat, nomor surat, cap/stempel, dan
bahasa yang dipakai lugas. Jenis surat niaga meliputi: (a) surat perkenalan, (b)
surat permintaan daftar harga, (c) surat penawaran, (d) surat pesanan, (e) surat
47
tagihan (f) surat keluhan/pengaduan, (g) faktur dan rekening, (h) surat pengantar
barang dan perincian barang, (i) dan surat permohonan pembelian secara kredit.
D. Bagian-bagian Surat
Bagian-bagian surat resmi yang lengkap adalah:
1. kepala nama tempat
2. tanggal,
3. nomor,
4. lampiran,
5. hal/prihal
6. alamat,
7. salam pembuka,
8. isi/tubuh
9. salam penutup, dan
10. tembusan.
48
E. Bagan Bagian-bagian Surat
Rangkuman
49
Ditinjau dari sifat isinya, surat adalah jenis karangan (komposisi) paparan. Di dalam
paparan pengarang mengemukakan maksud dan tujuannya, menjelaskan apa yang
dipikirkan dan dirasakannya, demikian pula di dalam surat.
Kepustakaan
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 1998. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Mediyatama Sarana Perkasa.
Keraf, Gorys. 1980. Komposisi. Jakarta : Nusa Indah
Pantas. 1995. Bahasa Indonesia (Komunikasi Praktis). Bandung: Pusat
Pengembangan Pendidikan Politeknik Bandung.
Soedjito dan Solchan TW. 1992. Surat-Menyurat Resmi Bahasa Indonesia.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sulaga, I Nyoman dkk. 1997. Bahan Pelajaran Bahasa Indonesia. Jimbaran:
Politeknik Negeri Bali.
Penggunaan Tata Bahasa dalam Surat-Menyurat,
https://dian4nggraeni.wordpress.com/2013/01/04/penggunaan-tata-
bahasa-dalam-surat-menyurat.
MATERI AJAR 8
PENALARAN
50
Tujuan Umum Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami penalaran dalam bahasa, konsep dan simbol
penalaran, ciri-ciri penalaran, metode penalaran, dan kasus dalam penalaran.
Subpokok Bahasan
1. Pengertian penalaran
2. Ciri-ciri penalaran
3. Metode dalam menalar
4. Konsep dan simbol dalam penalaran
5. Kasus penalaran
Tujuan Khusus Pembelajaran
1. Mahaiswa mampu menjelaskan pengertian penalaran.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan ciri-ciri penalaran yang logis, analitis, dan
rasional.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan metode dalam menalar, baik metode induktif
maupun deduktif.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan simbol dalam penalaran yang abstrak.
A. Pengertian
Ada beberapa pendapat tentang penalaran, di antaranya, Keraf
mengemukakan bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir dengan
menghubung-hubungkan bukti, fakta, petunjuk, yang menuju kepada suatu
simpulan. Pendapat yang lain, Bakry memaparkan bahwa penalaran atau
reasoning merupakan suatu konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu
proses pemikiran untuk sampai pada suatu simpulan sebagai pernyataan baru dari
beberapa pernyataan lain yang telah diketahui. Senada dengan itu, Suria Sumantri
mengemukakan bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berpikir dalam
pengambilan suatu simpulan yang berupa pengetahuan.
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep
dan pengertian. Dengan kata lain, penalaran adalah suatu proses berpikir manusia
51
untuk menghung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga pada satu
simpulan. Data atau fakta yang akan dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar
di sinilah letak kerjanya penalaran orang akan menerima data dan fakta yang
benar dan tentu saja akan menolak fakta yang belum jelas kebenarannya.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-
proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau
dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya
tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut
dengan premis (antesedens) dan simpulannya disebut dengan
konklusi (consequence).
B. Ciri-ciri Penalaran
Ciri-ciri umum penalaran adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat
disebut logika (penalaran merupakan suatu proses berpikir logis). Di samping itu,
sifat analitik dari proses berpikir. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu
kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu. Perasaan intuisi
merupakan cara berpikir secara analitik.
Secara detail penalaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
52
1) Metode induktif
Paragraf induktif adalah paragraf yang diawali dengan menjelaskan
permasalahan-permasalahan khusus (mengandung pembuktian dan contoh-contoh
fakta) yang diakhiri dengan simpulan yang berupa pernyataan umum. Paragraf
induktis sendiri dikembangkan menjadi beberapa jenis. Pengembangan tersebut
yakni paragraf generalisasi, paragraf analogi, paragraf sebab akibat bisa juga
akibat sebab.
53
(kesimpulan). Dengan fakta lain bahwa silogisme adalah rangkaian tiga buah
pendapat, yang terdiri dari dua pendapat dan satu simpulan dilakukan melalui
serangkaian pernyataan yang disebut silogisme dan terdiri atas beberapa unsur
yaitu: (1) dasar pemikiran utama (premis mayor), (2) dasar pemikiran kedua
(premis minor), dan (3) simpulan
Contoh:
Premis mayor : Semua siswa SMA kelas X wajib mengikuti pelajaran
sosiologi.
Premis minor : Bob adalah siswa kelas X SMA
Kesimpulan : Bob wajib mengikuti jam pelajaran sosiologi
(2) Entimen, adalah penalaran deduksi secara langsung dan dapat dikatakan pula
silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-
sama diketahui.
Contoh : Siswa teladan ialah siswa yang selalu mematuhi peraturan di sekolah.
54
1) Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang
akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
2) Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis.
Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang
benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki
bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan-aturan berpikir yang tepat
sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
Gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang salah, keliru, atau
cacat disebut salah nalar. Salah nalar ini disebabkan oleh ketidaktepatan orang
mengikuti tata cara pikirannya. Apabila diperhatikan beberapa kalimat dalam
bahasa Indonesia secara cermat, kadang-kadang ditemukan beberapa pernyataan
atau premis tidak masuk akal.
Dalam ucapan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan yang
mengandung kesalahan. Ada kesalahan yang terjadi secara tak sadar karena
kelelahan atau kondisi mental yang kurang menyenangkan, seperti salah ucap atau
salah tulis misalnya. Ada pula kesalahan yang terjadi karena ketidaktahuan, di
samping kesalahan yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Kesalahan yang kita
persoalkan di sini adalah kesalahan yang berhubungan dengan proses penalaran
yang kita sebut salah nalar. Pembahasan ini akan mencakup dua jenis kesalahan
menurut penyebab utamanya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan
kesalahan informal dan karena materi dan proses penalarannya yang merupan
kesalahan formal.
Gagasan, pikiran, kepercayaan atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat
disebut sebagai salah nalar. Berikut ini salah nalar yang berhubungan dengan
induktif, yaitu:
1. Generelasi terlalu luas
Contoh : Perekonomian Indonesia sangat berkembang.
E. Jenis Salah Nalar
Menurut Gorys Keraf (1994) ada beberapa corak berpikir salah, yang
dapaat menghasilkan kalimat-kalimat yang tidak dapat diterima akal sehat. Salah
nalar itu antara lain:
55
(1) Peristiwa yang terjadi sebelum dianggap sebagai sebab bagi peristiwa
berikutnya. Misalnya:
Dialah yang mengambil dompet saya yang tertinggal di kelas, karena dia
yang terakhir meninggalkan kelas.
(2) Persyaratan bagi sesuatu hal, dikenakan begitu saja pada hal lain yang belum
tentu memerlukan persyaraan tersebut.
Misalnya:
Ayah Adi dicalonkan mejadi bupati di daerah itu, karena dia selalu rajin
bekerja memberi nafkah pada keluarganya.
(3) Analogi yang salah: karena adanya satu atau beberapa kesamaan antara dua
hal, disimpulkan bahwa keduanya sama.
Misalnya:
Amin dan Yono berasal dari desa yang sama. Amin seorang yang jujur. Pasti
Yono juga seorang yang jujur.
(4) Menolak suatu gagasan atau hal, bukan karena kesalahan gagasan itu, tetapi
karena orang menyampaikan gagasan itu tidak disukai.
Misalnya:
Usulnya untuk mengadakan kerja bakti memperbaiki kampung ini tidak dapat
diterima karena dia pernah dihukum penjara karena membakar gedung
sekolah kampung itu.
Dengan demikian dapat diuraikan, kalimat (1) merupakan kalimat
hubungan sebab-akibaat. Ada dua fakta: (a) dia terakhir meninggalkan kelas dan
(b) dompet tertinggal hilang. Salah nalarnya ialan penutur menghubungkan dua
fakta yang tidak relevan. Andaikata pasti dompet itu tertinggal di kelas, dan
hilang. Dalam satu kelas ada 20 orang siswa, dan A adalah pemilik dompet.
Andaikata keluar kelas paling awal, maka ada 19 siswa yang meninggalkan kelas
setelah A, sehingga mereka inilah yang dapat terkena kemungkinan mengambil
dompet A.
Pada contoh (2) juga termasuk salah nalar. Syarat bagi jabatan bupati
pastilah tidak satu: ada syarat formal yang sudah ditentukan oleh peraturan dan
mungkin ada syarat yang tidak mudah diukur memr, seperti jujur, beriman, loyal,
56
mampu memimpin, dan sebagainya. Seorang hanya rajin bekerja memberi nafkah
kepada keluarganya, pastilah ia tidak memenuhi syarat dan banyak hanya karena
mampu berbuat sesuatu kepada keluarganya, dan itu pun dapat dilakukan oleh
setiap orang dewasa, terutama oleh suami.
Pada kalimat (3), harus dikemukakan dulu bahwa analogi adalah
penyamaan atau penyerupaan fakta yang satu terhadap yang lain. Dalam bahasa
Indonesia itu sering dikenakan pada contoh ini: karena sudah ada –wan atau -wati,
orang membentuk relawan-relawati, pustakawan –pustakawati. Dapat dikatakan
juga, bentukan baru itu merupakan analogi dari bentukan yang sudah ada. Pada
kalimat (3) ditemukan fakta pertama, yaitu “Amin jujur dari desa X” yang
sebenarnya merupakan gabungan dari dua fakta: Amin jujur dan Amin dari desa
X. Lalu ada fakta baru: Yono dari desa X. Karena sudah memiliki salah satu ciri
dari Amin, yaitu berasal dari desa X, orang lalu menganalogikan Yono dengan
Amin dengan segala ciri yang dimiliki Amin. Tentu saja analogi semacam ini
keliru. Lain halnya dengan penalaran silogisme berikut:
Semua orang dari desa X jujur
Yono berasal dari desa X
Jadi, Yono jujur.
Silogisme di atas pun harus diuji dulu premis mayornya: benarkah semua
orang dari desa X memang jujur. Dalam kehidupan sehari-hari penalaran pada
kalimat (3) itu mirif dengan perampatan atau generalisasi (general=umum).
Sebaknya, generalisasi itu memakai kaidah berpikir induksi, mengawali dengan
melihat fakta-fakta spesifik lalu menuju simpulan umum:
Pasir tenggelam di air
Kerikil tenggelam di air
Simpulan: semua jenis batu tenggelam dalam air.
1) Deduksi yang salah, simpulan dari suatu silogisme dengan diawali premis
yang salah atau tidak memenuhi persyaratan.
Contoh:
(1) Kalau listrik masuk desa, rakyat di daerah itu menjadi cerdas.
(2) Semua gelas akan pecah bila dipukul dengan batu.
57
2) Generalisasi terlalu luas, salah nalar ini disebabkan oleh jumlah premis
yang mendukung generalisasi tidak seimbang dengan besarnya
generalisasi itu sehingga simpulan yang diambil menjadi salah.
Contoh:
(1) Setiap orang yang telah mengikuti Penataran P4 akan menjadi
manusia Pancasilais sejati.
(2) Anak-anak tidak boleh memegang barang porselen karena barang itu
cepat pecah.
3) Pemilihan terbatas pada dua alternatif, salah nalar ini dilandasi oleh
penalaran alternatif yang tidak tepat dengan pemilihan jawaban yang ada.
Contoh :
Orang itu membakar rumahnya agar kejahatan yang dilakukan tidak
diketahui orang lain.
Salah nalar ini disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga
mengakibatkan terjadinya pergeseran maksud.
Contoh:
(1) Broto mendapat kenaikan jabatan setelah ia memperhatikan dan
mengurusi makam leluhurnya.
(2) Anak wanita dilarang duduk di depan pintu agar tidak susah jodohnya.
Salah nalar ini dapat terjadi bila orang menganalogikan sesuatu dengan yang
lain dengan anggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian
persamaan pada segi yang lain.
Contoh:
Anto walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat mengerjakan tugasnya
dengan baik.
Salah nalar jenis ini disebabkan oleh sikap menghubungkan sifat seseorang
dengan tugas yang diembannya.
Contoh:
Program keluarga berencana tidak dapat berjalan di desa kami karena
petugas penyuluhannya memiliki enam orang anak.
58
Rangkuman
Penalaran adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan
bukti, fakta, petunjuk, yang menuju kepada suatu simpulan. Kaidah penalaran
dapat berupa deduksi dan induksi, yang merupakan wujud dari kemampuan nalar
kita untuk menarik simpulan-simpulan umum atau mengurai teori, prinsip, rumus,
hukum, dan sebagainya menjadi hal-hal spesifik. Kemampuan itu perlu diasah
terus-menerus, kalau tidak, yang terjadi adalah salah nalar dan tidak nalar, tidak
logis. Ketidaklogisan atau kesalahnaralan itu tercermin dalam bahasa yang kita
produksi dalam bentuk tutur. Ujaran atau tutur kita dapat mencerminkan cara kita
berpikir, sehingga muncul ungkapan bahasa yang logis dan bahasa yang tidak
logis.
Ketidaknalaran itu dapat terjadi dalam semua lapisan masyarakat dan
dalam semua lapangan kehidupan. Itulah sebabnya dalam dunia perseksolahan
siswa dilatih untuk berpikir secara logis dalam penggunaan bahasa, misalnya
berlatih membuat kalimat efektif dan menyusun paragraf menurut alur deduksi
atau induksi. Untuk dapat meningkatkan kemampuan bernalar itu, kita perlu
mempelajari mengapa kita dapat salah nalar.
Tugas dan Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan logika dan penalaran?
2. Cari dan temukan paragraf yang induktif!
3. Cari dan temukan paragraf yang deduktif!
4. Beri dua buah contoh salah nalar!
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar pada soal berikut ini!
1. Jika tidak ulangan, Nanda membaca komik. Hari ini Nanda tidak membaca
komik.
A. Nanda sedang malas membaca komik
B. Nanda sedang tidak enak badan
C. Nanda selalu membaca komik
D. Hari ini Nanda ada ulangan
E. Meskipun ada ulangan, Nanda tetap membaca komik.
2. Rina dan Rini suka makan bakso. Ranu dan Rina suka makan mi ayam.
Siapa yang suka bakso dan mi ayam?
A. Ranu
B. Rini
C. Rina
59
D. Rina dan Rini
E. Ranu dan Rini
3. Umur Anggun terletak antara umur Ayu dan Beti. Jika Beti lebih muda
daripada Putri maka . . . .
A. Putri lebih muda daripada Anggun
B. Putri lebih tua daripada Ayu
C. Anggun lebih tua daripada Putri
D. Anggun seumur dengan Ayu
E. Beti seumur dengan Putri
4. Rasya cantik dan anggun.
A. Dina dan Rasya ayu dan melankolis
B. Bertha dan Susan cantik dan anggurn
C. Vira dan Rasya anggun
D. Bertha dan Susan tidak anggun tapi cantik
E. Dina dan Vira pintar dan cantik.
5. Ani cantik dan semampai. Raras pendek tapi kaya.
A. Ani dan Raras sama-sama cantik dan kaya
B. Ani dan Raras cantik, semampai, dan kaya
C. Raras tidak cantik tapi kaya
D. Ani dan Raras cantik tapi tidak semampai
E. Ani cantik, semampai dan kaya
Kepustakaan
Keraf, Gorys. 1994. Terampil Berbahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud.
60
KEPUSTAKAAN
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 1998. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Mediyatama Sarana Perkasa.
Halim, Amran. 2008. Politik Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
61
62