Anda di halaman 1dari 126

INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM

TRADISIBARITAN SEBAGAI PEMELIHARA BUDAYA


NASIONAL DI DESA ASEMDOYONG KECAMATAN
TAMAN KABUPATEN PEMALANG

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata Satu
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

SUSILO ADI WIBOWO

NPM 1217500010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

2022

1
PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul “Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Tradisi Baritan


Sebagai Pemelihara Budaya Nasional di Desa Asemdoyong Kecamatan Taman
Kabupaten Pemalang” telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk
dipertahankan di hadapan sidang dewan penguji skripsi Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan Universitas Pancasakti Tegal.

Tegal, 5 Januari 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Wahyono, M. HUM. Fitriyanto, S.Pd.I, M.Pd.I


NIDN.88023311019 NIDN.0627049001

2
PENGESAHAAN

Skripsi berjudul “Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Tradisi Baritan


Sebagai Pemelihara Budaya Nasional Di Desa Asemdoyong Kecamatan Taman
Kabupaten Pemalang”telah dipertahankan di hadapan Sidang Dewan Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pancasakti Tegal,
pada:
Hari :
Tanggal :

Sekretaris Ketua,

Wahyu Jati, SH.MH Dr. Sutji Mulyani, M.Hum


NIDN. 0612068302 NIDN. 0625077001

Anggota Penguji,
Penguji I

Wahyu Jati, SH.MH


NIDN. 0612068302

Penguji II, Penguji III,

Fitriyanto, S.Pd.I, M.Pd.I Drs. Wahyono, M.Hum


NIDN. 0627049001 NIDN. 88023311019
Disahkan
Dekan

Dr. Suriswo, M.Pd


NIDN. 061603670

3
PERNYATAAN

Dengan ini saya nyatakan bahwa skripsi berjudul “Internalisasi Nilai-Nilai


Pancasila Dalam Tradisi Baritan Sebagai Pemelihara Budaya Nasional Di Desa
Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang” berserta seluruh isinya
benar-benar merupakan karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan
atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang
berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan
kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan pelanggaran etika keilmuan
dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya
ini.
Tegal, 5 Januari 2022
Yang menyatakan,

Susilo Adi Wibowo

4
MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Al-Insyirah 6-8)

5
PRAKARTA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “INTERNALISASI
NILAI-NILAI PANCASILA DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI
PEMELIHARA BUDAYA NASIONAL DI DESA ASEMDOYONG
KECAMATAN TAMAN KABUPATEN PEMALANG”

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan IPA. Pembuatan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Suriswo, M. Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Pancasakti Tegal
2. Wahyu Jati kusuma,SH, MH, selaku Ketua Program Studi PPKN Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pancasakti Tegal
3. Drs. Wahyono, M. Hum.selaku Dosen Pembimbing 1 yang telah membantu
penelitian ini dan dengan bijaksana telah membimbing hingga dapat
terselesaikannya skripsi ini.
4. Fitriyanto, S.Pd.I, M.Pd.Iselaku Dosen Pembimbing 2 yang telah membantu
penelitian ini dan dengan bijaksana telah membimbing hingga dapat
terselesaikannya skripsi ini.
5. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, khususnya
Dosen PPKN Universitas Pancasakti Tegal
6. Yusuf Mujadi selaku Kepala Desa Asemdoyong yang telah membantu saya
dalam melakukan penelitian.
7. Selaku sesepuh Desa Asemdoyong
8. Orang tua saya bapak Junaedi dan Ibu M ristiti Dian Anggraeni, terimakasih
atas doa dan restunya.
9. Adik saya Edwa Sokagalang, Edris Cindra Yangsang dan Ganedi Bunga
Syahdu
10. Teman-teman mahasiswa PPKN yang bersama-sama mengarungi
perjuangan ini.

6
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan, yang telah memberikan do’a,
motivasi dan membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga amal baik yang telah dilakukan mendapat pahala dan balasan dari
Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun penulis
harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kepentingan pendidikan
khususnya dunia keilmuan pada umumnya.

Tegal, 5 Januari 2022


Penulis,

Susilo Adi Wibowo


NPM. 1217500010

7
ABSTRAK
Wibowo, Susilo Adi. 2022. Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Tradisi
Baritan Sebagai Pemelihara Budaya Nasional di Desa Asemdoyong Kecamatan
Taman Kabupaten Pemalang. Skripsi.Pendidikan PPKN .Fakultas Ilmu Keguruan
Dan Pendidikan.Universitas Pancasakti Kota Tegal. Pembimbing I Drs. Wahyono,
M. Hum Pembimbing II Fitriyanto, S.Pd.I, M.Pd.I

Kata kunci : Nilai Pancasila, Tradisi Baritan

Pancasila merupakan ideologi dasar dan filsafat Negara Indonesia, yang


nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala, berupa
nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan dan nilai agama. Tradisi Baritan adalah
upacara adat yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat dan hubungannya
dengan alam yang dilakukan pada bulan Sura. Tradisi Baritan biasanya diadakan
diperempatan jalan. Tradisi ini tumbuh dan berkembang dalam kehidupan
masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petanidan nelayan untuk
merayakan panen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) bagaimana proses
internalisasi Pancasila dalam TradisiBaritan, (2) Internalisasi nilai-nilai Pancasila
dalam melestarikan Budaya lokal, (3) U Faktor Pendorong dan Penghambat dalam
melestarikan budaya lokal. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Asemdoyong
Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode penelitian kualitatif dengan desain penelitian lapangan. Sumber
data penelitian yang dijadikan informan penelitian adalah warga desa
asemdoyong. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi,
wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini
menggunakan tiga tahapan analisis yaitu describe (menggambarkan), compare
(membandingkan), relate (menghubungkan).
Hasil penelitian yang diperoleh peneliti yaitu nilai-nilai pancasila sangat
berperan serta dalam prosesi tradisi baritan, hal ini dapat dilihat pada sila pertama,
Tradisi Baritan sebagai ekspresi wujud rasa terimakasih dan syukur kepada Tuhan
yang Maha Esa yang telah menganugerahi lingkungan alam yang mendatangkan
kemakmuran dan kesejahteraan sosial masyarakat, sila kedua Pertemuan antar
individu dalam konteks interaksi sosial akan meningkatkan kepekaan kekompakan
dalam upaya mencapai tujuan bersama. Sila ketiga, Tradisi Baritan menjadi
cermin perwujudan sila persatuan Indonesia, sila keempat, Sila keempat sebagai
sila yang menekankan pada azas musyawarah mufakat, sila kelima, Masyarakat
Desa Asemdoyong merasakan adanya keadilan yang telah terwujud dalam
kehidupan mereka. Nilai-nilai pancasila yang terdapat pada tradisi baritan sebagai
berikut : nilai spritual, nilai ekonomis, nilai kebersamaan dan gotong royong, nilai
politis, nilai edukasi. Berkaitan dengan Faktor pendorong pelestarian budaya lokal
(tradisi baritan) : faktor diri sendiri (minat), faktor lingkungan social, faktor
tingkat pemahaman, sedangkan faktor penghambat pelestarian budaya lokal
(tradisi baritan) : Pememegangan dua peranan, Hetorgen/meningkatnya
masyarakat pendatang, Sulitnya memberi pemahaman (edukasi) kepada
masyarakat khususnya para pemudadan pemudi desa asemdoyong.

8
ABSTRACT

Wibowo, Susilo Adi. 2022. Internalization of Pancasila Values in the Baritan


Tradition as Preserver of National Culture in Asemdoyong Village, Taman
District, Pemalang City.Theses.education PPKN.Fakultas Ilmu Keguruan Dan
Pendidikan.Universitas Pancasakti Kota Tegal. Pembimbing I Drs. Wahyono, M.
Hum Pembimbing II Fitriyanto, S.Pd.I, M.Pd.I

Keywords: Pancasila values, Baritan Tradition

Pancasila is the basic ideology and philosophy of the Indonesian state, whose
values have existed in the Indonesian nation since ancient times, in the form of
traditional, cultural and religious values. The Baritan tradition is a traditional
ceremony related to people's beliefs and their relationship with nature which is
carried out in the month of Sura. The Baritan tradition is usually held at the
crossroads. This tradition grows and develops in the lives of people who make a
living as farmers and fishermen to celebrate the harvest.
This study aims to determine (1) how the process of internalizing Pancasila in the
Baritan Tradition, (2) Internalizing Pancasila values in preserving local culture,
(3) Pushing and Inhibiting Factors in preserving local culture. This research was
conducted in Asemdoyong Village, Taman District, Pemalang Regency. The
research method used is a qualitative research method with a field research design.
Sources of research data used as research informants are residents of the village of
Asemdoyong. Data collection techniques in this study were observation,
interviews and documentation. The data analysis technique in this study uses three
stages of analysis, namely describe (describe), compare (compare), relate
(connect).
The results of the research obtained by researchers are that Pancasila values are
very involved in the procession of the Baritan tradition, this can be seen in the
first precept, the Baritan Tradition as an expression of gratitude and gratitude to
God Almighty who has bestowed the natural environment that brings prosperity
and prosperity. social community, the second precept Meetings between
individuals in the context of social interaction will increase the sensitivity of
cohesiveness in an effort to achieve common goals. The third precept, the Baritan
tradition is a reflection of the embodiment of the precepts of Indonesian unity, the
fourth precept, the fourth precept that emphasizes the principle of deliberation and
consensus, the fifth principle, the Asemdoyong Village Community feels that
justice has been manifested in their lives. The Pancasila values contained in the
baritan tradition are as follows: spiritual values, economic values, values of
togetherness and mutual cooperation, political values, educational values. Related
to factors driving the preservation of local culture (baritan tradition): self
(interest), social environment factors, level of understanding factors, while
inhibiting factors for preserving local culture (baritan tradition): Holding two
roles, Hetorgen/increasing immigrant communities, Difficulty giving
understanding (education) to the community, especially the youth of Asemdoyong
village.

9
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................i
PERSETUJUAN.........................................................................................ii
PENGESAHAAN......................................................................................iii
PERNYATAAN.........................................................................................iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.............................................................v
PRAKARTA..............................................................................................vi
ABSTRAK...............................................................................................viii
ABSTRACT...............................................................................................ix
DAFTAR ISI...............................................................................................x
DAFTAR GAMBAR.................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Identifikasi Masalah............................................................................5
C. Pembatasan Masalah..........................................................................5
D. Rumusan Masalah...............................................................................6
E. Tujuan Penelitian................................................................................6
F. Manfaat Penelitian..............................................................................7
BAB II TINJAUAN TEORI, PENELITIAN TERDAHULU.................8
A. Kajian Teori.........................................................................................8
1. Tinjauan Umum Tentang Internalisasi............................................8
2. Tinjauan Umum Tentang Nilai .....................................................11
3. Tinjauan Umum Tentang Pancasila...............................................14
4. Tinjauan Umum Tentang Nilai-Nilai Pancasila.............................23
5. Tinjauan Umum Tentang Tradisi...................................................26
6. Tinjauan Umum Tentang Internalisasi............................................29
B. Kajian Pustaka..................................................................................31
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................34
A. Pendekatan dan Desain Penelitian...................................................34
B. Prosedur Penelitian...........................................................................36

10
C. Sumber Data......................................................................................40
D. Waktu dan Tempat Penelitian..........................................................40
E. Wujud Data........................................................................................41
F. Identifikasi Data................................................................................42
G. Teknik Pengumpulan Data...............................................................42
H. Teknik Analisis Data.........................................................................44
I. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data.............................................45
BAB IV HASIL PENELITIAN...............................................................46
A. Deskripsi Lokasi Penelitian..............................................................46
B. Hasil Penelitian..................................................................................49
BAB V PENUTUP....................................................................................85
A. Kesimpulan........................................................................................85
B. Saran...................................................................................................88
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................89
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. DesainPenelitian........................................................................36
Gambar 2.Model Generalisasi hasil penelitian kualitatif.............................42
Gambar 3 Jumlah Penduduk Menurut Umur..............................................51
Gambar 4 Prosentase Partisapasi Keluarga Dalam Poktan.........................52
Gambar 5 Susunan Kepengurusan Desa Asemdoyong...............................52

DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................92

11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakatyang dikenal sebagai

masyarakat majemuk yang mempunyai keanekaragaman yang kompleks

danberaneka ragam. Hal ini ditandai dengan keanekaragaman suku, ras,

agama, adat-istiadat dan budaya yang ada dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Hal ini sesuai dengan semboyan negara bangsa indonesia yaitu

Bhineka Tunggal Ika yang artinya walaupun berbeda-beda tetap satu jua, hal

ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia mempunyai berbagai macam

wilayah yang masing-masing dari setiap wilayah memiliki ragam bahasa,

kesenian, tradisi, pola hidup dan budaya yang berbeda antara masyarakat

yang satu dengan masyrakat yang lainya.

Kebudayaan menurut Soejono Soekanto adalah hasil karya, rasa

dancipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan

kebudayaankebendaan atau kebudayaan jasmaniah material culture yang

diperlukanolehmanusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta

hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat‟(Soekanto,2004),

kebudayaan merupakan kebiasaan yang menghasilkan sebuah hasil cipta, rasa

dan karya manusia yang mana hasil karya manusia inilah yang akan

melahirkan sebuah tradisi. Tradisi berarti segala sesuatu yang disalurkan atau

diwarisi secara turun temurun oleh nenek moyang yang didalamnya terdapat

nilai-nilai luhur budaya.

1
2

Upacara tradisi merupakan bagian yang integral dari kebudayaan

masyarakat pendukungnya dan kelestarian hidupnyadimungkinkan oleh

fungsinya bagi kehidupan masyarakat pendukungnya dan kelestarian

hidupnya dimungkinkan oleh fungsinya bagi masyarakat, penyelenggara

upacara tradisional sangat penting bagi pemelihara social budaya warga

masyarakat yang bersangkutan upacara tradisi biasanya pola piker dalam

pemajuan kebudayaan, pengelolahan kebudayaan yang lebih diperluas

sebagai pengelolahan kehidupan bersama, akan lebih memayungi hubungan

selaras atau harmoni yang terjadi di Indonesia. Pengelolahan hubungan antar

manusiadengan sesama,dengan alam,dan dengan sang pencipta perlu diberi

bobot yang lebih mendasar. Relasi selaras dan harmonis ini diharapkan dapat

tertanam kuat dalam hati sanubari setiap insan agar menjadi ciri khas

sekaligus kebanggan masyarakat yang hidup dibumi Nusantara secara nyata.

Pengelolahan kehidupan oleh karena itu upaya memajukan kebudayaan

Indonesia tidak sekedar menghadirkan kebudayaan ataupun karya budaya

dalam berbagai namun juga memetakan, menata, mengelola dan melesarikan

budaya tersebut.

Tradisi Baritan adalah upacara adat yang berkaitan dengan

kepercayaan masyarakat dan peristiwa alam. Tradisi ini tumbuh dan

berkembang dalam kehidupan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai

petani dan nelayan. Pada masyarakat petani, tradisi ini sering disebut dengan

istilah sedekah bumi, sedangkan pada masyarakat nelayan juga disebut

sedekah laut. Walaupun demikian, baritan yang dilakukan baik oleh


3

masyarakat petani maupun nelayan mempunyai tujuan yang sama, yaitu

sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah

memberikan hasil bumi/tangkapan ikan yang melimpah. Selain itu,juga

sebagai media untuk memanjatkan doa keselamatan. Bedanya, pada

masyarakat nelayan melaksanakan upacara ritual baritan di laut. Sebagai

contohnya masyarakat nelayan didaerah Pemalang.(Kemdikbud,2021).

Menurut Asal nama Baritan Dalam Bahasa Jawa “Baritan” itu berasal

dari kata-kata mebubarake peri lan setan, artinya membubarkan peri dan

setan. Tradisi ini diselenggarakan setahun sekali setiap hari selasa atau jumat

pada bulan Syuro dalam penanggalan jawa atau muhararam kalender Islam.

Menurut Tokoh Adat setempat tradisi ini merupakan Upacara Adat Panen

bagi para nelayan terutama di Desa Asemdoyong yang diselenggarakan pada

bulan Muharam atau bulan Syuro yang pelaksanaanya di laut. Tradisi secara

turun-temurun dari nenek moyang yang masih dilaksanakan sampai masa

kini. Tradisi Baritan di Desa Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten

Pemalang selalu diadakan satu tahun sekali yaitu pada malam 1 Syuro atau di

bulan Muharam, pada umumnya tujuan diadakan kegiatan tersebut adalah

untukmensyukuri rejeki yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan

memohon keselamatan bagi para nelayan dan Keluarganya agar tidak terjadi

malapekata saat menjalankan tugas sehari-hari sebagai nelayan, sehingga

dapat memperoleh ikan yang banyak, adapun sesaji yang disuguhkan mulai

dari kepala kerbau, aneka kembang, kupat lepet, bunga tujuh rupa, nasi

tumpeng dengan ayambakar, sayur, buah dan masih banyak lagi. Masing-
4

masing sesaji memiliki fungsi dan makna yang berbeda-beda, kepala kerbau

yang dilarung melambangkan membuang kebodohan dan kemalasan,

kembang tujuh rupa kue lepet sate ayam bakarnya ditujukan untuk parah roh

penguasa laut agar selama nelayan selamat dilaut.

Pancasila adalah ideologi dasar bagi Negara Indonesia sebagaimana

yang dirumuskan oleh penggalinya merupakan pandangan hidup yang muncul

dalam mengenali realitas sosio politik bangsa Indonesia. Pancasila adalah

usaha bersama yang dilandasi semangat consensus dari FoundingFather

(Nurhadianto, 2014). Pancasila adalah upaya dan muara yang paling

mungkindisepakati dari beragamnya aspek plural kehidupan masyarakat

Indonesia. Para pendiri bangsa ini telah mewariskan kepada kita suatu dasar

falsafah bangsa dan pandagan hidup negara yang menjiwai penyusunan UUD

1945 yang begitu visoner dan tahan banting (durable). Suatu dasar falsafah

yangmemiliki landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis yang kuat,

yang jika difahami secara mendalam, diyakini secara teguh, dan diamalkan

secara konsisten dapat mendekati perwujudan Negara paripurna. Pancasila

merupakan dasar filsafat negara Indonesia, yang nilai-nilainya telah ada

padabangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala, berupa nilai-nilai adat

istiadat, kebudayaan dan nilai agama.

Berdasarkan pengamatan penulis tradisi baritan merupakan upacara

dan sedekah laut menjadi suatu tradisi yang melekat kuat pada masyarakat

Desa Asemdoyong yang selalu diadakan oleh nelayan menjadi daya tarik

untuk dijadikan sebagai pertunjukan wisata budaya untuk melestarikan


5

budaya bangsa. Seiring berkembangnya zaman dan kemajuan

ilmupengetahuan dan teknologi (IPTEK), kebanyakan dari masyarakat di

Desa Asemdoyong Kabupaten Pemalang belum mengetahui nilai-nilai yang

dapatdipetik dari tradisi Baritan. Sebagian besar dari mereka hanya

melakukan prosesi Baritan tanpa mengetahui maknanya. Selain itu,

masyarakat di Desa Asemdoyong kebanyakan dari mereka hanya orang yang

sudah tua, untuk kalangan pemuda belum ada ketertarikan untuk mengikuti

tradisi baritan tersebut. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila

Dalam Tradisi Baritan Sebagai Pemelihara Budaya Nasional Di Desa

Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis melakukan

identifikasi masalah sebagai berikut

1. Lunturnya Tradisi Baritan dikalangan Pemuda Desa Asemdoyong

2. Masyarakat di Desa Asemdoyong belum mengetahui nilai-nilai yang

terdapat pada tradisi Baritan.

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah bertujuan untuk mencegah agar penelitian tidak

keluar dari pokok masalah yang ditentukan, oleh karena itu penulis

membatasi masalah yang akan diteliti yaitu nilai-nilai Pancasila yang terdapat

pada tradisi Baritan di Desa Asemdoyong.


6

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan

dalam penelitian ini adalah Sebagai Berikut:

1. Bagaimana peran pancasila dalam tradis baritan di desa Asemdoyong?

2. Bagaimana Internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam melestarikan Budaya

lokal?

3. Apa Saja Faktor Pendorong dan Penghambat dalam melestarikan budaya

lokal?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian yang akan

diteliti adalah sebagai berikut

1. Untuk Mengetahui bagaimana proses internalisasi Pancasila dalam Tradisi

Baritan.

2. Untuk mengetahui Internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam melestarikan

Budaya lokal

3. Untuk Mengetahui Faktor Pendorong dan Penghambat dalam melestarikan

budaya lokal.
7

F. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak,

baik secara teoritis maupun praktis, adapun manfaat yang dapat diperoleh

sebagai berikut :

1. Kegunaan secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk

mengembangkan keilmuan dalam bidang pendidikan kewarganegaraan,

khususnya nilai-nilai Pancasila yang terdapat pada tradisi Baritan.

2. Kegunaan secara Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman untuk

bisa melestarikan dan menghargai kebudayaan yang ada dimasyarakat,

baik dari peneliti maupun masyarakatnya, memahami bahwa tradisi

Baritan terdapat unsur-unsur nilai Pancasila.


BAB II

TINJAUANTEORI

A. KajianTeori

1. Tinjauan Umum Tentang Internalisasi

a. Pengertian Internalisasi

Internalisasi (internalization) diartikan sebagai

penggabungan, penyatu sikap, standar tingkah laku, pendapat, dan

seterusnya didalam kepribadian (J.P.Chalpin,2005). Reber,

sebagaimana dikutip Mulyana mengartikan internalisasi sebagai

menyatunya nilai dalam diri seseorang, atau dalam bahasa psikologi

merupakan penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik dan aturan-

aturan baku pada diri seseorang (Rohmat Mulyana,2004).

Sedangkan Internalisasi menurut Kalidjernih (2010)“internalisasi

merupakan suatu proses dimana individu belajar dan diterima

menjadi bagian dan sekaligus mengikat diri kedalam nilai-nilai dan

norma-norma sosial dari perilaku suatu masyarakat. Sama halnya

dengan pendapat Tafsir (2010), mengartikan Internalisasi sebagai

“upaya memasukan pengetahuan (knowing),dan keterampilan

melaksanakan(doing)itu kedalam pribadi”.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

Internalisasi merupakan proses belajarnya seseorang sehingga

seseorang itu dapat diterima menjadi bagian dari masyarakat,

kemudian ia mengikat dirinya ke dalam nilai dan norma social dari


9

perilaku kelompoknya di masyarakat.

b. Proses Internalisasi

Proses internalisasi merupakan proses yang berlangsung

sepanjang hidup individu, yaitu mulai saat ia dilahirkan sampai

akhir hayatnya. Sepanjang hayatnya seorang individu terus belajar

untuk mengolah segala perasaan, hasrat, nafsu dan emosi yang

membentuk kepribadiannya. Perasaan pertama yang diaktifkan

dalam kepribadian saat bayi dilahirkan adalah rasa puas dan tak

puas, yang menyebabkan ia menangis.

Manusia mempunyai bakat yang telah terkandung didalam

dirinya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan,hasrat,

nafsu, serta emosi dalam kepribadian individunya. Akan tetapi,

wujud pengaktifan berbagai macam isi kepribadiannya itu sangat

dipengaruhi oleh berbagai macam stimulus yang berada dalam alam

sekitarnya dan dalam lingkungan sosial maupun budayanya. Setiap

hari dalam kehidupan individu akan bertambahpengalamannya

tentang bermacam-macam perasaan baru, makabelajarlah ia

merasakan kebahagiaan, kegembiraan, simpati, cinta,benci,

keamanan, harga diri, kebenaran, rasa bersalah, dosa, malu,dan

sebagainyaa. Selain perasaan tersebut, berkembang pula berbagai

macam hasrat seperti hasrat mempertahankan hidup

(MarmawiRais,2012).

Proses internalisasi dapat membantu seseorang


10

mendefinisikan siapa dirinya melalui nilai-nilai di dalam dirinya

dan dalam masyarakatnya yang sudah tercipta dalam bentuk

serangkaian norma dan praktik. Hal ini sama halnya dengan

pendapat Marmawi Rais (2012) yang menyatakan bahwa:

“Proses nternalisasi lazim lebih cepat terwujud melalui keterlibatan


peran-peran model (role-models). Individu mendapatkan seseorang
yang dapat dihormati dan dijadikan panutan, sehingga dia dapat
menerima serangkaian norma yang ditampilkan melalui
keteladanan. Proses ini lazim dinamai sebagai identifikasi
(identification), baik dalam psikologi maupun sosiologi. Sikap dan
perilaku ini terwujud melalui pembelajaran atau asimiliasi yang
sub-sadar (subconscious) dan nir-sadar(unconscious).”

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa

proses internalisasi lebih mudah terwujud melalui adanya karakter-

karakter panutan (peran model), seseorang akan lebih mudah untuk

menginternalisasikan sesuatu melalui peran-peran keteladanan

sehingga seseorang itu bisa dengan cepat menerima serangkaian

norma yang ditampilkan tersebut. Dalam psikologi, menurut

MarmawiRais (2012) proses internalisasi merupakan “proses

penerimaan serangkaian norma dari orang atau kelompok lain yang

berpengaruh pada individu atau yang dinamai internalisasi ini

melibatkan beberapa tahapan”. Hal ini menunjukan bahwa proses

internalisasi seseorang akan menerima norma-norma dari seseorang

atau kelompok masyarakat lain yang berpengaruh dan akan

melibatkan beberapa tahapan-tahapan.

Dalam hal lain, pembentukan kepribadian dalam proses

internalisasi menurut Freud (dalam Hakam, 2000) dalam prosesi


11

nternalisasi, kepribadian itu terdiri dari :

“1) ego, 2) super ego, dan 3) Id. Super ego (diri) dipelajari dari
orang tua kita melalui suatu sistem hadiah atau hukuman. Ketika
seorang anak menginternalisasikan serangkaian standar yang
diberikan oleh orang tua, anak tersebut sedang menyesuaikan diri
dengan prinsip-prinsip kebudayaan yang ada disekitarnya. Cara
pemahaman kognitif prinsip-prinsip kebudayaan ini merupakan
pengembangan moralitas dalam kondisi super ego (ego sadar). Ego
ideal ini merupakan standar positif yang seharusnya dihidupkan
dalam diri anak, dan apabila tidak dihidupkan standar-standar ini,
maka akan timbul perasaan berdosa/bersalah, akhirnya super ego
mendirikan serangkaian moral imperative yang dipelajari dari orang
tua dan masyarakat. Konflik di dalam diri atau kurang seimbangnya
moral akan terjadi bila standar-standarini terganggu”.

Berdasarkan pendapat tersebut,dapat dijelaskan bahwa

proses internalisasi hakikatnya adalah sebuah proses menanamkan

sesuatu, keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang menjadi perilaku

sosial. Namun proses penanaman tersebut tumbuh dari dalam diri

seseorang sampai pada penghayatan suatu nilai. Sedangkan nilai itu

sendiri adalah hakikat suatu hal yang menyebabkan hal itu dikejar

oleh manusia.

2. Tinjauan Umum Tentang Nilai

a. PengertianNilai

Menurut Mulyana (2004) menyatakan bahwa “nilai adalah

rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan”. Sama halnya

dengan Mulyana, Allport (2004) menyatakan bahwa “nilai adalah

keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar

pillihannya”. Pengertian lain tentang nilai dikemukakan oleh

Hakam (2004) bahwa “nilai adalah kepercayaan-kepercayaan yang


12

digeneralisasi dan berfungsi sebagai garis pembimbing untuk

menyeleksi tujuan yang akan dipilih untuk dicapai”.

Nilai menuru pendapat Elmubarok (2015), yang menyatakan

bahwa :

“Manusia itu selalu memberikan nilai tinggi atau rendah kepada


benda-benda, gagasan-gagasan, fakta-fakta, dan perasaan serta
kejadian berdasarkan keperluan dan kegunaannya. Nilai dapat
dikelompokan menjadi dua,yakni (1) nilai-nilai nurani (values of
being) dan (2) nilai-nilai memberi (values of giving). Nilai-nilai
nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia dan berkembang
menjadi perilaku serta cara memperlakukan orang lain. Nilai-nilai
nurani dapat berupa kejujuran, keberanian, cinta damai, kehandalan
diri dan harga diri. Sedangkan nilai-nilai memberi adalah nilai yang
perlu diberikan atau diaplikasikan dalam kehidupan sosial dan akan
menerima sejumlah nilai yang telah diberikan. Nilai dapat juga
dikelompokan menjadi (1) nilai-nilai moral, dan (2) nilai-nilai non
moral”.

Penjelasan tentang nilai-nilai tersebut sesuai dengan

pendapat Marmawi Rais (2012) yang menyatakan bahwa :

“Nilai-nilai moral merupakan standar-standar atau prinsip-prinsip


yang digunakan seseorang untuk menilai baik-buruk atau salah-
benarnya suatu tujuan dan perilaku. Keputusan tentang baik-
buruknya atau salah-benarnya umumnya dikatakan sebagai
keputusan etik. Nilai-nilai moral dapat bersifat personal dan sosial.
Nilai-nilai moral personal (personal moral values) merupakan nilai-
nilai yang dipergunakan untuk membuat berbagai keputusan dalam
hidup keseharian. Nilai-nilai moral personal digunakan seseorang
sebagai bahan pertimbangan untuk menjastifikasi perilaku dalam
berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain. Sedangkan,
nilai-nilai dasar sosial (basic social values) merupakan nilai
kebenaran yang sesuai dengan kesucian kehidupan kemanusiaan.
Nilai-nilai ini lebih bersifat pribadi dan berkaitan dengan hal
perasaan atau pengaruh”.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa

nilai merupakan hal yang dipercayai dan digeneralisasi oleh

seseorang dan digunakan untuk dasar dalam menyeleksi suatu


13

tindakan atau tujuan yang akan dipilih untuk kemudian dicapai.

Nilai merupakan sesuatu yang berharga, penting dan menjadi

keyakinan bagi seseorang dalam kehidupan. Namun,besarnya

dampak globalisasi, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang tidak

disertai pengembangan dan pembinaan aspek-aspek nilai berakibat

tidak hanya pada perkembangan masyarakat yang akan tidak

seimbang. Akan tetapi, lebih jauh dapat menjurus kepada terjadinya

pengikisan harkat dan martabat manusia (dehumanisasi).Manusia

yang memberikan penilaian terhadap benda, gagasan/ide, fakta,

perasaan berdasarkkan kepentingannya. Nilai dapat dikelompokan

menjadi dua, pertama nilai nurani (values of being) yakni nilai yang

melekat didalam diri sendiri dan berkembang menjadi sebuah

perilaku serta menjadi acuan dalam proses cara memperlakukan

orang lain. Kedua, nilai memberi (values of giving) nilai yang

diberikan atau diaplikasikan dalam kehidupan social kemudian hal

tersebut akan diberikan sejumlah penilaian.

Pada dasarnya manusialah yang memberikat nilai tinggi atau

rendahnya kepada sesuatu, karena didalam diri manusia terdapat

nilai-nilai yang melekat, hal itu yakni nilai-nilai nurani. Manusialah

yang memberikan nilai pada benda-benda, fakta-fakta, perasaan dan

kejadian. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk mempertimbangan

penilaian perilaku seseorang dalam berinteraksi dan berkomunikasi

dengan orang lain.


14

3. TinjauanUmumTentangPancasila

a. Pengertian Pancasila

Pengamalan Pancasila mempunyai sifat imperative atau

memaksa. Siapapun yang melanggar Pancasila sebagai dasar negara

harus dituntut menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Oleh

karena itu, Pancasila wajib dipelajari oleh seluruh rakyat Indonesia,

berikut ini adalah uraian singkat dari Pancasila :

Secara etimologis, istilah Pancasila berasal darikata

Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) dan bahasa rakyat

biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam

bahasa Sangsekerta “Pancasila” memiliki dua macam arti

(Ms.Bakry,2010) yaitu sebagai berikut:

1) Panca artinya lima dan syila (vokal i pendek) artinya

batu sendi, azas atau dasar, jadi jika dirangkai menjadi

dasar yang memiliki lima unsur.

2) Panca artinya lima dan syiila (vokal i panjang) artinya

peraturan tingkah laku, yang penting atau yang

senonoh, jadi jika dirangkai menjadi lima aturan

tingkah laku yang penting.

Secara historis (Hamid,2016) ada beberapa alur yang

meriwayatkan singkat Pancasila baik dari segi istilah maupun

proses perumusan sampai menjadi dasar Negara yang sah, berikut

ini adalah prosesnya:


15

1) Perumusan dari siding BPUPKI pertama Dr.Radjiman

Widyoningrat mengajukan permasalahan rumusan

dasar Negara Indonesia yang diisi tiga pembicara

yaitu Mr Mochamad Yamin, Dr Soepomo dan Ir

Soekarno.

2) Pada tangga l1 Juni 1945, IrSoekarno berpidato secara

lisan mengenai rumusan dasar Negara Indonesia yang

diberinama Pancasila.

3) Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia

memploklamirkan kemerdekaan

4) Pada tanggal 18 Agustus1945, Undang-Undang Dasar

1945 disahkan dan pada alinea IV terdapat rumusan

lima prinsip dasar negara.

Meskipun dalam alinea IV pembukaan UUD 1945 tidak

menyebutkan istilah Pancasila, akan tetapi dalam rangkaian

pembentukan rumus dasar Negara secara langsung diterima oleh

peserta sidang.

Secara terminologi atau berdasarkan isi istilahnya

(Ms.Bakry, 2010), Pancasila dalam pembukaan UUD 1945 alinea

IV berisi dasar Negara. Secara yuridis dan dalam Bahasa Indonesia

disebutkan sebagai berikut:

1) KetuhananYang MahaEsa.

2) Kemanusiaanyangadildanberadab.
16

3) PersatuanIndonesia.

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan perwakilan.

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Nilai Luhur Pancasila

Ditijau dari segi subyektif, nilai luhur Pancasila disebut Eka

prasetya Pancakarsa atau tekat tunggal untuk melaksanakan lima

kehendak untuk manusianya dalam kehidupan sehari-hari bangsa

dan Rakyat Indonesia bukan pedoman untuk negaranya yang

berbunyi:

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

 Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-

masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan

beradab.

 Hormat menghormati dan bekerjasama antara

pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan

yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan

hidup.

 Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah

sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

 Tidak memaksa suatu agama dan kepercayaan

kepada orang lain.


17

2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

 Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan

persamaan kewajiban antara sesama manusia

 Saling mencintaisesama manusia

 Mengembangkan sikap tenggangrasa

 Tidak semena-mena terhadaporanglain

 Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan

 Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan

 Berani membela kebenaran dan keadilan

 Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari

seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan

sikap hormat menghormati dan kerjasama dengan

orang lain.

3. Sila Persatuan Indonesia

 Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan

keselamatan bangsa dan Negara diatas kepentingan

pribadi dan golongan.

 Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan

Negara.

 Cinta tanah air dan bangsa

 Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertahan air

Indonesia

 Memajukan pergaulan demi persatuan dan


18

kesatuan bangsa yang ber-BhinekaTunggal Ika.

4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat

Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

 Mengutamakan kepentingan negara dan

masyarakat

 Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain

 Mengutamakan musyawarah dalam mengambil

keputusan untuk kepentingan bersama

 Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh

semangat kekeluargaan.

 Dengan itikat baik dan rasa tanggungjawab

menerima dan melaksanakan hasil keputusan

musyawarah.

 Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai

dengan hati nurani luhur.

 Keputusan yang diambil harus dapat

dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan

Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan

martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan

keadilan.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

 Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur

yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan


19

dan kegotong-royongan

 Bersikap adil

 Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban

 Menghormati hak-hak orang lain

 Suka memberi pertolongan kepada orang lain

 Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain

 Tidak bersifat boros

 Tidak bergaya hidup mewah

 Tidak melakukan perbuatan yang merugikan

kepentingan umum.

 Suka bekerja keras

 Menghargai hasil karya orang lain

 Bersama-sama berusaha mewujudkan kemampuan

yang merata dan berkeadilan sosial.

Ditijau dari segi subyektif nilai-nilai yang diamalkan dalam

kehidupan bernegara. Berikut ini adalah uraian dari nilai-nilai

Pancasila (Ms. Bakry,2010) :

1. Sila pertama dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha

Esa” mengandung nilai religius seperti yang diuraikan

sebagaiberikut :

 Keyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa

dengan segala sifat-Nya yang Maha Sempurna

 Ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa,


20

menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala

larangan-Nya.

 Kepercayaan adanya nilai-nilai dari ajaran agama

yang harus ditaati demi kebahagiaan hidup manusia.

 Nilai ketuhanan sebagai nilai religius meliputi dan

menjiwai kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan

keadilan.

2. Sila kedua dengan rumusan “Kemanusiaan yang adil dan

beradab” mengandung nilai kemanusiaan seperti yang

diuraikan sebagai berikut:

 Pengakuan terhadap adanya harkat dan martabat

manusia dengan segala hak asasinya.

 Perlakuan adil terhadap sesame dengan

memperlakukan dan memberikan sesuatu yang telah

menjadi haknya.

 Manusia beradab dengan cipta, rasa, karya, dan

keyakinan sebagai landasan bertindak sesuai nilai-

nilai hidup manusiawi.

 Nilai kemanusiaan diliputi dan dijiwai ketuhanan serta

meliputi dan menjiwai persatuan, kerakyatan dan

keadilan.

3. Sila ketiga dengan rumusan”Persatuan Indonesia”

mengandung nilai persatuan dan kebangsaan seperti yang


21

diuraikan sebagai berikut :

 Persatuan sekelompok manusia yang menjadi warga

Negara Indonesia dengan dasarcita-cita hidup bersama

 Bangsa Indonesia adalah persatuan suku-suku bangsa

yang mendiami wilayah Indonesia.

 Semangat ke”Bhineka Tunggal Ika”an suku bangsa

untuk memberikan arah dalam pembinaan kesatuan

bangsa

 Nilai persatuan diliputi dan dijiwai ketuhanan dan

kemanusiaan, meliputi dan menjiwai kerakyatan dan

keadilan.

4. Sila keempat dengan rumusan “Kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan” mengandung nilai

kerakyatan seperti yang diuraikan sebagaiberikut :

 Kedaulatan negara di tangan rakyat dipimpin oleh

hikmat kebijaksanaan berlandaskan penalaran yang

sehat.

 Manusia Indonesia sebagai warga Negara mempunyai

kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.

 Musyawarah mufakat dalam kenegaraan oleh wakil-

wakil rakyat demi kebersamaan dengan dasar

kekeluargaan.
22

 Nilai kerakyatan diliputi dan dijiwai ketuhanan,

kemanusiaan, persatuan serta meliputi dan menjiwai

keadilan.

5. Sila kelima dengan rumusan “Keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia” mengandung nilai keadilan

sosial seperti yang diuraikan sebagai berikut:

 Keadilan dalam kehidupan sosial meliputi semua

bidang nasional untuk seluruh rakyat

 Cita-cita masyarakat adil dan makmur, material dan

spiritual merata bagi seluruh rakyat Indonesia.

 Keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta cinta

kemajuan dan pembangunan yang selaras serasi dan

seimbang.

 Nilai keadilan sosial diliputi dan dijiwai oleh sila

ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dan kerakyatan.

Dari tinjauan sudut pandang yang berbeda ini, mempunyai

sikap yang sama dalam melihat nilai-nilai Pancasila. Pancasila

dijadikan dasar filsafat Negara yang mempunyai konsep ketuhanan,

kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan yang

berhubungan antar sila dalam Pancasila.

Jika hubungan antar sila ini dapat berjalan dengan

semestinya, maka hubungan antar warga negara dan warga Negara

dengan negaranya akan menciptakan suasana kondusif dan siap


23

untuk menghadapi tantangan di masa depan. Oleh karena itu nilai-

nilai Pancasila dan penerapannya wajib diajarkan sedini mungkin.

4. TinjauanUmum Tentang Nilai-Nilai Pancasila

Pancasila merupakan dasar filsafat Negara Indonesia, yang nilai-

nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala,

berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan dan nilai agama. Dengan

demikian sila Ketuhanan yang Maha Esa nilainya telah ada pada bangsa

Indonesia sebagai Kausamaterialis.

Bila kita fahami nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, maka terdapat

nilai-nilai berupa :

a. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan

ketakwaannya terhadap Tuhan yang Maha Esa.

b. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan yang

Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-

masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

c. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan

bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut

kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan yang Maha

Esa.

d. Membina kerukunan hidup diantara sesame umat beragama

dan kepercayaan terhadap Tuhan yang MahaEsa.

e. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa

adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia


24

dengan Tuhan yang Maha Esa.

f. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan

menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan

kepercayaannya masing-masing.

g. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap

Tuhan yang Maha Esa kepada orang lain.

Berikutnya masuk kepada sila Kemanusiaan yang Adil dan

Beradab. Untuk memahami hakikat sila Kemanusiaan yang Adil

dan Beradab maka terlebih dahulu dibahas kedudukan manusia

dalam negara. Kaelan (2013) mengungkapkan berbagai pemikir

besar tentang negara mendeskripsikan bahwa manusia dalam

merealisasikan dan meningkatkan harkat dan martabatnya tidaklah

mungkin untuk dipenuhinya sendiri, oleh karena itu manusia

sebagai mahkluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam

hidupnya.

Maka dari itu dalam hubungan ini pengertian negara sebagai

suatu persekutuan hidup bersama dari masyarakat, adalah memiliki

kekuasaan politik, mengatur hubungan-hubungan, kerjasama dalam

masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu yang hidup dalam suatu

wilayah tertentu. Terkait dengan hal tersebut diatas, maka sila

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memiliki nilai-nilai sebagai

berikut :
25

a. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan

harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang

Maha Esa.

b. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan

kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan

suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,

kedudukan sosial ,warna kulit dan sebagainya.

c. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.

d. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa.

e. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap

orang lain.

f. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

g. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

h. Berani membela kebenaran dan keadilan.

i. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari

seluruh umat manusia.

j. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan

bekerjasama dengan bangsa lain

Pancasila merupakan suatu nilai yang bersifat rohaniah, dan

sebagai nilai merupakan prinsip yang sifatnya universal. Maka

struktur, sifat-sifat, keadaan, serta realitas negara harus senantiasa

koheren dengan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu,

rakyat dan adil. Maka sifat mutlak kesatuan bangsa, wilayah, dan
26

susunan Negara yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia

harus koheren dengan hakikat satu. Berangkat dari itu maka sila

Persatuan Indonesia memiliki nilai-nilai sebagai berikut :

a) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan

dan keselamatan bangsa dan Negara sebagai kepentingan

bersama diatas kepentingan pribadi dan golongan.

b) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan

bangsa apabila diperlukan.

c) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.

d) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan

bertanah air Indonesia.

e) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi,dan keadilan sosial.

f) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar

BhinnekaTunggalIka.

g) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

5. Tinjauan Umum Tentang Tradisi

a. Pengertian Tradisi

Menurut Pambudi (2014), tradisi adalah gambaran sikap dan

perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan

dilaksanakan secara turun temurun. Upacara tradisional sangat

penting bagi masyarakat Jawa yang masih melestarikan budayanya.

Setiap masyarakat memiliki tradisi yang masih berlangsung hingga


27

sekarang, namun ada juga yang hampir hilang bahkan ada yang

sudah hilang tergerus zaman. Sebagian upacara tradisional di

masyarakat Jawa telah berumur ratusan tahun dan masih diyakini

nilai-nilainya dan biasanya bertujuan untuk menjaga kedamaian,

keselamatan, dan bentuk syukur kepada Sang Pencipta. Upacara

tradisional merupakan perwujudan dan bagian dari tradisi

masyarakat yang sesungguhnya merupakan implementasi

kebudayaan dari suatu masyarakat.

Tradisi adalah kesamaan benda material dan gagasan yang

berasal dari masa lalu namun masih ada hingga kini dan belum

dihancurkan atau dirusak. Tradisi dapat di artikan sebagai warisan

yang benar atau warisan masa lalu. Namun demikian tradisi yang

terjadi berulang-ulang bukanlah dilakukan secara kebetulan atau

disengaja (Piotr Sztompka, 2007). Lebih khusus lagi, tradisi dapat

melahirkan kebudayaan dalam masyarakat itu sendiri. Kebudayaan

yang merupakan hasil dari tradisi memiliki paling sedikit tiga

wujud (Mattulada,2017), yaitu :

a. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide,

gagasan,nilai-nilai,norma-norma,peraturan(ideas).

b. Wujud kebudayaan sebagai sebagai kompleks aktivitasserta

tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat

(activities).

c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya


28

manusia (artifact).

b. Fungsi Tradisi

Suatu tradisi memiliki fungsi bagi masyarakat, antara lain

sebagai berikut :

a. Tradisi adalah kebijakan turun temurun. Tempatnya

didalam kesadaran, keyakinan, norma, dan nilai yang kita

anut kini serta didalam benda yang diciptakan di masa

lalu. Tradisi pun menyediakan fragmen warisan historis

yang dipandang bermanfaat. Tradisi seperti onggokan

gagasan dan material yang dapat digunakann dalam

tindakan kini dan untuk membangun masa depan

berdasarkan pengalaman masa lalu.

b. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup,

keyakinan, pranata, dan aturan yang sudah ada. Semua

ini memerlukan pembenaran agar dapat mengikat

anggotanya. Salah satu sumber legitimasi terdapat dalam

tradisi. Biasa dikatakan :“selalu seperti itu” atau “orang

selalu mempunyai keyakinan demikian”, meski dengan

resiko yang paradoksal yakni bahwa tindakan tertentu

hanya dilakukan karena orang lain melakukan hal yang

sama di masa lalu atau keyakinan tertentu diterima

semata-mata karena mereka telah menerimanya

sebelumnya.
29

c. Menyediakan symbol identitas kolektif yang

meyakinkan, memperkuat loyalitas primor dial terhadap

bangsa, komunitas dan kelompok. Tradisinasional

dengan lagu, bendera, emblem, mitologi, dan ritual

umum adalah contoh utama. Tradisi nasional selalu

dikaitkan dengan sejarah, menggunakan masa lalu untuk

memelihara persatuan bangsa.

d. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan,

ketidakpuasan, dan kekecewaan kehidupan modern.

Tradisi yang mengesankan masa lalu yang lebih bahagia

menyediakan sumber pengganti kebanggaan bila

masyarakat berada dalam krisis.

6. Tinjauan Umum Tentang Tradisi Baritan

Tradisi Baritan adalah upacara adat yang berkaitan dengan

kepercayaan masyarakat dan hubungannya dengan alam yang dilakukan

pada bulan Sura. Tradisi Baritan biasanya diadakan diperempatan jalan.

Tradisi ini tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat yang

bermata pencaharian sebagai petanidan nelayan untuk merayakan

panen. Tradisi Baritan sebenarnya dilaksanakan oleh masyarakat Jawa

mulai dari Jawa Barat hingga Jawa Timur. Sebut saja di Indramayu

(Budiman, 2018), di Pacitan (Rokhaniwawan,2006), di Blitar

(WahyuningtiasdanAstuti,2016), dan di Pemalang (Falah,2020).

Sebagaimana upacara tradisional yang lain, Tradisi Baritan bertujuan


30

untuk mensyukuri nikmat yang diberikan serta memohon kepada Tuhan

akan keselamatan penduduk. Meskipun demikian, detail asal-usul,

prosesi, nilai-nilai pada Tradisi Baritan dapat berbeda antara satu daerah

dengan daerah lain.

Pelaksanaan Baritan ini dilaksanakan di Desa Asemdoyong,

Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Baritan

merupakan salah satu tradisi yang sudah turun-temurun dilaksanakan

warga nelayan di pantai utara Pemalang sebagairasya syukur kepada

Yang Maha Kuasa. Tradisi yang dilaksanakan setiap selasa atau jumat

diawal bulan Sura (Kalender Jawa) ini merupakan prosesi melarung

sesaji ke tengahlaut. Ada tiga sesaji laut atau ambeng laut berupa kepala

kerbau dan jajanan local yang ditempatkan pada perahu kecil yang

dilarungkan ke tengah laut menggunakan perahu yang sudah dihias

dengan bendera dan umbul-umbul janur kuning. Sebelum upacara

pelarungan, diadakan tirakatan bersama yang dihadiri para nelayan,

tokoh masyarakat setempat dan para pejabat terkait dengan mengambil

lokasi di Tempat Pelelangan Ikan. Pembacaan doa dan tahlil menyertai

upacara ini dengan maksud agar pelaksanaan upacara ini dapat berjalan

lancar, selamat dan tidakmenyimpang dari aturan agama. Sebelum di

bawa ke laut, panitiaBaritan mengundi sesaji untuk menentukan perahu

dan juru mudiyang berhak membawa sesaji ke laut. Caranya dengan

mengambilnomor urut yang ada di dalam toples kecil dan ditutup kertas

yang diberi lubang kecil untuk mengeluarkan lintingan kertas nomor


31

urut tersebut. Mirip seperti arisan. Usai pengundian Juru Mudi dan

ABK diharuskan memakai kaos yang sudah disediakan panitia.

Selanjutnya membawa sesaji kelaut. Setiap diadakan upacara atau

tradisi Baritan ini, selalu ramai dikunjungi oleh warga sekitar Desa

Asem Doyong dan para pengunjung dari desa lain. Warga yang datang

biasanya diberi kesempatan oleh para nelayan setempat untuk menaiki

perahu yang sudah dihias sedemikian rupa.Tidak cumin naik, bahkan

pengunjung yang dating juga diantar berkeliling menggunakan perahu-

perahu tersebut (Redaksi, 2021).

B. Kajian Pustaka

Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian

terdahulu yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dengan kajian

ataupun hasil-hasil penelitian yang dijadikan perbandingan tidak terlepas

dari topik penelitian dan adapun penelitian terdahulu yaitu :

1. Skripsi berjudul “Ritual Petik Laut dalam Arus perubahan

Sosial”, skripsi yang ditulis oleh Tomi Latu Farisa, Mahasiswi

Fakultas Usuhludin dan pemikiran Hukum Islam Universitas

IslamNegeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta tahun 2010, di dalamnya

berisitentang bagaimana potret ritual petik laut masa kini di

tengah proses perubahan sosial masyarakat pesisir pantai yang

mulai cenderung memudar kesadaran melestarikan tradisi budaya

ritual petik laut.


32

2. Skripsi berjudul, “Tinjauan Hukum islam terhadap Tradisi

UpacaraSedekah Bumi Setelah Musim Tanam Padi”, penelitian

Studi Kasus di Desa Anjaran Utara Kecamatan Anjatan

Kabupaten Indramayu, disusun oleh Ratri Endah Mulyani

Mahasiswi Program Studi AkhwalAl-Syahsiyah Universitas Islam

Indonesia Tahun 2018, didalamnya membahas ritual sedekah

bumi yang dilaksanakan setelah panen, dan menjelaskan

bagaimana tinjauan hokum islam, juga bagaimana proses dalam

pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi setelah panen padi.

3. Skripsi yang ditulis oleh Ali Wildan Mahasiswa Fakultas

Usuluddin dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo

Semarang, Tahun2015, yang berjudul, “Tradisi Sedekah laut

dalam ekologi Jawa”, Studi Kasus di Desa Gempol sewu

Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal, peneliti ini membahas

nilai-nilai dan etika yang terkandung dalam ritual upacara sedekah

laut di Gempolsewu. Penelitian ini menjelaskan kentalnya ekologi

Jawa dalam tradisi upacara sedekah laut di Gempolsewu.

4. Skripsi yang diterbitkan oleh Univeristas Negeri Semarang yang

disusun Swidiati dengan judul, “Tradisi Sedekah Laut di

Wonokerto Kabupaten Pekalongan dalam Kajian bentuk dan

fungsi”,Seiring perkembangan perubahan karena pengaruh

perubahan sosial budaya masyarakat skripsi ini membahas tentang

perubahan bentuk sedekah laut,perubahan fungsi sedekah laut


33

serta peranan sedekah laut dalam Pendidikan, fungsi ekonomi dan

fungsi Budaya.

5. Jurnal yang disusun oleh Herliyan Bara Wati yang Judul,

“Pengaruh dan Nilai-nilai Pendidikan Upacara Sedekah Bumi

terhadap masyarakat Desa Bagung Sumberhadi Kecamatan

Prembun Kabupaten Kebumen”, didalamnya membahas tentang

prosesi ubarampe dalam upacara sedekah bumi di desa Bagung

Sumberhadi kemudian apa saja nilai-nilai pendidikan yang

tekandung dalam Upacara Sedekah.


BAB III

METODEPENELITIAN

A. Pendekatan dan Desain Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode diskriptif

kualitatif. Menurut Nawawi (2015) metode deskriptif yaitu

menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian berdasarkan

fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Oleh karena itu,

penekanan latar belakang struktur dan individu secara utuh dan secara

deskriptif menggambarkan keadaan subjek dan obyek penelitian

berdasarkan fakta yang ada. Menurut Moleong (2009) penelitian

kualitatif yang dimaksud adalah untuk memahami fenomena tentang apa

yang dialami subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara diskripsi dalam

bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah

dan dengan memanfaatkan berbagai alamiah.

Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor (Moleong,2010),

penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang diamati. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, untuk

mengetahui Internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam Tradisi Baritan

Sebagai Pemelihara Budaya Nasional di Desa Asemdoyong Kecamatan

Taman Kabupaten Pemalang, maka dalam penelitian ini menggunakan


35

pendekatan kualitatif. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan

deskriptif yaitu data-data yang terkumpul berbentuk rata-rata atau

gambar sehingga tidak menekankan pada angka (Sugiono2010).

2. Desain Penelitian

Desain penelitian menyusun desain yang sangat terus-menerus

disesuaikan dengan kenyataan dilapangan. Jadi tidak menggunakan

desain yang telah disususn secara ketat dan kaku sehingga tidak

dapatdiubahlagi. (Meleong, 2010).

Menurut Margono (2010) “desain penelitian atau rancangan pada

dasarnya merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan

matang tentang hal-hal yang akan dilakukan dan sebagai landasan

berpijak serta dasar penelitian matang tentang hal-hal yang akan

dilakukan dan sebagai landasan berpijak serta dasar penilaian terhadap

kegiatan penelitian.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kualitatif dengan model penelitian lapangan (Field Research)

yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis dengan

mengangkat data yang ada dilapangan (Suharsimi Arikunto,2012).

Adapun desain penelitian ini dalam bentuk skema ditampilkan

pada gambar sebagai berikut :


36

Rumusan
masalah

Studi
Analisa data lapangan

Menghimpun
display data sebagai sumber primer dan
temuan sekunder

Menentukan lokasi dan


Pengamatan,
responden/informan
dokumentasi,
wawancara
37

Gambar 1. DesainPenelitian
B. Prosedur Penelitian

Persyaratan penting dalam mengadakan kegiatan penelitian adalah

sistematis, berencana dan menngikuti konsep ilmiah. Menurut Moleong

(2017) langkah-langkah atau prosedur yang diajukan dalam penelitian

adalah sebagai berikut :

1. Tahap Pra-lapangan

Disini terdapat tahapan-tahapan kegiatan yang harus dilakukan

olehpeneliti dalam tahapan ini di tambah dengan satu

pertimbangantersebutdi uraikan sebagai berikut :


38

a. Menyusun Rencana Penelitian

Rencana merupakan susunan penelitian yang akan

diteliti biasanya penelitian sudah mempersiapkan

sebelum penelitian yang akan dilaksanakan.

b. Memilih Lapangan Penelitian

Cara terbaiik perlu ditempuh dalam penentuan

lapangan penelitian ialah dengan jalan

mempertimbangkan teori substantif dan dengan

mempelajari serta mendalami fokus serta rumusan

masalah penelitian.

c. Mengurus Perizinan

Dalam hal ini pertama-tama yang perlu diketahui oleh

peneliti ialah siapa saja yang berwenang memberikan

izin bagi pelaksana peneliti dan juga persyaratan lain

yang diperlukan oleh peneliti.

d. Menjajaki dan Menilai Lapangan

Maksud dan tujuan penjajakan lapangan ini adalah

berusaha mengenal segala unsur lingkungan sosial,

fisik, dan keadaan organisasi yang akan di teliti.

e. Memilih dan Memanfaatkan Informan


Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar
penelitian.
Untuk menentukan informan dapat dilakukan dengan
cara melalui keterangan dari orang yang berwewenang
39

dan melalui wawancara pendahuluan yang dilakukan


oleh peneliti.
f. Menyampaikan Perlengkapan

Penelitian yang terpenting disini ialah agar peneliti

sejauh mungkin sudah menyiapkan segala alat dan

perlengkapan penelitian yang diperlukan sebelum

peneliti terjun kedalam kancah penelitian.

g. Persoalan Etika

Penelitian biasanya dalam persoalan etika penelitian

peneliti hendaknya mempersiapkan diri baik secara

fisik, psikologi, maupun mental, agar penelitian yang

dilakukan berjalan dengan lancar sesuai yang di

inginkan oleh peneliti.

2. Tahap PekerjaanLapangan

a) Memahami Latar Penelitian dan Persiapan diri

Dalam tahap ini membahas tentang (pembatasan latar

dan penelitian yakni agar peneliti mengenal adanya

latar terbukadan latar tertutup), (penampilan dalam hal

ini penampilan yang dimaksud adalah dari peneliti itu

sendiri),(pengenalanhubungan peneliti di lapangan

disini peneliti ditugaskan untuk mengumpulkan

informasi yang relevan sebanyak mungkin dari sudut

pandang subjek tanpa mempengaruhi mereka), (jumlah

waktu studi yang mengenal pembatasan waktu yang


40

ditentukan oleh peneliti agar waktuyang digunakan di

lapangan dapat dimanfaatkan seefisien dan seefektif

mungkin

b) Memasuki lapangan

Dalam tahapan ini membahas tentang keakraban

hubungan, yang dimaksud adalah sikap peneliti

hendaknya pasif dan hubungan yang perlu dibina

berupa laporan hubungan antarapeneliti dan subjek

yang sudah melebur sehingga seolah-olah tidak ada lagi

dinding pemisah diantara keduanya, mempelajari

bahasa peneliti perlu diajukan agar mempunyai buku

catatan kasus,peranan penelitian biasanya mau tidak

mau peneliti harus ikut berperan serta di dalamnya agar

dapat memperoleh hasil penelitian yang diinginkan.

c) Berperan serta sambil mengumpulkan data

Dalam tahapan ini membahas tentang pengarahan batas

studidisini peneliti hendaknya memperhitungkan pula

keterbatasan waktu,tenaga,mencatat data merupakan

alat peneliti yang penting dan biasanya digunakan

untuk catatan lapangan, petunjuk tentang cara

mengingat data yakni peneliti dapat membawa alat

bantu seperti perekam kaset dan perekam video agar

dapat membantunya dalam penelitian, kejenuhan,


41

keletihan dan istirahat, meneliti suatu latar yang

didalamnya terdapat pertentangan, analisis dilaporan

pada dasarnya merupakan sebagian dari pekerjaan

analisis data yang akan tetap mengadakan analisis data

secara intensif.

C. Sumber Data

Penelitian kualitatif mengacu pada data yang menjelaskan kualitas

suatu objek yang bermakna (Jeffrey Longhofer, 2013). Untuk memperoleh

data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber

data sebagai berikut :

1. Responden/ Informan

Penelitian ini menggunakan responden atau informan sebagai sumber

data yaitu masyarakat di lingkungan Desa Asemdoyong Kabupaten

Pemalang.

2. Dokumentasi

Catatan atau arsip di Desa Asemdoyong Kabupaten Pemalang terkait

tradisi Baritan yang memberikan kelengkapan informasi dalam

penelitian ini.

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus 2021 – Bulan

Desember 2021, bertempat di Desa Asemdoyong Kabupaten Pemalang.


42

E. Wujud Data

1. Data primer

Data primer menurut Mahmud (2011) yaitu sumber data pokok yang

langsung dikumpulkan peneliti dari objek penelitian. Dalam penelitian

subtansi pemikiran tokoh misalnya, sumber primer sejumlah karya tulis

yang ditulis langsung oleh objek yang diteliti. Dalam bentuk dokumen,

sumber primer diartikan sebagai sumber yang langsung diperoleh dari

orang atau lembaga yang mempunyai wewenang tanggung jawab

sebagai pengumpulan ataupun penyimpan dokumen. Sumber data dalam

penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan informan, informan

ialah orang yang dapat memberikan data ataupun informasi yang

dibutuhkan berkaitan dengan yang diteliti.

2. Datasekunder

Data sekunde rmenurut Mahmud (2011) sumber data tambahan yang

menurut peneliti memang data pokok. Dalam penelitian subtansi

pemikiran tokoh misalnya, sumber sekunder adalah sejumlah karya

tulisyang ditulis orang lain berkenaan dengan objek yang diteliti.

Denganbentuk dokumen, sumber sekunder adalah sumber informasi

yang secara tidak langsung diperolehkan dari orang atau lembaga yang

mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap informasi yang

ada padanya sumber semacam ini disebut juga dengan istilah sumber

informasi tangan pertama. Penulis menggunakan data sekunder untuk


43

memperkuat daripada hasil penelitian seperti sumber data tambahan

yang berasal darisumber tertulis yang dapat dibagi pada sumber buku

dan sejarah ilmiah,sumber asip, dokumen pribadi dan dokumen resmi.

F. Identifikasi Data

Penulis mengidentifikasikan data dari hasil penelitian bahwa pada

penelitian kualitatif, penulis menganalisa bagaimana nilai-nilai Pancasila

dalam tradisi Baritan di Desa Asemdoyong Kabupaten Pemalang. Penentuan

sumber data pada informan (Masyarakat di Desa Asemdoyong) yang

diwawancarai dilakukan secara Purposive, yaitu dipilih dengan

pertimbangan dan tujuan tertentu.

HASIL
PENELITIAN

c b

Gambar 2.Model Generalisasi hasil penelitian kualitatif yang dapat di terapkan


pada situasi sosial tempat lain (Sugiyono,2012)

G. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2012) teknik pengumpulan data merupakan


44

langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari

penelitian adalah mendapatkan data. Dalam penelitian ini pengumupulan

data dapat dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi.

1. Wawancara

Menurut Sugiyono (2012) Wawancara adalah merupakan pertemuan

duaorang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab

sehingga dapat informasi-informasi atau keterangan-keterangan secara

langsung. Atas dasar pengertian itu maka penulis menggunakan

wawancara untuk dapat memperoleh informasi dalam penelitian ini

dilakukan terhadap masyarakat tokoh adat setempat Desa AsemDoyong

Kabupaten Pemalang.

2. Observasi

Observasi menurut Widiyoko (2014) merupakan pengamatan dan

pencatatan secara sistematis terhadap unsur-unsur yang nampak dalam

suatu gejala pada objek penelitian. Menurut Bungin (2007)

mengemukakan beberapa bentuk observasi yaitu antara lain :

a. Observasi partisipasi adalah metode pengumpulan data yang

digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui

pengamatan dan pengideraan dimana peneliti terlibat dalam

keseharian informan.

b. Observasi tidak tersruktur ialah pengamatan yang dilakukan

tanpa mengunakan pedoman observasi, sehingga peneliti

mengembangkan pengamatannya berdasarkan pengembangan


45

yang ada di lapangan.

Penulis menggunakan teknik observasi ini untuk mendapatkan data dari

penelitian yaitu gejala atau fenomena sosial pada saat tradisi baritan

berlangusng di Desa Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten

Pemalang.

3. Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2012) Dokumentasi merupakan catatan peristiwa

yang sudah berlalu dalam dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar

atau karya-karya dari seseorang, dokumentasi yang berbentuk tulisan

misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, cerita biografi, peraturan

kebijakan. Sedangkan dokumentasi yang berbentuk gambar foto,

gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dalam hal ini dokumen-dokumen

yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa acara Tradisi Baritan di

Desa Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang

H. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah gambaran umum dari hubungan data

kualitatif (William Gibson, 2009). Teknik analasis data pada penelitian ini

menggunakan tiga tahapan analisis yaitu describe (menggambarkan),

compare (membandingkan), relate (menghubungkan) (Kholis

Amrullah,2020) :

1. Describe atau menggambarkan adalah kegiatan menarasikan data yang

peneliti dapatkan. Dalam narasi, peneliti tidak menambahkan atau

mengurangi informasi. Peneliti menuliskan seadanya tentang data


46

penelitian tersebut.

2. Compare atau membandingkan adalah kegiatan membandingkan

informasi di dalam data penelitian. Perbandingan dapat dilakukan oleh

peneliti dengan dua cara yaitu membandingkan antar informasi didalam

data penelitian dan membandingkan informasi di dalam data penelitian

dengan informasi diluar data penelitian.

3. Relate atau mengaitkan adalah kegiatan menemukan hubungan antar

informasi didalam data penelitian dan informasi didalam data penelitian

dengan informasi diluar data penelitian. Tujuan pengaitan ini ialah

untuk memunculkan koneksi antar informasi yang mungkin saja tidak

terlihat atau belum diketahui.

I. Teknik Penyajian Hasil Analisis

Menurut Sugiyono (2015) penelitian ini menggunakan metode

kualitatif, dalam penelitian kualitatif penyajian data, bias dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antara kategori, flowchart dan

sejenisnya. Dengan demikian dapat dilakukan bahwa penelitian kualitatif

dengan metode deskripsif hasil analisisnya disajikan dengan menggunakan

teks yang bersifat naratif. Teks naratif adalah teks yang menggambarkan

permasalahan atau kasus yang dikemukakan berdasarkan fakta yang ada

dengan berpijak pada fakta yang bersifat khusus kemudian diteliti untuk

dicari pemecah masalahnya dan dilakukan penarikan kesimpulannya.


47
BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Desa Asemdoyong

a) Gambaran Umum Desa Asemdoyong

Desa Asemdoyong adalah salah satu Desa yang berada di

Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang yang terletak di pesisir pantai

utara pulau Jawa dan mempunyai tempat pelelangan ikan (TPI),

dimana TPI ini cukup besar di wilayah pemalang dalam

perkembangannya dewasa ini Desa Asemdoyong telah memiliki

pelabuhan perikanan pantai (PPP) yang sangat potensial dan

merupakan aset daerah yang penting keberadaannya dalam pendapatan

devisa daerah di Kabupaten Pemalang. Konon cerita yang memberi

nama Desa Asemdoyong adalah Ki Gede Pondoh, ia menemukan

pohon asem ditepi sungai yang hampir roboh (doyong). Disinilah Ki

Gede Pondoh memelihara kucing hutan besar (harimau) yang bernama

Mbah Peko. Tempat ini semula untuk tempat bermain Ki Gede

Pondoh bersama saudaranya yang bernama Ki Gede Klinthing yaitu

untuk dipanjati pohon asemnya. Pohon tersebut berdiri condong

(doyong) ke arah barat dan menghadap ke Sido Ayu yang sekarang

bernama Candi Sedayu. Disekitar pohon tersebut ada sungai yang

bernama jurumangu, banyak ikan dan ada juga buayanya saat itu,

akhirnya Ki Gede Pondoh menamakan Desa ini dengan nama Desa


49

Asemdoyong. Pada saat Lurah Wiro Wongso pohon asem tersebut

ditebang dan dirobohkan. Sampai sekarang pohon asem tersebut

dibuat untuk bedug dengan diameter 120 cm dan panjang 130 cm

yang berada di Masjid utama Desa Asemdoyong tepatnya di Masjid

Baitussalam Dusun Asemdoyong.

Seiring perkembangan jaman Desa Asemdoyong juga

mengalami perkembangannya dari himpunan yang tersebar pada

ratusan tahun yang lalu. Bukti sejarah menunjukan adanya makam

kuno tokoh penyebar agama Islam yaitu makam dari Mbah Jiwo

Agung dan mbah Syeik Kyai Haji Abu Bakar yang terletak di Desa

Asemdoyong, serta dengan tradisi dan cerita lesan yang ikut mewarnai

berdirinya Kabupaten Pemalang sebagai satu kesatuan yang tak

terpisahkan. Kesatuan pemukiman di Desa Asemdoyong secara sosio-

historis berkembang sebelum menjadi Desa (Asemdoyong, desa.id ;

2021).

Desa Asemdoyong memiliki luas 578.356 Hektar. Dari luas

tersebut kemudian dibagi menjadi enam dusun (Sindu, 2010), sebagai

berikut :

a) Dusun Asemdoyong

Dusun Ndoyong dipimpin oleh Kadus Bernama Bapak

Yasin Yusuf. Dusun ini terbagi menjadi RW 1 dan 2; dan

14 RT, yakni RT 1 - 13 dan RT 62.


50

b) Dusun Beran

Dusun Beran dipimpin oleh Kadus Bernama Ruyanto.

Dusun ini terbagi menjadi RW 3 dan 4; dan 11 RT, yakni

RT 14 - 25.

c) Dusun Trinem

Dusun Trinem dipimpin oleh Kadus bernama Miftahudin.

Dusun ini terbagi menjadi RW 5 dan RW 6; dan 8 RT,

yakni RT 26 - 34.

d) Dusun Bulusari

Dusun Bulusari dimpimpin oleh Kadus bernama Edi

Mulyono. Dusun ini terbagi menjadi Rw 7 dan RW 8; dan 6

RT, yakni RT 35 - 40 dan RT 61

e) Dusun Karanganyar

Dusun Karanganyar dimpimpin oleh Kadus bernama Nur

Komelia. Dusun ini terbagi menjadi 2 RW dan 11 RT, yakni

RT 41 - 50 dan RT 63

f) Dusun Pandanwangi

Dusun Pandanwangi dipimpin oleh Kadus bernama Rasuli.

Dusun ini terbagi menjadi 2 RW dan 10 RT, yakni RT 51 –

60.

b) Kependudukan Desa Asemdoyong

Desa Asemdoyong berpenduduk 14.780 jiwa dengan rincian :

7.541 jiwa laki - laki dan 7.239 jiwa perempuan. Semuanya beragama
51

Islam. Meskipun demikian, mereka mempercayai bahwa tempat-

tempat tertentu, termasuk laut, ada “penunggunya”. Pantang - larang

ketika berada di laut dan adanya upacara tradisional baritan adalah

wujud dari kepercayaan tersebut. Dalam melaksanakan ibadatnya,

mereka dapat pergi ke masjid dan atau langgar (surau). Jumlah masjid

yang ada di sana ada 5 buah, sedangkan suraunya ada 26 buah

(Monografi Desa Asemdoyong, 2009).

Tingkat pendidikan yang dicapai oleh penduduknya dapat

dikatakan rendah karena sebagian besar hanya tamat Sekolah Dasar

(SD). Hanya 21 orang yang tamat akademi dan 18 orang yang

berpredikat sarjana (S1). Penduduk yang hanya tamat SD atau tidak

tamat SD kebanyakan adalah nelayan. Hal itu sangat erat kaitannya

dengan proses untuk menjadi nelayan. Selain itu, di tahun 1960-an

sekolah SD (ketika itu Sekolah Rakyat) yang ada di Desa

Asemdoyong hanya sampai kelas tiga. Ini artinya, jika seseorang ingin

menamatkan SD-nya, maka yang bersangkutan harus keluar dari

desanya. Pada umumnya ke SD yang ada di Desa Beji (sekarang

kelurahan), Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang. Di masa kini

pun jika seseorang ingin melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang

lebih tinggi, yang bersangkutan harus ke luar desa, karena sarana

pendidikan yang ada di Desa Asemdoyong hanya setingkat Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).


52

Jenis mata pencaharian yang digeluti oleh penduduk Desa

Asemdoyong cukup kompleks, mulai dari Pegawai Negeri Sipil,

Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (Polri),

pedagang, pertukangan, petani sampai nelayan. Namun demikian,

sebagian besar adalah petani dan nelayan (Mina Sejahtera, 2022).

c) Keadaan Ekonomi Desa Asemdoyong

Perumahan yang ada di Desa Asemdoyong sebagian besar

(1.912 buah) berdinding tembok (batu bata dan atau batako),

beralaskan keramik, dan beratap genteng. Selebihnya adalah rumah

model “kutangan” dan rumah yang semua dindingnya berupa pager 4.

Hampir setiap rumah ada antena televisinya. Data yang tercantum

dalam Monografi Desa Asemdoyong tahun 2009 menyebutkan bahwa

pesawat televisi yang ada di sana berjumlah 2.210 buah. Ini artinya

sebagian besar penduduknya memiliki televisi. Selain itu, di sana juga

relatif banyak yang memiliki pesawat telepon (39 orang) dan pesawat

radio (311 orang).

Sampai saat ini, Desa Asemdoyong belum memiliki pasar.

Namun demikian, berdasarkan data Monografi Desa (2009), di sana

ada toko (104 buah), warung (39 buah), dan pedagang kaki lima (8

orang) yang menyediakan berbagai macam kebutuhan sehari-hari

masyarakat setempat. Malahan, di desa tersebut ada Tempat


53

Pelelangan Ikan (TPI). Dengan demikian, dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari, khususnya kebutuhan primer, masyarakat setempat tidak

perlu keluar desa karena di dalam desa dapat dikatakan segalanya

telah tersedia.

d) Data Statistik Desa Asemdoyong

Gambar. 3 Jumlah Penduduk Menurut Umur


(Sumber https://kampungkb.bkkbn.go.id/kampung/12012/mina-
sejahtera)
54

Gambar. 4 Prosentase Partisapasi Keluarga Dalam Poktan


(Sumber https://kampungkb.bkkbn.go.id/kampung/12012/mina-
sejahtera)

Gambar. 5 Susunan Kepengurusan Desa Asemdoyong


(Sumber https://kampungkb.bkkbn.go.id/kampung/12012/mina-
sejahtera)
55

2. Tradisi Baritan

Tradisi Baritan adalah upacara adat yang berkaitan dengan

kepercayaan masyarakat dan peristiwa alam. Tradisi ini tumbuh dan

berkembang dalam kehidupan masyarakat yang bermata pencaharian

sebagai petani dan nelayan. Pada masyarakat petani, tradisi ini sering

disebut dengan istilah Tradisi Baritan, sedangkan pada masyarakat

nelayan juga disebut Tradisi Baritan. Walaupun demikian, baritan

yang dilakukan baik oleh masyarakat petani maupun nelayan

mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebagai ungkapan rasa syukur

kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan hasil

Laut/tangkapan ikan yang melimpah. Selain itu, juga sebagai media

untuk memanjatkan doa keselamatan. Bedanya, pada masyarakat

nelayan melaksanakan upacara ritual Baritan di laut. Sebagai

contohnya masyarakat nelayan di daerah Pemalang.

Tradisi Baritan yang dilaksanakan di TPI Asemdoyong,

Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang digelar pada setiap tanggal 1

Suro atau bertepatan dengan 1 Muharom pada tiap tahunnya sebagai

ungkapan rasa syukur atas rejeki yang melimpah serta panjatan doa

agar ditahun depan mendapatkan rejeki melimpah. Baritan merupakan

salah satu tradisi yang sudah turun-temurun dilaksanakan warga

nelayan di pantai utara Pemalang sebagai rasya syukur kepada Yang

Maha Kuasa. Tradisi yang dilaksanakan setiap selasa atau jumat di

awal bulan Sura (Kalender Jawa) ini merupakan prosesi melarung


56

sesaji ke tengah laut. Pada tradisi baritan terdapat kegiatan sosial

seperti donor darah, bakti sosial, serta pesta kesenian. Pelaksanaan

Baritan ini dilaksanakan di Desa Asemdoyong, Kecamatan Taman,

Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.Ada tiga sesaji laut atau ambeng

laut berupa kepala kerbau dan jajanan lokal yang ditempatkan pada

perahu kecil yang dilarungkan ketengah laut menggunakan perahu

yang sudah dihias dengan bendera dan umbul-umbul janur kuning.

Sebelum upacara pelarungan, diadakan tirakatan bersama yang

dihadiri para nelayan, tokoh masyarakat setempat dan para pejabat

terkait dengan mengambil lokasi di tempat pelelangan ikan.

Pembacaan doa dan tahlil menyertai upacara ini dengan maksud agar

pelaksanaan upacara ini dapat berjalan lancar, selamat dan tidak

menyimpang dari aturan agama. Sebelum dibawa ke laut, panitia

Baritan mengundi sesaji untuk menentukan perahu dan juru mudi

yang berhak membawa sesaji ke laut. Caranya dengan mengambil

nomor urut yang ada di dalam toples kecil dan ditutup kertas yang

diberi lubang kecil untuk mengeluarkan lintingan kertas nomor urut

tersebut. Mirip seperti arisan, usai pengundian Juru Mudi dan ABK

diharuskan memakai kaos yang sudah disediakan panitia. Selanjutnya

membawa sesaji ke laut.Setiap diadakan upacara atau tradisi Baritan

ini, selalu ramai dikunjungi oleh warga sekitar Desa Asemdoyong dan

para pengunjung dari desa lain. Warga yang datang biasanya diberi

kesempatan oleh para nelayan setempat untuk menaiki perahu yang


57

sudah dihias sedemikian rupa. Tidak Cuma naik, bahkan pengunjung

yang datang juga diantar berkeliling menggunakan perahu-perahu

tersebut (Redaksi Pemalang;2021).

B. Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif.

Pendekatan kualitatif adalah tradisi tertentu dalam pengetahuan ilmu sosial

yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia

dalam kaitannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut

dalam bahasanya dan dalam peristilahannya (dalam Nasution 1998), sesuai

dengan tujuan penelitian ini, untuk mengetahui Internalisas nilai-nilaii

Pancasila dalam Tradisi Baritan Sebagai Pemelihara Budaya Nasional di

Desa Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang, maka dalam

penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini juga

menggunakan pendekatan deskriptif yaitu data-data yang terkumpul

berbentuk rata-rata atau gamabar sehingga tidak menekankan pada angka

(Sugiono 2010), karena hasil penelitian ditekan untuk memberikan

gambaran secara objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang

diteliti. Peneliti ini berusaha meneliti atau menyelidiki tentang Internalisasi

Nilai-Nilai Pancasila dalam Tradis Baritan Sebagai Pemelihara Budaya

Nasional Di Desa Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang.

Penulis menggunakan pedoman wawancara sebagai sumber data

dengan responden yang diambil berjumlah 4 orang terdiri dari : 1) Kepala

Desa, 2) Lembaga Adat, 3) Kyai/Ustad/Sesepuh desa 4) Warga Desa, dari


58

hasil wawancara dapat dilihat pada lampiran yang terlampir. Berdasarkan

hasil observasi dan wawancara terhadap para responden bahwa

internalisasi nilai-nilai pancasila dalam tradisi baritan sebagai berikut :

1. Peran Pancasila Dalam Tradisi Baritan di Desa Asemdoyong

Salah satu tradisi yang memiliki kandungan nilai filosofis

pancasila adalah Tradisi Baritan. Secara umum tujuan diadakan

upacara ini yaitu untuk menyampaikan rasa syukur atas rejeki yang

diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan memohon keselamatan

bagi para nelayan dan keluarganya supaya dalam menunaikan

tugasnya sehari-hari sebagai nelayan tidak mendapatkan gangguan

apapun, sehingga memperoleh hasil tangkapan yang memuaskan.

Tradisi ini dikenal dengan istilah tradisi baritan. Masyarakat kakek

nenek moyang terdahulu menyadari bahwa Tradisi Baritan sebagai

bagian tradisi yang dikembangkan atas dasar keinginan untuk

mengungkapkan rasa terimakasih dan rasa syukur kepada Tuhan Yang

Maha Esa (Wahyu, 2016). Karena itu, Tradisi Baritan memiliki

kandungan nilai-nilai filosofis dalam Pancasila.

a) Nilai sila pertama (KeTuhanan yang Maha Esa)

Tradisi Baritan ialah kegiatan tradsi sosial masyarakat

yang mengandung makna rohani (spiritual meaning) yang

dapat dirasakan oleh lapisan warga masyarakat. Setiap orang

adalah makluk rohani yang memiliki hubungan harmonis

dengan Tuhan Yang Maha Esa ( Allah SWT). Tradisi Baritan


59

sebagai ekspresi wujud rasa terimakasih dan syukur kepada

Tuhan yang Maha Esa yang telah menganugerahi lingkungan

alam yang mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan

sosial masyarakat. Sebagai makluk ciptaan Tuhan, maka

masyarakat Desa Asemdoyong menyadari akan keberadaan

dirinya sebagai umat yang harus berterimakasih dan

bersyukur kepada Tuhan Maha Pencipta. Mereka

mengungkapkan rasa syukur melalui kegiatan adat Tradisi

Baritan. Jadi Tradisi Baritan merupakan cermin dari

perwujudan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa tercermin ketika

proses penyembelihan hewan yang akan dikorbankan untuk

labuhan diawali dengan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an seperti

ayat kursi :

Artinya :Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak

disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus

menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan


60

tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi.

tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-

Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka

dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-

apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.

Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa

berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi

Maha besar.

Nilai Ketuhanan juga tercermin ketika seluruh

masyarakat Desa Asemdoyong dan sekitarnya serta

masyarakat pendatang (Wisatawan) yang berbeda agama

serta kepercayaan bekerjasama mempersiapkan upacara

Tradisi Baritan mereka saling hormat menghormati sehingga

menciptakan suasana kerukunan hidup antar umat beragama,

serta pada saat prosesi do’a bersama di Pantai Desa

Asemodoyong juga dengan doa-doa islami. Pernyataan

tersebut sesuai dengan pernyataan hasil wawancara dengan

salah satu sesepuh warga Desa Asemdoyong, bahwa prosesi

awal tradisi Baritan dimulai dengan doa atau bermunajat

kepada Tuhan yang Maha Esa, Seperti pembacaan tahlil,

untuk para warga Desa Asemdoyong yang sudah meninggal

dunia. Hal ini juga sesuai dengan pendapat (Munir, 2016)

beberapa butir nilai yang terkandung dalam sila pertama


61

Pancasila, yakni : a) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-

masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, b)

hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk

agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-

beda sehingga terbina kerukunan hidup, c) saling hormat

menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan

agama dan kepercayaan masing-masing, d) tidak

memaksakan kehendak suatu agama kepercayaan kepada

orang lain.

Penulis berpendapat bahwa Indonesia mengakui adanya

keragaman agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan

aliran kepercayaan. Agama boleh saja berbeda, namun setiap

pemeluk agama meyakini adanya Tuhan yang berdaulat dan

berkuasa atas seluruh alam semesta. Ketika suatu masyarakat

desa Asemdoyong menyelenggarakan Tradisi Baritan, maka

hal itu berarti masyarakat sedang mewujudkan sila

Ketuhanan Yang Maha Esa. Masyarakat desa Asemdoyong

percaya Tuhan Yang Maha Esa berdaulat atas lingkungan

alam desa Asemdoyong yang menghasilkan ikan pada

lautnya. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa benar-benar menjadi

sifat dan karakteristik yang menyatu dalam diri setiap warga


62

desa Asemdoyong.

b) Nilai sila kedua Kemanusian yang adil dan beradab

Kemanusiaan yang adil dan beradab ialah sila kedua

yang menunjukkan nilai kemanusian yang terkandung dalam

kehidupan masyarakat Indonesia. Setiap penduduk memiliki

sifat kepedulian terhadap orang lain, karena setiap orang

memiliki keinginanuntuk bersosialisasi dalam komunitas

sosial masyarakat. Sifat kemanusian dipertajam dengan

adanya kepedulian terhadap kepentingan dan kebutuhan

orang lain. Seseorang tidak mungkin hidup seorang diri,

namun seseorang membutuhkan kehadiran orang lain.

Pertemuan antar individu dalam konteks interaksi sosial akan

meningkatkan kepekaan, kepedulian dan kekompakan dalam

upaya mencapai tujuan bersama. Karena itu, tradisi Tradisi

Baritan akan mendorong setiap warga desa Asemdoyong

untuk meningkatkan kepekaan dan kepedulian terhadap

sesamanya, sehingga mereka menjadi manusia yang beradab,

berbudaya dan berakhlak luhur.

Desa Asemdoyong dibangun oleh kakek-nenek moyang

pertama yang telah berjasa membuka lahan hutan lebat dan

kini telah terbentuk komunitas masyarakat desa. Masyarakat

sesepuh menyadari bahwa apa yang dilakukannya akan

memberi dampak positif di kemudian hari. Masyarakat desa


63

Asemdoyong mempercayai bahwa Masyarakat sesepuh

menjadi tokoh-tokoh sentral yang menjadi pioner berdirinya

desa Asemdoyong. Masyarakat sesepuh berpikir jauh ke

depan bahwa generasi penerus akan mengikuti jejaknya untuk

melanjutkan tugas-tugas kemanusiaan dalam membangun

masyarakat desa. Masyarakat sesepuh telah meletakkan dasar

kuat bahwa masyarakat Desa Asemdoyong harus menjunjung

tinggi nilai-nilai kemanusiaan melalui pengembangan adat-

istiadat Tradisi Baritan. Tradisi Baritan bukan hanya sekedar

ritual tradisi biasa saja, namun Tradisi Baritan mengandung

makna pengembangan nilai-nilai kemanusiaan yang

meningkatkan keberadaban masyarakat desa Asemdoyong.

Setiap warga diajar dan dididik untuk menghargai setiap

upaya yang telah dibangun oleh pendiri desa sebelumnya.

Dengan demikian, Tradisi Baritan menjadi proses

pengembangan nilai-nilai kemanusiaan yang akan dapat

terinternalisasi dalam diri setiap warga.

Nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab tercermin

juga ketika masyarakat Desa Asemdoyong sebelum

pelaksanaan tradisi Baritan mengadakan kegiatan

kemanusiaan yakni santunan anak yatim-piatu, serta sikap

saling menghormati dan menghargai antara masyarakat

sekitar rumah. Penulis juga menemukan bahwasannya ketika


64

masyarakat saling tolong-menolong dalam mempersiapkan

acara tradisi Baritan tersebut karena pada dasarnya manusia

hidup tidak bisa tanpa bantuan dari orang lain. Pernyataan

tersebut sesuai dengan beberapa pendapat Munir (2016)

mengenai butir Pancasila sila kedua, yakni:

1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan

persamaan kewajiban sesama manusia;

2. Saling mencintai sesama manusia;

3. Mengembangkan sikap tenggang rasa;

4. Tidak semena-mena terhadap orang lain;

5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan;

6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan;

7. Berani membela kebenaran dan keadilan;

8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari

masyarakat dunia internasional dan dengan itu harus

mengembangkan sikap saling hormat menghormati dan

bekerjasama dengan bangsa lain.

Selain itu Munir (2016) mengatakan, “setiap manusia

dituntut untuk adil dengan sesama. Manusia di dunia ini tidak

hidup sendirian, pasti membutuhkan bantuan orang lain”.

c) Nilai sila ketiga Persatuan Indonesia

Tradisi Baritan menjadi cermin perwujudan sila

persatuan Indonesia, sebab setiap warga Desa Asemdoyong


65

memiliki keinginan kuat untuk hidup rukun, damai dan tetap

dalam satu-kesatuan yang utuh. Seperti contoh kegiatan

kampanye maupun pemilihan umum (Pilihan Presiden dan

Wakil Presiden, pemilihan legislatif), masyarakat Desa

Asemdoyongtidak terpancing terhadap ajakan dari para

pemimpin nasional. Mereka memahami bahwa pemimpin

nasional cenderung mendikhotomikan kelompok masyarakat

untuk setia pada pemimpin mereka masing-masing. Pilihan

politik selama kampanye maupun pemilihan umum boleh saja

berbeda, namun mereka sadar bahwa mereka harus tetap

bersatu padu. Itulah sebabnya, perbedaan para pemimpin

nasional hanya sebatas perbedaan pandangan dan pilihan

politik, namun jangan sampai hal itu memecah belah secara

tajam di antara warga masyarakat desa Asemdoyong.

Dengan adanya kegiatan tradisi Tradisi Baritan, maka

masyarakat secara sadar mewujudkan nila kesatuan dengan

cara bergotong royong, seperti contoh mengumpulkan iuarn

uangsebesar 50.000-100.000 demi untuk pembiayaan Tradisi

Baritan tersebut. Selain itu juga terlihat pada kegiatan gotong

royong pada prosesi pelaksanaan tradisi tersebut. Bagi

mereka bahwa iuran berupa uang sebesar itu tidak ada artinya

apa-apa, jika dibandingkan nilai kesatuan yang telah

mendarah daging dalam diri setiap warga masyarakat desa.


66

Sejak jaman dulu, terbentuknya masyarakat Desa

Asemdoyong dimulai perkawinan pasangan suami-istri yang

kemudian beranak pinak sampai ribuan orang yang menjadi

penduduk desa ini. Mereka semua masih tergolong sedarah

daging dari garis keturunan kakek nenek moyang yang sama.

Karena itu, Tradisi Baritan akan menyatukan kembali bagi

seluruh warga masyarakat desa Asemdooyong.

Penulis juga menemukan bahwa nila Persatuan

Indonesia yang jarang sekali masyarakat sadari tercermin

ketika masyarakat Desa Asemdoyong dan sekitarnya tetap

ingin menjaga dan melestarikan budaya dan tradisi upacara

Tradisi Baritan sebagai wujud cinta tanah air, dengan

lestarinya traadisi Baritan tersebut berarti masyarakat Desa

Asemdoyong dan sekitar sudah menyatakan kecintaannya

terhadap tanah air Indonesia. Pernyataan tersebut sesuai

dengan beberapa butir nilai Pancasila sila ketiga pendapat

Munir (2016) yakni:

1. Menjaga persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan

Republik Indonesia;

2. Rela berkorban demi bangsa dan negara;

3. Cinta tanah air;

4. Berbangga sebagai bagian dari Indonesia;


67

5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan

bangsa yang berBhineka Tunggal Ika.

d) Nilai sila keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

Kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

Berdasarkan temuan penelitian nilai Pancasila sila

keempat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan tercermin

ketika penyelenggaraan Tradisi Baritan, seperti pendanaan

dalam penyelenggaraan acara tersebut, bahwa acara tradisi

Baritan membutuhkan dana yang cukup besar yaitu kurang

lebih 50 juta. Setiap warga mengumpulkan dana sebesar 50

ribu-100 ribu rupiah dan terkumpul 25 juta. Selanjutnya, sisa

kekurangannya diambilkan dari kas Desa. Sebelum

penyelenggaraan Tradisi Baritan, kepala desa memimpin

secara musyawarah seluruh aparat desa dan sesepuh tokoh

masyarakat. Mereka diperbolehkan untuk berpendapat dan

mengusulkan kegiatan konkrit. Situasi rapat cukup dinamis

karena masing-masing peserta rapat boleh berbeda

pandangan, namun pada akhirnya keputusan harus bisa

diterima oleh semua agenda kegiatan.

Sila keempat sebagai sila yang menekankan pada azas

musyawarah mufakat. Proses musyawarah dihadiri semua

staff yang memiliki wewenang untuk berpendapat secara


68

mandiri, namun mereka mempertanggungjawabkan setiap

keputusannya dengan terjun ke lapangan. Selama kegiatan

Tradisi Baritan, mereka harus berada di depan karena mereka

tokoh masyarakat. Selanjutnya, Prosesi Larung sesaji yang

dimulai dari Balai desa Asemdoyong diawali dengan kirab

Ambeng Laut yang diiringi musik angklung, drum band,

kuda lumping dan rebana dilanjutkan Upacara Ritual dan

Ruwatan Larung Sesaji di TPI Asemdoyong

Hal ini juga sesuai dengan dengan pendapat Munir

(2016) beberapa butir nilai yang terkandung dalam sila

keempat Pancasila, yakni:

1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat

diatas kepentingan pribadi dan golongan;

2. Tidak memaksakan kehendak pada orang lain;

3. Mengutamakan budaya rembug musyawarah dalam

mengambil keputusan bersama;

4. Berembug atau musyawarah sampai mencapai

konsensus atau kata mufakat yang diliputi dengan

semangat kekeluargaan.

e) Nilai sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia

Tradisi Baritan pada hakikatnya mengandung unsur sila

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya


69

masyarakat Desa Asemdoyong. Masyarakat Desa

Asemdoyong merasakan adanya keadilan yang telah terwujud

dalam kehidupan mereka. Keadilan sosial itu bersifat relatif,

tergantung bagaimana penghayatan dan penilaian terhadap

kondisi hidup mereka dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya

(Sudjana, 2018). Memang sebagian masyarakat Desa

Asemdoyong ada yang tergolong kaya, menengah atau

miskin, namun mereka merasakan keadilan secara sosial.

Hasil LautDesa Asemdoyongmemberikan hasil yang

memuaskan bagi semua penduduk yang rata-rata berprofesi

sebagai nelayan. Kaya miskin tetaplah merasa sama rata dan

sama rasa karena mereka bisa menerima keberadaan diri

mereka sesuai dengan kondisi hidup mereka. Mereka yang

kaya tentu memiliki sumber penghasilan atau pendapatan

yang lebih banyak daripada mereka yang tergolong miskin.

Namun mereka tetap merasakan keadilan dalam hidup

mereka.

Hal yang terlihat pada sila kelima ini yaitu tercermin

pada saat pembagian berkat, pembagian berkat tersebut

dibagikan secara adil oleh panitia, untuk masyarakat yang

beberapa hari sebelumnya sudah membantu tapi pada saat

acara berlangsung ada yang berhalangan hadir maka panitia

juga menyisihkan sebagian berkat untuk warga Desa


70

Asemdoyong yang berhalangan hadir tersebut sebagai wujud

menghormati dan menghargai atas bantuan yang telah

disalurkan beberapa hari sebelum pelaksanaan Tradisi

Baritan.

Hasil ini juga sesuai dengan pendapat Munir (2016)

secara singkat, ada beberapa butir nilai yang terkandung

dalam sila ke-5 Pancasila, yakni :

1. Bersikap adil terhadap sesama;

2. Menghormati hak-hak orang lain ;

3. Menolong sesama;

4. Menghargai orang lain;

5. Melakukan pekerjaan yang berguna bagi

kepentingan umum dan bersama.

2. Nilai-Nilai Pancasila dalam Melestarikan Budaya lokal

Eksistensi Nilai-Nilai Pancasilas ecara kualitas, adalah bersifat

objektif danbersifat subjektif. Artinya, esensi nilai-nilai pancasila

adalah bersifat universal yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,

kerakyatan dan keadilan. Nilai-nilai pancasila yangobjektif dapat

dijelaskan sebagai berikut: 1. Rumusan dari sila-sila pancasila itu

sendirisebenarnya hakikat maknanya yang terdalam menunjukkan

adanya sifat-sifat yang umumuniversal dan abstrak karena merupakan

suatu nilai 2. Inti nilai-nilai pancasila akan tetapada sepanjang masa

dalam kehidupan bangsa Indonesia, baik dalam adat,


71

kebiasaan,kebudayaan, kenegaraan, maupun dalam kehidupan

kenegaraan 3. Pancasila yangterkandung dalam pembukaan UUD

1945 tidak dapat diubah secara hukum sehinggaterlekat pada

kelangsungan hidup negara.Sebagaimana terkandung dalam Tap

MPRSno.XX/MPRS/1966.

Nilai-nilai subjektif pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan

nilai pancasila itumelekat pada bangsa Indonesia itu sendiri,

pengertian dapat dijelaskan sebagai berikut:1. Nilai-nilai pancasila

timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagaikuasa

materialis, 2. Nilai-nilai pancasila merupakan filsafat bangsa

Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa, 3.Nilai-nilai pancasila

didalamnya terkandung ketujuh nilainilai kerohanian, yang

manifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia

karenabersumber dari keperibadian bangsa.

Budaya lokal merupakan merupakan budaya yang dimiliki

masyarakat yang menempati lokalitas atau daerah tertentu yang

berbeda dar budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang berada

ditempat yang lain, seperti halnya tradisi baritan pada masyarakat

Desa Asemdoyong.MenurutRahyono (2009) kearifan lokal merupakan

kecerdasan manusia yang dimiliki olehkelompok etnis tertentu yang

diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya,kearifan lokal

adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui pengalaman mereka

danbelum tentu dialami oleh masyarakat yang lain. Nilai-nilai tersebut


72

akan melekat sangatkuat pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah

melalui perjalanan waktu yang panjang,sepanjang keberadaan

masyarakat tersebut.

Penanaman nilai-nilai pancasila melalui budaya lokal seperti

tradisi baritan dapat dilakukan dengan mengadaptasi dan

menambahkanya pada agenda wajib bagi masyarakat desa

Asemdoyong, dengan harapan dapat membentuk karakter khususnya

kaum pemuda yang cinta terhadap budaya lokal dan cinta terhadap

budaya bangsa dan pada akhirnya akan menumbuhkan nilai-nilai

nasionalisme

Menurut (A Aswasulasikin, Ibrahim, & Hadi, 2020; Faiziyah,

2017; Pawitro, 2011; Setiawan, 2017; Zaenal, 2020) Nilai-nilai

budaya tradisional dapat diketahui melalui konsep kehidupan dalam

bertindak dan berprilaku yang umumnya merepresentasikan lakatnya

aspek nilai budi pekerti luhur bangsa sehingga akan menjadi

pandangan Falsafah hidup bangsa Indonesia. Konsep kehidupan

tersebut cendrung menjaga keseimbangan berbangsa dan bernegara,

sebagai cerminan hubungan harmonis antara manusia, lingkungan,

dan sang khaliq. Hubungan tersebut merupakan wujud dari budaya

lokal masyarakat tradisional dari berbagai suku bangsa dalam menjaga

keseimbangan dan keharmonisan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Budaya lokal seperti tradisi baritan ini cendrung terpinggirkan

atau bahkan tidak lagi dikenal oleh generasi-generasi berikutnya.


73

Tradisi baritan sebagian besar terisolasi oleh generasi muda karena

dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Tradisi

baritan hampir semuanya tergerus dan punah disebabkan karena

internalisasi budaya luar melalu berbagai media. Perkembangan

ternologi memiliki andil yang sangat besar dalam merusak budaya

lokal sampai keakar-akarnya.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat Desa

Asemdoyong, bahwa faktor latar belakang pendidikan sangat

mempengaruhi tradisi kepercayaan masyarakat,pada dasarnya tidak

semua masyarakat memahami arti dari sedekah laut (Tradisi Baritan)

tersebut, masih ada masyarakat yang memanfaatkannya kepada hal-

halnegatif, tetapi banyak juga masyarakat yang memahami arti tradisi

pesta lautitu dengan latar belakang pendidikan sehingga memahami

tujuan dan manfaatdari pesta laut tersebut atau pengaruh perilaku yang

baik dari orang lain yangmengarahkan tujuan dan manfaat dari pesta

laut itu seperti apa.

Tradisi yang telah membudaya akan menjadi sumber dalam

berakhlakdan berbudi pekerti seseorang. Tradisi atau kebiasaan dalam

pengertian yangpaling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan

untuk sejak lama danmenjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok

masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau

agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah

adanya informasi yang diteruskan dari generasike generasi baik


74

tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisidapat

punah. Tradisi juga dapat diartikan sebagai kebiasaan bersama

dalammasyarakat manusia, yang secara otomatis akan mempengaruhi

aksi danreaksi dalam kehidupan sehari-hari para anggota masyarakat

itu.

Pembangunan sumber daya manusia untuk menjadi lebih baik

danberkualitas yaitu dengan jalur pendidikan, karena pendidikan

merupakan salahsatu jalur pembinaan yang potensial dan mutlak

diperlukan, sebab sebagaimanbahwa pendidikan merupakan unsur

utama dalam pembinaan sumber daya manusia. Tradisi pesta laut

memilki nilai- nilai yang dilihat dari beberapa segi,nilai-nilai yang

terdapat dalam acara pesta laut/sedekah laut yaitu: nilai sosial,wujud

dari nilai sosial dalam pranata masyarakat saat acara sedekah laut/

pestalaut masyarakat sekitar yang secara bergotong royong dalam

menggelarpelaksanaan kegiatan baik sebelum dan sesudah acara,

semua warga bekerjasama secara gotong royong dan guyub rukun

dalam menyukseskannya,sehingga dari upacara tersebut terlahirlah

kerukunan warga, solidaritas dankebersamaan masyarakat. Nilai

agama, tradisi sedekah laut ini diadakan sebagai sebuah simbolis

terhadap rasa syukur kepada Tuhan YME. Nilai ekonomi, dalam

pelaksanaan acara sedekah laut menunjukan tingkat perekonomian

masyarakat pesisir, apabila perayaannya meriah dan banyak

pengunjungnya, maka itu menandakan bahwa perekonomian mereka


75

saat itu semakin meningkat. Dan harapannya tingkat perekonomian

mereka selalu meningkat seiring berjalannya waktu. Nilai pendidikan,

dalam serangkainprosesi acara pesta laut memberikan banyak

pelajaran terhadap generasi mudaagar senantiasa menjaga, memelihara

dan melestarikan kebudayaan yang ada,serta saling menjaga

kerukunan satu sama lain.

Nilai merupakan suatu keyakinan yang membuat seseorang

bertindakatas dasar pilihannya sendiri sesuai dengan hati dan

pikirannya (Allport,1964), jadi dalam hal ini nilai dijadikan sebagai

patokan seseorang dalammelakukan hasrat perilaku baik maupun

buruknya.

Peneliti menulis beberapatindakan masyarakat yang

melaksanakan tradisi sedekah laut, meskipun nilaibersifat tersirat

tetapi nilai bisa dituangkan melalui tindakan, berikut adalah beberapa

nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi sedekah laut, yaitu

sebagaiberikut:

a) Nilai Spritual

Tradisi sedekah laut (Tradisi Baritan) di Desa Asemdoyong

memiliki unsur nilai spiritual yang cukup kuat. Hal

tersebutdapat dilihat dari awal prosesi pelaksanaannya, di

mana sebelum tradisidimulai terlebih dahulu dilaksanakan

pengajian/slametan setelah Sholat Maghrib yang diawali

dengan pembacaan surat Al- Fatihah yang ditujukan kepada


76

Allah SWT sang pemilik dunia seisinya, kemudian setelah

itudiikuti dengan pembacaan tahlil serta bacaan surat-surat

pilihan yangmemang dibaca ketika prosesi pengajian.

Pembacaan tahlil serta doa-doa lainnya dipimpin oleh

seorang pemuka agama dari daerah setempat. Doa-doayang

dipanjatkan relatif panjang dan sangat khidmat, pemuka

agamadan masyarakat setempat meyakini bahwa doa yang

panjang akan lebihdiijabah atau dikabulkan oleh Allah SWT,

setelah dilaksanakannyapengajian pada malam hari sebelum

prosesi dimulai, pada esok haripelaksanaan prosesi acara,

serangkaian doa-doa juga dipanjatkan dari awalmulai dan

berakhirnya prosesi, sebelum sesaji dan berbagai

macamperalatan lainnya dilarungkan dikelaut, dipanjatkan

terlebih dahulu doa-doaseperti pembacaan surat Al-Fatihah

sebagai pembuka yang kemudiandilanjutkan dengan bacaan

seperti Laa ilaa ha ilallah Muhammadurrosulallah yang

dibaca secara berulang-ulang dan kemudiandilanjutkan

dengan rangkaian doa lainnya seperti surat Al-Ikhlas, An-

Nasdan doa ucapan syukur kepada Allah, di samping itu, doa-

doa yangdipanjatkan dalam berlangsungnya ritual Sedekah

Laut juga menggunakandoa yang berbahasa Jawa, pernyataan

tersebut juga diungkapkan oleh salah satu responden selaku

pemimpin doa dalam serangkaian Sedekah Laut (Tradisi


77

Baritan).

b) Nilai Ekonomis

Tradisi sedekah laut (Tradisi Baritan) di desa Asemdoyong

memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat luas.

Penyelenggaraan tradisi sedekah lauthampir sama dengan

kegiatan lainnya yang melibatkan banyak orang

sertamendatangkan kerumunan massa untuk melihat jalannya

ritual tradsisi,dengan banyaknya kerumunan massa yang

datang, biasanya para pedagangmendirikan stand-stand

makanan di area penyelenggaraan tradisi. Tradisisedekah laut

untuk dampak ekonomi di pasar maupun di area Desa

Asemdoyong semakin bangkit, bukan hanya itu para

pedagang keliling yangmenjajakan berbagai macam jenis

jajanan maupun bahan makananmenjadi lebih bergairah

menjalankan kegiatan ekonominya. Tidakketinggalan para

penjual yang menjual beragam perlengkapan yangdijadikan

sebagai sesaji untuk prosesi tradisi juga banyak

memetikmanfaat ekonomis dari tradisi sedekah laut ini,

terlebih tradisi sedekah lautmembutuhkan banyak

perlengkapan dalam penyelenggaraannya.Aneka makanan

dijual dengan harga yang lebih tinggi, hal tersebutkarena

sebagian masyarakat menganggap bahwa tradisi sedekah laut

yangdihadiri banyak orang merupakan suatu keuntungan


78

tersendiri. Keuntungan yang mereka dapatkan tentu lebih

besar kelipatannya.

Tradisi sedekah laut memberikan banyak manfaat bagi

masyarakatluas, mulai dari sebelum penyelenggaraan

maupun ketika tradisi dimulai, tradisi sedekah laut

merupakan tradisi yang sangat ditunggu-

tunggupenyelenggaraannya.Pelaksanaan Sedekah Laut

mengacu pada mata pencaharian masyarakat sebagai nelayan

(penangkap ikan). Kegiatan melautmerupakan pekerjaan

keras yang membutuhkan tekad dan niat yangkuat dari

masyarakat nelayan yang menjalankannya.Masyarakat pesisir

juga mencari keuntungan denganberkreativitas

memanfaatkan hasil laut seperti membuat beranekamacam

kerajinan seperti kerang hias yang akan dijual

kepadapengunjung pantai setempat, di sisi lain, masyarakat

juga berdagangdengan memanfaatkan hasil limpahan laut

seperti seafood (kerang,udang, ikan, dan lain-lain) untuk

diolah menjadi beragam masakan, di samping itu,bahkan

banyak dari sebagian masyarakat yang memanfaatkan

lautsebagai sumber mencari pendapatan seperti halnya

menyewakanperahu untuk pengunjung pantai yang ingin

mengarungi laut. Hal tersebut dilakukan masyarakat sebagai

salah satu upaya untuk melangsungkan hidupnya dalan


79

mencari sumber pendapatan danmeningkatkan kualitas hidup

mereka sendiri.

c) Nilai Kebersamaan dan Gotong Royong

Tradisi Baritan tidak hanya sekedar tradisi pelarungan sesaji,

namunlebih kental dalam membentuk semangat kebersamaan

antar anggota masyarakat setempat. Masyarakat Asemdoyong

secara umum, terutama kaumlaki-lakinya masing-masing

memiliki kesibukan melaut (mencari ikan)setiap harinya,

sehingga momen sedekah laut menjadi waktu yang

sangattepat untuk bertemu dan saling bertukar fikiran,

sekaligus mencairkankepenatan dan keletihan karena bekerja

seharian. Momen berkumpul seperti ini juga sering dijadikan

sebagai momen untuk saling bertukarcerita tentang

kehidupan masing-masing, sehingga dapat

mempereratjejaring sosial dan interaksi sosial antar anggota

masyarakat.

Penyelenggaraan tradisi baritan masyarakat juga saling

gotong-royong dalam mempersiapkan segala bentuk

perlengkapan tradisi. Rasa solidaritas dan semangat yang

kuat ternyata memberikan dampat positif bagi masyarakat itu

sendiri dan tentunya jalannya tradisi sedekah laut tersebut.

Solidaritas masyarakat Tratebang dapat dilihat dari semangat

kebersamaan mereka dalam mempersiapkan perlengkapan


80

peralatan mulaidari persiapan acara pengajian malam hari

sebelum tradisi dimulai,

kemudian pembuatan kapal-kapal kecil dari batang pohon

pisang yangdijadikan sebagai tempat pelarungan kepala

kerbau, menghias banyaknyaperahu dengan beraneka ragam

hiasan seperti bendera Indonesia danpernak pernik lainnya,

persiapan sesaji yang mana membutuhkan banyaksekali

barang, buah maupun makanan. Tidak hanya itu,

kebersamaan yang erat juga terlihat dari semangat

masyarakat yang juga mempersiapkan rangkaian acara

setelah tradisi sedekah laut selesai diselenggarakan seperti

perlombaan dayung antar warga masyarakat di mana dalam

acara tersebutmembutuhkan banyak perahu sampan yang

harus dipersiapkan. Menariknya, dalam penyelenggaraan

tradisi baritan, masyarakatakan sukarela membantu tanpa

ditunjuk untuk mengerjakan persiapan tradisi. Warga Desa

Asemdoyong akan berinisiatif sendiri terhadap apa yangakan

mereka kerjakan. Tidak hanya sekedar itu, masyarakat lain

juga akanturut serta membantu warga lainnya yang kerepotan

dalam menanganisemua persiapan. Hal ini yang menunjukan

semangat kebersamaan dan kegotong royongan masyarakat

Desa Asemmodoyong yang masih kental.

Tradisi baritan kerap dijadikan sebagai kesempatan


81

untukmenata kembali hubungan keakraban antar individu

satu dengan lainnyaserta menciptakan hubungan yang

harmonis antar masyarakat desa asemdoyong, dengan adanya

pelaksanaan tradisi ini yang manadihadiri dan diikuti oleh

semua warga masyarakat desa asemdoyong,hubungan

komunikasi antar masyarakat dengan komponen lainnya

yangikut serta berpartisipasi dalam jalannya upacara ini dapat

terjalin dengankompleks, seperti halnya masyarakat Jawa

yang sangat kental dengankerukunan, komunikasi merupakan

kunci utamanya.

Tradisi baritan dalam penyelenggaraannya memiliki

pengaruh yang cukup besar terhadapmasyarakat Desa

asemdoyong. Faktanya, masyarakat Desa asemdoyong

merupakan masyarakat nelayan, yang mana mereka

menghabiskan sebagian waktu mereka untuk mencari ikan di

laut. Bahkan terkadang selama berhari- hari mereka berada di

lautan tanpa bertegur sapa dengansiapapun. Sedekah laut

merupakan ajang untuk menciptakan kembali kekerabatan

dan solidaritas antar masyarakat desa.

d) Nilai Politis

Tradisi Baritan kerap dijadikan sebagai media daripemerintah

desa maupun kecamatan untuk menyampaikan

himbauanmaupun pengarahan-pengarahan berkaitan dengan


82

kebersihan desa,keamanan, kegiatan sosial, atau

kependudukan. Momen ini masyarakatjuga turut serta dalam

menyampaikan beragam informasi maupun masalahdesa

kepada aparat desa, dengan adanya momen acara

kebersamaan ini,segala bentuk informasi maupun masalah

yang ada akan lebih mudahterselesaikan dan bahkan juga

teratasi. Terlebih dengan permasalahan desa yang terkadang

sulit teratasi karena sulitnya menemui pihak aparat

desaseringkali membuat warga masyarakat merasa terabaikan

suaranya. Masyarakat setempat beranggapan bahwa

penyelenggaraan tradisi inimerupakan suatu acara yang

efektif dalam mereka membangun interaksisosial dengan

aparat desa maupun pemerintah setempat. Tradisi Baritan

yangmerupakan momen berkumpulnya semua unsur

masyarakat menjadikansemuanya terselesaikan dengan cepat.

e) Nilai Edukasi

Pelaksanaan ritual tradisi baritan ternyata mempunyai nilai

edukasi bagi masyarakat luas. Keberlangsungan acara ini

dianggap memiliki banyak unsur nilai-nilai yang dapat

dijadikan sebagai pedoman dalam hidup. Hal tersebut dapat

dilihat dari awal mulaipelaksanaan acara yang erat dengan

rasa kebersamaan, gotong-royong, guyub rukun masyarakat

setempat sehingga acara dapat berakhir dengan khidmat dan


83

lancar. Melalui penyelenggaraan sedekah laut, masyarakat

diharapkan bisa memetik beragam edukasi yang tertanam

dalam serangkainnya prosesi ritualnya.

Tradisi Baritan merupakan tradisi yang dilakukan sebagai

ungkapanrasa syukur kepada Allah SWT atas segala

limpahan rezeki yang telahdiberikannya, dalam konteks ini

merupakan wujud rasa syukur manusiakepada tuhannya,

dengan begitu masyarakat nelayan tidak akan lupa akan

Kekuasaan Allah sang pencipta. Mereka akan selalu ingat

akan segalasesuatu yang telah diberikan Tuhan kepadanya.

Oleh karena itu,masyarakat akan sadar bahwa segala sesuatu

di muka bumi hanyalah milik Allah semata, di samping itu,

tujuan dari tradisi baritan atau sedekah laut adalahberdoa

untuk meminta perlindungan dan kesalamatan hidup, manusia

pada hakikatnya hidup juga berdampingan dengan

marabahaya, oleh karena itu dalam tradisi ini kiranya

masyakarat dapat memetik nilai bahwa manusia hidup dan

dilahirkan pada dasarnya harus bersumber padakekuatan

agama.

Menurut penulis pelestarian tradisi baritan ini terdapat

perbedaan dan persamaan pendapat tentang bagaimana nilai-nilai

budaya di masyarakat asemdoyong, seperti nilai ketuhanan, gotong-

royong, kebersamaan, sopan santun, cinta kasih dalam lingkungan


84

masyarakat secara khususnya pada budaya tradisi baritan tersebut.

Nilai-nilai yang terdapat pada tradisi baritan wajib dipertahankan

untuk menunjukan suatu identitas suku dan ras suatu kelompok yang

harus dipertahankan untuk sekarang dan yang akan datang. Terutama

fungsi masyarakat itu sendiri secara umum memiliki peranan yang

sangat besar dalam mempertahankan budaya tersebut yang mana

sudah menjadi suatu kebiasaan didalam masyarakat desa asemdoyong.

Berdasarkan pengamatan dan analisa penulis secara garis besar

ada dua faktor yang yang mempengaruhi pelestarian budaya tradisi

baritan yaitu faktor interen dan eksteren. Faktor interen terdapat

banyak hal yang mempengaruhi faktor-faktor yang berasal dari dalam

masyarakat dan kebudayaan itu sendiri, misalnya perubahan jumlah

penduduk dan komposisi penduduk. Sebab-sebab perubahan

lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Masyarakat yang

hidup terbuka yang berada dalam jalur-jalur hubungan masyarakat dan

kebudayaan lain akan lebih cenderung berubah secara lebih cepat.

Faktor eksteren yang ada dalam masyarakat adalah masuknya budaya-

budaya dari luar yang mudah diserap oleh masyarakat, kemajuan

tekhnologi juga berdampak pada kurangnya minat atau motif pada

pelestarian tradisi baritan itu sendiri.


85

3. Faktor Pendorong dan Penghambat Dalam Melestarikan Budaya

Lokal

a) Faktor pendorong pelestarian budaya lokal (tradisi baritan)

Berdasarkan hasil penelitian, menurt penulis ada dua faktor

yang manjadi pendorong dalam melestarikan budaya baritan yaitu

faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor diri sendiri (Minat)

Faktor dari diri sendiri Faktor dari diri sendiri yaitu

munculnya kesadaran diri dari hati untuk mau melestarikan

tradisi baritan di Desa Asemdoyong tanpa paksaan dari

siapapun. Kesadaran yang dimiliki oleh masyarakat

asemdoyong berasal dari diri sendiri, keterlibatan meraka

dalam kegiatan tradisi ini dilakukan secara sukarela karena

adanya minat. Minat merupakan contoh faktor pribadi yang

kecenderungan perhatiannya besar terhadapsesuatu, sehingga

terbentuk suatu perasaan yang senang dan sikap positif

(Soraya, 2015).

2. Faktor Lingkungan sosial

Lingkungan dibagi menjadi dua bagian yaitu lingkungan fisik

berupa alat misalnya keadaan alam, sedangkan yang kedua

yaitu lingkungan sosial yaitu lingkungan masyarakat

dimanalingkungan ini terdapat interaksi antara individu yang

satu dengan yang lainnya (Suharyat, 2009). Tradisi baritan di


86

desa asemdoyong memiliki lingkungan yang berpengaruh

secara langsung pada selera dan pendapat seseorang, hal ini

sepertikeluarga, teman dekat, tetangga, sesama pekerja dan

sebagainya.

3. Faktor Tingkat Pemahaman

Saat ini, tingkat pemahaman masyarakat tentang tradisi

baritan perlu ditingkatkan, karena banyakyang belum paham

mengenai tradisi ini. Hal tersebut disebabkan karena

beberapamasyarakat masih sulit untuk diberikan edukasi atau

pemahaman. Ketika masyarakat memahami hakikat daripada

penyelenggaraan tradisi baritan ini akan menjadi sangat

antusias dalam mengikuti prosesi tradisi tersebut mengingat

nilai-nilai yang terkandung pada tradisi baritan yang

merupakan prinsip-prinsip yang dijadikan oleh nenek

moyang pada masyarakat asemdoyong.

b) Faktor penghambat pelestarian budaya lokal (tradisi baritan)

Lembaga adat pada desa asemdoyong dalam menjalankan

peranannyadalam pelestarian budaya desa memiliki kendala-kendala

yang dihadapi lembagaadat sebagai berikut :

1) Pememegangan dua peranan

Lembaga adat merupakan sebuah organisasi masyarakat yang

mempunyai peranan amat penting demi kelestarian budaya

yang ada di masyarakat. Sebagai lembaga adat organisasi ini


87

harus dan wajib melaksanakan tugas dan fungsinya sebaik

mungkin, dan lembaga adattidak bisa di campur adukkan

dengan organisasi lain sehinggamengakibatkan kurangnya

peran atau fungsi lembaga itu sendiri. Seperti halnya tidak

terkontrolnya program-program kerja lembaga adat yang

telah di tetapkan pada peraturan yang tertara dalam buku

lembaga adat. Hal ini yang terjadi pada lembaga adat desa

asemdoyong, yang saat ini bukan hanya berfokuskan kepada

satuorganisasi saja, sehingga program kerja kurang

telaksana.Lembaga adatdesa sekarang kesulitan dalam

menjalankan peranan dalam pelaksanaanprogram kerja

dikarnakan lembaga adat bukan hanya berfokuskankepada

satu jabatan saja tetapi juga memiliki peranan dan kewajiban

lainyang juga harus dilaksanakan.

2) Hetorgen/meningkatnya masyarakat pendatang

Perkembangan zaman bukan hanya menambah gaya hidup

generasimuda, semakin berkembangnya zaman maka banyak

pula masyarakatpendatang yang datang dengan bertujuan

salah satunya memenuhi perekonomian hidup.

Bertambah dan berkurangnya masyarakat disuatu

daerahadalah salah satu faktor yang bisa menyebabkan

terjadinya perubahan dalamstruktur masyarakat, terutama di

lembaga kemasyarakatan. Adanyapebertambahan masyarakat


88

baru yang akan memberikan dampak terhadapkegiatan

setempat, perubahan adat istiadat, kebiasaan masyarakat

lokal,yang mana masyarakat baru yang tidak mau mengikuti

adat istiadatsetempat padahal mereka telah berdomisili dan

menjadi bagian masyarakat suatu daerah tersebut.Perbedaan

budaya bisa menimbulkan konflik jika saling merasabenar,

inilah yang harus di waspadai. Meskipun perbedaan tidak

bisadihindarkan namun alangkah baiknya jika saling

melengkapi, dan salingbekerja sama dalam menjaga

kebudayaan yang ada dan melestarikannyajangan sampai

dengan adanya budaya baru, budaya lama begitu

sajadilupakan. Boleh menerima budaya baru asalkan jangan

menghilangkanbudaya yang ada yang mana telah diwarisi

oleh nenek moyang ditempat tersebut.

Agar kebudayaan (tradisi baritan) yang ada di desa

asemdoyong tetap terjaga, telestari dan tidak ada konflik yang

terjadi antara masyarakat lokal dengan masyarakat

pendatang. Saling mendukung dan bersinergi dengan

bepegang kepada prinsip-prinsip yang telah diwarisi oleh

nenek moyang, maka para imigran dan massyarakat

pendatang menjadi penguat kebudayaan yang telah ada.


89

3) Sulitnya memberi pemahaman (edukasi) kepada masyarakat

khususnya para pemudadan pemudi desa asemdoyong.

Perkembangan zaman memang tidak bisa dihindari.

Danperkembangan zaman pastilah memili dampak, baik itu

dampak positif maupun negatif. Dampak negatif yang sering

muncul seiring perkembangan zaman, salah satunya dampak

negatif seperti mengikisnya atau hilangnyabudaya lokal

masyarakat yang telah diwarisi oleh nenek moyang

merekayang telah tidak dipakai lagi atau sudah tidak

dilaksanakan lagi hilang begitu saja. Digantikan dengan

melakukan hal-hal yang baru, kebiasaanbaru dari daerah lain

yang lebih popular. Para pemuda pemudi dan masyarakat

merasa ketinggalan jika tidak mengikuti perkembangan

zamanyang semakin moderen dan maju.

Generasi muda adalah penerus bangsa dan generasi

yangmemegang identitas budaya desa. Masalahnya, banyak

generasi muda yangmulai meniggalkan budaya lokal dan

lebih memilih kebarat-baratan agar disebut kekinian. Inilah

yang membuat lembaga adat juga enggan melaksanakan dan

mensosialisasikan program kerja mereka. Begitu pula dengan

masyarakat dan orang tua yang lebih mementingkan

kepentingan pribadi mereka sendiri ketimbang harus

mengikuti sosialisasi yang dilaksanakan oleh lembaga


90

adat.Melihat fenomena ini memberi pemahaman kepada

masyarakat dan paragenerasi muda adalah salah satu faktor

yang menjadi kendala dalam merealisasikan tugas dan fungsi

lembaga adat desa asemdoyong dalam pelestarian budaya

lokal.

4) Kurangnya minat masyarakat dalam mempertahankan dan

melestarikanbudaya lokal.

Masyarakat adalah salah satu faktor pendukung

dalammempertahankan dan pelestarian budaya lokal, jika

masyarakat mampudan perduli atas jati diri kebudayaan

lokal, maka budaya lokal akan tetaplestari hingga ke

perkembangan era Globalisasi yang seperti saat ini,sehingga

buadaya baru yang datang seiring perkembangan teknologi

komunikasi dan informasipun tidak bisa mempengaruhi

budaya yang ada ditengah masyarakat.Kesadaran masyarakat

terhadap nilai-nilai budaya lokal sangat penting . pentingnya

menjaga budaya lokal yang membuat kebudayaan tetap

lestari. Kurangnya minat masyarakat desa asemdoyong dalam

mempertahankan dan melestarikan budaya lokal yang

membuat lembaga adat sulit untuk mengayomi masyarakat.

Menurut penulis kurangnya kecintaan masyarakat desa

asemdoyong terhadap budaya yang ada, yang membuat

kebudayaan baru bisamasuk dan diterima begitu saja oleh


91

masyarakat khususnya para pemuda lebih condong dan

senang meniru budaya luar daripada budaya lokal sendiri,

yang membuat budaya yang ada ditengah masyarakat

semakinlama semakin memudar dan tidak terpakai lagi. Hal

ini bukan berartibudaya lokal tidak sesuai dengan

perkembangan zaman, tetap banyaknyabudaya asing yang

masuk tidak terkontrol lagi, budaya lokal bisa dandapat

disesuaikan dengan perkembangan zaman asalkan masih

tidakmeniggalkan ciri khas dari budaya tersebut.

5) Perkembangan teknologi informasi era Globalisasi

Sejalan dengan perkembangannya teknologi informasi

danglobalisasi yang melintas diseluruh penjuru dunia yang

melintasi batasbatas negara-negara dengan sangat cepat yang

menandai pula dimulainyatekanan terhadap budaya lokal. Era

Globalisasi dapat menimbulkan perubahan pola hidup

masyarakat yang lebih modern. Akibatnya masyarakat

cendrung untuk memilih kebudayaan baru yang dinilai

lebihpraktis dibandingkan dengan budaya lokal. Salah satu

faktor yangmenyebabkan budaya lokal dilupakan di masa

sekarang adalah :kurangnya generasi penerus yang memiliki

minat untuk belajar danmewarisi kebudayaannya sendiri

(Syafril Mubah, 2011). Dalam era globalisasi informasi

menjadi kekuatan yang sangat dahsyat yang mempengaruhi


92

pola pikir manusia. Budaya Barat saat ini diidentikan dengan

moderrnitas (modernisasi), dan budaya timur diidentikan

dengan budaya tradisional. Teknologi informasi bisa

berdampak positif dan negatif bagi penggunanya, dampak

positif itu sendiri bisa memajukan dan mengembangkan

kebudayaan daerah keluar dengan mengambil kesempatan di

dalam kemajuan teknologi, sedangkan dampak negatifnya

masyarakat yang terpengaruh oleh teknologiinformasi.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan penelitian tentang Internalisasi nilai-nilaii

Pancasila dalam Tradisi Baritan Sebagai Pemelihara Budaya Nasional di

Desa Asemdoyong Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang, kemudian

menganalisa dan menguraikan data yang terkumpul, penulis dapat

memberikan kesimpulan sebagai akhir dari pembahasan ini, sebagai

berikut :

1. Peran pancasila dalam tradisi baritan di desa Asemdoyong

a) Tradisi Baritan dan sila pertama

Tradisi Baritan sebagai ekspresi wujud rasa terimakasih dan syukur

kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah menganugerahi

lingkungan alam yang mendatangkan kemakmuran dan

kesejahteraan sosial masyarakat. Sebagai makluk ciptaan Tuhan,

maka masyarakat desa Asemdoyong menyadari akan keberadaan

dirinya sebagai umat yang harus berterimakasih dan bersyukur

kepada Tuhan Maha Pencipta.

b) Tradisi Baritan dan sila ke-2 Kemanusian yang adil dan beradab

Pertemuan antar individu dalam konteks interaksi sosial akan

meningkatkan kepekaan, kepedulian dan kekompakan dalam upaya

mencapai tujuan bersama. Karena itu, tradisi Tradisi Baritan akan

mendorong setiap warga desa Asemdoyong untuk meningkatkan


94

kepekaan dan kepedulian terhadap sesamanya, sehingga mereka

menjadi manusia yang beradab, berbudaya dan berakhlak luhur.

c) Tradisi Baritan dan Sila ke-3 Persatuan Indonesia

Tradisi Baritan menjadi cermin perwujudan sila persatuan

Indonesia, sebab setiap warga Desa Asemdoyong memiliki

keinginan kuat untuk hidup rukun, damai dan tetap dalam satu-

kesatuan yang utuh.

d) Tradisi Baritan dan sila ke-4 Permusyawaratan

Sila keempat sebagai sila yang menekankan pada azas musyawarah

mufakat. Proses musyawarah dihadiri semua anggota baik panitia,

pihak staff dari desa maupaun masyarakat yang memiliki

wewenang untuk berpendapat secara mandiri dan

mempertanggungjawabkan setiap keputusannya

e) Tradisi Baritan dan sila keadilan sosial

Tradisi Baritan mengandung unsur sila keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia, khususnya masyarakat Desa Asemdoyong.

Masyarakat Desa Asemdoyong merasakan adanya keadilan yang

telah terwujud dalam kehidupan mereka. Keadilan sosial itu

bersifat relatif, tergantung bagaimana penghayatan dan penilaian

terhadap kondisi hidup mereka dalam pemenuhan kebutuhan

hidupnya.
95

2. Nilai-nilai Pancasila dalam melestarikan Budaya local

Faktor yang yang mempengaruhi pelestarian budaya tradisi baritan

yaitu faktor interen dan eksteren. Faktor internal terdapat masyarakat

dan kebudayaan itu sendiri dan Faktor eksternal yang ada dalam

masyarakat adalah budaya asing, kemajuan tekhnologi. Adapun nilai-

nilai pancasila yang terdapat pada tradisi baritan sebagai berikut :

a) Nilai Spritual

b) Nilai Ekonomis

c) Nilai Kebersamaan dan Gotong Royong

d) Nilai Politis

e) Nilai Edukasi

3. Faktor Pendorong dan Penghambat dalam melestarikan budaya

lokal

a) Faktor pendorong pelestarian budaya lokal (tradisi baritan)

1. Faktor diri sendiri (Minat)

2. Faktor Lingkungan sosial

3. Faktor Tingkat Pemahaman

b) Faktor penghambat pelestarian budaya lokal (tradisi baritan)

1. Pememegangan dua peranan

2. Hetorgen/meningkatnya masyarakat pendatang

3. Sulitnya memberi pemahaman (edukasi) kepada masyarakat

khususnya para pemudadan pemudi desa asemdoyong.


96

4. Kurangnya minat masyarakat dalam mempertahankan dan

melestarikanbudaya lokal.

5. Perkembangan teknologi informasi era Globalisasi

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti

memberikan beberapa saran kepada:

1. Bagi masyarakat desa asemdoyong khususnya generasi-generasi

muda agar tetap melakukan dan mempertahankan tradisi baritan

sebagai warisan leluhur yang telah dilakukan turun-temurun.

2. Bagi masyarakat Desa Asem Doyong untuk semakin

mempertahankan nilai-nilai yang terdapat pada tradisi baritan agar

masyarakat bisa tetap melestarikan kebudayaan tersebut.

3. Bagi peneliti selanjutnya dimana hasil penelitian ini dapat

digunakan menjadi referensi untuk mengadakan penelitian yang

sejenis tentang baritan dalam pembahasan yang lebih luas.


97

DAFTAR PUSTAKA

_______________,2017,Metode Penelitian Kualitatif, cetakan ke-36, Bandung :

PT. Remaja Rosdakarya Offset

Allport, 2005. Personality: A psychological interpretation. New York: Henry,

Holt and company

Arikunto, Suharsimi, 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta

Budiman, Arif. 2018. Tradisi Baritan di Desa Krasak Kecamatan Jatibarang

Kabupaten Indramayu. Skripsi: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta

Elmubarok, Zaim, 2009,Menumbuhkan Pendidikan Nilai. Bandung, Cv.Alfabeta

Falah, Fajrul. 2020. Makna Simbolik Sesaji Tradisi Baritan di Asemdoyong

Pemalang Jawa Tengah. Dalam Endogami: Jurnal Ilmiah Kajian

Antropologi. Vol. 4 No.2

Galba, Sindu. 2010. “Sistem Pengetahuan Tradisional Masyarakat Nelayan Desa

Asemdoyong” (Laporan Penelitian). Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai

Tradisional Yogyakarta

Hakam, Abdul, Kama. 2000, Pendidikan Nilai. Bandung: Value Press

https://dkp.jatengprov.go.id/index.php/berita/pppasemdoyong/uniknya-baritan-

sebagai-puncak-acara-sedekah-laut-di-asemdoyong-pemalang, diakses pada

tanggal 10 Januari 2022

https://kabarpemalang.id/arsip/wisata-pemalang-tradisi-sedekah-laut-baritan/

diakses pada tanggal 10 Januari 2022


98

https://kampungkb.bkkbn.go.id/kampung/12012/mina-sejahtera, diakses pada

tanggal 1 Februari 2022

Indiyanto, Agus dkk. 2014. Verifikasi Nilai Budaya Agraris Baritan: Ritual

Pertanian Dalam Perubahan. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai,

Kemendikbud.

J.P Chalpin, 2005,Kamus Lengkap Psikilogi, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Jeffrey Longhofer. Et. All., 2013, Qualitative Methods for Practice Research,

Oxford : Oxford University Press

Kalidjernih, F. K., 2010. Kamus Study Kewarganegaraan, Perspektif Sosiologikal

dan Politikal. Bandung:Widya Aksara

M, Kholis Amrullah, M. Irfan Islamy, 2020, Perencanaan Penelitian, Malang :

Literasi Nusantara

Mattulada, 2017, Kebudayaan Kemanusiaan Dan Lingkungan Hidup, Hasanuddin

University Press

Moleong, Lexy J, 2009, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja

Rosdakarya

Mulyana, Dedy. 2004,Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya

Nawawi, Hadari, 2015, Penelitian Terapan, Yogyakarta:Gajah Mada University

Press

Noor Ms Bakry, 2010, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Nurhadianto, 2014,Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Upaya Membentuk

Pelajar Anti Narkobajpis, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 2
99

Pambudi, O. S. 2014, Upaya Pelestarian Tradisi Baritan dalam Upacara Adat

Sedekah Bumi di Desa Kdungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten

Kebumen. Dalam Aditya – Jurnal Pendidikan, Bahasa dan Budaya Jawa.

Vol. 4. No. 4

Piotr Sztompka, 2007,Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada Media Grup

Rais, Marmawi, 2012, Internalisasi Nilai Integrasi Untuk Menciptakan

Keharmonisan Hubungan Antar Etnik. Disertasi pada program pasca sarjana

PPU UPI Bandung. tidak diterbitkan

Rohmat Mulyana, 2004,Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta

Rokhaniawan, Aulia. 2006. Ritual Adat Baritan Menurut Persepsi Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata dan Masyarakat Desa Gawang Kecamatan

Kebonagung Kabupaten Pacitan. Skripsi: Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta

Safril Mubah, 2011, Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal Dalam

Menghadapi Arus Globalisasi, Tesis Universitas Airlangga Surabaya

Sugiyono, 2012,Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Dan R&D. Bandung:

Alfabeta

Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Wahyuningtias dan Nia Dwi Astuti. 2016. Analisis Nilai-Nilai Dalam Tradisi

Baritan sebagai Peringatan Malam Satu Syuro di Desa Wates Kabupaten

Blitar’, Dalam Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 2016

“Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal


100

dalam Era MEA”. Vol. 1.

Widoyoko, Eko Putro, 2014,Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar

William Gibson, Andrew Brown, 2009, Working With Qualitative

Data,California: SAGE Publications, Inc


101

Lampiran-lampiran
102

PEDOMAN WAWANCARA

1. Kata Pengantar

Assalamua’alaikum, Wr. Wb
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Taufik
dan Hidayah Nya, Sholawat dan Salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Kami sebagai penulis dalam hal ini membutuhkan data untuk hasil
penelitian yang sedang kami lakukan, oleh karena itu, untuk kepentingan
Penelitian, kami sebagai Penulis memohon waktu dan kerja sama Bapak/Ibu Guru
dalam mengisi InstrumenWawancara dibawah ini, hasil Penelitian tidak ada
kaitanya dengan privasi personal bapak/ibu bekerja. Dan kami ucapkan terima
kasih banyak atas kesediaaannya bapak/ibu menjadi responden dalam penelitian.

Wassalamua’alaikum, Wr. Wb
2. Identitas Responden
Nama :
Alamat :
Hari / Tanggal :
103

Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Tradisi Baritan Sebagai Pemelihara


Budaya Nasional Di Desa Asemdoyong Kecamatan Taman
Kabupaten Pemalang
1. Bagaimana gambaran umum tentang tradisi Baritanyang ada di Desa
Asemdoyong?
2. Bagaimana sejarah munculnya tradisi Baritanyang ada di Desa
Asemdoyong?
3. Apakah masyarakat di desa Asemdoyong masih memegang teguh nilai-
nilai kearifan lokal yang terdapat pada tradisi Baritan?
4. Apa saja nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada tradisi Baritan di
Desa Asemdoyong?
5. Selain kearifan lokal, apakah pada tradisi Baritan mengandung unsur nilai-
nilai Pancasila, jika memang ada, bagaimana pengimplementasian nilai-
nilai tersebut pada masyarakat Desa Asemdoyong?
6. Apakah berpengaruh nilai-nilai yang terkandung pada tradisi baritan
terhadap masyarakat Asemdoyong dalam kehidupan sehari-harinya?
7. Apakah nilai-nilaiyang terkandung pada tradisi baritan tersebut telah
digunakan untuk pengembangan prinsip-prinsip umum masyarakat di Desa
Asemdoyong?
8. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi nilai-nilai
yang terkandung pada tradisi baritan terhadap masyarakat Asemdoyong?
9. Apakah ada pro dan kontra dalam melaksanakan tradisi baritan di Desa
Asemdoyong?
10. Bagaimana caranya melestarikan budaya tradisi baritan ini, agar semua
pihak dapat menerima atau menjalankannya?
104

Identitas Responden

Nama : Tahrudi
Alamat :
Hari / Tanggal : Kamis, 30 Desember 2021

Jawaban

1. gambaran umum tradisi baritan di Desa Asemdoyong dilakukan tiap tanggal 1


suro atau 1 muharram.
biasanya diiringi dengan musik angklung dan di mulai sejak pagi hari. larung
sesaji biasa nya menggunakan kepala kerbau diiringi sesaji lain dan di kawal oleh
kapal-kapal nelayan diiringi doa-doa
2. sejarah munculnya berdasarkan cerita warga pada suatu masa masyarakat
pesisir terkena wabah penyakit.wabah ini dipercaya karena tidak memberikan
suatu penghormatan atau sesajian kepada Dewi lanjar.sehingga di acarakanlah
acara persembahan kepada laut yang diber nama Baritan.
3. Masyarakat masih memegang kental nilai nilai luhur secara turun temurun.
4. nilai kearifan lokal terhadap rasa syukur atas pemberian Terhadap Ketuhanan
Yang Maha Esa.
5. terdapat sila ketuhan Yang Maha Esa dan pengamalan sila persatuan indonesia
juga sisi gotong royong
6. pengaruh dalam kehidupan sehari- hari adalah rasa kebersamaan dan
perwujudan rasa syukur ,serta ikut meramaikan acara rutinan.
7. iya telah digunakan dalam kehidupan sehari - hari.
8. faktor pendukung ialah dukungan dari aparat desa yang menyediakan alokasi
dana ..
faktor penghambat ialah kadang pada musim yang kurang mendukung,,seperti rob
,pasang surut air.
9. pro dan kontra pasti ada
10. dengan saling mematuhi adat yang telah turun menurun.
105

Identitas Responden

Nama : Endi Tarmuji


Alamat :
Hari / Tanggal : Rabu , 29 Desember 2021

Jawaban

1. - tradisi baritan disponsori oleh KUD sama nelayan kepanitiaan dari nelayan
- didalam baritan dilaksanakan pada malam satu suro di KUD acara pertama
doa di KUD, acara keduanya di hari pengajian acara pagi hari larung sesaji ada
cantrang perahu garang tradisi kapal cantrang Karok, selanjutnya penghiburan.
2. Dari dulu menetapkan desa setiap satu suro karena mensyukuri nikmat
3. Masih utuh dan masih junjung tinggi saat ini
4. Sebelum sesaji dilarang masyarakat asemdoyong sudah dikasih nilai-nilai
kearifan lokal
5.-baritan ada nilai pancasilanya ada bakti sosial nya dari para pengadaranya
tersebut, gotong royong dalam prosesi tradisi menjaga keamanan bersama
6. Sangat berpengaruh
7. Sangat berpengaruh karena merupakan tradisi
,8. Faktor pendukung
- dipengaruhi pada masyarakat asemdoyong sama antusias warga
9. Tidak ada
10. Untuk dari pihak kepala desa dan sesepuhnya selalu memberi pembinaan atau
pengarahan kepada remaja desa tersebut
106

Identitas Responden

Nama : Witriyani
Alamat :
Hari / Tanggal : Rabu, 29 Desember 2021

1. Tradisi baritan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa yang telah memberikan hasil bumi/tangkapan ikan yang
melimpah,dengan cara menghanyutkan makanan tradisional yang
diwadahi daun pisang yang dibentuk kotak persegi. Dan di setiap ujung
takir ini diselipkan sepotong janur kuning yang ditancapkan tegak lurus.
2. karena pada zaman dahulu warga masyarakat sering mendapat berbagai
bencana sehingga mereka perlu mengadakan slametan untuk mengatasi
bencana tersebut
3. Iya,karena masyarakat disana Mayoritas nelayan dan petani
4. 1. Nilai religius yaitu kebersyukuran dan kepercayaan terhadap kuasa
Tuhan YME yang dimiliki oleh masyarakat desa Simbang, mengajarkan
pada generasi muda tentang pentingnya nilai tersebut,
2. Sikap kegotong royongan yang masih kental terlihat pada waktu
persiapan sampai puncak upacara tradisi baritan dilaksanakan antara warga
masyarakat dengan iuran, kerja bakti, menjadi donator dan lain
sebagainya, serta
3. Sikap kebersamaan dan toleransi antar sesama warga masyarakat
yang tidak membedakan mereka dari suku, agama, pendidikan dan lain
sebagainya pada waktu upacara tradisi berlangsung.
5. Ada,seperti sila Pancasila ke-3 ( Persatuan Indonesia )
6. Berpengaruh karena masyarakat disana beranggapan bahwa sedekah bumi
itu adalah shodaqoh atas nikmat yang diberikan oleh Tuhan YME
7. nilai budaya lokal yang sangat kental peniggglan nenek moyang
8. Faktor pendukung adanya pemerintah desa dan masyarkat saling
bersinergi untuk acara baritan
9. Pro kontra kebnnyakan pro dalam prosesi baritan, dari yang tidak setuju
hanya mereka masyarakat pendatang
10. Dengan melestarikan agar tradisi baritan tersebut tidak dihilangkan,
menjadi agenda tahunan desa
107

Identitas Responden

Nama : Ustad Ahmad


Alamat :
Hari / Tanggal : Kamis, 30 Desember 2021

1. Tradisi baritan merupakan sudah menjadi adat dan sudah mentradisi sudah
lama, dari segi ekonomi pun bisa berkembang, karena terjadi proses
perdagangan, melestarikan salah satu budaya yang ada di indosenisa,
tingkat gotong royong semakin kental, sosialisasi msyarakat juga smkin
baik
2. Dimulai dari dakwah wali songo, krna masyarkat sblm mengenal islam,
lebih kental ke agama nenek moyang
3. Masih.
4. Tingkat gotong royong, penarik wisata lokal maupun luar
5. Jelas, seperti nilai pda sila pertama dan sila ketiga, rasa bersyukur kpda
Tuhan dan rasa persatuan
6. Berpengaruh, sseprti banyakanya orang bersedekah.
7. Berpegang teguh pada adat tersebut
8. Pendukung,, agama...dan budaya, Penghambat.. seperti perizinan seperti
kemren pada covid 19, atau melihat situasi dan kondisi pelaksaanaan
9. Tergantung masyarakat,, kbnyakan pro
10. Harus dibantu semua pihak yang dapat mmbntu pelaksaann tersebut
seperti karang taruna krena mereka adalah generasi muda untuk
melestarikan generaasi terserbut
108

Dokumentasi Wawancara

Peneliti bersama Kepala Desa Asemdoyong Peneliti bersama salah satu panitia
penyelenggara tradisi Baritan

Peneliti bersama salah satu sesepuh (Tokoh Masyarakat) Desa Asemdoyong


109

wawancara bersama beberapa respopnden (Masyarakat Desa Asemdoyong)


110

Dokumentasi Prosesi Tradisi Baritan


111
112
113
114
115

Anda mungkin juga menyukai