Anda di halaman 1dari 7

1

ANALISIS KADAR CEMARAN TEMBAGA (Cu) PADA IKAN HASIL


TANGKAPAN DI SUNGAI TALLO MAKASSAR MENGGUNAKAN
METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA)

ANALYSIS OF CHOPPER CONTAMINATION (Cu) ON FISH CAUGHT IN THE TALLO


MAKASSAR SPECTROFOTOMETRI METHOD ABSORPTION OF ATOM (SSA)

Calvin Yansen Wuaten1, Dian Setya Ningsih Safitri2, Awaluddin3

Calvin Yansen Wuaten, A.Md.Kes: Program Studi DIII Teknologi Laboratorium Medis Fakultas
Teknologi Kesehatan Universitas Megarezky, Jl. Antang Raya No.43 Makassar,
Sulawesi Selatan-90245
E-mail : calvinwuaten4@gmail.com

Abstrak
Telah dilakukan penelitian tentang Analisis Kadar Cemaran Tembaga (Cu) pada ikan hasil
tangkapan di Sungai Tallo Makassar. Alasan peneliti mengambil judul ini untuk mengetahui
pengaruh pencemaran pada Sungai Tallo khsusunya pencemaran Cu pada ikan hasil tangkapan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar cemaran Cu pada sampel ikan Beseng, ikan Bandeng,
ikan Nilam, ikan Belanak dan ikan Lele. Hasil analisis Cu menunjukkan pada ikan Beseng yaitu
0,25 mg/Kg, ikan bandeng 0,17 mg/Kg, ikan nilam 0,19 mg/Kg, ikan belanak 0,26 mg/Kg, dan pada
ikan lele 0,22 mg/Kg. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua jenis ikan mengandung kadar Cu
yang masih dibawah ambang batas yang ditetapkan oleh S.K Dirjen BPOM No. 03725/B/SK/VII/89
yaitu sebesar 20,0 mg/Kg.

Kata Kunci : Cemaran, Ikan, Spektrofotometri Serapan Atom (SSA), Sungai, Tembaga (Cu).

Abstract
Research on the analysis of copper (Cu) contamination levels in fish caught in the river of tallo
Makassar has been carried out. The reason for the researchers took this title was to determine the
effect of pollution on the Tallo river, especially Cu pollution on captured fish. The purpose of this
study was to determine the levels of Cu contamination in samples of Beseng fish, Milk fish, Nilem
fish, Mullet fish and Cat fish. Analysis of Cu levels was carried out using the Atomic Absorption
Spectrophotometry (AAS) method. The results of Cu analysis showed that the Beseng fish were 0,25
mg/Kg, Milk fish 0,17 mg/Kg, Nilem fish 0,19 mg/Kg, Mullet fish 0,26 mg/Kg and Cat fish 0,22
mg/Kg. The results of the analysis showed that all types of fish contained Cu levels wich were still
2

below the threshold set by the S.K Director General of BPOM number 03725/B/SK/VII/89, namely
20,0 mg/Kg.

Keywords : Contamination, fish, Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS), River, Copper (Cu)

Pendahuluan
Makassar adalah salah satu daerah perkotaan yang padat penduduk. Sebagian besar
penduduk tinggal di kawasan pesisir dengan keadaan geografis, kota Makassar berbatasan
langsung dengan selat Makassar. Pemanfaatan wilayah pesisir untuk kegiatan bidang perikanan,
baik perikanan tangkap maupun budidaya, pemukiman, transportasi laut, industrialisasi dan
pertambangan. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan produksi perikanan tertinggi di Indonesia
(BPS, 2012).
Sungai Tallo ialah salah satu sungai utama yang mengalir ke selat Makassar. 6 industri
diprediksi melakukan pencemaran dengan membuang limbah cair dan bahan beresiko serta beracun
(B3) di Aliran Sungai (DAS) Tallo tanpa lewat proses pengelolahan. Kegiatan industri yang intensif
telah mengakibatkan pelepasan limbah logam berat ke lingkungan perairan, menimbulkan
permasalahan yang serius bagi kelangsungan hidup manusia maupun organisme yang hidup di
perairan sekitarnya (Wulan et al., 2013).
Logam berat diklasifikasikan sama kriterianya dengan logam lain, hal yang membedakan
adalah pengaruh yang dihasilkan ketika logam berat masuk ke dalam tubuh organisme hidup.
Misalnya jenis logam berat Tembaga atau Cu bila masuk kedalam tubuh dengan tingkat berlebih
akan berdampak negatif terhadap fungsi fisiologi tubuh. Keberadaan logam-logam ini sangat
berbahaya, meskipun dalam jumlah yang kecil. Penyebab utama logam berat adalah polutan
berbahaya karena logam berat tidak dapat dihancurkan (tidak terdegradasi) oleh organisme hidup di
lingkungan dan terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di bawah air untuk membentuk
senyawa kompleks dengan bahan organik dan anorganik. Biota dan ikan yang hidup dalam perairan
yang tercemar logam berat, dapat mengakumulasi logam berat pada jaringan tubuhnya. Semakin
tinggi kandungan logam berat dalam perairan akan semakin tinggi pula kandungan yang
terakumulasi dalam tubuh hewan tersebut (Kurniasari et al., 2013).
Logam berat menembus ke dalam jaringan tubuh biota laut melalui beberapa jalan, yaitu
saluran pernafasan (insang), saluran penceranaan (usus, hati, ginjal), dan penetrasi melalui kulit.
Jika biota laut yang telah terkontaminasi dikonsumsi oleh manusia dalam jangka waktu tertentu
akan sangat mempengaruhi kesehatan manusia (Wulan et al., 2013).
Pencemaran logam berat yang memasuki perairan sungai akan larut dalam air dan akan
menumpuk dalam sedimen dan dapat meningkat sejalan dengan waktu tergantung pada kondisi
lingkungan perairan. Logam berat di perairan suatu saat akan turun dan mengendap pada dasar
3

perairan, membentuk sedimentasi dan akan menyebabkan biota laut yang mencari makan di dasar
perairan (udang, kerang, kepiting, dan ikan) akan memiliki peluang yang sangat besar tercemar
logam berat tersebut. Ikan adalah hewan bertulang belakang yang hidup di air, salah satu habitatnya
adalah sungai. ikan berbahaya dikonsumsi oleh masyarakat, jika dalam tubuh ikan memiliki kadar
logam berat yang melebihi batas yang telah ditentukan dalam Keputusan Dirjen POM Depkes RI
No. 03725/B/SK/1989.
Tembaga (Cu) merupakan logam berat yang diproduksi secara alami dan banyak digunakan
sebagai bahan baku berbagai sektor industri. Unsur Cu dapat ditemukan pada berbagai jenis air,
dan udara sehingga manusia dapat terpapar Cu melalui makanan, minuman dan saat bernafas.
Unsur tembaga dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas. Dalam perairan laut maupun sungai,
unsur tembaga dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan ion seperti CuCO 3+ dan CuOH+
(Palar, 2012).
. Keracunan kronis Cu pada manusia bisa menimbulkan kerusakan otak, gangguan sistem
saraf (demielinasi), penurunan fungsi ginjal dan pengendapan Cu dalam kornea mata. Sedangkan
keracunan akut Cu berupa, muntah, feses berwarna hijau-kebiruan, shock berat, suhu tubuh turun
secara drastis, serta denyut jantung meningkat. Setiap study toksikologi dilakukan pada pasien
dengan keracunan Cu, hampir semuanya meninjau metabolisme Cu yang masuk ke dalam tubuh
secara oral. Penyerapan Cu dalam darah dapat terjadi dalam kondisi asam yang ada dalam lambung.
Selama proses penyerapan bahan makanan yang telah diproses pada lambung oleh darah, Cu yang
ada turut terserap oleh darah. sedangkan dampak keracunan utama yang ditimbulkan akibat
terpapar debu atau uap logam Cu yaitu gangguan pada jalan pernafasan bagian atas, kerusakan
atropik pada selaput lendir yang berhubungan dengan hidung. Kerusakan itu merupakan sifat iritasi
yang dimiliki debu atau uap Cu tersebut (Palar, 2012).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
Analisis Kadar Cemaran Tembaga (Cu) Pada Ikan Hasil Tangkapan di Sungai Tallo Makassar
Menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).

Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2020. Pengambilan sampel. Pengambilan
sampel dilakukan di Tempat Peleleangan Ikan (TPI) di daerah pesisir Tallo Makassar, ikan yang
diperoleh selanjutnya dibawa ke Laboratorium Kimia prodi DIII Teknologi Laboratorium Medik
untuk dilakukan proses destruksi dan selanjutya dianalisis di Laboratorium Foerensik Polri Cabang
Makassar.
4

Jenis penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang
bertujuan untuk mengetahui jumlah cemaran Tembaga (Cu) pada ikan hasil tangkapan di sungai
Tallo Makassar.
Analisis cemaran Cu dilakukan pada sampel daging ikan yang sebelumnya didestruksi
dengan cara Sampel ikan dihaluskan menggunakan mortar atau penggerus lalu ditimbang sebanyak
20 gram dan dimasukan ke dalam krus porselen. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam oven
pada suhu 100oC untuk menghilangkan kadar airnya., Selanjutnya sampel diabukan di dalam tanur.
Abu dari sampel kemudian ditambahkan larutan HNO3 65% sebanyak 2 mL, dan HCl 37%
sebanyak 2 mL. Kemudian didiamkan beberapa saat dan dipanaskan menggunakan Hotplate
dengan suhu rendah, destruksi selesai jika sampel telah larut semua dan larutan terlihat bening.
Sebelum dianalisa dialat SSA dilakukan terlebih dahulu pembuatan kurva kalibrasi larutan standar
yang bertujuan untuk melihtat hubungan yang linear antara konsentrasi larutan dengan respon alat.
Penentuan secara kuantitatif dilakukan dengan panjang gelombang yang dihasilkan menggunakan
alat SSA. Kadar tembaga Cu pada sampel diperoleh dengan menggunakan rumus perhitungan
berikut (Suprianto dan Lelifajri, 2009) :
C xV
C=
A
Keterangan :
C : Kadar logam dalam sampel (mg/Kg)
c : Konsentrasi larutan sampel (true value)
V : Volume penetapan pengencer (ml)
A : Berat sampel (gram)

Hasil penelitian
Penelitan Analisis Cemaran Tembaga (Cu) pada Ikan Hasil Tangkapan di sungai Tallo
Makassar telah dilakukan dengan mengukur larutan standar (deret konsentrasi 5ppm, 10 ppm, 15
ppm, 20 ppm dan 25 ppm) menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom. Kemudian dilanjutkan
pengukuran pada sampel yaitu 5 jenis ikan segar berupa ikan Belanak, ikan Beseng, ikan Bandeng,
ikan Lele dan ikan Nilam yang diambil langsung di tempat pelelangan ikan yang berada di Sungai
Tallo Makassar. Hasil pengukuran deret standar diperoleh persamaan garis y = 0,01144x + 0,0552
dengan nilai koefisien linearnya (R2) = 0,9584. Nilai ini mendekati angka 1,0. Artinya niliai
koefisien kolerasi layak, untuk itu kurva kalibrasi dibuat untuk mengukur kadar logam Cu dalam
sampel menggunakan alat SSA layak digunakan. Keabsahan kurva kalibrasi yang dihasilkan dapat
diuji dengan menentukan nilai koefisien korelasi (R 2) yang menyatakan ukuran kesempurnaan
hubungan antara konsenterasi larutan standar dengan absorbannya, kolerasi dikatakan sempurna
5

jika nilai R2 mendekati +1. Selanjutnya hasil pengukuran yang diperoleh pada sampel ditampilkan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Konsentrasi kadar Tembaga (Cu) pada beberapa jenis ikan hasil tangkapan di
Sungai Tallo
Nama sampel Absorbansi Kadar konsenterasi Kadar Cu yang
Cu (ppm) sebenarnya (mg/Kg)
Ikan Beseng 1,2367 0,1032 0,25
Ikan Bandeng 0,8623 0,0705 0,17
Ikan Nilam 0,9490 0,0781 0,19
Ikan Belanak 1,2635 0,1056 0,26
Ikan Lele 1,1621 0,0973 0,24
Sumber : Data Primer September 2020

Pembahasan
Pengujian menggunakan alat Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) pada sampel ikan yang
terdiri dari lima jenis ikan yaitu ikan Beseng, ikan Bandeng, ikan Nilam, ikan Belanak, dan ikan
Lele telah dilakukan. Sampel dideksturksi terlebih dahulu, dimana metode yang digunakan adalah
dekstuksi basah. Kelima sampel ikan yang telah dihilangkan kadar airnya kemudian dimasukan
dalam tanur dan dipanaskan secara bertahap mulai dari suhu 100 oC, 250 oC, 350 oC, 450 oC dan
550 oC sampai sampel telah benar-benar berubah menjadi abu putih maka sampel telah siap untuk
didekstruksi basah. Abu dari sampel ikan kemudian dimasukan pada gelas kimia 50 ml dan
ditambahkan dengan larutan HNO3 65% 2 ml kemudian dipanaskan di atas hot plate hingga terlihat
uap putih kemudian di tambahkan lagi dengan HCl 37% 2 mL. Pada metode destruksi dengan
penambahan HNO3 sebagai pengoksidasi karena HNO3 merupakan salah satu pelarut logam yang
baik, kemudian fungsi ditambahkannya HCl sebagai oksidator sehingga dapat mengubah logam
menjadi senyawa logam klorida dan selanjutnya diubah menjadi kompleks anion yang stabil.
Sampel yang dipanaskan ini kemudian diamati, jika larutan sampel sudah terlihat berwarna bening
maka sampel dimasukan pada erlenmeyer 50 mL kemudian ditambahkan aquades dan
dihomogenkan. Sampel kemudian disaring menggunakan kertas whatman pada botol coklat sampai
semua filtratnya masuk ke dalam botol.
Pembuatan kurva kalibrasi dimulai dengan pembuatan larutan standar tembaga, pembuatan
larutan standar tembaga dilakukan dengan pengenceran dari larutan induk Tembaga (Cu) 1000
mg/L dengan teliti dan hati-hati. Selanjutnya, pembuatan kurva larutan standar tembaga (Cu) dibuat
dengan mengukur absorbansi larutan standar Cu dengan konsentrasi 2,0 µg/L; 5,0 µg/L; 10,0 µg/L;
15,0 µg/L dan 20,0 µg/L yang diukur pada suatu panjang gelombang dan diperoleh nilai absorbansi
6

untuk masing-masing larutan standar yaitu 0,0713; 0,1103; 0,1520; 0,2229 dan 0,2792. Dari data
yang diperoleh maka kurva kalibrasi dibuat dengan membandingkan konsentrasi larutan standar (x)
ke absorbansinya (y), sehingga dapat ditentukan persamaan garis regresi linearnya. Keabsahan
kurva kalibrasi yang dihasilkan dapat diuji dengan menentukan nilai koefisien korelasi (R 2) yang
menyatakan ukuran kesempurnaan hubungan antara konsenterasi larutan standar dengan
absorbannya. Kolerasi dikatakan sempurna jika nilai R2 mendekati +1 (Rahmawait 2015).
Berdasarkan pada grafik linieritas yang di dapatkan garis linear dari Cu adalah, y = 0,01144x +
0,0552 dengan nilai koefisien linearnya (R2) = 0,9584. Nilai ini mendekati angka 1,0. Artinya niliai
koefisien kolerasi layak, untuk itu kurva kalibrasi dibuat untuk mengukur kadar logam Cu dalam
sampel menggunakan alat SSA layak digunakan.
Hasil analisis kadar Tembaga (Cu) pada kelima sampel ikan menggunakan alat
Spektrofotometri Serapan Atom diperoleh pada ikan Beseng yaitu 0, 25 mg/Kg, ikan bandeng 0,17
mg/Kg, ikan nilam 0,19 mg/Kg, ikan belanak 0,26 mg/Kg, dan pada ikan lele 0,22 mg/Kg. Dari
hasil yang diperoleh kadar Cu pada kelima sampel ikan masih di bawah ambang batas yang
ditetapkan oleh S.K Dirjen BPOM No. 03725/B/SK/VII/89 yaitu sebesar 20,0 mg/Kg.
Kadar logam berat tinggi atau rendah tetap dapat dikatakan berbahaya, itu karena kembali
pada sifat dari pada logam berat itu sendiri yang tidak mudah di degradasi atau di hancurkan, pada
saat logam berat masuk ke dalam tubuh manusia melalui jalur oral akibat mengkonsumsi ikan yang
tercemar logam berat akan diakumulasi dalam jaringan tubuh dan tidak dapat diekresikan lagi ke
luar tubuh. Pada kadar yang sudah tinggi dalam tubuh akan menyebabkan dampak yang serius.
Tembaga bersifat racun pada kadar tertentu bagi tubuh manusia, keracunan logam ini dapat bersifat
akut dan kronis. Toksisitas kronis Cu memiliki gejala yaitu kehilangan selera makan; kehausan;
krisis hemolitik yang ditandai dengan wajah pucat; urin berwarna coklat tua; hiperestia; tremor;
tenggorokan, mulut, dan mata; sakit kepala; lambung; nausea; muntah; diare; kerusakan hati, ginjal;
menurunnya tingkat kecerdasan anak dalam masa pertumbuhan; batuk; pendarahan hidung; alergi
pada kulit; penebalan kulit; meningkatnya kadar Cu pada ginjal, hati; kerusakan otak; demielinasi.
Toksisitas Akut Cu berupa kolik abdomen, muntah, gastroenteritis diikuti diare, feses dan muntah
berwarna hijau-kebiruan, shock berat, suhu tubuh menurun secara drastis, denyut jantung berdetak
cepat; kolaps; hematemesis, hipotensi, melena, koma, penyakit kuning, terjadinya nekrosis
sentrilobular hepar; meningkatnya kadar Cu pada feses dan muntahan; rasa logam pada pernafasan
penderita, rasa terbakar pada epigastrum, diare, pendarahan pada gastrointestunal; nerkosis
sentrilobular; dan penghambatan enzim dhydrophyil hudratase.
Pada manusia, dampak keracunan utama yang ditimbulkan akibat terpapar debu atau uap
logam Cu yaitu gangguan pada jalan pernafasan bagian atas, kerusakan atropik pada selaput lendir
7

yang berhubungan dengan hidung. Kerusakan itu merupakan sifat iritasi yang dimiliki debu atau
uap Cu tersebut
Adapun Faktor yang yang dapat mempengaruhi hasil pada penelitian ini yaitu pada tahap
dekstruski dimana dapat terjadi akibat penambahan larutan dengan konsentrasi yang tidak sesuai,
ataupun hanya menggunakan satu larutan asam sebagai oksidator, penggunaan kedua asam HNO3
dan HCl ini akan lebih berpengaruh pada keberhasilan analis sampel pada alat SSA. Kekurangan
dari penggunaan alat SSA ini sendiri adalah sampel yang dianalisis harus dalam bentuk cairan
sehingga diperlukan proses dektruski yang cukup memakan waktu. Sedangkan kelebihan alat SSA
ini adalah dapat membaca senyawa logam berat dalam bahkan dalam konsentrasi yang sangat kecil
(ppb).

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk mengetahui kadar cemaran Tembaga (Cu)
menggunakan alat Spektrofotometri Serapan Atom (SSA), pada 5 ekor ikan dengan jenis yang
berbeda-beda yaitu ikan beseng, ikan bandeng, ikan nilam, ikan belanak, dan ikan lele, di peroleh
hasil Cu pada ikan beseng 0,25 mg/Kg, ikan bandeng 0,17 mg/Kg, ikan nilam 0,19 mg/Kg, ikan
belanak 0,26 mg/Kg, dan ika lele 0,24 mg/Kg. Maka dapat disimpulkan bahwa kadar Cu pada
kelima jenis ikan ini masih dibawah ambang batas yang telah ditetapkan oleh S.K Dirjen BPOM
No. 03725/B/SK/VII/89 yaitu sebesar 20,0 mg/Kg.

Referensi
Badan Pusat Statistik (BPS) . 2012. Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya menurut Provinsi
dan Sub-Sektor, 2005-2011. Jakarta.
Kurniasari L, Riwayati, Suwardiyono. Pektin Sebagai Alternatif Bahan Baku Biosorben Logam
Berat. Momentum, 2012; 8(1): 1-5.
Palar, H. 2012. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta Jakarta.
Supriatno dan Lelifajri. 2009. Analisis Logam Berat Pb dan Cd pada sampel ikan dan kerang
secara Spektrofotometri serapan Atom. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. 7 (1): 74-
79.
Wulan SP, Thamrin & Amin B. (2013). Konsentrasi Distribusi dan Korelasi Logam Berat Pb, Cr
dan Zn pada Air dan Sedimen Di Perairan Sungai Siak sekitar Dermaga PT. Indah Kiat
Pulp and Paper Perawang-Provinsi Riau. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas
Riuau

Anda mungkin juga menyukai