Anda di halaman 1dari 27

GUBERNUR JAWA TIMUR

PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR


NOMOR 55 TAHUN 2017
TENTANG
TATA CARA PENGGANTIAN YANG LAYAK DAN
PENETAPAN SANKSI ADMINISTRATIF
DALAM PEMANFAATAN RUANG DI PROVINSI JAWA TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR,

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 134 ayat (4) dan
Pasal 138 ayat (4) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor
5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Tahun 2011-2031, perlu menetapkan Peraturan Gubernur
tentang Tata Cara Penggantian Yang Layak dan Penetapan Sanksi
Administratif dalam Pemanfaatan Ruang di Provinsi Jawa Timur;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan


Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan Peraturan
Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Mengadakan
Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950
(Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);

4. Undang-Undang
-2-

4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan


Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5280);
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
8. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor
148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum;
9. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 Nomor
3 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur
Nomor 15);
10. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 80 Tahun 2014
tentang Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Pengendalian
Ketat;
11. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2016
tentang Pedoman Persiapan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
MEMUTUSKAN
-3-

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PENGGANTIAN


YANG LAYAK DAN PENETAPAN SANKSI ADMINISTRATIF DALAM
PEMANFAATAN RUANG DI PROVINSI JAWA TIMUR.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan:


1. Provinsi adalah Provinsi Jawa Timur.
2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Timur.
3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
4. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
5. Penggantian yang layak adalah bahwa nilai atau besarnya
penggantian tidak menurunkan tingkat kesejahteraan orang
yang diberi penggantian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang
lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan
kegiatannya serta memelihara kelangsungan kehidupannya.
7. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan
ruang, baik direncanakan maupun tidak.
8. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
9. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi
lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
10. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
11. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya
disingkat RTRWP adalah Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jawa Timur yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031.

12. Pemanfaatan
-4-

12. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan


struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata
ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya.
13. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk
mewujudkan tertib tata ruang.
14. Izin Pemanfaatan Ruang Provinsi Jawa Timur yang
selanjutnya disebut IPR adalah izin yang dipersyaratkan
dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dalam lingkup Provinsi
Jawa Timur.
15. Pihak yang berhak adalah pemegang Izin Pemanfaatan
Ruang Provinsi Jawa Timur yang diterbitkan sebelum
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur dan
sudah dilaksanakan pembangunannya, tapi tidak sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian
dengan fungsi kawasan berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Jawa Timur.
16. Tim Pengendali adalah tim teknis yang beranggotakan
beberapa Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Timur dan Instansi teknis dengan
tugas melaksanakan pengawasan terhadap pemanfaatan
ruang yang telah memiliki Izin Pemanfaatan Ruang.
17. Kawasan pengendalian ketat (High Control Zone) adalah
kawasan yang memerlukan pengawasan secara khusus dan
dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya
dukung, mencegah dampak negatif, dan menjamin proses
pembangunan yang berkelanjutan.
18. Penilai Publik adalah penilai yang telah memperoleh izin dari
Menteri Keuangan untuk memberikan jasa penilaian.
19. Pantia Penggantian Yang Layak yang selanjutnya disebut
Panitia adalah panitia yang dibentuk untuk melakukan
penggantian yang layak terhadap pihak yang berhak.

BAB II
PEMANFAATAN RUANG

Pasal 2

(1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang wajib menaati


rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
(2) Dalam
-5-

(2) Dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib memperoleh


IPR.
(3) Dalam hal IPR yang diterbitkan sebelum RTRWP sudah
dilaksanakan pembangunannya, tapi tidak sesuai dengan
RTRWP dan tidak memungkinkan untuk dilakukan
penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan RTRWP,
IPR dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul
sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan
penggantian yang layak.
(4) Penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diberikan dalam bentuk uang.
(5) Pembatalan IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan berdasarkan hasil evaluasi oleh Tim Pengendali.

BAB III
PENGGANTIAN YANG LAYAK
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 3

(1) Dalam rangka pelaksanaan penggantian yang layak,


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dibentuk
Panitia.
(2) Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan
penggantian yang layak terhadap pihak yang berhak melalui
tahapan yang meliputi:
a. pemberitahuan perubahan kegiatan dan/atau
pencabutan IPR;
b. penilaian penggantian yang layak;
c. musyawarah dan kesepakatan penggantian yang layak;
d. pelaksanaan perubahan kegiatan sesuai perubahan IPR;
e. pemberian penggantian yang layak; dan
f. pengambilan penggantian yang layak yang dititipkan di
Pengadilan Negeri.
(3) Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Gubernur.

Bagian Kedua
Pemberitahuan Perubahan Kegiatan
dan/atau Pencabutan IPR

Pasal 4
-6-

Pasal 4

(1) Pelaksanaan pemberitahuan perubahan dan/atau


pencabutan IPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(2) huruf a harus berpedoman pada peraturan perundang-
undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
(2) Panitia melakukan pemberitahuan terhadap pihak yang
berhak melalui surat dan rapat klarifikasi hasil evaluasi.
(3) Rapat klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
mengundang pihak terkait yang dibutuhkan guna
memperkuat keputusan rapat.

Pasal 5

(1) Berdasarkan hasil rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal


4 ayat (2) Panitia membuat penilaian lebih rinci yang
berisikan informasi evaluasi dokumen perizinan
pemanfaatan ruang yang akan dicabut izinnya.
(2) Pemberitahuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) dilakukan melalui surat undangan yang dikirimkan
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
lembar evaluasi selesai disusun dan ditetapkan.

Bagian Ketiga
Penilaian Penggantian Yang Layak

Pasal 6

(1) Penetapan penilaian penggantian yang layak sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, dilakukan
terhadap:
a. administratif perizinan; dan
b. perubahan fisik.
(2) Terhadap administratif perizinan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, dilakukan dengan melakukan
perubahan IPR.
(3) Terhadap perubahan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, dilakukan dengan penilaian terhadap
penggunaan lahan dan jenis kegiatan yang telah tercantum
dalam IPR.
(4) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh Penilai.

Pasal 7
-7-

Pasal 7

(1) Panitia menetapkan Penilai sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan di bidang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
(2) Dalam hal pengadaan jasa Penilai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari kerja, panitia penggantian yang layak
menunjuk Penilai Publik.

Pasal 8

(1) Penilai atau Penilai Publik sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 7 melakukan penilaian penggantian yang layak
meliputi:
a. bangunan;
b. tanaman;
c. benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau
d. kerugian lain yang dapat dinilai.
(2) Pelaksanaan penilaian obyek penggantian yang layak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.

Pasal 9

(1) Besarnya nilai penggantian yang layak berdasarkan hasil


penilaian oleh Penilai atau Penilai Publik disampaikan
kepada Panitia dengan berita acara penyerahan hasil
penilaian.
(2) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dijadikan dasar musyawarah untuk kesepakatan besaran
nilai.
(3) Pelaksanaan waktu dan tempat musyawarah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diberitahukan kepada pihak yang
berhak melalui surat pemberitahuan.

Bagian
-8-

Bagian Keempat
Musyawarah dan Kesepakatan Penggantian Yang Layak

Pasal 10

(1) Musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)


dihadiri oleh pihak yang berhak dan Panitia serta pihak-
pihak terkait yang diperlukan.
(2) Dalam hal pihak yang berhak berhalangan hadir dalam
musyawarah, dapat memberikan kuasa kepada:
a. seorang dalam hubungan darah ke atas, ke bawah atau
ke samping sampai derajat kedua atau suami/istri bagi
pihak yang berhak berstatus perorangan; atau
b. seorang yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar bagi pihak yang berhak berstatus badan
hukum.
(3) Pihak yang berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
hanya dapat memberikan kuasa kepada 1 (satu) orang
penerima kuasa atas 1 (satu) atau beberapa IPR pada 1
(satu) lokasi.
(4) Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam jangka waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja sampai terjadi kesepakatan
nilai penggantian yang layak.
(5) Dalam hal telah terjadi kesepakatan dalam musyawarah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan tahapan
pencabutan IPR atau pelaksanaan perubahan kegiatan
sesuai perubahan IPR.
(6) Dalam hal tidak ada kesepakatan dalam musyawarah pada
jangka waktu yang diberikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), dilakukan penitipan penggantian yang layak di
Pengadilan Negeri pada wilayah lokasi IPR.
(7) Hasil musyawarah dituangkan dalam berita acara
kesepakatan yang memuat:
a. kehadiran pihak yang berhak atau kuasanya yang setuju
beserta bentuk penggantian yang layak yang disepakati;
b. kehadiran pihak yang berhak atau kuasanya yang tidak
setuju; dan
c. ketidakhadiran pihak yang berhak dan tidak memberikan
kuasa.

Bagian
-9-

Bagian Kelima
Pelaksanaan Perubahan Kegiatan sesuai Perubahan IPR

Pasal 11

(1) Pelaksanaan perubahan kegiatan sesuai perubahan IPR


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d dapat
langsung dilakukan pelaksanaannya.
(2) Dalam hal perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdapat perubahan fisik dapat dilaksanakan setelah adanya
kepastian penganggaran.

Bagian Keenam
Pemberian Penggantian Yang Layak

Pasal 12

(1) Pemberian penggantian yang layak sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e, atas permintaan tertulis
setelah pencabutan IPR dan/atau pelaksanaan perubahan
fisik.
(2) Permintaan tertulis sebagaimana dimaksud dikeluarkan dan
ditandatangani oleh Ketua Panitia.
(3) Pencairan pemberian penggantian yang layak dilakukan
melalui jasa perbankan atau pemberian secara tunai yang
disepakati antara pihak yang berhak dan Panitia.
(4) Dalam hal pencairan melalui jasa perbankan, rekening
tabungan harus atas nama pihak yang berhak.

Bagian Ketujuh
Pengambilan Penggantian Yang Layak Yang Dititipkan
di Pengadilan Negeri

Pasal 13

(1) Pengambilan penggantian yang layak yang dititipkan di


Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2) huruf f, disertai surat pengantar dari Ketua Panitia.

(2) Pengambilan
- 10 -

(2) Pengambilan penggantian yang layak sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) disertai dengan menyerahkan bukti
penguasaan atau kepemilikan IPR kepada Ketua Panitia.

Bagian Kedelapan
Pendanaan Pelaksanaan Penggantian Yang Layak

Pasal 14

(1) Ketua panitia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3


mengajukan biaya pelaksanaan penggantian yang layak
kepada Pemerintah Provinsi.
(2) Biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan penggantian
yang layak meliputi kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2).
(3) Biaya yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), mempertimbangkan:
a. luasan tanah yang memiliki IPR;
b. jumlah IPR yang dicabut;
c. jenis dan dampak kegiatan yang harus dihentikan akibat
dicabutnya IPR; dan/atau
d. hal lainnya yang ditetapkan oleh Penilai atau Penilai
Publik.

Pasal 15

(1) Biaya penggantian kepada pihak yang berhak dibebankan


kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi.
(2) Biaya penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikeluarkan oleh penerbit IPR.

BAB IV
SANKSI ADMINSITRATIF
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 16

(1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang


penataan ruang dikenakan sanksi administratif.

(2) Pelanggaran
- 11 -

(2) Pelanggaran di bidang penataan ruang sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang;
b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat
berwenang;
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan/atau
d. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap
kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-
undangan sebagai milik umum.
(3) Sanksi administratif sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(1) dapat berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan IPR;
f. pembatalan IPR;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.

Bagian Kedua
Bentuk Pelanggaran Pemanfaatan Ruang

Pasal 17

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a meliputi:
a. memanfaatkan ruang tanpa IPR di lokasi yang sesuai
peruntukannya; dan/atau
b. memanfaatkan ruang tanpa IPR di lokasi yang tidak sesuai
peruntukannya.

Pasal 18

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan


ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b meliputi:

b. memanfaatkan
- 12 -

a. tidak menindaklanjuti IPR ruang yang telah dikeluarkan;


dan/atau
b. memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang yang
tercantum dalam IPR.

Pasal 19

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan IPR


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf c,
merupakan kegiatan yang melanggar ketentuan jenis dan skala
kegiatan yang telah ditentukan dalam pedoman pemberian IPR.

Pasal 20

Pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan


yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai
milik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2)
huruf d meliputi:
a. menutup akses ke pesisir pantai, sungai, danau, situ dan
sumber daya alam serta prasarana publik;
b. menutup akses terhadap sumber air;
c. menutup akses terhadap taman dan ruang terbuka hijau;
d. menutup akses terhadap fasilitas pejalan kaki;
e. menutup akses terhadap lokasi dan jalur evakuasi bencana;
dan/atau
f. menutup akses terhadap jalan umum tanpa izin pejabat yang
berwenang.

Bagian Ketiga
Kriteria Pengenaan Sanksi Administratif

Pasal 21

Sanksi administratif terhadap pelanggaran penataan ruang


dikenakan berdasarkan kriteria:
a. besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat
pelanggaran penataan ruang;
b. nilai manfaat pemberian sanksi yang diberikan terhadap
pelanggaran penataan ruang; dan/atau
c. kerugian publik yang ditimbulkan akibat pelanggaran
penataan ruang.

Pasal 22
- 13 -

Pasal 22

(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16


ayat (3) huruf a diberikan pada setiap temuan pelanggaran
pemanfaatan ruang.
(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan melalui penerbitan surat peringatan tertulis dari
pejabat yang berwenang.
(3) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat antara lain:
a. rincian pelanggaran dalam pemanfaatan ruang;
b. kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan
ruang dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis
pemanfaatan ruang; dan
c. tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan paling banyak 3 (tiga) kali.
(5) Dalam hal peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan
tindakan berupa pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (3) huruf b sampai dengan huruf i
sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 23

Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 16 ayat (3) huruf b diberikan terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang;
b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang;
dan
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin
pemanfaatan ruang.

Pasal 24

Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 16 ayat (3) huruf c diberikan terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang;
b. pemanfaatan
- 14 -

b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin


pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang;
dan
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin
pemanfaatan ruang.

Pasal 25

Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3)


huruf d diberikan terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang;
b. pemilik izin yang tidak memenuhi kewajiban dalam
pengenaan sanksi penghentian sementara kegiatan; dan
c. pemilik izin yang tidak memenuhi kewajiban dalam
pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum.

Pasal 26

Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3)


huruf e diberikan terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang;
b. pemilik izin tidak memenuhi kewajiban dalam pengenaan
sanksi penghentian sementara kegiatan; dan
c. pemilik izin tidak memenuhi kewajiban dalam pengenaan
sanksi penghentian sementara pelayanan umum.

Pasal 27

Pembatalan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3)


huruf f diberikan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat
berwenang.

Pasal 28

Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16


ayat (3) huruf g diberikan terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang;
b. pemanfaatan
- 15 -

b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin


pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang;
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan/atau
d. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap
kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-
undangan sebagai milik umum.

Pasal 29

Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16


ayat (3) huruf h diberikan terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang;
dan
b. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap
kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-
undangan sebagai milik umum.

Pasal 30

(1) Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16


ayat (3) huruf i diberikan terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang;
b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat
berwenang;
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan
izin pemanfaatan ruang; dan/atau
d. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap
kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-
undangan sebagai milik umum.
(2) Denda administratif dapat dikenakan secara tersendiri atau
bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif
lainnya.

BAB V
TATA CARA PENETAPAN SANKSI ADMINISTRASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 31
- 16 -

Pasal 31

(1) Penetapan sanksi administratif sebagaimana yang dimaksud


dalam Pasal 16 ayat (3) dapat dilakukan secara bertahap
atau kumulatif.
(2) Penetapan sanksi administratif secara bertahap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap mulai
sanksi administratif yang paling ringan hingga yang paling
berat.
(3) Penetapan sanksi administratif secara kumulatif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
menggabungkan beberapa jenis sanksi administratif pada 1
(satu) pelanggaran.

Bagian Kedua
Perangkat Penetapan Sanksi Administratif

Pasal 32

(1) Untuk memberikan sanksi administratif sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) diperlukan sistem
pengawasan terhadap pemanfaatan ruang yang ada.
(2) Sistem pengawasan terhadap pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
kegiatan pemantauan dan evaluasi.
(3) Sistem pengawasan terhadap pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim
Pemantauan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemanfaatan
Ruang Provinsi Jawa Timur.
(4) Tim Pemantauan dan Evaluasi Penyelenggaraan
Pemanfaatan Ruang Provinsi Jawa Timur sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan
Gubernur.

Bagian Ketiga
Alur Penetapan Sanksi Administratif

Pasal 33

Alur penetapan sanksi administratif di bidang tata ruang terdiri


dari:
a. inventarisasi masalah;
b. identifikasi kasus;
c. verifikasi
- 17 -

c. verifikasi lapangan;
d. penetapan kesepakatan tindakan;
e. penetapan sanksi administratif; dan
f. evaluasi.

Pasal 34

(1) Pada tahap inventarisasi masalah sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 33 huruf a dilakukan pendataan indikasi
pelanggaran pemanfaatan ruang oleh Tim Pemantauan dan
Evaluasi Penyelenggaraan Pemanfaatan Ruang Provinsi.
(2) Proses inventarisasi masalah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan selama 60 (enam puluh) hari kalender.
(3) Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan:
a. hasil pemantauan langsung oleh petugas monitoring yang
ditunjuk oleh Tim Pemantauan dan Penyelenggaraan
Evaluasi Provinsi; dan
b. laporan atau pengaduan masyarakat.
(4) Pemantauan langsung oleh petugas monitoring dan laporan
pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan dengan mengisi lembar monitoring dan evaluasi
penyelenggaraan pemanfaatan ruang.

Pasal 35

(1) Pada tahap identifikasi kasus sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 33 ayat (1) huruf b dilakukan rapat koordinasi Tim
Pemantauan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemanfaatan
Ruang Provinsi.
(2) Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk menyeleksi kasus yang teridentifikasi
terdapat indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang.
(3) Indikasi pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berdasarkan pengumpulan bahan bukti dan keterangan
terkait penyimpangan terhadap rencana tata ruang terkait.
(4) Bahan bukti dan keterangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) meliputi:

a. dokumen
- 18 -

a. dokumen IPR;
b. dokumen rencana tata ruang; dan/atau
c. dokumen pendukung lainnya.
(5) Penentuan kasus yang terdapat indikasi pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan hasil
kesepakatan Tim Pemantauan dan Evaluasi Penyelenggaraan
Pemanfaatan Ruang Provinsi.
(6) Proses identifikasi kasus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan ayat (5) dilakukan selama 3 (tiga) hari
kerja.

Pasal 36

(1) Pada tahap verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 33 ayat (1) huruf c dilakukan pengecekan di
lapangan oleh Tim Pemantauan dan Evaluasi
Penyelenggaraan Pemanfaatan Ruang Provinsi.
(2) Dalam hal terbukti melakukan pelanggaran, proses
dilanjutkan pada tahap selanjutnya.
(3) Dalam hal tidak terbukti melakukan pelanggaran, proses
penegakan hukum dihentikan.
(4) Proses verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan selama 7 (tujuh) hari kerja.

Pasal 37

(1) Penetapan kesepakatan tindakan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 33 ayat (1) huruf d ditetapkan melalui rapat
koordinasi Tim Pemantauan dan Evaluasi Penyelenggaraan
Pemanfaatan Ruang Provinsi.
(2) Proses penetapan kesepakatan tindakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan selama 3 (tiga) hari kerja.
(3) Hasil penetapan kesepakatan tindakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan rekomendasi penetapan
sanksi administratif.
(4) Rekomendasi penetapan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diserahkan kepada Satuan Polisi
Pamong Praja Provinsi selaku aparat penindakan.

Pasal 38
- 19 -

Pasal 38

Penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 35 ayat (1) huruf e ditetapkan berdasarkan hasil penetapan
kesepakatan tindakan Tim Pemantauan dan Evaluasi
Penyelenggaraan Pemanfaatan Ruang Provinsi.

Pasal 39

(1) Kegiatan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35


ayat (1) huruf f dilakukan setelah semua proses tahapan
penetapan sanksi administratif dilakukan.
(2) Dalam hal sanksi administratif dipatuhi, upaya penindakan
dihentikan.
(3) Dalam hal sanksi administratif tidak dipatuhi, upaya
penindakan dilanjutkan ke tahapan sanksi selanjutnya.
(4) Tahap evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Tim Pemantauan dan Evaluasi
Penyelenggaraan Pemanfaatan Ruang Provinsi paling lambat
7 (tujuh) hari kerja.

BAB VI
MEKANISME PENETAPAN SANKSI ADMINISTRASI
Bagian Kesatu
Peringatan Tertulis

Pasal 40

(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16


ayat (3) huruf a ditetapkan oleh Gubernur.
(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat :
a. rincian pelanggaran dalam penataan ruang;
b. kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan
ruang dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis
pemanfaatan ruang; dan
c. tindakan pengenaan sanksi.
(3) Pemegang IPR/pengguna lahan dapat mengajukan keberatan
disertai alasan penolakan yang tertuang dalam tuduhan
pelanggaran pada peringatan dan upaya perbaikan kepada
pejabat berwenang.
(4) Upaya
- 20 -

(4) Upaya perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


dilakukan dalam jangka waktu yang ditentukan oleh pejabat
berwenang sesuai dengan upaya kewajiban yang harus
dipenuhi dalam surat peringatan.
(5) Dalam hal alasan yang diberikan atau upaya perbaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima oleh
Pejabat berwenang sesuai jangka waktu yang ditentukan,
maka pemegang IPR/pengguna lahan terbebas dari
kewajiban yang tertera dalam peringatan.
(6) Dalam hal alasan yang diberikan atau upaya perbaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat diterima
oleh Pejabat berwenang sesuai jangka waktu yang
ditentukan, maka upaya penindakan akan dilanjutkan
dengan penerbitan peringatan tertulis selanjutnya.
(7) Peringatan tertulis diberikan paling banyak 3 (tiga) kali
dengan jangka waktu penerbitan masing-masing paling lama
7 (tujuh) hari kerja.
(8) Dalam hal peringatan tertulis ketiga diabaikan oleh
pemegang IPR/pengguna lahan, maka pejabat berwenang
menerbitkan keputusan sanksi administratif lainnya
berdasarkan jenis pelanggaran dan dampak yang
ditimbulkan oleh pemegang IPR/pengguna lahan.

Bagian Kedua
Penghentian Sementara Kegiatan

Pasal 41

(1) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 16 ayat (3) huruf b dilakukan setelah peringatan
tertulis ketiga diabaikan.
(2) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dimulai dengan menerbitkan keputusan
penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang.
(3) Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi melakukan penghentian
sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa
berdasarkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).
(4) Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi melakukan pengawasan
terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dihentikan.

(5) Pengawasan
- 21 -

(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan


untuk kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dihentikan
sampai dengan terpenuhinya kewajiban menyesuaikan
kegiatan pemanfatan ruang dengan rencana tata ruang
dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang.
(6) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari kalender.
(7) Apabila selama waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
yang telah diberikan tidak ada upaya memenuhi kewajiban
untuk menyesuaikan kegiatan pemanfatan ruang dengan
rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan
ruang maka dikenakan denda administratif.

Bagian Ketiga
Penghentian Sementara Pelayanan Umum

Pasal 42

(1) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) huruf c dilakukan setelah
peringatan tertulis ketiga diabaikan.
(2) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimulai dengan menerbitkan
keputusan penghentian sementara pelayanan umum.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat
penjelasan dan pelayanan umum yang akan dihentikan
sementara.
(4) Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi menyampaikan perintah
kepada penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan
sementara pelayanan kepada pelanggar berdasarkan
keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi melakukan pengawasan
terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dihentikan.
(6) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan
untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada
pelanggar sampai dengan terpenuhinya kewajiban
menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana
tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang.
(7) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari kalender.

(8) Apabila
- 22 -

(8) Apabila selama waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7)


tidak ada upaya memenuhi kewajiban untuk menyesuaikan
kegiatan pemanfatan ruang dengan rencana tata ruang
dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang maka
dikenakan denda administratif.

Bagian Keempat
Penutupan Lokasi

Pasal 43

(1) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16


ayat (3) huruf d dilakukan setelah peringatan tertulis ketiga
diabaikan.
(2) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimulai dengan menerbitkan keputusan penutupan lokasi.
(3) Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi melakukan penutupan
lokasi secara paksa berdasarkan keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi melakukan pengawasan
terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang telah ditutup
lokasinya.
(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan
untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali
sampai dengan pelanggar memenuhi kewajiban
menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana
tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang.

Bagian Kelima
Pencabutan IPR

Pasal 44

(1) Pencabutan IPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat


(3) huruf e dilakukan setelah peringatan tertulis ketiga
diabaikan.
(2) Pencabutan IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan menerbitkan keputusan pengenaan sanksi
pencabutan IPR.

(3) Satuan
- 23 -

(3) Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi memberitahukan


kepada pelanggar mengenai status IPR yang telah dicabut
sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan ruang yang telah dicabut IPR nya berdasarkan
keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Apabila perintah untuk menghentikan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diabaikan, Satuan Polisi Pamong
Praja Provinsi melakukan tindakan penertiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam
Pembatalan IPR

Pasal 45

(1) Pembatalan IPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat


(3) huruf f dilakukan setelah peringatan tertulis ketiga
diabaikan.
(2) Pembatalan IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan menerbitkan keputusan pengenaan sanksi
pembatalan IPR.
(3) Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi memberitahukan
kepada pelanggar mengenai status IPR yang telah dibatalkan
sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan ruang yang telah dicabut IPR nya berdasarkan
keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Apabila perintah untuk menghentikan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diabaikan, Satuan Polisi Pamong
Praja Provinsi melakukan tindakan penertiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketujuh
Pembongkaran Bangunan

Pasal 46

(1) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 18 ayat (4) huruf g dilakukan setelah peringatan
tertulis ketiga diabaikan.

(2) Pembongkaran
- 24 -

(2) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) diawali dengan menerbitkan surat perintah
pembongkaran bangunan oleh Satuan Polisi Pamong Praja
Provinsi.
(3) Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi memberitahukan
kepada pelanggar mengenai pembongkaran bangunan yang
harus dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari
kalender berdasarkan surat perintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
(4) Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan kegiatan pembongkaran bangunan.
(5) Apabila jangka waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tidak dapat dipenuhi oleh pelanggar, Satuan
Polisi Pamong Praja Provinsi dapat melakukan tindakan
pembongkaran bangunan.

Bagian Kedelapan
Pemulihan Fungsi Ruang

Pasal 47

(1) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal


16 ayat (3) huruf h dilakukan setelah peringatan tertulis
ketiga diabaikan.
(2) Pemulihan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diawali dengan menerbitkan surat perintah pemulihan fungsi
ruang oleh Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi.
(3) Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi memberitahukan
kepada pelanggar mengenai ketentuan pemulihan fungsi
ruang dan cara pemulihan fungsi ruang yang harus
dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender
berdasarkan surat perintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
(4) Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi melakukan pengawasan
pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang.
(5) Apabila jangka waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tidak dapat dipenuhi oleh pelanggar, Satuan
Polisi Pamong Praja Provinsi dapat melakukan tindakan
pemulihan fungsi ruang secara paksa.

(6) Apabila
- 25 -

(6) Apabila pelanggar dinilai tidak mampu membiayai kegiatan


pemulihan fungsi ruang sesuai jangka waktu yang telah
ditetapkan, Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi dapat
mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan
dilakukan oleh Pemerintah Provinsi atas beban pelanggar
dikemudian hari.

Bagian Kesembilan
Denda Administratif

Pasal 48

(1) Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16


ayat (3) huruf i dapat dikenakan secara tersendiri atau
bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif
lainnya.
(2) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
sesuai dengan tingkat pelanggaran pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Peraturan
Gubernur.

BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 49

Pada saat peraturan Gubernur ini mulai berlaku:


a. pemanfaatan ruang yang baru dalam tahap pembangunan
dan belum memiliki IPR harus segera mengajukan IPR dan
menghentikan kegiatannya sampai diterbitkannya IPR; dan
b. pemanfaatan ruang yang sudah beroperasi dan belum
mempunyai IPR, harus segera mengurus IPR tanpa harus
menghentikan kegiatannya dan dalam waktu paling lama 6
(enam) bulan harus sudah memiliki IPR.

BAB IX
- 26 -

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 50

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita
Daerah Provinsi Jawa Timur.

Ditetapkan di Surabaya
Pada tanggal 18 September 2017

GUBERNUR JAWA TIMUR

ttd

Dr. H. SOEKARWO
- 27 -

Diundangkan di Surabaya
Pada tanggal 18 September 20175 Mei
an. SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI JAWA TIMUR
Kepala Biro Hukum

ttd

Dr. HIMAWAN ESTU BAGIJO, SH, MH


Pembina Utama Muda
NIP. 19640319 198903 1 001

BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 NOMOR 55 SERI E.

Anda mungkin juga menyukai