Anda di halaman 1dari 41

PRAKTIKUM LABORATORIUM REKAYASA HAYATI-I

Kinetika Pertumbuhan Sel

Oleh:
Kelompok 06
Ketua Kelompok :
Abdullah Almasyhur 11216015
Anggota Kelompok :
Marcelino Putra Perdana 11216021
Nadzifa Rahma A. 11216032
Lela Wahyu Anggraeni 11216035

Dosen : Dr. Erly Mawarni


Khairul Hadi.B, S.T., M.T.
Asisten : Tri Ramadianti S.
Tanggal Percobaan : 04 September 2018
Tanggal Pengumpulan : 16 Oktober 2018

LABORATORIUM REKAYASA HAYATI


PROGRAM STUDI REKAYASA HAYATI
SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2018
LEMBAR PENILAIAN DAN PENGESAHAN

Komponen Nilai Maksimal Nilai


Judul dan 10
Pendahuluan
Metodologi 20
Hasil dan 50
Pembahasan
Simpulan dan 10
Saran
Format 10
Total 100

Laporan Praktikum Modul Kinetika Pertumbuhan Sel sebagai syarat untuk


memenuhi rangkaian Praktikum Laboratorium Rekayasa Hayati-I dalam
menempuh studi tingkat sarjana di Program Studi Rekayasa Hayati Institut
Teknologi Bandung

Jatinangor, 16 Oktober 2018


Diperiksa oleh,
Asisten Praktikum

Tri Ramadianti S.
NIM. 11215029
Mengetahui dan menyetujui,
Dosen Pengampu Dosen Pengampu

Dr. Erly Mawarni Khairul Hadi.B, S.T., M.T.


NIP. 196210051988022001 Nopeg. 11811064
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... iv
RINGKASAN ......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Teori Dasar ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan ................................................................................................ 1
BAB II METODOLOGI ......................................................................................... 3
2.1 Alat dan Bahan................................................................................... 3
2.2 Langkah Kerja.................................................................................... 4
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 7
3.1 Hasil dan Pembahasan Kinetika Pertumbuhan Biomassa Basah dan
Kering ................................................................................................ 7
3.2 Hasil dan Pembahasan Kinetika Pertumbuhan Jumlah dan Kerapatan
Sel ...................................................................................................... 9
3.3 Hasil dan Pembahasan Konsentrasi Nitrat pada Medium Kultur
Chlorella vulgaris ............................................................................ 10
3.4 Hasil dan Pembahasan Perolehan Produk Kultur Sel Chlorella
vulgaris ............................................................................................ 13
3.5 Hasil dan Pembahasan Perolehan Biomassa Kultur Sel Chlorella
vulgaris ............................................................................................ 16
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 18
4.1 Kesimpulan ...................................................................................... 18
4.2 Saran ................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20
LAMPIRAN .......................................................................................................... 22

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rangkaian alat bioreaktor .................................................................. 4


Gambar 2.2 Rangkaian alat hemasitometer ........................................................... 4
Gambar 3.1 Kurva pertumbuhan berat basah Chlorella vulgaris terhadap waktu 7
Gambar 3.2 Kurva pertumbuhan berat kering Chlorella vulgaris terhadap waktu 7
Gambar 3.3 Kurva baku jumlah sel terhadap absorbansi ...................................... 9
Gambar 3.4 Kerapatan sel terhadap waktu .......................................................... 10
Gambar 3.5 Konsentrasi nitrat pada medium kultur Chlorella vulgaris selama 28
hari pengamatan ............................................................................... 11
Gambar 3.6 Konsentrasi klorofil a, klorofil b, dan karotenoid pada Chlorella
vulgaris selama 28 hari pengamatan ................................................ 14
Gambar 3.7 Perolehan klorofil a, klorofil b, dan karotenoid pada Chlorella
vulgaris selama 28 hari pengamatan ................................................ 14
Gambar 3.8 Perbandingan perolehan biomassa basah dan biomassa kering
terhadap waktu ................................................................................. 17

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Alat dan bahan pada percobaan............................................................. 3

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Cara Pengolahan Data ...................................................................... 23


Lampiran B Data Mentah ...................................................................................... 30

iv
RINGKASAN

Pendekatan kuantitatif pertumbuhan Chlorella vulgaris dapat dilakukan dengan


menentukan kinetika pertumbuhan yang dievaluasi berdasarkan parameter
biomassa kering, biomassa basah, jumlah sel, optical density, dan perolehan
metabolit. Parameter tersebut dapat diplotkan melalui kurva tumbuh yang
berbentuk sigmoid dan dievaluasi laju pertumbuhan spesifik, doubling time, serta
perolehan biomassa dan metabolit. Tiap parameter tersebut diukur setiap 3,5 hari
selama 28 hari kemudian diplotkan terhadap waktu untuk memperoleh kurva
tumbuh. Berdasarkan kurva tumbuh, dievaluasi laju pertumbuhan spesifik (µ) untuk
parameter biomassa basah dan kering pada fase eksponensial pertumbuhan
Chlorella vulgaris (antara hari ke-0 dan hari ke-3,5) secara berturut-turut adalah
0,3036 hari-1 dan 0,2588 hari-1. Nilai doubling time (τ) untuk parameter biomassa
basah dan kering Chlorella vulgaris secara berturut-turut adalah 2,2831 hari dan
2,6783 hari. Berdasarkan pengamatan jumlah sel dengan metode optical density,
diperoleh kurva pertumbuhan yang berbeda dari parameter biomassa, yaitu terjadi
dua puncak kurva yang menandakan adanya dua fase adaptasi sel. Perolehan produk
metabolit sekunder dari proses kultur Chlorella vulgaris dihitung dari perolehan
atau yield konsentrasi klorofil a, klorofil b, dan karotenoid pada selang 3,5 hari
selama 28 hari. Perhitungan yield dilakukan dengan membandingkan perubahan
konsentrasi metabolit sekunder dengan jumlah substrat yang dikonsumsi, yaitu
perubahan konsentrasi nitrat pada medium. Perolehan (yield) biomassa dan produk
(klorofil a, klorofil b, dan karotenoid) dari kultur sel Chlorella vulgaris berturut-
turut adalah 0,97%; 0,11%; dan 0,006%.

Kata kunci: Chlorella vulgaris, kinetika pertumbuhan, biomassa, produk

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Teori Dasar


Chlorella vulgaris merupakan salah satu organisme uniseluler yang
termasuk dalam divisi Chlorophyta. Chlorella vulgaris mudah ditemui di perairan
tawar dan memiliki laju pertumbuhan yang sangat cepat apabila dibandingkan
dengan jenis mikroalga lainnya (Patino et al., 2007, Ogbonna et al., 1997), serta
proses kultivasi yang cukup mudah untuk dilakukan (Andersen, 2005). Chlorella
vulgaris biasanya dikultivasi dalam bentuk biomassa dan umumnya digunakan pada
produk makanan sehat, suplemen makanan, dan substitusi pakan (Pulz & Gross,
2004).
Klorofil merupakan senyawa tetrapirol (alkaloid) yang menyebabkan
tumbuhan berwana hijau. Pigmen ini menyerap cahaya merah (660 nm) dan biru
(440 nm) yang digunakan sebagai sumber energi dalam peristiwa fotosintesis dan
memantulkan warna hijau. Klorofil sensitif terhadap cahaya sehingga mudah rusak
ketika intensitas terlalu kuat (Taiz & Zeiger, 2006). Karotenoid merupakan
terpenoid berwarna merah, jingga, maupun kuning yang terdapat pada bunga, buah,
sayuran, fungi, burung, berbagai jenis ikan dan krustasea. Pada tumbuhan tingkat
tinggi, pigmen ini berfungsi melindungi klorofil agar tidak rusak saat terpapar sinar
matahari dalam bentuk komplek klorofil-karotenoid (Davies, 2009).
Kurva sigmoid merupakan suatu fungsi pertumbuhan yang mencirikan pola
pertumbuhan suatu tumbuhan/mikroorganisme sepanjang suatu generasi secara
khas yang berbentuk sigmoid secara normal. Fase pada kurva terdiri atas fase lag,
fase eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian (Gardnerm et al., 1991). Kurva
pertumbuhan pada umumnya memiliki tiga fase, yaitu fase lag, fase eksponensial,
dan fase stasioner (Maier et al., 2009).

1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari percobaan ini adalah sebagai berikut.
1. Menentukan laju pertumbuhan spesifik dari kultur sel Chlorella vulgaris.

1
2. Menentukan doubling time dari kultur sel Chlorella vulgaris.
3. Menentukan konsentrasi klorofil a, klorofil b, dan karotenoid dari kultur sel
Chlorella vulgaris.
4. Menentukan perolehan (yield) biomassa dan produk (klorofil a, klorofil b,
dan karotenoid) dari kultur sel Chlorella vulgaris.

2
BAB II
METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan


Pada percobaan modul ini, alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai
berikut.
Tabel 2.1 Alat dan bahan pada percobaan
Alat Bahan
Botol Kultur 1 L (1) Medium Cair (500 mL)
Aerator (1) Chlorella vulgaris (250 mL)
Selang 1 m (1) Kuvet (1)
Gelas ukur 500 mL (1) Akuades (1 L)
Gelas Ukur 250 mL (1) Tissue
Gelas Ukur 50 mL HCN 1 N (100 mL)
Spektrofotometer (1) Aseton (100 mL)
Mikroskop (1) Alkohol 70%
Hemasitometer (1)
Pipet tetes (1)
Labu Erlenmeyer (1)
Batang Pengaduk (1)
Stopwatch (1)
Sentrifuga (1)
Lemari Es (1)
Tabung Reaksi (5)
Ultrasonic bath (1)
Falcon tube (5)
Botol Semprot (1)

Rangkaian alat bioreaktor botol kultur yang digunakan pada percobaan ini
dapat dilihat pada Gambar 2.1.

3
Gambar 2.1 Rangkaian alat bioreaktor

Rangkaian alat hemasitometer yang digunakan pada percobaan ini dapat


dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Rangkaian alat hemasitometer

2.2 Langkah Kerja (Memuat Bagan Proses/Alat)

Mulai Biakan C. vulgaris Kultur dipelihara Kultur disinarkan


dikulturkan ke dengan aerasi 1,5 dengan cahaya pada
dalam botol 1 L L/menit 5.000 – 10.00 lux
berisi medium cair
pH 6-7 Setelah satu Kultur diadaptasikan
minggu, kultur C. pada botol tersebut
Pertumbuhan C. vulgaris vulgaris selama 3-7 hari
diukur dipindahkan ke
medium baru
berisi larutan
Selesai NPK dibotol
kultur ukuran 1 L

4
Mulai Pengukuran biomassa basah, biomassa
kering, Optical Density, konsentrasi Selesai
nitrat yang dikonsumsi, perhitungan
metabolit dari C. vulgaris dilakukukan
selama 28 hari dengan interval 3 hari
sekali

Mulai Kultur C. vulgaris diambil 4 falcon tube berisi kultur C.


sebanyak 40 ml dan vulgaris disentrifugasi 5000
dimasukkan masing-masing rpm selama 10 menit
10 ml pada 4 falcon tube
4 falcon tube berisi
Selesai Kultur C. vulgaris pada 4 kultur C. vulgaris diukur
falcon tube ditimbang biomassa basahnya
biomassa keringnya (dioven (supernatan dikeluarkan
terlebih dahulu selama 2 jam) terlebih dahulu) pada
pada neraca analitik neraca analitik

5
Blanko dibuat dengan 1 50 mL sampel ditambah 1 mL HCN
Mulai mL akuades ditambah 1 1 N dalam labu Erlenmeyer 100 mL
mL HCN 1 N dan didiamkan selama 10 menit

Selesai Apabila Sampel diukur absorbansinya


absorbansi diatas dengan spektrofotometer pada
nilai 1, dilakukan 220 nm dan 275 nm
pengencaran

10 mL kultur C. vulgaris Kultur C. vulgaris disentrifugasi


Mulai dimasukkan pada falcon 5000 rpm selama 10 menit
tube

Kultur C. vulgaris Kultur C. vulgaris Kultur C. vulgaris


disentrifugasi 5000 ditempatkan pada ditambahkan 10 mL
rpm selama 10 menit ultrasonic bath aseton (80 %) dan
selama 90 detik didinginkan semalaman

Supernatan Supernatan diukur Selesai


diambil pada absorbansi
470 nm, 647 nm,
663 nm

Hemasitometer 0,1 mL suspensi sel


Mulai disiapkan dan diambil dan diteteskan
dibersihkan dengan pada sumur
alkohol 70% hemasitometer

Jumlah sel Apabila kerapatan Perhitungan sel dilakukan


dihitung pada sel terlalu tinggi, pada mikroskop (perbesaran
bagian kotak “W” larutan suspensi 10x lensa okuler dan 10x
diencerkan lensa objektif)

Selesai

6
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil dan Pembahasan Kinetika Pertumbuhan Biomassa Basah dan


Kering
Pada percobaan ini, biomassa basah dan biomassa kering Chlorella vulgaris
diukur untuk menentukan kinetika pertumbuhan dari mikroalga tersebut. Gambar 1
dan 2 masing-masing menunjukkan kurva pertumbuhan biomassa basah dan kering
Chlrorella vulgaris yang dikultivasi dalam botol kultur teraerasi.

Gambar 3.1 Kurva pertumbuhan berat basah Chlorella vulgaris terhadap waktu

0,4
0,35
0,3
0,25
Berat Kering (gram)

0,2
0,15
0,1
0,05
0
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (hari)

Gambar 3.2 Kurva pertumbuhan berat kering Chlorella vulgaris terhadap waktu

7
Berdasarkan Gambar 3.1 dan 3.2, dapat dilihat bahwa kinetika pertumbuhan
biomassa Chlorella vulgaris mengikuti model Baranyi & Robert (1994), dimana
arah pertumbuhannya dipengaruhi oleh konsentrasi awal sel mikroalga, keadaan
fisiologis dari inokulum yang digunakan, serta keadaan lingkungan pasca inokulasi.
Pada Gambar 1 dan 2 juga dapat dilihat bahwa periode fase lag berlangsung begitu
singkat. Hal ini telah sesuai dengan pendekatan model Baranyi & Robert (1994),
yang menyatakan bahwa tidak ada parameter independen untuk durasi fase lag jika
temperaturnya konstan sepanjang periode pertumbuhan. Pertumbuhan Chlorella
vulgaris yang memberikan respons cepat/beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan/medium tumbuh secara instan juga memberikan arti bahwa sel
mikroalga yang digunakan pada percobaan ini diinokulasi dari tahapan
eksponensial (Baranyi & Robert, 1994).
Pada hari ke-14 dan seterusnya, pertumbuhan biomassa basah dan kering
secara umum mengalami penurunan yang dapat disebabkan oleh penurunan jumlah
nutrisi dalam medium tumbuh sehingga sel Chlorella vulgaris memasuki fase
pertumbuhan stasioner hingga ke fase kematian. Namun, pada hari ke-21 hingga
hari ke-28, pertumbuhan biomassa basah mulai mengalami peningkatan kembali.
Hal ini bisa jadi disebabkan oleh proses degradasi dari sel Chlorella vulgaris yang
telah mati yang dapat dijadikan nutrisi bagi sel-sel mikroalga yang masih hidup.
Laju pertumbuhan spesifik (µ) untuk parameter biomassa basah dan kering
dapat ditentukan dari fase eksponensial pertumbuhan Chlorella vulgaris (antara
hari ke-0 dan hari ke-3,5), dan diperoleh nilai laju pertumbuhan spesifiknya secara
berturut-turut adalah 0,3036 hari-1 dan 0,2588 hari-1. Nilai doubling time (τ) untuk
parameter biomassa basah dan kering Chlorella vulgaris secara berturut-turut
adalah 2,2831 hari dan 2,6783 hari. Nilai laju pertumbuhan spesifik dan doubling
time yang diperoleh agak berbeda dengan literatur dari Mansouri (2017), yaitu
0,0309 hari-1 dan 22,4319 hari. Hal ini disebabkan karena penggunaan medium
tumbuh, tempat kultur, serta jumlah inokulum Chlorella vulgaris yang berbeda.

8
3.2 Hasil dan Pembahasan Kinetika Pertumbuhan Jumlah dan Kerapatan
Sel
Berdasarkan hasil yang didapat, kurva baku jumlah sel terhadap absorbansi
tidak linier naik. Kurva baku tersebut seharusnya linier naik disebabkan oleh
kenaikan densitas akibat dari kenaikan jumlah sel yang terkandung dalam kultur,
sehingga menyebabkan absorbansi meningkat. Hal ini mungkin terjadi karena
adanya organisme lain yang dapat hidup dalam kultur tersebut sehingga pada saat
perhitungan dengan menggunakan hemasitometer, organisme tersebut ikut
terhitung. Sementara pada kandungan dengan jumlah sel tinggi, ketika pada saat
diamati dengan mikroskop dan terjadi penumpukan sel dilakukan pengenceran
untuk mengurangi kepadatan. Pada saat pengenceran kemungkinan tidak dilakukan
pengocokan sehingga mempengaruhi hasil pengukuran. Pembuatan kurva baku
tersebut diambil dari beberapa botol kultur yang berbede-beda sehingga
menghasilkan pertumbuhan yang berbeda-beda diakibatkan oleh kondisi
lingkungan yang berbeda-beda dari setiap botol kultur. Data kurva baku jumlah sel
terhadap absorbansi dan kerapatan sel terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar
3.3 dan 3.4.
3,50E+08

3,00E+08

2,50E+08

2,00E+08
y = -3E+08x + 2E+08
1,50E+08 R² = 0,365

1,00E+08

5,00E+07

0,00E+00
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

Gambar 3.3 Kurva baku jumlah sel terhadap absorbansi

9
1,5
1
0,5
0
Kerapatan Sel

-0,5 0 2 4 6 8 10

-1
-1,5
-2
-2,5
-3
-3,5
Waktu (hari)

Gambar 3.4 Kerapatan sel terhadap waktu

Dari hasil optical density yang didapat selama 28 hari dengan interval waktu
3 hari sekali, terjadi penurunan pada hari ke-0 ke hari ke 3,5. Penurunan ini terjadi
akibat dari fase lag karena kultur C. vulgaris dipindahkan ke medium baru sehingga
terjadi adaptasi terhadap medium yang baru. Pada hari ke 3,5 sampai hari ke 10,5
terjadi penigkatan absorbansi disebabkan sel masuk ke fase eksponensial sehingga
jumlah sel bertambah akibat dari pembelahan sel yang terjadi. Pada hari 14 terjadi
penurunan yang signifikan dari hari 10,5, hal ini disebabkan karena terjadi
penguapan kandungan air pada kultur disebabkan oleh terpaparnya kultur dari sinar
matahari yang terik, sehingga mempengaruhi sel yang terkandung didalam kultur.
Pada hari 17,5 ke hari 21, terjadi peningkatan absorbansi C. vulgaris disebabkan
masih berlansungnya fase eksponensial pada C. vulgaris setelah ditambahkan air
mencapai volum 500 mL. Hari 24,5 sampai hari ke 28 terjadi penurunan absorbansi
disebabkan oleh fase stasioner dari C. vulgaris.

3.3 Hasil dan Pembahasan Konsentrasi Nitrat pada Medium Kultur


Chlorella vulgaris
Kuantifikasi konsentrasi nitrat pada medium kultur Chlorella vulgaris
dilakukan secara spektrofotometrik dengan metode APHA 2012 Section 4500 NO3-
B. Uji ini didasarkan pada kemampuan reaksi coupling diazotization (Kurniawati,

10
2017). Reaksi asidifikasi dengan penambahan HCL 1N dilakukan untuk
menghilangkan interferensi ion hidroksida atau ion karbonat diatas 1000 mg
CaCO3, serta tidak mempengaruhi hasil pengukuran nitrat itu sendiri. Sampel
dianalisis kandungan nitrat dengan pengukuran absorbansi spektrofotometer pada
λ=220 nm dan λ=275 nm. Pengukuran absorbandi pada λ=220 nm memungkinkan
penentuan konsentrasi secara cepat dan tepat. Namun, pada panjang gelombang ini
senyawa organik terlarut juga ikut terbaca. Oleh karenya, dilakukan pula
pengukuran pada λ=220 nm untuk mengoreksi kemungkinan interferensi senyawa
organik lain yang hanya bisa terbaca pada panjang gelombang ini. Delta absorbansi
yang diperoleh dengan mengurangkan absorbansi pada pada λ=220 nm dengan
absorbansi pada dan λ=275 nm dimasukkan dalam persamaan regresi kurva baku
nitrat sehingga didapat konsentrasi nitrat sampel (APHA, 1992). Pada Gambar 3.5
disajikan kurva konsentrasi nitrat yang terukur selama 28 hari pengamatan.

800
600
Konsentrasi (ppm)

400
200
0
0 3,5 7 10,5 14 17,5 21 24,5 28 31,5
-200
-400
Hari ke-

Gambar 3.5 Konsentrasi nitrat pada medium kultur Chlorella vulgaris selama 28
hari pengamatan

Konsentrasi nitrat pada medium kutur Chlorella vulgaris pada awal


pengamatan (hari ke-0) sebesar 377,5 ppm, sementara pada pengamatan kedua
konsentrasi nitrat malah meningkat menjadi 677,33 ppm. Hal ini disebabkan karena
adanya rekasi reversibel menjadi bentuk lain, salah satunya ion NO. Ion ini dapat
dengan cepat dan secara reversibel mengubah afinitas nitrat maupun nitrit.
Penerapan nitrat dan nitrit dapat dihentikan dengan penambahan NO pada

11
konsentrasi yang rendah, dan efeknya akan hilang setelah beberapa saat ketika
konsentrasi NO sudah menghilang. Selain itu, faktor lain yang memicu fenomena
ini adalah masih banyaknya nitrogen belum dalam bentuk nitrat, melainkan dalam
bentuk nitrit atau ammonia. Amonia adalah bentuk N yang lebih disukai oleh
organisme fotosintetik karena bentuknya yang tereduksi dan secara energetik
menguntungkan untuk asimilasi. Hal ini mengakibatkan adanya amonia
menyebabkan efek negtif pada asimilasi nitrat pada tingkat ranskripsi dan
postrankripsi terutama di tahap awal pertumbuhan sel (fase lag) (Luque et al.,
2015). Selain dari faktor dalam, faktor luar seperti prosedur percobaan juga
menyebabkan ketidakvalidan data yang didapat. Tingkat koreksi empiris terkait
dengan sifat dan konsentrasi bahan organik dan dapat bervariasi dari satu air ke
yang lain. Oleh karena itu, metode APHA untuk analisis konsentrasi nitrat, metode
ini tidak disarankan bagi larutan dengan konsentrasi senyawa organik yang tinggi
(APHA, 1992).
Setelah waktu pengamatan ke-2 (T3,5), konsentrasi nitat pada medium terus
berkurang secara signifikan, yang menandakan adanya asimilasi nitrat dari medium
kultur ke sel Chlorella vulgaris. Hal ini sejalan dengan kebutuhan mikroalga
terhadap nitrogen yang merupakan salah satu unsur makro yang sangat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena menyusun banyak komponen sel
seperti asam amino, protein, dan asam nukleat (Taiz dan Zeiger, 2010). Asimilasi
nitrat adalah proses kunci dalam akuisisi Nitrogen (N) pada mikroalga yang
diitegrasikan pada sistem metabolisme sel. Nitrat secara aktif ditranspor ke dalam
sel, kemudian direduksi menjadi nitri, lalu amonia oleh nitrit reduktase dan masuk
ke dalam jalur asam amino (Taziki et al., 2015). Terlihat penurunan konsentrasi
nitrat terbesar berdasarkan Gambar 3.5 adalah pada T10 sampai ke T13,5, yaitu ketika
sel mengalami fas eksponensial. Hasil ini sangat berkorelasi, di mana pada fase ini
sel Chlorella vulgaris sedang mengalami pertumbuhan sel paling cepat yang diikuti
pula dengan penyerapan nitrat yang lebih banyak (Nigam et al., 2011).
Di saat-saat terakhir menjelang percobaan berakhir, diperoleh nilai
absorbansi yang sangat kecil, diluar rentanng kurva baku. Selain itu, selisih
absorbansi yang didapat juga bernilai negatif. Hasil ini berdampak pada perolehan

12
konsentrasi nitrat yang negatif sehingga hasil pengukuran nitrat di waktu ini tidak
valid. Namun, hasil ini dapat digeneralisir bahwa konsentrasi nitrat saat T3,5 sampai
T28 sangatlah kecil sehingga tidak dapat terdeteksi dengan akurat oleh percobaan
yang dilakukan. Hal ini sekaligus menandakan adanya pengurangan konsentrasi
nitrat pada medium hingga [Nitrat≈0] akibat telah diserap oleh mikroalga. Hasil ini
sesuai dengan fase pertumbuhan pada waktu ini, dimana sel mulai mengalami fase
penurunan pertumbuhan dan fase stasioner, salah satu akibatnya ditimbulkan oleh
berkurangnya konsentrasi unsur makro pada medium tumbuh. Konsentrasi nirat
minimum yang mwndukung kultivasi Chlorella vulgaris berdasarkan studi yang
dilakukan oleh Lourdes et al. (2017) adalah sebesar 22 ppm. Pada konsentrasi di
bawah ini, Chlorella menunjukkan gejala defisiensi. Studi ini mendukung hasil
percobaan, yaitu pada konsentrasi nitrat yang sanga kecil menyebabkan Chlorella
vulgaris mengalami pengurangan laju pertumbuhan hingga akhirnya memasuki
fase kematian.

3.4 Hasil dan Pembahasan Perolehan Produk Kultur Sel Chlorella vulgaris
Perolehan produk metabolit sekunder dari proses kultur Chlorella vulgaris
didapatkan dengan menghitung perolehan atau yield konsentrasi klorofil a, klorofil
b, dan karotenoid pada selang 3,5 hari selama 28 hari. Perhitungan yield dilakukan
dengan membandingkan perubahan konsentrasi metabolit sekunder dengan jumlah
substrat yang dikonsumsi. Untuk menghitung konsentrasi dari klorofil a, klorofil b,
dan karotenoid, sampel sel C. vulgaris diberi aseton dan diinkubasi selama satu
malam untuk mengekstrak produk dari sel. Aseton dapat mengekstrak klorofil
karena sifat klorofil yang polar dapat dilarutkan dengan pelarut aseton yang polar
juga. Penyimpanan dalam lemari es selama minimal satu malam dilakukan karena
kondisi tersebut lebih optimal untuk proses ekstraksi klorofil, dibanding dengan
kondisi kering namun tidak beku. Hasil ekstrak kemudian diabsorbansi dan dihitung
konsentrasinya menggunakan persamaan Lichtenthaler & Wellburn (1983). Dari
hasil perhitungan dan pengolahan data, dapat dilihat bahwa konsentrasi dari setiap
produk meningkat secara umum pada berjalannya percobaan, namun berosilasi dari

13
hari ke hari. Hal tersebut berpengaruh terhadap perolehan produk selama masa
percobaan.
6
5
Konsentrasi (mg/L)

4
3
2
1
0
0 5 10 15 20 25 30
-1
Hari ke-

Chl a Chl b Carotenoid

Gambar 3.6 Konsentrasi klorofil a, klorofil b, dan karotenoid pada Chlorella


vulgaris selama 28 hari pengamatan

1,5

1
% Yield

0,5

0
-2 3 8 13 18 23 28
-0,5
Hari ke-
Chl a Chl b Carotenoid

Gambar 3.7 Perolehan klorofil a, klorofil b, dan karotenoid pada Chlorella


vulgaris selama 28 hari pengamatan

Data hasil percobaan menunjukkan bahwa seluruh produk yang dianalisa


mengalami perubahan % yield yang tidak konstan hingga akhir. Dapat dilihat
bahwa perolehan tertinggi pada ketiga produk terjadi pada hari ke-7. Hal ini

14
disebabkan oleh peningkatan konsentrasi nitrat pada medium dari hari ke-0 hingga
hari ke-3,5, serta penurunan konsentrasi ketiga produk pada selang hari tersebut.
Penurunan dari produksi metabolit sekunder pada selang hari ini dapat terjadi
karena mikroalga sedang berada dalam fase pertumbuhan eksponensial, dimana
fokus dari organisme berada pada proses pertumbuhan primernya, dalam kasus ini
yaitu pertambahan jumlah sel pada media kultur (Peleg & Corradini, 2011). Saat
fase pertumbuhan eksponensial, metabolit primer merupakan fokus dan produk
utama yang dihasilkan oleh organisme, melainkan metabolit sekunder, yang
dihasilkan dalam jumlah yang sedikit (Taiz & Zeiger, 2002).
Perolehan produk metabolit sekunder menurun lagi dari hari ke-7 hingga
hari ke-10,5 dan secara perlahan bertambah hingga selesai waktu penelitian.
Perolehan mulai naik lagi dari hari ke-10,5 dan seterusnya dikarenakan konsentrasi
metabolit sekunder yang mulai naik juga. Peningkatan kadar metabolit sekunder di
mikroalga pada selang waktu ini dapat terjadi karena proses pertumbuhan utama
sudah mulai menurun sebab subtrat yang sudah sedikit dalam medium. Organisme
menghasilkan banyak produk metabolit sekunder pada fase stasioner (Morais et al,
2015). Namun dapat dilihat pada Gambar 3.6, bahwa perolehan maksimum terjadi
pada hari-hari terakhir, atau pada fase kematian. Dapat dilihat pada Gambar 3.2
bahwa tidak terbentuknya fase stasioner yang cukup jelas pada percobaan,
melainkan langsung munculnya fase kematian setelah fase linear. Hal tersebut dapat
menyebabkan sedikitnya peningkatan konsentrasi metabolit sekunder pada selang
hari ke-14 sampai hari ke-24,5 karena menurunnya produktivitas serta
terkumpulnya senyawa toksik yang menyebabkan sel untuk mati dan
mengeksresikan metabolitnya. Namun, pada akhir masa penelitian, dapat dilihat
bahwa konsentrasi ketiga metabolit seketika meningkat. Jika ditinjau dari grafik
pertumbuhannya pada Gambar 3.1, dilihat bahwa terjadi pertumbuhan kedua yang
disebabkan oleh bertambahnya nutrisi pada medium yang disebabkan oleh lisis sel
mati. Pertambahan tersebut juga mempengaruhi pertamabahan konsentrasi
metabolit pada sel sehingga perolehan dari hari ke-24,5 ke hari ke-28 meningkat.
Selain itu, hal tersebut mungkin dapat terjadi karena perhitungan konsentrasi
produk pada akhir masa penelitian melibatkan sel-sel yang mati juga. Pada fase

15
kematian, terjadi akumulasi senyawa toksik dan metabolit lainnya (Sathasivam,
2017) sehingga dapat mempengaruhi hasil pengukuran absorbansi, alhasil
meningkatkan konsentrasi senyawa metabolit sekunder pada perhitungan.
Hasil percobaan menunjukan perolehan klorofil a yang sangat besar lalu
diikuti dengan klorofil b, lalu karotenoid. Dapat dilihat bahwa diawal percobaan,
konsentrasi paling tinggi ke rendah mengurut dari klorofil a, klorofil b, lalu
karotenoid. Klorofil merupakan pigmen yang produksinya bergantung pada level
nitrogen pada medium, dimana perolehan konesntrasi klorofil menurun dengan
menurunnya konsentrasi nitrat pada medium (Lichtenthaler, 1987). Berbeda dengan
karotenoid, dimana seharusnya konsentrasi karotenoid meningkat dengan
berkurangnya konsentrasi nitrat pada medium. Hal tersebut dapat terjadi karena
produksi radikal bebas dari mikroalga pada lingkungan dengan nitrogen yang
kurang cukup. Keberadaan radikal bebas dapat memicu mikroalga untuk
memproduksi karotenoid, yang memiliki sifat antioksidan, yang dapat melindungi
sel dari radikal bebas hingga menjaga stabilitas dari mikroalga (Jalal et al, 2013).
Dapat dilihat bahwa pada Gambar 3.7, perolehan karotenoid adalah perolehan yang
paling tinggi diantara ketiga pigmen pada hari ke 24,5. Jika mengacu pada Gambar
3.5, konsentrasi nitrat pada medium di hari paling rendah, maka sesuai dengan
literatur.

3.5 Hasil dan Pembahasan Perolehan Biomassa Kultur Sel Chlorella


vulgaris
Pada percobaan ini, ditentukan pula perolehan biomassa basah dan biomassa
kering Chlorella vulgaris. Gambar 3.8 menunjukkan perbandingan perolehan
biomassa basah dan biomassa kering Chlrorella vulgaris yang dikultivasi dalam
botol kultur teraerasi.

16
0,02

Perolehan Biomassa
0,015

0,01 Perolehan Biomassa


Basah
0,005
Perolehan Biomassa
0 Kering
0 10 20 30
-0,005
Waktu (hari)

Gambar 3.8 Perbandingan perolehan biomassa basah dan biomassa kering


terhadap waktu

Berdasarkan Gambar 3.8, dapat dilihat bahwa tren perolehan biomassa


basah dan biomassa kering mengalami peningkatan hingga pada hari ke-17,5.
Namun, setelah hari ke-17,5, mulai terjadi penurunan perolehan biomassa basah
dan biomassa kering. Hal ini dapat dikaitkan dengan efek toksiksitas CO2 pada sel
mikroalga pada konsentrasi yang lebih tinggi (Chinnasamy et al., 2009). CO2 pada
konsentrasi tinggi yang tidak terpakai/digunakan akan dikonversi menjadi H2CO3,
yang dapat menurunkan pH hingga kondisi lingkungan tumbuh mikroalga menjadi
agak asam (Hailing-Sorensen et al., 1996, Rachlin & Grosso, 1991). Hal ini
ditunjukkan pada data pH hari ke-24,5 yang mengalami penurunan pH walaupun
tidak secara signifikan. Chlorella sp. dapat tumbuh secara optimal pada pH berkisar
antara 7,5 dan 8,0 (Hailing-Sorensen et al., 1996, Rachlin & Grosso, 1991). Hal ini
diketahui bahwa nilai pH yang asam (3,0-6,2) dan alkali (8,3-9,0) dapat
menghambat pertumbuhan mikroalga tersebut (Hailing-Sorensen et al., 1996). Jika
tidak ada pasokan gas CO2 yang cukup, mikroalga akan menggunakan bikarbonat
untuk mempertahankan pertumbuhannya, sehingga sebagai kompensasi
penggunaan bikarbonat untuk mengatasi berkurangnya CO2 dari pasokan gas akan
terjadi peningkatan pH kembali (Widjaja et al., 2009). Hal ini ditunjukkan dari
kenaikan pH dari medium tumbuh Chlorella vulgaris pada hari ke-28 yang disertai
pula dengan pertambahan perolehan biomassa basah dan kering kembali walaupun
kenaikannya tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan awal kultivasi.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut.
1. Laju pertumbuhan spesifik (µ) untuk parameter biomassa basah ditentukan
saat fase eksponensial pertumbuhan Chlorella vulgaris (antara hari ke-0 dan
hari ke-3,5), dan diperoleh nilai laju pertumbuhan spesifiknya secara
berturut-turut adalah 0,3036 hari-1 dan 0,2588 hari-1.
2. Nilai doubling time (τ) untuk parameter biomassa basah dan kering
Chlorella vulgaris secara berturut-turut adalah 2,2831 hari dan 2,6783 hari.
3. Konsentrasi klorofil a dalam rentang 3,5 hari selama 28 hari adalah 1,16;
1,17; 0,18; 0,59; 0,43; 1,54; 0,93; 1,63; dan 5,67 (g/ml). Konsentrasi klorofil
b dalam rentang 3,5 hari selama 28 hari adalah 0,85; 1,07; 0,27; 0,57; 1,77;
1,90; 0,98; 1,36; dan 1,38 (g/ml). Konsentrasi karotenoid dalam rentang 3,5
hari selama 28 hari adalah 0,38; 0,32; -0,00; 0,08; -0,21; -0,02; 0,02; -0,07;
dan 0,41 (g/ml)
4. Perolehan (yield) biomassa dan produk (klorofil a, klorofil b, dan
karotenoid) dari kultur sel Chlorella vulgaris berturut-turut adalah 0,97%;
0,11%; dan 0,006%.

4.2 Saran
Kultivasi sel Chlorella vulgaris sebaiknya dilakukan pada kondisi
pencahayaan yang dapat dikendalikan, agar didapat hasil yang lebih seragam dan
lebih maksimal. Percobaan yang dilakukan praktikan dilakukan dengan hanya
mengandalkan pencahayaan dari matahari yang sangat bervariasi besarnya dari tiap
pengamatan. Hal ini memungkinkan kondisi kultivasi kurang optimum. Selain itu,
perlu diperhatikan peletakan botol kultur. Sebaiknya, botol kultur tidak ditempatkan
pada daerah yang terkena terik matahari langsung, karena dapat mengakibatkan
penguapan air medium secara berlebih. Perlu dilakukan pengecekan secara berkala

18
terhadap volume air kultur agar kultur tidak sampai habis. Selama pengamatan,
pastikan bahwa selang aerator dalam keadaan yang tidak tersumbat. Kandungan
garam mineral pada medium dapat mengendap pada permukaan dalam selang yang
mengganggu proses aerasi. Hal ini dialami praktikan, yang mengakibatkan proses
aerasi terhambat, sehingga kutur tidak homogen, banyak mikroalga yang
mengendap di dasar tbotol kultur, dan ditemukan koagulasi sel mikroalga yang
sudah mati akibat kurangnya suplai udara utuk fotosintesis.

19
DAFTAR PUSTAKA

APHA. (1992). Standard Methods for The Examination of Water and Waste Water,
18th ed. Washington, DC: American Public Health Association.
Baranyi, J. & Roberts, T. A. (1994). A Dynamic Approach to Predicting Bacterial
Growth in Food. International Journal of Food Microbiology, 23(3-4), 277-
294.
Barsanti, L., & Gualtieri, P., 2014. Algae Anatomy, Biochemistry, and
Biotechnology (2nd Edition). New York: CRC Press.
Hu, W., 2014. Dry Weight and Cell Density of Individual Algal and Cyanobacterial
Cells for Algae Research and Development. University of Missouri.
Columbia
Jalal, K., Shamsuddin, A., Rahman, M., Nurzatul, N., & Rozihan, M. (2013).
Growth and Total Carotenoid, Chlorophyll a and Chlorophyll b of Tropical
Microalgae (Isochrysis sp.) in Laboratory Cultured Conditions. Journal of
Biological Sciences,13(1), 10-17.
Kurniawati, P., Gusrianti, R., Dwisiwi, B.B., Purbaningtias, T.E., & Wiyntoko, B.
(2017). Verification of Spectrophotometric Method for Nitrate Analysis in
Water Samples.
Lichtenthaler, H. K. (1987). [34] Chlorophylls and carotenoids: Pigments of
photosynthetic biomembranes. Methods in Enzymology Plant Cell
Membranes,350-382.
Lourdes, F. M., Josefina, R., Ulises, M., & Alfredo, M. Tolerance and Nutrients
Consumption of Chlorella vulgaris Growing in Mineral Medium and Real
Wastewater Under Laboratory Conditions. Open Agriculture, 2(1) : 394-400.
Luque, E. S., Ampudia, A. C., Llamas, A., Galvan, A., & Fernandez E. (2015).
Understanding Nitrate Assimilation and Its Regulation in Microalgae.
Frontiers in Plant Science, 6(889) : 1-17.
Mansouri, M. (2017). Predictive Modeling of Biomass Production by Chlorella
Vulgaris in A Draft-Tube Airlift Photobioreactor. Advances in Environmental
Technology, 2(3), 119-126.

20
Morais, M. G., Vaz, B. D., Morais, E. G., & Costa, J. A. (2015). Biologically Active
Metabolites Synthesized by Microalgae. BioMed Research
International,2015, 1-15.
Nigam, S., Rai, M., & Sharma, R. (2011). Effect of Nitrogen on Growth and Lipid
Content of Chlorella pyrenoidosa. American Journal of Biochemistry and
Biotechnology, 7(3) : 124-129.
Peleg, M., & Corradini, M. G. (2011). Microbial Growth Curves: What the Models
Tell Us and What They Cannot. Critical Reviews in Food Science and
Nutrition,51(10), 917-945.
Sathasivam, R., Radhakrishnan, R., Hashem, A., & Abd_Allah, E. F. (2017).
Microalgae metabolites: A rich source for food and medicine. Saudi Journal
of Biological Sciences.
Taiz, L., & Zeiger, E. (2002). Plant Physiology, 3rd ed. Sunderland: Sinauer
Associates.
Taziki, M., Ahmadzadeh, H., & Murry, A. (2015). Growth of Chlorella vulgaris in
High Concentrations of Nitrate and Nitrite for Wastewater Treatment. Current
Biotechnology, 4(3) : 1-7.
Yao, Y., 2013. Development of an Algal Optical Density. Texas A&M University.
Texas.

21
LAMPIRAN

22
Lampiran A Cara Pengolahan Data

A.1 Cara Mengolah Data Laju Pertumbuhan Spesifik (µ)


Data mentah (biomassa basah dan kering) yang diperoleh pada percobaan
ini untuk perhitungan laju pertumbuhan spesifik dapat dilihat pada Lampiran B.
Laju pertumbuhan spesifik (µ) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut.
ln⁡(𝑁/𝑁0 )
µ=
𝑡 − 𝑡0
Dengan µ adalah laju pertumbuhan spesifik (hari-1), N dan N0 merupakan
biomassa basah atau biomassa kering pada waktu t (gram), serta t dan t0 merupakan
waktu (hari). Data laju pertumbuhan spesifik yang diperoleh disajikan pada Tabel
A.1.

A.2 Cara Mengolah Data Doubling Time (τ)


Data laju pertumbuhan spesifik (biomassa basah dan kering) yang diperoleh
untuk perhitungan doubling time dapat dilihat pada Tabel A.1. Doubling time (τ)
dapat dihitung menggunakan persamaan berikut.
ln⁡(2)
τ=
µ
Dengan τ adalah doubling time (hari) dan µ adalah laju pertumbuhan
spesifik (hari-1). Data doubling time yang diperoleh disajikan pada Tabel A.2.

A.3 Cara Mengolah Data Konsentrasi Nitrat


Penentuan konsentrasi nitrat pada medium kultur Chlorella vulgaris
dilakukan dengan metode APHA 2012 Section 4500 NO3-B. Pengukuran
absorbansi sampel dilakukan pada dua panjang gelombang yang berbeda, yaitu
pada λ=220 nm dan λ=275 nm. Pengukuran pada λ=220 nm dilakukan untuk
mengoreksi kemungkinan interferensi senyawa organik lain yang hanya bisa
terbaca pada panjang gelombang ini. Oleh karena itu, perlu ditentukan delta
absorbansi yang yang hanya menyatakan absorbansi untuk nitrat. Delta absorbansi
diperoleh dengan persamaan:

23
𝛥𝐴 = 𝐴. 220 − 𝐴. 275
Delta absorbansi yang didapat kemudian disubstitusikan pada persamaan
regresi linear berdasarkan kurva baku, yaitu:
y⁡ = ⁡0,030x⁡ + ⁡0,041
Nilai y diganti dengan nilai absorbansi yang didapat pada masing-masing
sampel, sehingga didapatkan nilai x yang menyatakan konsentrasi nitrat dalam
ppm. Delta absorbansi diperoleh dengan persamaan di atas. Pengukuran absorbansi
pada hari ke-0 memiliki nilai delta absrbansi sebagai berikut:
𝛥𝐴 = 𝐴. 220 − 𝐴. 275
= 0,3545 − 0,087
= 0,2675
Konsentrasi nitrat sampel didapat dengan mensubsitusikan delta
absorbansi sebagi nilai y pada persamaan regresi linear kurva baku nitrat, kemudian
dikalikan faktor pengenceran yang digunakan. Konsentrasi nitrat pada T0 sebagai
berikut:
y⁡ = ⁡0,030⁡x⁡ + ⁡0,041
𝑦 − 0,041
𝑥= × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟⁡𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
0,03
0,2675 − 0,041
𝑥 =⁡ × 50⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡
0,03
𝑥 = 377,5
Cara yang sama digunakan untuk menghitung konsentrasi nitrat pada tiap
pengamatan sehingga diperoleh data pada Tabel A.3.

A.4 Cara Mengolah Data Jumlah Sel dari OD


Jumlah sel pada setiap waktu sampling dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan regresi linear yang didapat dari kurva baku jumlah sel. Data absorbansi
yang diukur setiap waktu sampling dimasukkan ke persamaan regresi linear
kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran. Hal tersebut dilakukan dengan
tahapan berikut:
𝑦 = (−3𝐸08𝑥 + 2𝐸08) × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟⁡𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛

24
A.5 Cara Mengolah Data Konsentrasi Produk
Konsentrasi klorofil a, klorofil b, dan karotenoid dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Lichtenthaler & Wellburn (1983) seperti berikut:
𝐾𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙⁡𝑎 = 12.21 × 𝐴663 − 2.81 × 𝐴647
𝐾𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙⁡𝑏 = ⁡20.13 × 𝐴647 − 5.03 × 𝐴663 ⁡
1000 × 𝐴470 − 3.27 × 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙⁡𝑎 − ⁡104 × 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙⁡𝑏
𝐾𝑎𝑟𝑜𝑡𝑒𝑛𝑜𝑖𝑑 = ⁡
229
Konsentrasi yang didapatkan dari pengolahan data absorbansi pada ekstrak
klorofil adalah dalam satuan mg/L. Data yang diperoleh disajikan pada Tabel A.6.

A.6 Cara Menghitung Perolehan Produk


Diperlukan data konsentrasi produk serta konsentrasi nitrat pada setiap
waktu untuk menghitung perolehan produk, yang dapat dilihat pada Tabel A.6 dan
Tabel A.3 secara berturut-turut. Nilai perolehan produk dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
∆𝑃
𝑌𝑋 = −
∆𝑆
∆𝑃 = 𝑃𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑃𝑎𝑤𝑎𝑙
∆𝑆 = 𝑆𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑆𝑎𝑤𝑎𝑙
Dengan 𝑌𝑋 adalah perolehan produk, ∆𝑃 adalah jumlah perubahan
konsentrasi produk (mg/L), dan ∆𝑆 adalah jumlah perubahan konsentrasi substrat
(nitrat) yang dikonsumsi (ppm). Data perolehan biomassa yang diperoleh disajikan
pada Tabel A.7.

A.7 Cara Menghitung Perolehan Produk


Data mentah jumlah biomassa basah dan kering, serta data konsentrasi nitrat
secara berturut-turut dapat dilihat pada Lampiran B dan Tabel A.3. Nilai perolehan
biomassa (biomassa basah dan kering) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan-persamaan berikut.
∆𝑋
𝑌𝑋 = −
∆𝑆

25
∆𝑋 = 𝑋𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑋𝑎𝑤𝑎𝑙

∆𝑆 = 𝑆𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑆𝑎𝑤𝑎𝑙

Dengan 𝑌𝑋 adalah perolehan biomassa , ∆𝑋 adalah jumlah perubahan


biomassa (gram), dan ∆𝑆 adalah jumlah perubahan konsentrasi substrat (nitrat)
yang dikonsumsi (ppm). Data perolehan biomassa yang diperoleh disajikan pada
Tabel A.3.
Tabel A.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Masing-masing Parameter Pertumbuhan
Laju Pertumbuhan
Parameter Pertumbuhan
Spesifik/µ (hari-1)
Biomassa Basah (gram) 0,3036
Biomassa Kering (gram) 0,2588

Tabel A.2 Doubling time masing-masing parameter pertumbuhan


Doubling
Parameter Pertumbuhan
Time /τ (hari)
Biomassa Basah 2,2831
Biomassa Kering 2,6783

Tabel A.3 Konsentrasi nitrat pada medium


Absorbansi
Waktu ΔA (A.220- Faktor
[Nitrat]
(hari) λ=220 nm λ=275 nm A.275) Pengenceran

0 0,3545 0,087 0,2675 50 377,50


3,5 0,4824 0,035 0,4474 50 677,33
7 0,4658 0,0336 0,4322 50 652,00
10,5 0,3079 0,0072 0,3007 50 432,83
14 0,0352 0,0046 0,0306 50 -17.33
17,5 0,0608 0,0126 0,0482 50 12,00
21 0,0062 0,0104 -0,0042 50 -75,33

26
24,5 0,0017 0,098 -0,0963 50 -228,83
28 -0,0024 0,0095 -0,0119 50 -88,17

Tabel A.4 Laju perolehan etanol dari tiap substrat biomassa

Jumlah Sel (sel/ml) setelah


OD/Absorbansi
dikali faktor pengenceran

2.31E+08 0.073
2.98E+08 0.076
7.46E+07 0.102
1.69E+08 0.1208
1.04E+08 0.127
9.63E+07 0.1555
9.28E+07 0.167
1.24E+08 0.182
6.72E+07 0.285
6.27E+07 0.338
7.05E+07 0.343
5.70E+07 0.452
7.34E+07 0.495
9.40E+07 0.498

27
Tabel A.5 Jumlah Sel terhadap Waktu

Hari OD pengukuran Jumlah Sel (x108)

0 1.7374 -3.2122

3,5 0.6193 0.1421

7 0.7719 -0.3157

10,5 1.0579 -1.1737

14 0.3645 0.9065

17,5 0.5933 0.2201

21 0.7363 -0.2089

24,5 0.4849 0.5453

28 0.4364 0.6908

Tabel A.6 Konsentrasi Produk terhadap Waktu


Konsentrasi (mg/L)
Hari
Chl a Chl b Carotenoid
0 1.1586 0.8508 0.3831
3.5 1.1737 1.0722 0.3173
7 0.1814 0.2668 -0.0015
10.5 0.5874 0.5739 0.0760
14 0.4310 1.7766 -0.2147
17.5 1.5404 1.9077 -0.0194
21 0.9332 0.9816 0.0212
24.5 1.6285 1.3592 -0.0685
28 5.6763 1.3802 0.4144

28
Tabel A.7 Perolehan produk terhadap waktu
Perolehan Produk (%)
Hari
Chl a Chl b Carotenoid
0 0 0 0
3.5 -0.0050 -0.0739 0.0239
7 1.7661 1.05548527 0.6951
10.5 -0.1447 0.5005 -0.0778
14 -0.1991 0.2533 -0.1636
17.5 0.1045 0.2892 -0.0889
21 -0.0498 0.0216 -0.0597
24.5 0.0775 0.0838 0.0970
28 0.9702 0.1137 0.0067

29
Lampiran B Data Mentah
B.1 Data Mentah Biomassa Basah Chlorella vulgaris
Waktu (hari ke-) Berat basah (gram)
0 0,1986
3,5 0,5747
7 0,5931
10,5 0,6956
14 0,8432
17,5 0,3222
21 0,0466
24,5 0,2551
28 0,4914

B.2 Data Mentah Biomassa Kering Chlorella vulgaris


Waktu (hari ke-) Berat kering (gram)
0 0,0521
3,5 0,1289
7 0,1553
10,5 0,2267
14 0,3572
17,5 0,1415
21 0,0544
24,5 0,0519
28 0,0141

30
B.3 Data Mentah pH Medium Tumbuh Chlorella vulgaris
Waktu (hari ke-) pH
0 6,740
3,5 7,840
7 8,023
10,5 8,430
14 8,780
17,5 8,77
21 8,900
24,5 8,650
28 9,020

B.4 Data Mentah Absorbansi Kurva Baku Nitrat


Konsentrasi (ppm) Absorbansi
1,875 0,086
3,75 0,162
7,5 0,276
15 0,507
30 0,954
1000 3,202

31
B.5 Data Mentah Absorbansi Nitrat Media Kultur Chlorella vulgaris
Absorbansi
Waktu Faktor
ΔA (A.220-
(hari) λ=220 nm λ=275 nm Pengenceran
A.275)
T0 0,3545 0,087 0,2675 50
T3,5 0,4824 0,035 0,4474 50
T7 0,4658 0,0336 0,4322 50
T10,5 0,3079 0,0072 0,3007 50
T14 0,0352 0,0046 0,0306 50
T17,5 0,0608 0,0126 0,0482 50
T21 0,0062 0,0104 -0,0042 50
T24,5 0,0017 0,098 -0,0963 50
T28 -0,0024 0,0095 -0,0119 50

B.6 Data Mentah Absorbansi Ekstrak Klorofil


Absorbansi
Waktu (Hari)
470 nm 647 nm 663 nm
0 0.18 0.07 0.111
3,5 0.188 0.082 0.115
7 0.028 0.018 0.019
10,5 0.079 0.043 0.058
14 0.137 0.103 0.059
17,5 0.199 0.134 0.157
21 0.11 0.072 0.093
24,5 0.131 0.107 0.158
28 0.257 0.196 0.51

32
B.7 Data Mentah Jumlah Sel Chlorella vulgaris
Faktor Pengenceran
Hari OD pengukuran
(x)

0 1.7374 0.0000

3,5 0.6193 5.0000

7 0.7719 5.0000

10,5 1.0579 5.0000

14 0.3645 5.0000

17,5 0.5933 5.0000

21 0.7363 5.0000

24,5 0.4849 10.0000

28 0.4364 10.0000

B.8 Data Mentah Kurva Baku Jumlah Sel Chlorella vulgaris


Jumlah Sel
Rataan Faktor Volume
Jumlah Sel (sel/ml) setelah
Kel Jumlah Pengenceran mikroalga OD
(sel/mL) dikali faktor
per W (x) (mL)
pengenceran
463.75 20 500 4.64E+06 9.28E+07 0.167
1
248.75 30 500 2.49E+06 7.46E+07 0.102
481.25 20 500 4.81E+06 9.63E+07 0.156
2
562.25 30 500 5.62E+06 1.69E+08 0.121
426.25 70 500 4.26E+06 2.98E+08 0.076
3
289.25 80 500 2.89E+06 2.31E+08 0.073
188 50 500 1.88E+06 9.40E+07 0.498
4
104.5 60 500 1.05E+06 6.27E+07 0.338
619.75 20 500 6.20E+06 1.24E+08 0.182
5
347 30 500 3.47E+06 1.04E+08 0.127

33
100.75 70 500 1.01E+06 7.05E+07 0.343
6
84 80 500 8.40E+05 6.72E+07 0.285
81.5 90 500 8.15E+05 7.34E+07 0.495
8
57 100 500 5.70E+05 5.70E+07 0.452

34

Anda mungkin juga menyukai