Kelompok7 Modul01
Kelompok7 Modul01
Oleh :
Kelompok 07
Ketua Kelompok :
Hertadi Imam Indrajat 11216030
Anggota Kelompok :
Farhan Rizqy Abdillah 11216025
Lilla Dea Pratiwi 11216037
Hamidah Annafisah 11216038
Firdanta Ginting
NIM. 112115038
Mengetahui dan menyetujui,
Dosen Pengampu Dosen Pengampu
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i
RINGKASAN ......................................................................................................... 1
LAMPIRAN .......................................................................................................... 14
i
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
RINGKASAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Dari latar belakang dan teori dasar tersebut, percobaan ini bertujuan
1. Menetukan laju pertumbuhan spesifik dari kultur sel Chlorella vulgaris
2. Menentukan doubling time dari kultur sel Chlorella vulgaris
3. Menentuka estimasi perolehan biomassa (yield) dari kultur sel Chlorella
vulgaris
4. Menentukan estimasi perolehan klorofil a, klorofil b, dan karotenoid
(yield) pada kultur sel Chlorella vulgaris
2
BAB II
METODOLOGI
3
2.2 Langkah Kerja
2.2.1 Pembuatan Kurva Baku Jumlah Sel dengan Hemasitometer
Mulai Selesai
2.2.2 Pengukuran berat basah, berat kering, dan optical density sel C. vulgaris
Mulai Selesai
Sebanyak 40 ml cuplikan
diukur pH, dan optical density Pengamatan dilakukan setiap 3-
pada panjang gelombang 680 4 hari sekali selama 28 hari.
nm
4
2.2.3 Pengukuran kadar nitrat medium
Mulai
Selesai
Sebanyak 5 ml supernatan
ditambah 100 µL HCL 1 N lalu
Konsentrasi nitrat diperoleh
didiamkan 10 menit
menggunakan data absorbansi
dan kurva baku
Sampel diukur menggunakan
spektrofotometer panjang
gelombang 275 nm dan 220 nm
Mulai Selesai
Sebanyak 10 ml kultur
Supernatan diambil dan diukur
dimasukkan falcon dan
absorbansinya pada panjang
disentrifugasi pada 5000 rpm
gelombang 470 nm, 647 nm,
selama 10 menit
dan 663 nm
5
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Dari grafik 3.1 biomassa basah lebih besar daripada biomassa kering
karena pada biomassa basah terdapat air yang jumlahnya berbeda-beda tiap
sampel dan tiap sel. Pada percobaan diperoleh biomassa yang berubah perlahan
dari hari ke nol hingga hari ke 10. Hal ini merupakan fasa lag, dimana sel masih
beradaptasi dengan medium baru setelah dipindahkan. Dari hari ke 10 ke 14,
terjadi kenaikan berat yang signifikan. dari 63 mg ke 213 mg. Hal ini merupakan
fase eksponensial, dimana sel sedang tumbuh dan berkembang secara besar-
besaran. Namun pada grafik pertumbuhan yang didapat, fase kematian langsung
terjadi setelah fase eksponensial yaitu dari hari ke 14,5 sampai 17. Lalu tren yang
terlihat dari hari ke 17 hingga hari ke 28 cenderung stabil sehingga dapat
dikategorikan sebagai fase stasioner. Hal ini bertentangan dengan kurva
pertumbuhan literatur Utami et al. (2012), yaitu fase lag, fase log, fase
eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian. Fase kematian yang terjadi
sebelum fase stasioner dapat disebabkan karena pada hari ke 14,5 terjadi
gangguan luar yaitu penguapan air pada medium. Penguapan ini menyebabkan
kepadatan sel terlalu rapat dan air pada medium tidak ditambahkan hingga hari
ke-14. Chlorella vulgaris merupakan tumbuhan akuatik sehingga membutuhkan
air sebagai media untuk berkembangbiak (Amini & Syamdidi, 2006). Oleh karena
itu ketersediaan air dapat menyebabkan sel stres dan mati. Saat nilai kerapatan sel
sudah efektif untuk sel menyerap nutrisi, sel akan kembali tumbuh dan
berkembang biak. Namun karena keterbatasan nutrisi yang tersedia akibat
penyerapan besar-besaran saat fase stasioner, laju pertumbuhan akan sama dengan
laju kematian sehingga terjadi fase stasioner.
Berdasarkan grafik 3.2, jumlah sel tertinggi teramati pada hari ke-21.
Fase lag terjadi pada mulai hari ke-0 hingga ke -7. Kemudian kultur mulai
mengalami pertumbuhan exponensial (fase logaritmik ) pada hari ke-7 hingga ke-
21. Fase stasioner terjadi pada hari ke-21 hingga ke-24,5 dan setelah itu kultur
mengalami fase kematian. Perbedaan fase pertumbuhan yang terjadi pada kurva
biomassa dan kurva jumlah terhadap waktu disebabkan karena kurva baku jumlah
sel memiliki nilai R2=0,435 sehingga kurang representatif. Pada beberapa poin,
nilai absorbansi tidak berkorelasi dengan jumlah sel. Seharusnya semakin besar
7
nilai absorbansi, semakin besar jumlah sel karena jumlah foton yang diserap sel
akan semakin besar. Namun pada beberapa pengenceran, jumlah besar ketika nilai
absorbansi lebih kecil dibandingkan lainnya. Kurva baku dapat dilihat pada
gambar 3.3. Penyebab adanya kesalahan tersebut karena perhitungan jumlah sel
dilakukan secara manual dan tidak menggunakan zat pewarna spesifik untuk
membedakan sel mati dan hidup serta sel Chlorella vulgaris dengan sel-sel lain
yang terdapat dalam kultur.
8
3.2 Penyerapan Nitrat dan Perolehan Biomassa
Nutrisi merupakan salah satu faktor yang menentukan laju pertumbuhan
dari Chlorella vulgaris. Media kultur untuk chlorella vulgaris harus mengandung
unsur-unsur macronutrient seperti : N, P, K, S, dan Mg serta unsur mikronutrient
seperti : Si, Zn, Cu, Mn, Co, Fe dan Bo (Round, 1973). Pada percobaan ini,
kandungan nitrat merupakan salah satu substrat yang diamati. Chlorella vulgaris
menyerap amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-) untuk memanfaatkan unsur
nitrogennya. Nitrogen unsur penting untuk pembentukan protein, protoplasma,
klorofil, dan asam nukleat (Shelf & Soeder, 1980).
16
14
12
10
8
6 Konsentrasi nitrat
4
2
0
0 3,5 7 10,5 14 17,5 21 24,5 28
Waktu (hari)
Nitrat mengalami penurunan dan kenaikan kadar nitrat yang berulang dari
hari ke-0 hingga hari ke-10.5. Kadar nitrat kemudian mengalami kenaikan yang
signifikan pada hari ke-14 dan kembali mengalami penurunan dari hari ke 17.5
hingga hari ke-24. Berdasarkan literature, kadar nitrat dari awal hingga akhir
seharusnya menurun karena penyerapan yang dilakukan oleh chlorella vulgaris
(Santoso, Darmawan, & Susanto J, 2011 ). Namun pada kenyataannya, terjadi
fluktuasi kadar nitrat yang cukup sering. Hal ini dapat disebabkan oleh akumulasi
zat toksik yang ditimbulkan oleh lisisnya Chlorela vulgaris yang telah mati.
9
Dari hasil percobaan, didapat yield biomassa kering Chlorella vulgaris
terhadap konsentrasi nitrat sebesar 0.384 mg/mg. Hasil yield menunjukan
terjadinya peningkatan biomassa terjadap absorbansi atau penyerapan nitrat oleh
Chlorella vulgaris. Hal ini menunjukan rata-rata nitrat yang berada di dalam
medium diserap oleh Chlorella vulgaris. Biomassa kering digunakan karena lebih
reperesentatif dari berat basah dan jumlah sel. Berat basah tidak dipilih karena
masih adanya kandungan air sehingga berat yang didapat kurang reperesentatif.
Jumlah sel tidak dipilih karena besar nilai R2 nya yang kecil dan tidak
menggunakan reagen spesifik. Reagen spesifik dibutuhkan untuk membedakan sel
yang hidup dan yang mati.
10
dikarenakan nitrogen yang dibutuhkan untuk pembentukkan klorofil lebih banyak
digunakan untuk pertambahan biomassa (Wong,2017). Dari kurva laju
penyerapan nitrat (Gambar ..), kandungan nitrat sangat tinggi pada hari ke 14 oleh
karena itu, dari hari ke 14 sampai 21 laju pembentukkan klorofil a meningkat
karena ketersediaan nitrogen yang cukup. Namun kandungan klorofil b yang
diperoleh memiliki nilai yang konstan pada rentang tersebut. Seharusnya laju
produksi klorofil a bersesuaian dengan laju produksi klorofil b
(Kendirliogru,2017). Kesalahan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya kurang homogennya larutan yang diukur.
11
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan
sebagai berikut.
1. Laju pertumbuhan spesifik dari kultur sel Chlorella vulgaris sebesar 0,54
per hari
2. Doubling time dari kultur sel Chlorella vulgaris sebesar 4.47 hari
3. Perolehan yield Biomassa dari kultur sel Chlorella vulgaris sebesar 0.384
mg/mg
4. Perolehan yield klorofil a, klorofil b dan karotenoid sebesar -4.8 x 10-4,
3.69 x 10-3 dan -1.6 x 10-4 mg/mg
4.2 Saran
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, beberapa saran untuk
percobaan selanjutnya adalah sebagai berikut.
1. Pengambilan data dilakukan lebih sering sehingga didapatkan data yang
lebih presisi dan akurat
2. Penggunaan reagen spesifik pada saat perhitungan jumlah sel dengan
hemasitometer
3. Penambahan air dilakukan dari awal volume air berkurang dalam medium
4. Pembuatan kurva baku untuk perhitungan jumlah sel dilakukan pada hari
ke-0
12
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
14
Lampiran A Cara Pengolahan Data
Tabel A.1.1 Berat basah, berat kering, dan optical density C. vulgaris
Hari Berat Basah Berat Kering Optical
ke- (mg) (mg) Density
0 98.500 1.560 1.769
3.5 45.154 2.582 2.204
7 72.059 15.902 1.002
10.5 67.111 13.975 0.781
14 213.267 93.830 1.035
17.5 153.400 32.100 0.620
21 126.000 36.000 0.798
24.5 166.600 19.050 0.768
28 126.000 29.000 0.597
15
Tabel A.1.2 Jumlah sel C. vulgaris
Hari Jumlah Sel
ke-
0 684837398
3.5 861544715
7 372926829
10.5 1416666667
14 1931707317
17.5 2175609756
21 2901626016
24.5 2780487805
28 2085772358
16
A.2 Cara Mengolah Data Absorbansi
Data yang diperoleh pada praktikum ini pada pengukuran absorbansi
klorofil C. vulgaeis disajikan pada tabel A.2.1.
Tabel A.2.1 Absorbansi klorofil pada 470 nm, 663 nm, dan 647 nm
Hari Absorbansi klorofil
ke- 470 nm 663 nm 647 nm
0 0.074 0.085 0.214
3.5 0.069 0.097 0.011
7 0.058 0.089 0.078
10.5 0.037 0.044 0.040
14 0.109 0.094 0.074
17.5 0.286 0.329 0.139
21 0.311 0.152 0.100
24.5 0.146 0.220 0.156
28 0.136 0.090 0.058
17
Chlorophyll b pada hari ke-0 = 20.13*0.214 - 5.03*0.085 = 0.437 mg/m3
Ca = Konsentrasi klorofil a
Cb = konsentrasi klorofil b
A647 = Absorbansi pada panjang gelombang 647 nm
Karotenoid pada hari ke-0 = (1000*0.074 – 3.27*0.437 -104*0.437)/229
= -1.445 mg/m3
18
Tabel A.3.1 Absorbansi nitrat medium C. vulgaris
Hari Faktor Absorbansi Absorbansi
ke- Pengenceran 275 nm 220 nm
0 10x 0.091 1.965
3.5 10x 0.829 1.825
7 10x 0.536 1.889
10.5 10x 0.560 1.854
14 30x 0.449 1.331
17.5 30x 0.019 0.159
21 30x 0.020 0.062
24.5 30x 0.074 0.135
28 30x 0.038 0.102
19
Tabel A.3.1 Absorbansi nitrat medium C. vulgaris
Konsentrasi Konsentrasi
Absorbansi
Hari nitrat setelah nitrat sebelum
Nitrat
Ke pengenceran pengenceran
Bersih
(ppm) (ppm)
0 1.874 0.853 8.529
3.5 0.996 0.594 5.937
7 1.353 0.699 6.992
10.5 1.294 0.682 6.817
14 0.882 0.560 16.799
17.5 0.140 0.341 10.221
21 0.042 0.312 9.352
24.5 0.061 0.317 9.525
28 0.064 0.318 9.551
YX = Yield biomassa
∆X = jumlah perubahan biomassa
∆S = jumlah perubahan substrat
126 − 98.5
Yield biomasa berat basah = (9.551 − 8.529) x 0,7 = 0,384 mg/mg
∆𝑃
𝑌𝑃⁄𝑆 = − (A2.4)
∆𝑆
20
YP/S = Yield produk
∆P = jumlah perubahan produk
∆S = jumlah perubahan substrat
0.936 − 0.437
Yield produk klorofil a = (9.551 − 8.529)𝑥 1000 = 4,882 x 10-4 mg/mg
Yield
Biomassa Produk
Berat Kering Berat Basah Jumlah Sel Klorofil a Klorofil b Karotenoid
38,356 0,384 1,958 x 109 4,822 x 10 -3,1 x 10-3 1,664 x 10-3
21
Lampiran B Data Mentah
B.1 Data Mentah Biomassa
Hari Berat Basah Berat Kering Optical
Jumlah sel
ke- (mg) (mg) Density
0 98.500 1.560 1.769 684837398
3.5 45.154 2.582 2.204 861544715
7 72.059 15.902 1.002 372926829
10.5 67.111 13.975 0.781 1416666667
14 213.267 93.830 1.035 1931707317
17.5 153.400 32.100 0.620 2175609756
21 126.000 36.000 0.798 2901626016
24.5 166.600 19.050 0.768 2780487805
28 126.000 29.000 0.597 2085772358
Laju Pertumbuhan Spesifik
Berat Basah (mg/hari) Berat kering (mg/hari) Jumlah Sel (sel/hari)
0,33 0,54 0,38
Waktu penggandaan (hari)
Berat Basah Berat kering Jumlah Sel
2,1 4,47 1,824
22
B.3 Data Mentah Metabolit
Konsentrasi Konsentrasi
Absorbansi
Hari Faktor Absorbansi nitrat setelah nitrat sebelum
Ke Pengenceran nitrat bersih pengenceran pengenceran
275 nm 220 nm
(mg/m3) (mg/m3)
23
B.5 Data Mentah Yield
Yield
Biomassa Produk
Berat Kering Berat Basah Jumlah Sel Klorofil a Klorofil b Karotenoid
38,356 0,384 1,958 x 109 4,822 x 10 -3,1 x 10-3 1,664 x 10-3
24