Anda di halaman 1dari 23

Habib Adjie

(Notaris –PPAT – PL Kls II Kota Surabaya)


Jalan Tidar No. 244 Surabaya – 60251
Telp. 031 – 5483881, Fax. 031 – 5469853.
08121652894
WA : 08113531374
email : adjieku61@gmail.com
WebBlog : habibadjie.dosen.narotama.ac.id
Indonesia Notary Community (INC)
www. indonesianotarycommunity.com

MEMAHAMI DAN MENGERTI :


BADAN USAHA MILIK DESA
(BUMDES)
 BUM Desa dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum.
 BUM Desa dapat membentuk unit usaha meliputi:
a. Perseroan Terbatas sebagai persekutuan modal, dibentuk
berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal
yang sebagian besar dimiliki oleh BUM Desa, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas; dan
b. Lembaga Keuangan Mikro dengan andil BUM Desa sebesar 60 (enam
puluh) persen, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang
lembaga keuangan mikro.

Bahwa dasar hukum atau pengaturan Badan Usaha Milik Desa


(Bumdes) dapat dlihat dari beberapa peraturan perundang-
undangan tersebut di bawah ini :
 Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang PEMERINTAHAN
DAERAH; Pasal 213 menyebutkan bahwa :
(1) Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan
kebutuhan dan potensi desa.
(2) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud ayat (1) berpedoman
pada peraturan perundang-undangan.
(3) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat
melakukan pinjaman sesuai peraturan perundang-undangan.
 Tentang BUMDes ini di atur pula dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA.
Pasal 87 :
(1) Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM
Desa.

1 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya


(2) BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotong-
royongan.
(3) BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau
pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
PENJELASAN : Pasal 87
Ayat (1)
BUM Desa dibentuk oleh Pemerintah Desa untuk mendayagunakan
segala potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta potensi
sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa. BUM DESA SECARA
SPESIFIK TIDAK DAPAT DISAMAKAN DENGAN BADAN HUKUM SEPERTI
PERSEROAN TERBATAS, CV, ATAU KOPERASI. Oleh karena itu, BUM
Desa merupakan suatu badan usaha bercirikan Desa yang dalam
pelaksanaan kegiatannya di samping untuk membantu penyeleng-
garaan Pemerintahan Desa, juga untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Desa. BUM Desa juga dapat melaksanakan fungsi
pelayanan jasa, perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya.

Dalam meningkatkan sumber pendapatan Desa, BUM Desa dapat


menghimpun tabungan dalam skala lokal masyarakat Desa, antara
lain melalui pengelolaan dana bergulir dan simpan pinjam.

BUM Desa dalam kegiatannya tidak hanya berorientasi pada keuntun-


gan keuangan, tetapi juga berorientasi untuk mendukung pen-
ingkatan kesejahteraan masyarakat Desa. BUM Desa diharapkan da-
pat mengembangkan unit usaha dalam mendayagunakan potensi
ekonomi. Dalam hal kegiatan usaha dapat berjalan dan berkembang
dengan baik, SANGAT DIMUNGKINKAN PADA SAATNYA BUM DESA
MENGIKUTI BADAN HUKUM YANG TELAH DITETAPKAN DALAM KETEN -
TUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.
Pasal 88 :
(1) Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa.
(2) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Desa.
 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN
2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6
TAHUN 2014 TENTANG DESA
Pasal 1 angka 7 :
Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki
oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa
pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa.
2 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya
Bagian Kesatu
Pendirian dan Organisasi Pengelola
Pasal 132
(1) Desa dapat mendirikan BUM Desa.
(2) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui musyawarah Desa dan ditetapkan dengan peraturan Desa.
(3) Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan
Desa.
(4) Organisasi pengelola BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit terdiri atas:
a. penasihat; dan
b. pelaksana operasional.
(5) Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dijabat secara ex-
officio oleh kepala Desa.
(6) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b
merupakan perseorangan yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala
Desa.
(7) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilarang
merangkap jabatan yang melaksanakan fungsi pelaksana lembaga
Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan Desa.
Pasal 133
(1) Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (4) huruf a
mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat
kepada pelaksana operasional dalam menjalankan kegiatan pengurusan
dan pengelolaan usaha Desa.
(2) Penasihat dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional
mengenai pengurusan dan pengelolaan usaha Desa.
Pasal 134
Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (4)
huruf b mempunyai tugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai
dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Bagian Kedua
Modal dan Kekayaan Desa
Pasal 135
(1) Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa.
(2) Kekayaan BUM Desa merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan dan tidak
terbagi atas saham.
(3) Modal BUM Desa terdiri atas:
a. penyertaan modal Desa; dan
b. penyertaan modal masyarakat Desa.
(4) Penyertaan modal Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
berasal dari APB Desa dan sumber lainnya.
(5) Penyertaan modal Desa yang berasal dari APB Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dapat bersumber dari:
a. dana segar;
b. bantuan Pemerintah;
3 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya
c. bantuan pemerintah daerah; dan
d. aset Desa yang diserahkan kepada APB Desa.
(6) Bantuan Pemerintah dan pemerintah daerah kepada BUM Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c disalurkan
melalui mekanisme APB Desa.
Bagian Ketiga
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Pasal 136
(1) Pelaksana operasional BUM Desa wajib menyusun dan menetapkan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga setelah mendapatkan
pertimbangan kepala Desa.
(2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit
nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan, modal, kegiatan usaha,
jangka waktu berdirinya BUM Desa, organisasi pengelola, serta tata cara
penggunaan dan pembagian keuntungan.
(3) Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
paling sedikit hak dan kewajiban, masa bakti, tata cara pengangkatan dan
pemberhentian personel organisasi pengelola, penetapan jenis usaha, dan
sumber modal.
(4) Kesepakatan penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui musyawarah Desa.
(5) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) ditetapkan oleh kepala Desa.
Bagian Keempat
Pengembangan Kegiatan Usaha
Pasal 137
(1) Untuk mengembangkan kegiatan usahanya, BUM Desa dapat:
a. menerima pinjaman dan/atau bantuan yang sah dari pihak lain; dan
b. mendirikan unit usaha BUM Desa.
(2) BUM Desa yang melakukan pinjaman harus mendapatkan persetujuan
Pemerintah Desa.
(3) Pendirian, pengurusan, dan pengelolaan unit usaha BUM Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 138
(1) Pelaksana operasional dalam pengurusan dan pengelolaan usaha Desa
mewakili BUM Desa di dalam dan di luar pengadilan.
(2) Pelaksana operasional wajib melaporkan pertanggungjawaban pengurusan
dan pengelolaan BUM Desa kepada kepala Desa secara berkala.
Pasal 139
Kerugian yang dialami oleh BUM Desa menjadi tanggung jawab pelaksana
operasional BUM Desa.
Pasal 140
(1) Kepailitan BUM Desa hanya dapat diajukan oleh kepala Desa.
(2) Kepailitan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya
Pendirian BUM Desa Bersama
Pasal 141
(1) Dalam rangka kerja sama antar-Desa, 2 (dua) Desa atau lebih dapat
membentuk BUM Desa bersama.
(2) Pembentukan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan melalui pendirian, penggabungan, atau peleburan BUM Desa.
(3) Pendirian, penggabungan, atau peleburan BUM Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta pengelolaan BUM Desa tersebut
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 142
 Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian, pengurusan dan pengelolaan,
serta pembubaran BUM Desa diatur dengan Peraturan Menteri.

 Bahwa sebelumnya pengaturan tentang BUM Desa diatur atau dibawah


Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 142 (PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA.
 Bahwa kemudian ketentuan Pasal 142 tersebut diubah berdasarkan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015
TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43
TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
Pasal 142 :
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendirian, pengurusan dan
pengelolaan, serta pembubaran BUM Desa dan BUM Desa Bersama diatur
dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pembangunan desa, pembangunan kawasan perdesaan, dan
pemberdayaan masyarakat Desa berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam
negeri.
 Berdasarkan ketentuan tersebut pengaturan Desa dan BUMDESA berada dalam
Kementerian mengenai pembangunan desa, pembangunan kawasan
perdesaan, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Kemudian KEMENTERIAN
DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA mengeluarkan PERATURAN MENTERI DESA,
PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN
DAN PENGELOLAAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK DESA,
sebagai berikut :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
5 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesi
2. Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha
yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang
dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
3. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
4. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan
ditetapkan secara demokratis.
5. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah
antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur
masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk
menyepakati hal yang bersifat strategis.
6. Kesepakatan Musyawarah Desa adalah suatu hasil keputusan dari
Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita
Acara kesepakatan Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan
Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa.
7. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan
Permusyawaratan Desa.
8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
BAB II
PENDIRIAN BUM DESA
Pasal 2
PENDIRIAN BUM DESA DIMAKSUDKAN SEBAGAI UPAYA MENAMPUNG
SELURUH KEGIATAN DI BIDANG EKONOMI DAN/ATAU PELAYANAN UMUM
YANG DIKELOLA OLEH DESA DAN/ATAU KERJA SAMA ANTAR-DESA.
Pasal 3
Pendirian BUM Desa bertujuan:
a. meningkatkan perekonomian Desa;
b. mengoptimalkan aset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan Desa;
c. meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi Desa;
d. mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak
ketiga;
e. menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan
umum warga;
f. membuka lapangan kerja;
g. meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum,

6 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya


pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa; dan
h. meningkatkan pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan Asli Desa.
Pasal 4
(1) Desa dapat mendirikan BUM Desa berdasarkan Peraturan Desa tentang
Pendirian BUM Desa
(2) Desa dapat mendirikan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
mempertimbangkan:
a. inisiatif Pemerintah Desa dan/atau masyarakat Desa;
b. potensi usaha ekonomi Desa;
c. sumberdaya alam di Desa;
d. sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUM Desa; dan
e. penyertaan modal dari Pemerintah Desa dalam bentuk pembiayaan dan
kekayaan Desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari
usaha BUM Desa.
Pasal 5
(1) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 disepakati melalui
Musyawarah Desa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertingggal, dan Transmigrasi tentang Pedoman Tata
Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.
(2) Pokok bahasan yang dibicarakan dalam Musyawarah Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. pendirian BUM Desa sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial budaya
masyarakat;
b. organisasi pengelola BUM Desa;
c. modal usaha BUM Desa; dan
d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa.
(3) Hasil kesepakatan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa
untuk menetapkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa.
Pasal 6
(1) Dalam rangka kerja sama antar-Desa dan pelayanan usaha antar-Desa dapat
dibentuk BUM Desa bersama yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih.
(2) Pendirian BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati
melalui Musyawarah antar-Desa yang difasilitasi oleh badan kerja sama antar-
Desa yang terdiri dari:
a. Pemerintah Desa;
b. anggota Badan Permusyawaratan Desa;
c. lembaga kemasyarakatan Desa;
d. lembaga Desa lainnya; dan
e. tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender.
(3) Ketentuan mengenai Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
berlaku secara mutatis mutandis terhadap pendirian BUM Desa bersama.
(4) BUM Desa bersama ditetapkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa tentang
Pendirian BUM Desa bersama.

7 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya


BAB III
PENGURUSAN DAN PENGELOLAAN BUM DESA
Bagian Kesatu
Bentuk Organisasi BUM Desa
Pasal 7
(1) BUM DESA DAPAT TERDIRI DARI UNIT-UNIT USAHA YANG BERBADAN
HUKUM.
(2) Unit usaha yang berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUM Desa dan
masyarakat.
(3) Dalam hal BUM Desa tidak mempunyai unit-unit usaha yang berbadan
hukum, bentuk organisasi BUM Desa didasarkan pada Peraturan Desa
tentang Pendirian BUM Desa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(3).
Pasal 8
BUM DESA DAPAT MEMBENTUK UNIT USAHA MELIPUTI:
A. PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI PERSEKUTUAN MODAL, DIBENTUK
BERDASARKAN PERJANJIAN, DAN MELAKUKAN KEGIATAN USAHA
DENGAN MODAL YANG SEBAGIAN BESAR DIMILIKI OLEH BUM DESA,
SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG
PERSEROAN TERBATAS; DAN
b. Lembaga Keuangan Mikro dengan andil BUM Desa sebesar 60 (enam puluh)
persen, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang lembaga
keuangan mikro.
Bagian Kedua
Organisasi Pengelola BUM Desa
Pasal 9
Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa.
Pasal 10
(1) Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa terdiri dari:
a. Penasihat;
b. Pelaksana Operasional; dan
c. Pengawas.
(2) Penamaan susunan kepengurusan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat menggunakan penyebutan nama setempat yang dilandasi semangat
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Pasal 11
(1) Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a dijabatsecara ex officio
oleh Kepala Desa yang bersangkutan.
(2) Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban:
a. memberikan nasihat kepada Pelaksana Operasional dalam melaksanakan
pengelolaan BUM Desa;
b. memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting
bagi pengelolaan BUM Desa; dan
c. mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan BUM Desa.
8 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya
(3) Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. meminta penjelasan dari Pelaksana Operasional mengenai persoalan yang
menyangkut pengelolaan usaha Desa; dan
b. melindungi usaha Desa terhadap hal-hal yang dapat menurunkan kinerja BUM
Desa.
Pasal 12
(1) Pelaksana Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf mempunyai
tugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga.
(2) Pelaksana Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban:
a. melaksanakan dan mengembangkan BUM Desa agar menjadi lembaga yang
melayani kebutuhan ekonomi dan/atau pelayanan umum masyarakat Desa;
b. menggali dan memanfaatkan potensi usaha ekonomi Desa untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Desa; dan
c. melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga perekonomian Desa lainnya.
(3) Pelaksana Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. membuat laporan keuangan seluruh unit-unit usaha BUM Desa setiap bulan;
b. membuat laporan perkembangan kegiatan unit-unit usaha BUM Desa setiap
bulan;
c. memberikan laporan perkembangan unit-unit usaha BUM Desa kepada
masyarakat Desa melalui Musyawarah Desa sekurang-kurangnya 2 (dua) kali
dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 13
(1) Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2),
Pelaksana Operasional dapat menunjuk Anggota Pengurus sesuai dengan
kapasitas bidang usaha, khususnya dalam mengurus pencatatan dan
administrasi usaha dan fungsi operasional bidang usaha.
(2) Pelaksana Operasional dapat dibantu karyawan sesuai dengan kebutuhan dan
harus disertai dengan uraian tugas berkenaan dengan tanggung jawab,
pembagian peran dan aspek pembagian kerja lainnya.
Pasal 14
(1) Persyaratan menjadi Pelaksana Operasional meliputi:
a. masyarakat Desa yang mempunyai jiwa wirausaha;
b. berdomisili dan menetap di Desa sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
c. berkepribadian baik, jujur, adil, cakap, dan perhatian terhadap usaha ekonomi
Desa; dan
d. pendidikan minimal setingkat SMU/Madrasah Aliyah/SMK atau sederajat;
(2) Pelaksana Operasional dapat diberhentikan dengan alasan:
a. meninggal dunia;
b. telah selesai masa bakti sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga BUM Desa;
c. mengundurkan diri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik sehingga menghambat
perkembangan kinerja BUM Desa;

9 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya


e. terlibat kasus pidana dan telah ditetapkan sebagai tersangka.
Pasal 15
(1) Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c mewakili
kepentingan masyarakat.
(2) Susunan kepengurusan Pengawas terdiri dari:
a. Ketua;
b. Wakil Ketua merangkap anggota;
c. Sekretaris merangkap anggota;
d. Anggota.
(3) Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewajiban
menyelenggarakan Rapat Umum untuk membahas kinerja BUM Desa sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun sekali.
(4) Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang menyelenggarakan
Rapat Umum Pengawas untuk:
a. pemilihan dan pengangkatan pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
b. penetapan kebijakan pengembangan kegiatan usaha dari BUM Desa; dan
c. pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja Pelaksana
Operasional.
(5) Masa bakti Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga BUM Desa.
Pasal 16
Susunan kepengurusan BUM Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipilih
oleh masyarakat Desa melalui Musyawarah Desa sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Menteri tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan
Keputusan Musyawarah Desa.
Bagian Ketiga
Modal BUM Desa
Pasal 17
(1) Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa.
(2) Modal BUM Desa terdiri atas:
a. penyertaan modal Desa; dan
b. penyertaan modal masyarakat Desa.
Pasal 18
(1) Penyertaan modal Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a
terdiri atas:
a. hibah dari pihak swasta, lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan dan/atau
lembaga donor yang disalurkan melalui mekanisme APB Desa;
b. bantuan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota yang disalurkan melalui mekanisme APB Desa;
c. kerjasama usaha dari pihak swasta, lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan
dan/atau lembaga donor yang dipastikan sebagai kekayaan kolektif Desa dan
disalurkan melalui mekanisme APB Desa;
d. aset Desa yang diserahkan kepada APB Desa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan tentang Aset Desa.

10 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya


(2) Penyertaan modal masyarakat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(2) huruf b berasal dari tabungan masyarakat dan atau simpanan masyarakat.
Bagian Keempat
Klasifikasi Jenis UsahaBUM Desa
Pasal 19
(1) BUM Desa dapat menjalankan bisnis sosial (social business) sederhana yang
memberikan pelayanan umum(serving) kepada masyarakat dengan memperoleh
keuntungan finansial.
(2) Unit usaha dalam BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
memanfaatkan sumber daya lokal dan teknologi tepat guna, meliputi:
a. air minum Desa;
b. usaha listrik Desa;
c. lumbung pangan; dan
d. sumber daya lokal dan teknologi tepat guna lainnya.
(3) Ketentuan mengenai pemanfaatan sumber daya local sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Desa dan teknologi tepat guna.
Pasal 20
(1) BUM Desa dapat menjalankan bisnis penyewaan (renting) barang untuk melayani
kebutuhan masyarakat Desa dan ditujukan untuk memperoleh Pendapatan Asli
Desa.
(2) Unit usaha dalam BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menjalankan kegiatan usaha penyewaan meliputi:
a. alat transportasi;
b. perkakas pesta;
c. gedung pertemuan;
d. rumah toko;
e. tanah milik BUM Desa; dan
f. barang sewaan lainnya.
Pasal 21
(1) BUM Desa dapat menjalankan usaha perantara (brokering)yang memberikan jasa
pelayanan kepada warga.
(2) Unit usaha dalam BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menjalankan kegiatan usaha perantara yang meliputi:
a. jasa pembayaran listrik;
b. pasar Desa untuk memasarkan produk yang dihasilkan masyarakat; dan
c. jasa pelayanan lainnya.
Pasal 22
(1) BUM Desa dapat menjalankan bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang
(trading) barang-barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
maupun dipasarkan pada skala pasar yang lebih luas.
(2) Unit usaha dalam BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menjalankan kegiatan perdagangan (trading) meliputi:
a. pabrik es;
b. pabrik asap cair;
11 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya
c. hasil pertanian;
d. sarana produksi pertanian;
e. sumur bekas tambang; dan
f. kegiatan bisnis produktif lainnya.
Pasal 23
(1) BUM Desa dapat menjalankan bisnis keuangan (financial business) yang
memenuhi kebutuhan usaha-usaha skala mikro yang dijalankan oleh pelaku
usaha ekonomi Desa.
(2) Unit usaha dalam BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
memberikan akses kredit dan peminjaman yang mudah diakses oleh masyarakat
Desa.
Pasal 24
(1) BUM Desa dapat menjalankan usaha bersama (holding) sebagai induk dari unit-
unit usaha yang dikembangkan masyarakat Desa baik dalam skala lokal Desa
maupun kawasan perdesaan.
(2) Unit-unit usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berdiri sendiri yang
diatur dan dikelola secara sinergis oleh BUM Desa agar tumbuh menjadi usaha
bersama.
(3) Unit usaha dalam BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menjalankan kegiatan usaha bersama meliputi:
a. pengembangan kapal Desa berskala besar untuk mengorganisasi nelayan
kecil agar usahanya menjadi lebih ekspansif;
b. Desa Wisata yang mengorganisir rangkaian jenis usaha dari kelompok
masyarakat;dan
c. kegiatan usaha bersama yang mengkonsolidasikan jenis usaha lokal lainnya.
Pasal 25
Strategi pengelolaan BUM Desa bersifat bertahap dengan mempertimbangkan
perkembangan dari inovasi yang dilakukan oleh BUM Desa, meliputi:
a. sosialisasi dan pembelajaran tentang BUM Desa;
b. pelaksanaan Musyawarah Desa dengan pokok bahasan tentang BUM Desa;
c. pendirian BUM Desa yang menjalankan bisnis sosial (social business) dan bisnis
penyewaan (renting);
d. analisis kelayakan usaha BUM Desa yang berorientasi pada usaha perantara
(brokering), usaha bersama (holding), bisnis sosial ( (social business), bisnis
keuangan (financial business) dan perdagangan (trading), bisnis penyewaan
(renting) mencakup aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen dan
sumberdaya manusia, aspek keuangan, aspek sosial budaya, ekonomi, politik,
lingkungan usaha dan lingkungan hidup, aspek badan hukum, dan aspek
perencanaan usaha;
e. pengembangan kerjasama kemitraan strategis dalam bentuk kerjasama BUM
Desa antar Desa atau kerjasama dengan pihak swasta, organisasi sosial-ekonomi
kemasyarakatan, dan/atau lembaga donor;
f. diversifikasi usaha dalam bentuk BUM Desa yang berorientasi pada bisnis
keuangan (financial business) dan usaha bersama (holding).
Bagian Kelima
12 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya
Alokasi Hasil Usaha BUM Desa
Pasal 26
(1) Hasil usaha BUM Desa merupakan pendapatan yang diperoleh dari hasil
transaksi dikurangi dengan pengeluaran biaya dan kewajiban pada pihak lain,
serta penyusutan atas barang-barang inventaris dalam 1 (satu) tahun buku.
(2) Pembagian hasil usaha BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga BUM Desa.
(3) Alokasi pembagian hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikelola melalui sistem akuntansi sederhana.
Bagian Keenam
Kepailitan BUM Desa
Pasal 27
(1) Kerugian yang dialami BUM Desa menjadi beban BUM Desa.
(2) Dalam hal BUM Desa tidak dapat menutupi kerugian dengan aset dan kekayaan
yang dimilikinya, dinyatakan rugi melalui Musyawarah Desa.
(3) Unit usaha milik BUM Desa yang tidak dapat menutupi kerugian dengan aset dan
kekayaan yang dimilikinya, dinyatakan pailit sesuai dengan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan mengenai kepailitan.
Bagian Ketujuh
Kerjasama BUM Desa Antar-Desa
Pasal 28
(1) BUM Desa dapat melakukan kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih.
(2) Kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih dapat dilakukan dalam satu
kecamatan atau antar kecamatan dalam satu kabupaten/kota.
(3) Kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih harus mendapat persetujuan
masing-masing Pemerintah Desa.
Pasal 29
(1) Kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih dibuat dalam naskah perjanjian
kerjasama.
(2) Naskah perjanjian kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih paling sedikit
memuat:
a. subyek kerjasama;
b. obyek kerjasama;
c. jangka waktu;
d. hak dan kewajiban;
e. pendanaan;
f. keadaan memaksa;
g. pengalihan aset ; dan
h. penyelesaian perselisihan
(3) Naskah perjanjian kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih ditetapkan oleh
Pelaksana Operasional dari masing-masing BUM Desa yang bekerjasama.
Pasal 30
(1) Kegiatan kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih dipertanggungjawabkan
kepada Desa masing-masing sebagai pemilik BUM Desa.

13 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya


(2) Dalam hal kegiatan kerjasama antar unit usaha BUM Desa yang berbadan
hukum diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
Perseroan Terbatas dan Lembaga Keuangan Mikro.
Bagian Kedelapan
Pertanggungjawaban Pelaksanaan BUM Desa
Pasal 31
(1) Pelaksana Operasional melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan BUM
Desa kepada Penasihat yang secara ex-officio dijabat oleh Kepala Desa.
(2) BPD melakukan pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Desa dalam membina
pengelolaan BUM Desa.
(3) Pemerintah Desa mempertanggungjawabkan tugas pembinaan terhadap BUM
Desa kepada BPD yang disampaikan melalui Musyawarah Desa.
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 32
(1) Menteri menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria BUM Desa.
(2) Gubernur melakukan sosialisasi, bimbingan teknis tentang standar, prosedur,
dan kriteria pengelolaan serta memfasilitasi akselerasi pengembangan modal
dan pembinaan manajemen BUM Desa di Provinsi.
(3) Bupati/Walikota melakukan pembinaan, pemantauan dan evaluasi terhadap
pengembangan manajemen dan sumber daya manusia pengelola BUM Desa.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 33
(1) BUM Desa atau sebutan yang telah ada sebelum Peraturan Menteri ini berlaku
tetap dapat menjalankan kegiatannya.
(2) BUM Desa atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
melakukan penyesuaian dengan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lama 1
(satu) tahun terhitung sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan mengenai Badan Usaha
Milik Desa dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang
Badan Usaha Milik Desa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 35
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 KESIMPULAN :
 BADAN USAHA MILIK DESA DAPAT MEMBENTUK UNIT-UNIT
USAHA HARUS BERBADAN HUKUM.
 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah usaha desa yang
dibentuk/didirikan oleh pemdes (pemerintah Desa) yang kepemilikan modal
14 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya
& pengelolaannya dilakukan oleh pemdes dan masyarakat – dalam hal ini
BUMDES SEBAGAI INSTITUSI YANG DIBUAT OLEH PEMERINTAH
DESA UNTUK MENGELOLA/MENAMPUNG (SEMUA) UNIT-UNIT
USAHA MILIK DESA YANG BERBADAN HUKUM MAUPUN YANG
TIDAK BERBADAN HUKUM).
 Usaha Desa adalah jenis usaha yang berupa pelayanan ekonomi desa
seperti, usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil
pertanian, serta industri dan kerajinan rakyat.
 BUMDES bukan Badan Hukum (Penjelasan Pasal 87 ayat (1) UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG
DESA
 Kriteria Badan Hukum :
1) Perkumpulan orang (organisasi),
2) Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-
hubungan hukum (rechtsbetrekking), dengan maksud dan tujuan yangb jelas.
3) Mempunyai harta kekayaan tersendiri yang dipisahkan dengan harta kekayaan
pribadi para pendirinya dan/atau anggota-anggotanya,
4) Mempunyai pengurus,
5) Mempunyai hak dan kewajiban,
6) Dapat bertindak sebagai salah satu pihak (penggugat atau tergugat) di
depan pengadilan.
 Badan Hukum untuk usaha (bisnis/profit) yang dibentuk
BUMDESA : PERSEROAN TERBATAS. Jadi dengan demikian
Pemerintah Desa membentuk Perseroan Terbatas (PT).
 Desa menjadi SUBJEK HUKUM dalam pendirian Perseroan
Terbatas tersebut.
 Sebelum pendirian dilakukan wajib dilakukan Rapat Dalam
Badan Permusyawaratan Desa yang kemudian hasil rapat
dituangkan ke dalam Perdes (Peraturan Desa).
 Modal dasar PT yang didirikan Pemerintah Desa berasal dari :
(1) Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa.
(2) Modal BUM Desa terdiri atas:
a. penyertaan modal Desa; dan
b. penyertaan modal masyarakat.
 PT yang didirikan tersebut tetap harus mengikuti ketentuan yang tersebut dalam
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas, antara lain
dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih
dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
 Jika Pemeritah Desa mendirikan PT, siapakah yang harus jadi partnernya,
apakah subjek hukum orang atau subjek hukum badan hukum perdata ? Dalam
undang-undang tersebut, PT yang didirikan tersebut, modalnya darl penyertaan
modal desa dan dari APB desa, penyertaan modal masyarakat setempat.
Penyertaan modal masyarakat tersebut dapat dilakukan dalam bentuk Koperasi,
sehingga PT yang didirikan tersebut pemegang sahamnya Pemerintah Desa dan

15 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya


Koperasi masyarakat setempat.

CATATAN 1 :
 Terhadap Pendirian BUMDES ini ada 2 (dua) pendapat :
1. Bahwa setelah BUMDES dibuat berdasarkan Peraturan Desa (Perdes) kemu-
dian BUMDES (diwakili oleh pengurusnya) untuk membuat unit usaha yang
berbadan hukum atau tidak. Ketika diputuskan akan dibuat unit usaha yang
berbadan hokum (atau tidak) siapa subjek hukum sebagai pendirinya yang
disebutkan dalam akta Notaris ?
 Jika pola ini dipakai, yang mendirikian unit usaha yang berbadan hukum
atau tidak adalah BUMDES, maka akan timbul pertanyaan, apakah BUM-
DES Subjek Hukum ?
2. Bahwa setelah Bahwa setelah BUMDES dibuat berdasarkan Peraturan Desa
(Perdes), BUMDES kemudian memutuskan untuk membuat unit usaha yang
berbadan hukum atau tidak. Ketika diputuskan akan dibuat unit usaha yang
berbadan hukum (atau tidak) siapa subjek hukum sebagai pendirinya yang
disebutkan dalam akta Notaris ?
 Jika pola ini dipakai, maka yang akan menjadi subjek hukum dalam pendi-
rian unit usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum, yaitu Pe-
merintah Desa yang akan diwakili oleh Kepada Desanya. Kemudian unit-
unit usaha tersebut ditampung dalam BUMDES yang bersangkutan.
 Jika Pemerintah Desa dikualifikasikan sebagai Subjek Hukum, maka Subjek
Hukum Publik terdiri dari : Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemer-
intah Kota/Kabupaten dan Pemerintah Desa.
 Substansi makalah ini menggunakan pendapat yang kedua.

CATATAN 2 :
Sebagai bahan perbadingan dapat dilihat :
1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003
TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA – Pasal 1 :
1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara
yang dipisahkan.
2. PERUSAHAAN PERSEROAN, yang selanjutnya disebut Persero, adalah
BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam
saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen)
sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya
mengejar keuntungan.
3. PERUSAHAAN PERSEROAN TERBUKA, yang selanjutnya disebut
Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang
sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan pen-
awaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.

16 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya


4. PERUSAHAAN UMUM, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN
yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang
bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan
prinsip pengelolaan perusahaan.
-Bahwa BUMN terdiri dari : PT, PT (Tbk) dan PERUM.

2. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG


BENTUK HUKUM BADAN USAHA MILIK DAERAH – Pasal 2 :
Bentuk Badan Usaha Milik Daerah dapat berupa Perusahaan Daerah (PD)
atau Perseroan terbatas (PT).
-Bahwa BUMD terdiri dari : PT dan PD (Perusahaan Daerah).

CATATAN 3 :
Dalam Penjelasan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6
TAHUN 2014 TENTANG DESA disebutkan bahwa :
 Desa atau yang disebut dengan nama lain mempunyai karakteristik yang
berlaku umum untuk seluruh Indonesia, sedangkan Desa Ada atau yang
disebut dengan nama lain mempunyai karakteristik yang berbeda dari
Desa pada umumnya, terutama karena kuatnya pengaruh adat terhadap
sistem pemerintahan lokal, pengelolaan sumber daya lokal, dan kehidu-
pan sosial budaya masyarakat Desa.
 Desa Adat memiliki fungsi pemerintahan, keuangan Desa, pembangunan
Desa, serta mendapat fasilitasi dan pembinaan dari pemerintah Kabu-
paten/Kota. Dalam posisi seperti ini, Desa dan Desa Adat mendapat per-
lakuan yang sama dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Oleh sebab
itu, di masa depan Desa dan Desa Adat dapat melakukan perubahan wa-
jah Desa dan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang efektif,
pelaksanaan pembangunan yang berdaya guna, serta pembinaan
masyarakat dan pemberdayaan masyarakat di wilayahnya. Dalam status
yang sama seperti itu, Desa dan Desa Adat diatur secara tersendiri dalam
Undang-Undang ini.
 Pada dasarnya kesatuan masyarakat hukum adat terbentuk berdasarkan
tiga prinsip dasar, yaitu genealogis, teritorial, dan/atau gabungan geneal-
ogis dengan teritorial. Yang diatur dalam Undang- Undang ini adalah ke-
satuan masyarakat hukum adat yang merupakan gabungan antara ge-
nealogis dan teritorial. Dalam kaitan itu, negara mengakui dan menghor-
mati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepan-
jang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Implementasi dari kesatuan
masyarakat hukum adat tersebut telah ada dan hidup di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, seperti huta/nagori di Sumatera Utara,
gampong di Aceh, nagari di Minangkabau, marga di Sumatera bagian sela-
tan, tiuh atau pekon di Lampung, desa pakraman/desa adat di Bali, lem-
bang di Toraja, banua dan wanua di Kalimantan, dan negeri di Maluku.
17 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya
CATATAN 4 :
PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN
TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG
PENDIRIAN, PENGURUSAN DAN PENGELOLAAN, DAN PEMBUBARAN
BADAN USAHA MILIK DESA
Kepailitan BUM Desa
Pasal 27
(1) Kerugian yang dialami BUM Desa menjadi beban BUM Desa.
(2) Dalam hal BUM Desa tidak dapat menutupi kerugian dengan aset dan kekayaan
yang dimilikinya, dinyatakan rugi melalui Musyawarah Desa.
(3) Unit usaha milik BUM Desa yang tidak dapat menutupi kerugian dengan
aset dan kekayaan yang dimilikinya, dinyatakan pailit sesuai dengan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai kepailitan.

 Bahwa yang dapat dipailitkan adalah UNIT USAHA MILIK BUM DES sesuai
dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG
KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG :
 Pasal 1 :
3. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau
undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadi-
lan.
4. Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan
putusan Pengadilan.
 Pasal 2 :
(1) Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar
lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,
dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonan-
nya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga dia-
jukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.
(3) Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya
dapat diajukan oleh Bank Indonesia.
(4) Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga
Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian,
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pen-
gawas Pasar Modal.
(5) Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang berg-
erak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit
hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
 Bahwa Debitor harus Subjek Hukum : (1) Orang, (2) Badan Hukum.

CATATAN 5 :

18 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya


 Secara normatif pengertian Badan Hukum (rechtspersoon), artinya batasan-
batasan tentang Badan Hukum tidak dinyatakan dengan tegas, tapi secara resmi
penggunaan atau penyebutan dengan tegas (eksplisit) kata Badan Hukum telah
tersebut dalam berbagai peraturan perundang-undangan, contohnya 1 dalam
Staatsblad 1870 Nomor 64 tentang Perkumpulan-perkumpulan Berbadan Hukum,
Pasal 10 ayat (1) Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (UUPA), Pasal 9 Undang-undang nomor 25 tahun 1992
tentang Koperasi, Pasal 1 angka 1 Undang-undang nomor 16 tahun 2001
tentang Yayasan, Pasal 3 ayat (2) Udang-undang nomor 31 tahun 2002 tentang
Partai Politik, Undang-undang nomor 40 Tahun 2007 Perseroan Terbatas tentang
Perseroan Terbatas.
 Maka untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu apa sebenarnya badan hukum itu ?
Dalam Hukum Perdata bahwa manusia merupakan salah satu dari Subyek
Hukum atau natuurlijk persoon yaitu mereka yang mempunyai hak dan
kewajiban dalam hukum. Manusia sebagai subyek hukum sudah dimulai sejak
manusia masih dalam kandungan ibunya dan berakhir sampai ia meninggal
dunia, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 KUHPer bahwa :
-Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai
telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya.
-Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia tak pernah telah ada.
 Kemampuan manusia untuk menjadi subyek hukum yang penuh tidak dapat
diwujudkan sepenuhnya, hal ini dapat dibatasi aturan-aturan hukum atau oleh
peraturan perundang-undangan, misalnya dalam Undang-undang nomor tahun
1960 telah menentukan secara tegas bahwa warga negara asing tidak boleh
memiliki tanah di Indonesia, contoh lainnya bahwa perbuatan hukum tertentu yang

1
Pasal 10 ayat (1) Undang-undang nomor 5 tahun 1960 :
Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada
azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif dengan
mencegah cara-cara pemerasan.
-Pasal 9 Undang-undang nomor 25 tahun 1992 :
Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh pe-
merintah.
-Pasal 1 angka 1 Undang-undang nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan :
Yayasan adalah Badan Hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperun-
tukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang social, keagamaan, dan kemanusiaan,
yang tidak mempunyai anggota.
-Pasal 3 ayat (2) Udang-undang nomor 31 tahun 2002 tentang Partai Politik,
Pengesahan Partai Politik sebagai badan hukum dilakukan oleh Menteri Kehakiman se-
lambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah penerimnaan pendaftaran sebagaimana di-
maksud pada ayat (1).
-Pasal 1 ayat (1) Undang-undang nomor 40 tahun 2007 :
Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang meru-
pakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelasanaannya.
19 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya
dilakukan oleh seorang anak di bawah umur, hanya dapat dilakukan melalui
walinya atau orang yang diberi kuasa untuk mewakilinya atau orang yang dibawah
pengampuan, segala tindakan hukumnya dilakukan oleh si pengampu.
 Subyek hukum lainnya selain orang, adalah sesuatu yang dipersamakan dengan
orang yaitu yang disebut dengan badan hukum (rechtspersoon) yang juga
pendukung hak dan kewajiban dalam hukum. Menurut Chidir Ali 2, bahwa manusia
dalam kehidupan sehari-hari disamping mempunyai hajat atau kepentingan
individual, juga seringkali mempunyai kepentingan bersama (komunal) yang harus
dilakukan bersama-sama dan untuk kepentingan bersama. Bahwa manusia yang
mempunyai kepentingan bersama, memperjuangkan suatu tujuan tertentu,
berkumpul, dan mempersatukan diri. Mereka menciptakan suatu organisasi,
memiliki pengurusnya yang akan mewakili mereka. Mereka memasukkan dan
mengumpulkan harta kekayaan, mereka menetapkan peraturan-peraturan tingkah
laku untuk mereka dalam hubungannya satu dengan yang lain. Selanjutnya
dikatakan bahwa tidak mungkin, dalam tiap-tiap hal mereka bersama-sama
melakukan tindakan-tindakan itu. Pergaulan antara manusia dalam kehidupannya
menganggap perlu, bahwa dalam suatu kerjasama itu semua anggota bersama-
sama merupakan suatu kesatuan yang baru, suatu kesatuan yang mempunyai
hak-hak sendiri terpisah dari hak-hak para anggotanya. Kesatuan yang
mempunyai kewajiban sendiri terpisah dari kewajiban-kewajiban para anggota
secara individual. Subyek hukum yang baru dan berdiri sendiri ini yang
dimaksudkan dengan Badan Hukum. Atau untuk memperoleh pengertian yang
lebih menyeluruh dapat diilustrasikan bahwa, jika beberapa orang bersama
mempunyai suatu tujuan yang sama yang hendak dicapai, maka terdapat dua
kemungkinan : terjadi diantara mereka suatu kerjasama semata-mata, timbal balik
saling mengikat ; atau terjadi satu kesatuan, dimana hubungan diantara mereka
terhadap pihak ketiga bukan merupakan tindakan masing-masing tetapi tindakan
dari kumpulan/kesatuan, sedangkan hubungan diantara mereka bukan saja
hubungan satu terhadap yang lain, tetapi juga merupakan hubungan terhadap
keseluruhannya/kesatuannya. Apabila hubungan hukum yang dimaksud adalah
yang disebut terakhir, maka yang dimaksud adalah 3 Badan Hukum.
 Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa badan hukum merupakan subyek
hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban, badan hukum ini sengaja dibuat
oleh manusia dengan maksud dan tujuan tertentu, mempunyai kekayaan sendiri
yang terpisah dan para individunya.
 Ditinjau lebih jauh sebenarnya jika badan hukum tersebut berbentuk suatu
lembaga (institusi) adalah suatu badan atau lembaga yang tidak terwujud, yang
perwujudannya dapat dilihat dari tindakan para pengurus yang mewakili badan
hukum tersebut, contohnya hak dan kewajiban sebuah Perseroan Terbatas

2
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1991, hal. 10-11.
3
Herlien, Pendirian, Fungsi Anggaran Dasar Dan Struktur Permodalan Suatu Perseroan
Terbatas Dengan Berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995, Makalah pada Semi-
nar Antisipasi Berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Ter-
batas Terhadap Perkembangan Dunia Usaha, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran,
Bandung, 22 Mei 1995. hal 2.
20 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya
sebagai badan hukum hanya dapat dijalankan oleh para pengurusnya.
 Maka ditinjau dari kehadirannya bahwa suatu Perseroan Terbatas (sebagai badan
hukum) bisa juga disebutkan sebagai pribadi yang sah menurut hukum yang dapat
bertindak sebagai pribadi sungguh-sungguh melalui pengurusnya.
 Ditinjau berdasarkan doktrin mengenai badan hukum, bahwa sesuatu lembaga
atau badan disebut sebagai badan hukum, memiliki unsur-unsur antara lain 4 :
 adanya harta kekayaan yang terpisah ;
 mempunyai tujuan tertentu ;
 mempunyai kepentingan sendiri ;
 adanya organisasi yang teratur;
 Badan hukum sebagai subyek hukum memiliki beberapa teori (secara umum)
antara lain5 :
1. Para sarjana yang menganggap bahwa badan hukum sebagai wujud yang
nyata, dianggap mempunyai kelengkapan panca indera sendiri sebagaimana
manusia, maka akibatnya badan hukum dapat dipersamakan seperti
manusia.
2. Para sarjana yang menganggap bahwa badan hukum tidak sebagai wujud
yang nyata, di belakang badan hukum itu sebenarnya berdiri manusia.
Akibatnya, kalau badan hukum tersebut berbuat suatu kesalahan, maka
kesalahan tersebut adalah kesalahan manusia yang berada di belakang
badan hukum tersebut.
 Adanya perbedaan mengenai teori badan hukum ini sudah tentu mempunyai
implikasi tertentu dalam praktek, terutama yang berkaitan dengan
pertanggungjawaban antara badan hukum dengan orang-orang yang berada di
belakang badan hukum.
 Suatu lembaga atau badan yang memperoleh status sebagai badan hukum, cara
lahir atau terbentuknya tidak selalu sama, ada yang sudah ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan itu sendiri, bahwa lembaga yang disebut dalam
undang-undang yang bersangkutan mempunyai status sebagai badan hukum,
atau ada yang melalui pengesahan dari instansi tertentu atau campuran dari
kedua hal tersebut atau juga berdasarkan yurisprudensi.
 Pada dasarnya ada empat cara terbentuknya badan hukum yaitu 6 :
a. Sistem Konsesi atau Sistem Pengesahan.
Menurut sistem ini bahwa suatu lembaga akan memperoleh kedudukan atau
status sebagai badan hukum karena disahkan oleh instansi yang ditunjuk oleh
peraturan perundang-undangan tertentu, misalnya perseroan terbatas
4
R. Ali Rido, Hukum Dagang Tentang Aspek-aspek Hukum Dalam Asuransi Udara
Dan Perkembangan Perseroan Terbatas ; Ramadja Karya, Bandung, 1984, hal. 231.
5
Erman Rajagukguk, Bahan Pendidikan Praktisi Hukum Perusahaan, Universitas Pan-
casila, Jakarta, tanpa tahun, hal. 7-9; Disamping itu juga ada beberapa teori mengenai badan
hukum ini seperti : teori fictie (Von Savigny, Opzoomer), realiteit (Von Gierke), tujuan
kekayaan (Van der Heyden), pemilikan bersama / collectief (Molengraff), corporate histories
(Van der Grinten). Herlien, loc cit., hal. 3; Chidir Ali, op cit., hal 29-39.
6
Retnowulan Sutantio, Holding Company, Merger Dan Lain-lain Bentuk Kerja Sama Pe-
rusahaan, Mahkamah Agung Republik Indonesia, tanpa tahun, hal. 1-2.
21 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya
memperoleh kedudukan sebagai badan hukum karena terlebih dahulu
mendapat pengesahan dari Departemen Kehakiman / Menteri Kehakiman
sebagaimana tersebut dalam Pasal 36 KUHD.
b. Ditentukan oleh undang-undang.
Menurut Sistem ini undang-undang telah menentukan sendiri bahwa lembaga
yang tersebut dalam undang-undang yang bersangkutan merupakan badan
hukum, contohnya Pasal 19 ayat (2) Undang-undang nomor 16
tahun 1985 tentang Rumah Susun, disebutkan bahwa perhimpunan
penghuni rumah susun yang didirikan menurut ketentuan undang-undang ini
diberi kedudukan sebagai badan hukum.
c. Sistem Campuran.
Menurut sistem ini status badan hukum diperoleh karena ditentukan oleh
undang-undang itu sendiri dan setelah ada pengesahan dari instansi yang
berwenang. Contohnya Koperasi, berdasarkan Pasal 9 Undang-undang nomor
25 tahun 1992 tentang Koperasi, ditegaskan bahwa Koperasi memperoleh
status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah
(dalam hal ini departemen koperasi atau menteri yang membidangi urusan
koperasi).
d. Melalui Yurisprudensi.
Status badan hukum suatu lembaga karena berdasarkan yurisprudensi,
contohnya Yayasan menurut Putusan Hogerchtshof 7884 (Mahkamah Agung
Hindia – Belanda).
 Dalam kaitan ini perlu dikaji, apakah masih sangat diperlukan untuk memperoleh
status badan hukum bagi perseroan terbatas dan juga lembaga yang lainnya
sebagaimana tersebut di atas harus berdasarkan keputusan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia atau otoritas pemerintah lainnya ? Saya menegaskan bahwa
status badan hukum untuk perseroan ataupun untuk yang lainnya akan diperoleh
berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ataupun dari
otoritas pemerintah lainnya tidak perlu dilakukan, dengan alasan, antara lain :
1. Tidak ada pertanggungjawaban dari pemerintah, jika perseroan terbatas yang
telah memperoleh status badan hukum, ternyata perseroan terbatas tersebut
bermasalah dalam operasionalnya, karena pertanggungjawaban perseroan
terbatas akan dikembalikan kepada para pemegang saham, direksi dan komis-
aris perseroan terbatas yang bersangkutan.
2. Saat ini institusi yang akan memberikan status badan hukum, ada 2 (dua),
yaitu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Dinas Koperasi (kota/
kapbupaten/propinsi) untuk Koperasi dan Menteri Keuangan untuk Dana
Pensiun.
 Dengan demikian harus dikembangkan suatu teori baru (katakanlah Teori Habib
Adjie) tentang perolehan status badan hukum untuk perseroan terbatas ataupun
yang lainnya, yaitu bahwa status badan hukum tersebut akan diperoleh setelah
akta pendirian perseroan terbatas telah selesai dilakukan di hadapan Notaris,
artinya ketika akta pendirian perseroan terbatas telah sempurna diselesaikan oleh
Notaris, maka pada saat itu juga perseroan terbatas telah memperoleh kedudukan
sebagai badan hukum, sedangkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
cukup Notaris yang bersangkutan untuk melaporkannya secara elektronik dengan
22 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya
telah didirikannya perseroan terbatas di hadapan Notaris yang bersangkutan.
Dalam hal ini aturan hukum yang bersangkutan cukup menegaskan bahwa
lembaga tertentu akan berkedudukan sebagai badan hukum setelah aktanya
dibuat di hadapan Notaris.

------------------------------------

23 Habib Adjie – Notaris – PPAT – Pejabat Lelang Kelas II – Kota Surabaya

Anda mungkin juga menyukai