Anda di halaman 1dari 9

KONSEP DASAR KEPERAWATAN PERIOPERATIF

Agustus 05, 2011

A. Landasan Teoritis Keperawatan Perioperatif


1.Defenisi
Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien . Kata
perioperatif adalah gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan yaitu : pre operatif, intra
operatif dan post operatif.

2.Etiologi
Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth ) seperti :
a.       Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi
b.      Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat apendiks yang inflamasi
c.       Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek
d.      Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah
e.       Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh ketika
selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap kemampuan untuk menelan
makanan

3.Tahap dalam Keperawatan Perioperatif


a. Fase Pre operatif
Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai
ketika pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan
ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup
penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif
dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan pada saat pembedahan.
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan
psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).
      Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak stabil.
Hal ini dapat disebabkan karena takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan
keeadaan sosial ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan memberikan
penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi penjelasan tentang peristiwa
operasi, pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan), alat khusus yang diperlukan,
pengiriman ke ruang bedah, ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah
operasi, bernafas dalam dan latihan batuk, latihan kaki, mobilitas dan membantu
kenyamanan.
      Persiapan Fisiologi, meliputi :
  Diet (puasa)  pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam menjelang operasi pasien tidak
diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum. Pada
operasai dengan anaesthesi lokal /spinal anaesthesi makanan ringan diperbolehkan.
Tujuannya supaya tidak aspirasi pada saat pembedahan, mengotori meja operasi dan
mengganggu jalannya operasi.
  Persiapan Perut  Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah saluran
pencernaan atau pelvis daerah periferal. Tujuannya mencegah cidera kolon, mencegah
konstipasi dan mencegah infeksi.
  Persiapan Kulit  Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambuy
  Hasil Pemeriksaan  hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.
  Persetujuan Operasi / Informed Consent  Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia.
b. Fase Intra operatif
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke instalasi bedah
dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath,
pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh
sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan
dukungan psikologis selama induksi anestesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau
membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip - prinsip
dasar kesimetrisan tubuh.
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu pengaturan
posisi karena posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan
keadaan psikologis pasien.
         Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :
  Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
  Umur dan ukuran tubuh pasien.
  Tipe anaesthesia yang digunakan.
  Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
         Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : Atur posisi pasien dalam posisi yang
nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya
ditutup dengan duk.
Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian.
Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
         Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator, asisten ahli bedah, Scrub Nurse /
Perawat Instrumen
         Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana anaesthesi, perawat sirkulasi
dan anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).

c. Fase Post operatif


Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan intra
operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan (recovery room)/ pasca
anaestesi dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas
selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anestesi dan memantau
fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada
peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan
rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah.
Fase post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
         Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room)
Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus diantaranya adalah letak insisi bedah,
perubahan vaskuler dan pemajanan. Pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada
posisi yang menyumbat drain dan selang drainase. Selama perjalanan transportasi dari kamar
operasi ke ruang pemulihan pasien diselimuti, jaga keamanan dan kenyamanan pasien dengan
diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah
terjadi resiko injury. Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan
perawat anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab.
         Perawatan post anastesi di ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi
Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di ruang pulih sadar
(recovery room : RR) atau unit perawatan pasca anastesi (PACU: post anasthesia care unit)
sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk
dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan).
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk
mempermudah akses bagi pasien untuk :
  perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi)
  ahli anastesi dan ahli bedah
  alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.

4. Klasifikasi Perawatan Perioperatif


Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat
diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
a.       Kedaruratan/Emergency  Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin
mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat,
obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka
bakar sanagat luas.
b.      Urgen  Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30
jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
c.       Diperlukan  Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam
beberapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih.
Gangguan tyroid, katarak.
d.      Elektif  Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak
dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia
sederhana, perbaikan vaginal.
e.       Pilihan  Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien.
Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh
: bedah kosmetik.

Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :


a.       Minor  Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim.
Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi
b.      Mayor  Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh : Total
abdominal histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain.

5. Komplikasi Post Operatif dan Penatalaksanaanya


a.       Syok
Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik. Tanda-tanda
syok adalah : Pucat , Kulit dingin, basah, Pernafasan cepat, Sianosis pada bibir, gusi dan
lidah, Nadi cepat, lemah dan bergetar , Penurunan tekanan darah, Urine pekat.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter terkait
dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, terapi pernafasan, memberikan
dukungan psikologis, pembatasan penggunaan energi, memantau reaksi pasien terhadap
pengobatan, dan peningkatan periode istirahat.
b.      Perdarahan
Penatalaksanaannya pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki
membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijag tetap lurus. Kaji
penyebab perdarahan, Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan.
c.       Trombosis vena profunda
Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh darah vena
bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah embolisme pulmonari dan
sindrom pasca flebitis.
d.      Retensi urin
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus dan
vagina. Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung kemih. Intervensi keperawatan
yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk membatu mengeluarkan urine dari
kandung kemih.
e.       Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses)
Infeksi luka post operasi dapat terjadi karena adanya kontaminasi luka operasi pada
saat operasi maupun pada saat perawatan di ruang perawatan. Pencegahan infeksi penting
dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi dan juga perawatan luka dengan
prinsip steril.
f.       Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman berkembang biak.
Sepsis dapat menyebabkan kematian karena dapat menyebabkan kegagalan multi organ.
g.      Embolisme Pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak) yang
terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa menyumbat
arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk dan
sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan seperti ambulatori pasca operatif dini
dapat mengurangi resiko embolus pulmonal.
h.      Komplikasi Gastrointestinal
Komplikasi pada gastrointestinal sering terjadi pada pasien yang mengalami
pembedahan abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi obstruksi intestinal, nyeri dan
distensi abdomen.

B.  Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan


1.Pengkajian
a. Pengkajian fase Pre Operatif
         Pengkajian Psikologis  meliputi perasaan takut / cemas dan keadaan emosi pasien
         Pengkajian Fisik  pengkajian tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu.
         Sistem integument  apakah pasien pucat, sianosis dan adakah penyakit kulit di area badan.
         Sistem Kardiovaskuler  apakah ada gangguan pada sisitem cardio, validasi apakah pasien
menderita penyakit jantung ?, kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi., Kebiasaan
merokok, minum alcohol, Oedema, Irama dan frekuensi jantung.
         Sistem pernafasan  Apakah pasien bernafas teratur dan batuk secara tiba-tiba di kamar
operasi.
         Sistem gastrointestinal  apakah pasien diare ?
         Sistem reproduksi  apakah pasien wanita mengalami menstruasi ?
         Sistem saraf  bagaimana kesadaran ?
         Validasi persiapan fisik pasien  apakah pasien puasa, lavement, kapter, perhiasan, Make
up, Scheren, pakaian pasien / perlengkapan operasi dan validasi apakah pasien alaergi
terhadap obat ?

b. Pengkajian fase Intra Operatif


Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi
anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi
lokal ditambah dengan pengkajian psikososial. Secara garis besar yang perlu dikaji adalah :
         Pengkajian mental  Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga
maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan
memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.
         Pengkajian fisik  Tanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan maka perawat harus
memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
         Transfusi dan infuse  Monitor flabot sudah habis apa belum.
         Pengeluaran urin  Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.

c.Pengkajian fase Post Operatif


         Status respirasi  Meliputi : kebersihan jalan nafas, kedalaman pernafasaan, kecepatan dan
sifat pernafasan dan bunyi nafas.
         Status sirkulatori  Meliputi : nadi, tekanan darah, suhu dan warna kulit.
         Status neurologis  Meliputi tingkat kesadaran.
         Balutan  Meliputi : keadaan drain dan terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem
drainage.
         Kenyamanan Meliputi : terdapat nyeri, mual dan muntah
         Keselamatan  Meliputi : diperlukan penghalang samping tempat tidur, kabel panggil yang
mudah dijangkau dan alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
         Perawatan Meliputi : cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan. Sistem
drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung, sifat dan jumlah
drainage.
         Nyeri  Meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang memperberat /
memperingan.

2. Asuhan Keperawatan Perioperatif


NO. NANDA NOC NIC
1. Pre Operatif Tujuan : cemas dapat Penurunan kecemasan
Cemas b.d krisis terkontrol.    Bina hubungan saling percaya dengan klien /
situasional Kriteria hasil : keluarga
Operasi    Secara verbal dapat    Kaji tingkat kecemasan klien.
mendemonstrasikan    Tenangkan klien dan dengarkan keluhan klien
teknik menurunkan dengan atensi
cemas.    Jelaskan semua prosedur tindakan kepada
   Mencari informasi yang klien setiap akan melakukan tindakan
dapat menurunkan cemas    Dampingi klien dan ajak berkomunikasi yang
   Menggunakan teknik terapeutik
relaksasi untuk    Berikan kesempatan pada klien untuk
menurunkan cemas mengungkapkan perasaannya.
   Menerima status    Ajarkan teknik relaksasi
kesehatan.    Bantu klien untuk mengungkapkan hal-hal
yang membuat cemas.
   Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
pemberian obat penenang,
2. Pre Operatif Tujuan : bertambah-nya Pendidikan kesehatan : proses penyakit
Kurang pengetahuan pasien    Kaji tingkat pengetahuan klien.
Pengetahuan b.d tentang penyakitnya.    Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda
keterbatasan Pengetahuan: Proses gejala serta komplikasi yang mungkin terjadi
informasi Penyakit    Berikan informasi pada keluarga tentang
tentang penyakit Kriteria hasil : perkembangan klien.
dan proses     Pasien mampu men-    Berikan informasi pada klien dan keluarga
operasi jelaskan penyebab, tentang tindakan yang akan dilakukan.
komplikasi dan cara    Diskusikan pilihan terapi
pencegahannya    Berikan penjelasan tentang pentingnya
     Klien dan keluarga ambulasi dini
kooperatif saat dilakukan    Jelaskan komplikasi kronik yang mungkin
tindakan akan muncul

3. Post Operatif Tujuan : kerusakan per- Pengelolaan jalan napas


Gangguan tukaran gas tidak terjadi    Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman
pertukaran gas Status Pernapasan: dan usaha nafas.
b.d efek samping ventilasi    Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan
dari anaesthesi. Kriteria hasil : atau hilangnya ventilasi dan adanya bunyi
tambahan
  Status neurologis DBN
   Pantau hasil gas darah dan kadar elektrolit
  Dispnea tidak ada    Pantau status mental
  PaO2, PaCO2, pH arteri    Observasi terhadap sianosis, terutama
dan SaO2 dalam batas membran mukosa mulut
normal    Pantau status pernapasan dan oksigenasi
  Tidak ada gelisah,    Jelaskan penggunaan alat bantu yang
sianosis, dan keletihan diperlukan (oksigen, pengisap,spirometer)
   Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi
   Laporkan perubahan sehubungan dengan
pengkajian data (misal: bunyi napas, pola
napas, sputum,efek dari pengobatan)
   Berikan oksigen atau udara yang dilembabkan
sesuai dengan keperluan

4. Post Operatif Tujuan : kerusakan Perawatan luka


Kerusakan integritas kulit tidak    Ganti balutan plester dan debris
integritas kulit terjadi.    Cukur rambut sekeliling daerah yang terluka,
b.d luka post Penyembuhan Luka: jika perlu
operasi Tahap Pertama    Catat karakteristik luka bekas operasi
Kriteria hasil :    Catat katakteristik dari beberapa drainase
  Kerusakan kulit tidak ada    Bersihkan luka bekas operasi dengan sabun
  Eritema kulit tidak ada antibakteri yang cocok
  Luka tidak ada pus    Rendam dalam larutan saline yang sesuai
   Berikan pemeliharaan lokasi IV
  Suhu kulit DBN
   Sediakan pemeliharaan luka bekas operasi
sesuai kebutuhan
   Berikan pemeliharaan kulit luka bernanah
sesuai kebutuhan
   Gunakan unit TENS (Transcutaneous
Elektrikal Nerve Stimulation) untuk
peningkatan penyembuhan luka bekas operasi
yang sesuai
   Gunakan salep yang cocok pada kulit/ lesi,
yang sesuai
   Balut dengan perban yang cocok
   Pertahankan teknik pensterilan perban ketika
merawat luka bekas operasi
   Periksa luka setiap mengganti perban
   Bandingkan dan mencatat secara teratur
perubahan-perubahan pada luka
   Jauhkan tekanan pada luka
   Ajarkan pasien dan anggota keluarga prosedur
perawatan luka

5. Post Operatif Tujuan : Nyeri dapat Manajemen Nyeri :


Nyeri akut b.d teratasi.    Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi,
proses Kontrol Resiko karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
pembedahan Kriteria hasil : faktor presipitasi ).
      Klien melaporkan nyeri    Observasi  reaksi NV dr ketidak nyamanan.
   Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
berkurang dg scala 2-3
mengetahui pengalaman nyeri klien
      Ekspresi wajah tenang    Kontrol faktor lingkungan yang
      klien dapat istirahat dan mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
tidur pencahayaan, kebisingan.
      v/s dbn    Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
   Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.
   Kolaborasi pemberian analgetik untuk
mengurangi nyeri.
   Evaluasi tindakan pengurang nyeri
   Monitor TTV

Anda mungkin juga menyukai