Anda di halaman 1dari 1

BUBU

Namaku Adila, rumahku berada di desa Pandean, Kecamatan Dongko, tepat di sebelah selatan
wilayah Kabupaten Trenggalek, yakni daerah pegunungan yang berhawa dingin, sejuk dan
indah.
Saat ini sedang musim kemarau, sumber air kecil, begitu juga aliran air sungai dekat rumahku.
Waktu liburan panjang biasanya aku dan teman-teman memanfaatkannya untuk mencari ikan
dengan menggunakan alat tradisional yang bernama bubu. Bubu yang besar biasanya disebut
dengan bengkeng, sedangkan yang kecil disebut dengan telik.
Suatu sore yang indah, aku, ayah dan beberapa temanku pergi ke sungai untuk memasang
bubu. Sampai di sungai kami segera memasang bubu berlawanan dengan arus sungai. Kiri dan
kanan bubu kami taruh daun-daun kemudian di tindih dengan batu. Hal ini bertujuan untuk
menggiring ikan masuk mulut bubu. Sambil memasang bubu kami bernyanyi riang.

Ayo kawan-kawan, kita cari ikan


Pakai bubu, bersama ayahku
Badan jadu sehat, juga tumbuh kuat
Alamnya lestari di bumi pertiwi

Selesai memasang bubu kami segera pulang dan berharap agar bubu terisi ikan yang banyak.
Keesokan paginya aku dan ayah segera bergegas menuju sungai untuk melihat hasil tangkapan.
Dengan berdebar-debar perlahan Ayah mengangkat bubu dari dalam air.
“ Wah, bubunya terisi banyak ikan.” Kata ayah dengan girang.
“Hore !!” Aku berlari ke arah ayah seraya menerima bubu untuk dibawa ke tepi sungai dan
dibuka. Aku mengumpulkan ikan-ikan yang keluar dari dalam bubu.
Ikan-ikan itu aku bawa pulang dengan menggunakan tangkai rumput panjang, di desaku istilah
ini dinamakan dengan ngantheti. Hal ini bertujuan untuk mengurangi sampah plastik yang
menyebabkan pencemaran air tanah.
Ikan yang kami ditangkap secara tradisional ini tentu terasa lezat ketika dimasak. Hari ini aku
menyadari bahwa menangkap ikan dengan menggunakan obat itu sangat merugikan dan
merusak kelestarian alam juga mengganggu kesehatan.

Diambil dari buku: Literasi Kumpulan Cerita Pendek, Karangan Ririn Setyo Widihastutik, S.Pd

Anda mungkin juga menyukai