Anda di halaman 1dari 4

Pergi Memancing

Ketika saya masih di tingkat SD, ayah saya pernah


sekali mengajak saya pergi memancing
bersamanya di sungai pada saat liburan tiba di
dekat rumah nenek saya yang berada di bandung.
Sungai itu terdapat banyak kebun kelapa sawit milik
nenek saya. Kami sarapan dulu di rumah dan
kemudian berangkat memancing sangat pagi
dengan menggunakan sepeda motor.
Saat kami sampai di kebun kami, ayah saya
memarkir motor itu di bawah pondok. Dia meminta
saya untuk mengumpulkan beberapa kayu kering
dan rumput atau daun kering. Ketika saya sudah
mengumpulkan kayu dan daun kering yang cukup,
ayah saya menyalakan api ditengah tungku. Dia
bilang bahwa asap dari api akan menakuti
beberapa hewan berbahaya seperti babi hutan
untuk mendekat ke pondok sehingga hal itu akan
membuat kami lebih aman.
Setelah membersihkan beberapa rumput liar
disekitar pondok, ayah saya memberi saya sebuah
cangkul dan meminta saya untuk menggali tanah
untuk mencari cacing. Saat saya sudah memiliki
jumlah cacing yang cukup, saya membawanya ke
ayah saya dan kami langsung pergi ke sungai.
Kami memasang cacing di kail sebagai umpan
untuk menangkap ikan. Sebagai pemancing
pemula, saya tidak bisa memasang cacing pada
kail dengan benar, dan terlihat seakan akan itu
hampir jatuh dari kail, tapi ayah saya bilang itu tidak
apa apa. Saya melempar kail kedalam sungai dan
menunggu ikan memakan umpan itu, tapi tidak ada
yang terjadi setelah beberapa saat. Ketika saya
hampir merasa bosan saya melihat seekor udang
besar sedang berjalan pelan pelan di dalam air.
Saya menempatkan kail perlahan lahan kedepan
wajah udang itu dan menggerakkan nya keatas dan
kebawah sehingga cacing nya terlihat hidup. Saya
tidak pernah menduga itu akan terjadi tapi tiba tiba
udang itu menggerakkan tangannya dan
menggenggam cacing yang ada di kail saya. Saya
angkat kail itu secara perlahan dan udang itu masih
berada disana bergantungan erat pada cacing itu
hingga saya meletakkannya di atas tanah dan
menangkapnya segera dengan kedua tangan saya.
Ayah saya sangat terkejut melihat itu.
Pada saat kami pulang ke rumah, Ibu saya
memasakan udang dan ikan yang ayah saya
tangkap itu untuk makan bersama sama yang
sudah menjadi tradisi keluarga. Hari itu sangat
menyenangkan sekali rasanya.
Struktur Teks Cerita Sejarah

1. Pengenalan situasi cerita

Ketika saya masih di tingkat SD, ayah saya pernah


sekali mengajak saya pergi memancing
bersamanya di sungai pada saat liburan tiba di
dekat rumah nenek saya yang berada di bandung2,

2. Pengungkapan peristiwa
Sungai itu terdapat banyak kebun kelapa sawit milik
nenek saya. Kami sarapan dulu di rumah dan
kemudian berangkat memancing sangat pagi
dengan menggunakan sepeda motor.

3. Konflik
Saat kami sampai di kebun kami, ayah saya
memarkir motor itu di bawah pondok. Dia meminta
saya untuk mengumpulkan beberapa kayu kering
dan rumput atau daun kering. Ketika saya sudah
mengumpulkan kayu dan daun kering yang cukup,
ayah saya menyalakan api ditengah tungku. Dia
bilang bahwa asap dari api akan menakuti
beberapa hewan berbahaya seperti babi hutan
untuk mendekat ke pondok sehingga hal itu akan
membuat kami lebih aman.
4. Puncak Konflik
Setelah membersihkan beberapa rumput liar
disekitar pondok, ayah saya memberi saya sebuah
cangkul dan meminta saya untuk menggali tanah
untuk mencari cacing. Saat saya sudah memiliki
jumlah cacing yang cukup, saya membawanya ke
ayah saya dan kami langsung pergi ke sungai.
Kami memasang cacing di kail sebagai umpan

5. Penyelesaian
Pada saat kami pulang ke rumah, Ibu saya
memasakan udang dan ikan yang ayah saya
tangkap itu dan menyantapnya bersama dengan
nenek.

6. Koda
Hari itu sangat menyenangkan sekali rasanya.

Nilai yang terkandung dalam cerita =


Nilai Budaya

…untuk makan bersama sama yang sudah


menjadi tradisi keluarga

Nama : Ferdiansyah Abdullah(7)


Kelas : XII TKJ 2

Anda mungkin juga menyukai