Anda di halaman 1dari 3

Terdampar di Pulau Gusong

Oleh
Kartino,M.Pd
Siang itu matahari bersinar terik, keringat yang mengucur dikening tak terhiraukan, setiap
mengalir dipelipis ku kuseka dengan tanganku, panasnya minta ampun aku berguman dalam hati, tak
sabar rasanya aku ingin cepat pulang kerumah. Dalam pikiranku pasti semua sudah menungguku, ku pacu
langkahku setengah berlari agar sampai rumahku segera tiba dirumah. Lalu aku lempar tas ku ke atas
kasur, dan kuganti seragamku dengan kaos warna biru kesukaan ku dan celana pendek yang ada sedikit
sobekan di bagian selangkaku, ah biar saja ujarku dalam hati ngak kelihatan ini. Hehehe. Perut terasa
lapar tapi ingin buru-buru ketempat Mak Mok Tijong. kubuka tudung saji dimeja makan, kulihat ada
gangan ikan masakan ikan asem pedes dengan campuan buah nanas didalamnya membuatku tergoda
untuk mengambil piring dan duduk dimeja makan untuk menyantap hidangan yang merupakan makanan
kegemaranku, ehh, pasti lezatttt dan nikmat ujarku, jakun dileherku turun naik, kutelan ludah karena
membayangkan makanan itu masuk menerobos mulut dan tenggorokanku. Kuraih centong, nasi mulai
kupindahkan ke piringku, tak lupa ikan gangan yang dari tadi aku inginkan aku ambil beserta kuahnya
dan tentu saja buah nanas yang ada didalamnya, surgaaaa ujarku, makanan umak (Ibu, red) ku sungguh
lezat tidak ada bandingannya di dunia ini sambil tersenyunm kukunyah sendok demi sendok dengan buru-
buru, oya umak selalu menyediakan pasangan makanan ini yakni sambal terasi khas belitong yang cukup
terkenal itu dan lalapan potongan belungkak (Timun,red) yang segar sekali.227

Habis makan makananan yang super lezat itu, aku langsung buru-buru berlari sambil beteriak ke
umak Mak aku pergi dulu ya
umak menyahut ya hati-hati, mau kemana? Ujar beliau.
Aku nak main dulu mak teriakku, sambil berlari kencang.
ya hati-hati aku hanya mendengar sayup-sayup suara umakku.
Aku berlari menyusuri jalan setapak berpasir putih karena aku tinggal di daerah pesisisr pantai,
melewati semak belukar pohon keremunting yang yang banyak tumbuh di sepanjang jalan didekat
rumahku. Saking kencangnya ku berlari sampai aku tersandung akar pohon yang ada di jalanan setapak
yang aku lewati, aku terjatuh, aduh, aku menjerit kecil, aku bangun dari jatuhku walau ada rasa perih
dilututku yang lecet berdarah kulanjutkan lariku menuju rumah Mak Mok Tijong.341

Sesampai disana aku lihat Mak Mok Tijong dan mak mok Ilyas , Mak Mok Tijong itu adalah
saudara sepupu dari umakku dan mak mok ilyas adalah suami dari makmok tijong yang merupakan orang
asli dari pulau Butun suatu daerah dekat pulau Sulawesi. Mereka sudah siap-siap dengan perlengkapan
pukat (jaring untuk menangkap ikan, Red) nya.Aku sudah punya janji dengan mereka ingin ikut berlayar
menggunakan perahu penangkap ikan mereka.Mereka sudah lama berumah tangga tetapi belum
dikaruniai seorang anak, jadi mereka suka sekali denganku. Tapi mereka berencana akan mengambil anak
dari saudara jauh kami untuk melengkapi kebahagian keluarga mereka.436

Hampir lupa, namaku Ino, aku anak seorang karyawan PT Timah Belitong, aku mempunyai ayah
yang disiplin dan tegas aku sangat segan dengan beliau,dan umakku seorang ibu rumah tangga ,yang baik
sekali, aku anak kedua dari 4 bersaudara, Abangku bernama bang Edi, adik perempuanku bernama Meri
dan adik ku yang paling bungsu adalah Adi. Aku sebenarnya tidak tinggal di rumah orangtuaku aku
tinggal dengan nenekku dari usia 1 tahun. Aku tinggal dengan nenekku karena dulu waktu aku berusia 1
tahun aku sering sakit-sakitan, jadi untuk menyiasati supaya aku terhindar dari sakit, menurut adat
setempat aku harus di berikan ke orang lain, mereka memutuskan untuk memberikannku kepada adik
kandung ibuku yang di panggil Mak atun atau mak anjang.Jadi aku memanggil beliau Umak juga. Hehehe
aku punya 2 umak loh. 562
Aku lanjut ya, Mak Mok Tijong berkata kepadaku, No kenapa terlambat?mok, tadi aku ade
kegiatan sekolah jadi terlambat,ujarku, Ayo cepat nanti kesorean, teriak mak mok ilyas yang sudah siap
dengan perlengkapan menjaring ikan. Ini sebenarnya pengalaman pertamaku untuk ikut kelaut menjaring
ikan. Aku ingin sekali merasakan sensasi berada di laut sambil menangkap ikan dengan pukat.617

Kami berjalan lewat belakang rumah Mak Mok Tijong, jarak nya tidaklah terlalu jauh jaraknya
kira 200m dari rumah beliau. Kapal penangkap ikan yang kami akan gunakan dan biasa digunakan oleh
nelayan di pantai pulau belitong adalah perahu kayu yang ukurannya lebar 120cm dan panjang 450cm
dengan mengunakan tangan2 dari bambu untuk keseimbangan perahu ketika berada di air laut.dan
dilengkapi pula dengan layar dari kain serta tentu saja dayung untuk mengayuh perahu menuju kelaut dan
sebaliknya.mak mok ilyas mendorong perahu dan kami naik perahu tersebut. 700

Angin laut sore yang menerpa wajahku terasa dingin sekali,karena memang saat itu hari mulai
sore tetapi suasana pantai masih terasa terang karena sinar matahari yang hampir tenggelam menerangi
suasana pantai dengan warna kuning keemasan.mak mok ilyas mengayuh dayung melawan ombak yang
menerpa perahu kami.aku terkesima melihat suasana alam di sore hari menjelang magrib yang sangat
indah serasa kami bermandikan cahaya emas dari matahari yang malu-malu menuju keperaduannya.
Tidak berapa lama mak mok ilyas menghentikah kayuhan gayungnya. Beliau terjun kelaut sambil
membawa kayu panjang untuk di tancapkan di dasar laut, mak mak tijong membantu suaminya
memagang tali pukat yang akan di pasang didaerah itu.Mak mok ilyas naik keperahu lagi beliau
mengayuhkan dayungnya kembali untuk melanjutkan perjalanan kesisi lain di daerah tersebut, belaiu
menghentikan perahu tidak jauh dari daerah tersebut kira-kira 15m.mak mak ilyas melakukan hal yang
sama seperti waktu pertama menancapkan kayu yang pertama, sehingga terbentanglah 2 tonggak kayu
dari sisi yang berlawanan dengan pukat yang membentang diantaranya. Aku Tanya kepada Mak Mok
Tijong apa tujuannya? Mak Mok Tijong bilang bentangan pukat yang di bentangakan tadi bertujuan untuk
menjebak ikan yang lewat dan tersangkut di pukat tersebut. Aku mengangguk-angguk tanda mengerti.
Angin malam yang semangkin dingin berhembus menerpa tubuh kami bertiga.900

Aku, Mak Mok Tijong dan Mak Mok Ilyas menunggu pukat yg terbentang dengan harapan
mendapatkan ikan yang tersangkut di pukat kami. Waktu yang kami tunggu pun akhirnya tiba, mak mok
Ilyas mengayuh gayung menuju pukat yang tadi kami bentangkan, Beliau mengangkat pukat yang terlihat
berat, aku saat itu berkata dalam hati semoga banyak ikan yang akan menyangkut di pukat kami, dengan
perlahan tapi pasti makmok ilyas mengankat pukat tersebut inci demi inci tapi yang terangkat hanyalah
bongkahan karang mati yang terbawa arus menyangkut dipukat kami, kalau pun ada ikan hanya ikan kecil
yang tipis yang menyangkut di pukat tersebut itupun hanya sedikit,tetapi tetap kami ambil dan lepaskan
dari pukat. Kami tidak berhenti berharap bahwa aka nada ikan-ikan lain dan besar akan menyangkut
dipukat kami, tetapi sampai pukat terakhir yang terangkat hanya karang mati saja yang banyak
terjaring.1036

Malam semangkin merayap,tiba-tiba aku terkejut melihat air yang keluar dari bawah permukaan
perahu yang tepat dibawah kakiku, aku berteriak, Mak Mok, ini air apa? Kok mengalir memancar keluar,
bocor ya !, tenang tenang no, ngak apa-apa,Cuma bocor sedikit.air yang mengenang di ambil
menggunakan tempat bekas cat yang di potong. Tetapi air yang keluar semngkin besar, akupun ikut
membantu mengeluarkan air yang semangkin banyak menggenang.Akhirnya Mak Mok ilyas memutuskan
untuk mencari tempat untuk mendarat tetapi kami masih mengapung ditengah lautan,kepaniaknku
semangkin menjadi-jadi ketika air yang msuk sudah mencapai mata kakiku.aku, Mak Mok Tijong
berjuang keras mengeluarkan air dari perahu kami,sementara mak mok Ilyas mendayung dengan cepat.
Tidak lama setelah itu kami sangat beruntung bisa mendarat di daratan yang ada di tengah lautan.aku
sangat senang walaupun aku bertanya-tanya dalam hati kok bisa ya, ada daratan di tengah lautan.
Kami, turun dari perahu bocor kami, dan beristirahat didaratan yang berada ditengah lautan,
hanya hamparan pasir putih yang terbentang disana yang luasnya kurang lebih 25m2.Aku teringat Umak
pernah bercerita tentang daratan yang berada ditengah lautan, penduduk di pulauku menyebutnya Pulau
Gusong, kenapa disebut pulau Gusong aku tidak tahu jawabannya, tetapi mungkin berasal dari kata
Kusong = kosong tidak berpenghuni. Gimana tidak berpenghuni? Kalian kan tahu daratan ini hanya
seluas 25m2,hehehe. Perutku mual dan muntah tetapi tidak ada yg keluar dari mulutku kecuali cairan
bening yang terasa asam dan pahit dimulutku. Memang aku hanya makan siang ketika pulang sekolah
tadi, sementara saat ini lautan terasa gelap gulita karena kami terdampar di daratan yang jauh dari
pemukiman penduduk,karena aku tidak mempunyai jam tangan tetapi aku bisa menebak saat ini pastilah
sudah jam 9an, udara laut yg kencang dan dingin menusuk-nusuk tubuhku yang kurus dan hanya
memakai baju kaos kesukaanku dan celana pendek yang sedikit sobek dibagian selangkannya.Ingin
rasanya aku menangis dan menyesali kenapa tadi aku begitu bersemangat untuk ikut menangkap ikan
dengan Mak Mok Tijong dan mak mok ilyas,sedangakan aku tidak berkata jujur kepada umak kemana
aku akan pergi. Aku berpikir pastilah mereka sedang mencari ku.Mak Mok Ilyas memperbaiki kebocoran
pada perahu kami dengan menggunakan bensin dirjen kecil dan gabus bekas Kotak TV,yang memang
tersedia diperahu di bagian ujung perahu. Aku baru tahu jika gabus di siram dengan mensin akan meleleh
dan bisa dibentuk sebagai bahan untuk menambal perahu yang bocor.

Tidak lama setelah itu akhirnya mak Mok Ilyas berhasil menambal perahu kami yang bocor,
tetapi kami harus menunggu pagi karena kami harus menunggu angin yang akan menghantar kami
kedaratan. Baru sekitar menjelang subuh ketika matahari yang masih malu-malu menampakkan wajahnya
perahu kami mendarat dengan selamat. Aku pulang kerumah bersama Mak Mok ilyas menggunakan
motor miliknya dengan tubuh mengigil karena kedinginan tertiup angin . Sesampai di rumah aku di
sambut tangisan dari umakku and umak keduaku umak anjang, ternyata beliau berdua sangat khawatir,
coba bayangkan aku pergi meninggalkan rumah dari siang samapai pagi baru pulang, suasana haru pun
tiba-tiba berhenti seketika, ketika kudapati sosok wajah yang berada di belakang umakku,wajah yang
datar ,mata merah, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terlontar dari bibirnya yang siap
melontarkan kata-kata penuh amarah terhadapku,kulihat pula kepalan tangannya yang mengencang
menghampiriku, ya dialah ayahku. Ayah menghampiriku dan membawa ku keruang lain dari sisi
rumahku, aku tertunduk dan berjalan mengikuti setiap langkahnya. Ayah ku duduk dan menyuruhku
berdiri menghadap kepadanya. Wajah itu yang biasanya memang aku segani tetapi hari ini jauh berbeda,
merah,geram dan seakan akan ingin menerkamku. Aku hanya tertunduk.Ino, keluar suara keras dari
bibirnya,aku tersentak kaget Kamu tahu ngak, betapa kami khawatir, dengan semua ini, ayah cari kamu
kemana-mana, sampai ayah harus telephone polisi takut terjadi apa-apa denganmu, ngerti ngak! Umakmu
menangis terus menerus dan sampai hampir pingsan saking cemasnya memikirkan keberadaanmu dimana
dari kemarin sampai pagi ini kamu menghilang.Kemana saja! Teriak ayahku. Aku begitu
terkejut,ketakutan dan penuh rasa bersalah. Sambil terbata-bata aku berusaha keras menjawab pertanyaan
ayahku, Yah, aku, aku minta maaf, kemarin aku pergi mengikuti Mak Mok Tijong dan mak Mok Ilyas
kelaut menjaring ikan, sembari kutundukkan wajahku. Ayah ngerti kamu ingin belajar melaut, tapi kamu
harus memberitahu kami, supaya kami tidak khawatir,paham! Dengan nada bicara yang mulai mereda,
coba bayangkan jika terjadi apa-apa terhadapmu,ujar ayahku.Iya yah, sahut ku, Maafkan Ino ya
yahino janji tidak akan mengulanginya lagi. Ujarku kemudian. Ya sudah sekarang kamu mandi, sarapan
dan istirahat kata ayahku sembari menepuk nepuk pundakku. Ada rasa legah dan penyesalan dari diriku
yang sudah membuat khawatir kedua orang tuaku dan tentu saja nenek dan Umak anjangku.

Hari minggu itu membuatku merasa begitu bahagia ketika aku bisa kembali kerumah dengan
selamat bertemu kembali dengan keluargaku, ayah, umak, umak anjang, nenek, abang dan adik-adikku,
tidak bisa aku bayangkan jika kemarin malam perahu yang kami gunakan tenggelam dan kami tidak
menemukan pulau gosong ditengah lautan.mungkin kisah ini tidak bisa aku ceritakan. Mulai saat itu
setiap aku ingin pergi kemanapun aku selalu meminta ijin kepada orang tuaku dan bertanggung jawab
terhadap apa yang aku lakukan.semoga kalianpun begitu.

Anda mungkin juga menyukai