------------------------------------------
PERIHAL
SIDANG PANEL
JAKARTA, FEBRUARI 2022
Nomor:115/PN/MK/11/2019
Mengetahui:
Panitera Ketua Majelis Hakim
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Dosen
2. Nama : Fahrizal
Tempat/tanggal lahir : Yogyakarta, 31 Januari 2000
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Selanjutnya disebutkan……………………………………………….Pemohon II
I. POKOK-POKOK PERMOHONAN
1. Bahwa Pemohon adalah Fahrizal, S.H, Sariaman Marbun, S.H adalah dua
(Pemohon I-II) melakukan Uji Materi Pasal 5 Ayat (4) Undang-Undang No.3
Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara (UU IKN).
2. Bahwa menurut Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H. dalam buku Hak Uji
Materil, secara harfiah legal standing dapat diartikan sebagai kedudukan
hukum. Legal standing, standing tu sue, ius standi, locus standi juga dapat
diartikan sebagai hak seseorang, sekelompok orang atau organisasi untuk
tampil di pengadilan sebagai penggugat dalam proses gugatan perdata (civil
proceding). Lebih sederhana lagi, legal standing dapat diartikan sebagai “hak
gugat”.
3. Bahwa menurut Harjono dalam bukunya yang berjudul Konstitusi sebagai
Rumah Bangsa, legal standing diartikan sebagai keadaan di mana seseorang
atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai
hak untuk mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan atau sengketa
atau perkara di depan Mahkamah Konstitusi.
4. Bahwa berdasarkan pendapat dua ahli di atas dapat disimpulkan definisi dari
legal standing adalah hak seseorang untuk mengajukan permohonan atau
gugatan dalam penyelesaian perselisihan atau sengketa di depan lembaga
peradilan dalam hal ini Mahkamah Konstitusi.
5. Bahwa jaminan seseorang untuk dapat mengajukan permohonan telah dijamin
oleh konstitusi tertulis dalam UUD NRI Tahun 1945 dalam Pasal 28D ayat (1)
yang mengatur bahwa: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum.”
6. Bahwa salah satu indikator kemajuan berbangsa dan bernegara adalah
penjaminan hak setiap warga negara untuk mengajukan permohonan
pengujian peraturan perundang-undangan. Judicial Review merupakan bentuk
perwujudan dari penjaminan hak-hak dasar warga negara sebagaimana diatur
dalam Pasal 24C UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jo Undang -
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Maka secara
tidak langsung MK tidak hanya berperan sebagai penjaga konstitusi (The
guardian Of Constitution) melainkan juga suatu badan yang menjaga hak
asasi manusia.
11. Bahwa pemohon 1 Sariaman Marbun adalah warga negara Indonesia sejak
kelahiranya yang dapat dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk dan kartu
tanda Anggota Ibu Kota Negara, sehingga berdasarkan ketentuan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan pemohon adalah
warga negara Indonesia.
12. Bahwa pemohon 2 Fahrizal adalah warga negara Indonesia sejak kelahiranya
yang dapat dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk dan kartu tanda
Anggota Ibu Kota Negara, sehingga berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan pemohon adalah warga
negara Indonesia.
13. Bahwa para pemohon merupakan para Akademisi Muda (Pemohon I-II)
melakukan Uji Materi Pasal 5 Ayat (4) Undang-Undang No.3 Tahun 2022
Tentang Ibu Kota Negara.
14. Bahwa menurut Jimly Asshiddiqie dalam bukunya Hukum Acara Mahkamah
Konstitusi ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya kedudukan
hukum (legal standing) pemohon dalam perkara pengujian Undang - Undang
terhadap UUD di Mahkamah Konstitusi, yaitu:
a. Pihak yang bersangkutan haruslah terlebih dahulu membuktikan identitas
dirinya telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud oleh Pasal 51
Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;
b. Pihak yang bersangkutan haruslah membuktikan bahwa dirinya memang
mempunyai hak - hak tertentu yang dijamin atau kewenangan -
kewenangan tertentu yang ditentukan dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
c. Hak - hak atau kewenangan konstitusional dimaksud memang terbukti
telah dirugikan oleh berlakunya Undang - Undang yang bersangkutan.
15. Bahwa Pemohon adalah warga negara Indonesia, yang bersama-sama dengan
rekan-rekan Pemohon lainnya dengan mengacu kepada:
1. Bahwa ketentuan norma yang diuji konstitusionalitasnya oleh Pemohon
adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022 tentang
Ibu Kota Negara yang meliputi pasal-pasal sebagai berikut:
b. Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang menyatakan:
“Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara adalah
pemerintahan daerah yang bersifat khusus yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di Ibu Kota Nusantara.”
c. Pasal 4 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang menyatakan:
“b. Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai lembaga setingkat
kementerian yang menyelenggarakan Pemerintahan Daerah
Khusus Ibu Kota Nusantara.”
d. Pasal 5 ayat ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang menyatakan: “Sebagai
satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus, Pemerintahan
Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan sebagaimana ditetapkan dan diatur
dengan Undang-Undang ini.”
e. Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang menyatakan: “Kepala
Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan kepala Pemerintah Daerah
Khusus Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan setingkat menteri,
ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah
berkonsultasi dengan DPR.”
f. Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara Indonesia yang
menyatakan:
(3) Otorita Ibu Kota Nusantara dipimpin oleh Kepala Otorita
Ibu Kota Nusantara dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala
Otorita Ibu Kota Nusantara yang ditunjuk, diangkat, dan
diberhentikan langsung oleh Presiden setelah berkonsultasi
dengan DPR.
(4) Pelantikan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh Presiden.
g. Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2022 tentang Ibu Kota Negara yang menyatakan: Lama jabatan
kepala otorita Ibu Kota Nusantara adalah:
3. Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala Otorita
Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak
tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan
diangkat kembali dalam masa jabatan yang sama;
4. Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau Wakil Kepala
Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh Presiden
sebelum masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berakhir.
a. Pasal 12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022
tentang Ibu Kota Negara yang menyatakan:
(1) Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai penyelenggara
Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara diberi
kewenangan khusus berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Kekhususan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
antara lain kewenangan pemberian perizinan investasi,
kemudahan berusaha, serta pemberian fasilitas khusus kepada
pihak yang mendukung pembiayaan dalam rangka kegiatan
persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara,
serta pengembangan Ibu Kota Nusantara dan daerah mitra.
16. Bahwa pemohon 1 Sariaman Marbun adalah warga negara Indonesia sejak
kelahiranya yang dapat dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk dan kartu
tanda Anggota Ibu Kota Negara ,sehingga berdasarkan ketentuan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan pemohon adalah
warga negara Indonesia.
17. Bahwa pemohon 2 Fahrizal adalah warga negara Indonesia sejak kelahiranya
yang dapat dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk dan kartu tanda
Anggota Ibu Kota Negara sehingga berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan pemohon adalah warga
negara Indonesia.
18. Bahwa para pemohon merupakan para Akademisi Muda (Pemohon I-II)
melakukan Uji Materi Pasal 5 Ayat (4) Undang-Undang No.3 Tahun 2022
Tentang Ibu Kota Negara.
19. Bahwa dengan adanya Frasa kata dapat dalam Pasal 5 Ayat (4) UU IKN yang
berbunyi: “Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan kepala
Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan setingkat
menteri, ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah
berkonsultasi dengan DPR”. Pasal ini memberikan ketidakpastian hukum
kepada Pemohon mengenai kedudukan Kepala Otorita IKN nyatanya berbeda
dengan konsep pemerintahan daerah yang mana Kepala Otorita IKN
berkedudukan setingkat menteri yang dipilih oleh Presiden. Adapun yang
Pemohon minta agar kata “setingkat menteri” dalam Pasal 5 Ayat (4) dihapus
yang nantinya mewajibkan Presiden untuk menjadikan Jabatan Panglima TNI
menjadi hak semua warga negara Indonesia dan bergiliran jadi keadilan antar
warga negara Indonesia menjadi terwujud.
20. Pemohon juga mengkhawatirkan Frasa kata dapat dalam Pasal 5 Ayat (4) UU
IKN yang berbunyi: “Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan kepala
Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan setingkat
menteri, ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah
berkonsultasi dengan DPR”. Pasal ini memberikan ketidakpastian hukum
kepada Pemohon mengenai kedudukan Kepala Otorita IKN nyatanya berbeda
dengan konsep pemerintahan daerah yang mana Kepala Otorita IKN
berkedudukan setingkat menteri yang dipilih oleh Presiden. Adapun yang
Pemohon minta agar kata “ditunjuk, diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden” dalam Pasal 5 Ayat (4) dihapus yang nantinya diganti menjadi
“dipilih melalui pemilihan demokratis” sehingga menjadi hak semua warga
negara Indonesia memiliki kesempatan sebagai Kepala Pemerintahan Otoritas
Ibu Kota Nusantara.
21. Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut diatas para pemohon benar-benar telah
dirugakan hak konstitusionalnya baik yang terjadi saat ini maupun
dikemudian hari sebagaimana terdapat dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU
MK dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 serta
Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 yang menentukan 5 (lima) syarat kerugian
hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
51 ayat (1) UU MK, yaitu telah adanya hak dan/atau kewenangan
konstitusional pemohon yang diberikan oleh UUD 1945 yakni Pasal 4 Ayat
(1) “Presiden Republik Indonesia Memegang Kekuasaan Pemerintahan
Menurut Undang-Undang Dasar”. Pasal 28D Ayat (1): “Setiap Orang Berhak
Atas Pengakuan, Jaminan, Perlindungan, Dan Kepastian Hukum Yang Adil
Serta Perlakuan Yang Sama Di Hadapan Hukum”.
22. Bahwa Apabila prinsip checks and balances tidak dijalankan dengan baik.
maka ada kemungkinan akan terjadi tindakan kesewenang-wenangan yang
dilakukan salah satu pemegang kekuasaan negara karena tidak ada batas
kekuasaan dan tidak ada pengontrolnya. Kemungkinan lain yang timbul
adalah adanya intervensi atau bahkan saling melemahkan antar cabang
kekuasaan negara. Bila hal itu terjadi, akan dapat menimbulkan suasana
chaos, terjadi pelanggaran hak-hak rakyat dan pemerintahan yang tidak stabil
yang justru merugikan negara. Oleh karena itu, dengan penerapan prinsip
checks and balances maka kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi bahkan
dikontrol dengan sebaik-baiknya sehingga tidak akan terjadi penyalahgunaan
kekuasaan.
23. Bahwa berdasarkan penjelasan hak dan/atau kewenangan konstitusional
tersebut, dianggap telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang
dimohonkan pengujian. Adanya hak dan/atau kewenangan tersebut harus
bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang
menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. Adanya
hubungan sebab-akibat (causal-verband) antara kerugian dimaksud dengan
berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian; dan adanya
kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian
konstitusional tersebut tidak akan atau tidak lagi terjadi Sehingga para
pemohon memiliki legal standing atau kedudukan hukum dalam perkara ini.
PETITUM
Berdasarkan seluruh uraian sebagaimana tersebut di atas, para
pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjatuhkan
putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pasal 5 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2022 Tentang Ibu Kota Negara(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2022 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6766) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
1945 Sepanjang dimaknai “Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara
merupakan kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang
berkedudukan setingkat menteri, ditunjuk, diangkat, dan
diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan
DPR”. Diubah dengan pemaknaan “Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara
merupakan kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang
berkedudukan setingkat pemerintahan provinsiyaitu
Gubernur, dan dipilih secara demokratis.”.
3. Menyatakan Pasal 5 Ayat (4) Undang-Undang No. 3 Tahun
2022 Tentang Ibu Kota Negara(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2022 Nomor 41, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia
Nomor 6766) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya.
5. Atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang
seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Nomor:18/PN/MK/XI/2022
Oleh karena itu kami selaku panitera menetapkan 7 (tujuh) Hakim Pleno dan 1
(satu) panitera pengganti yang mana telampir sebagai berikut:
Mengetahui:
Nomor:20 /PN/MK/XI/2022
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Dosen
2. Nama : Fahrizal
Tempat/tanggal lahir : Yogyakarta, 31 Januari 2000
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Selanjutnya disebutkan……………………………………………….Pemohon II
Mengetahui:
Nomor:125/PN/MK/XI/2022
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Dosen
2. Nama : Fahrizal
Tempat/tanggal lahir : Yogyakarta, 31 Januari 2000
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
BIODATA TERMOHON
Panitera
Sariaman S.H