Ternyata ada banyak pertanyaan yang terkait dengan kebersihan, ya. Karena
pada dasarnya kebersihan itu adalah sebagian daripada iman. Dalam hadis
dikatakan bahwa bersuci (thaharah) itu adalah setengah daripada iman.
Nah, berarti kita hanya cukup mencari setengah iman lainnya agar sempurna,
bukan?
Jika di sekolah kita diminta untuk mengelap kaca, mengepel lantai, menyapu
ruang kelas, hingga membuang sampah pada tempat sampah, maka di
lingkungan keluarga maupun masyarakat hal serupa juga berlaku.
Di rumah, kita pula harus rutin menyapu dan membersihkan semua ruangan.
Jika tidak? Bersiaplah debu-debu akan bertamu, kecoa bahkan ulat bakal
mengetuk pintu, dan rumah kita pun perlahan-lahan menjadi bau.
Aduh! Sungguh tidak nyaman, bukan? Semakin keadaan rumah kita tidak
bersih, semakin besar pula peluang diri untuk terserang penyakit. Jika sudah
sakit? Semua rencana dan kenikmatan hidup kita bakal terganggu. Tak bisa
belajar, tak bisa bersekolah, bahkan tak bisa kerja.
Maka dari itulah, hubungan kebersihan dan kesehatan itu laksana sepasang
sepatu. Jika kita mengenakan sepatu hanya sebelah, apakah yang terjadi?
Sepatu tidak akan berfungsi dan berperan sebagaimana ia dibuat. Dan jika
kita berjalan dengan sepatu sebelah, kesempatan kaki untuk terluka makin
membahana. Hemm.
Jika tidak? Sholat tidak sah alias batal. Betapa Islam itu mengajak kita untuk
hidup bersih.
Walau begitu, kebersihan tidak hanya cukup dari apa yang tampak saja
melainkan kita pula wajib membersihkan apa yang tidak tampak.
Nah, apakah sesuatu yang tidak tampak itu? Benar, dialah perasaan.
Perasaan iri, dengki, sombong, takabur, merasa hebat, ingin pamer, dan
sebagainya itu semua adalah penyakit yang membuat hati kita semakin kotor.
Jika ada sampah yang mengotori lantai, kemudian kita buang, maka selesai
sudah kisahnya. Tapi jika hati yang kotor? Apa mungkin hatinya yang kita
buang? Hehehe
Maka dari itulah, selain menjaga kebersihan lingkungan, kita pula wajib
menjaga kebersihan hati dengan cara berbaik sangka, berpikir positif,
memaafkan oran lain, serta yang paling utama adalah berzikir kepada Allah.
Dengan begitu, kebersihan lahir dan batin akan kita dapatkan.
Pernahkah kalian mendengar slogan “annadzofatu minal iman” yang artinya
“Kebersihan sebagian daripada iman?”
Rasanya kita semua sudah tahu bahkan hapal, ya. Hanya saja, perlu
diketahui bahwa kalimat tersebut bukanlah hadis melainkan slogan atau kata-
kata mutiara. Maknanya memang bagus dan harus kita terapkan sehari-hari,
namun tidak boleh kita yakini sebagai hadis yang disandarkan kepada
Rasullullah SAW.
Pada kesempatan kali ini, izinkan saya atas nama “Guru Penyemangat” untuk
menyampaikan pidato mengenai Kebersihan Sebagian dari Iman beserta
dalilnya.
Ada hadis shahih riwayat Muslim yang mengatakan bahwa “at-thuhuru syatrul
iimaan” yang artinya bersuci (kebersihan) itu setengah daripada iman.
Kalimat yang sama “at-thuhuru syatrul iimaan” juga tertuang dalam Musnad
Ahmad dan Sunan Ad Darimi. Dengan demikian, kalau ingin menyandarkan
pentingnya kebersihan kepada Nabi maka kita bisa gunakan ketiga hadis di
atas.
Kebersihan alias bersuci di sini memiliki makna yang luas. Tidak hanya
sekadar menyapu rumah, mengelap kaca, atau membuang sampah, kegiatan
lain seperti mandi, tayamum, wudhu, tidak berkata-kata kotor, serta
berperilaku rendah hati juga menjadi bagian dari kebersihan.
Benar sekali! Kebersihan jasmani dan rohani alias kebersihan lahir dan batin.
Bukan hanya badan, sejatinya hati kita juga harus dibersihkan dari segala
penyakit hati.
Sedangkan kebersihan hati bisa kita pupuk dengan cara memaafkan orang
lain, memaafkan diri sendiri, serta yang paling utama adalah dengan
senantiasa berzikir, bertasbih kepada Allah serta membaca Al-Quran.
Lebih daripada itu, dalam Al-Quran Surah At-Taubah ayat 103 Allah
memerintahkan kepada kita untuk senantiasa berzakat atas harta yang kita
dapatkan guna membersihkan dan mensucikan diri.