Anda di halaman 1dari 8

Nestapa Gempa Suriah

Korban bencana gempa bumi yang mengguncang kawasan Turki selatan dan Suriah utara pada 6
Februari 2023 lalu sangatlah masif. Setelah gempa pertama sebesar 7,8 Richter, berlanjut
dengan gempa-gempa susulan, banyak sekali gedung rumah susun yang runtuh sehingga jumlah
orang yang tewas akibat tertimpa reruntuhan mencapai lebih dari 40.000 orang. Menurut pihak
Turki, korban tewas di sana mencapai 35.418 orang; sedangkan menurut pemerintah Suriah dan
PBB, korban tewas di Suriah mencapai 5800 orang [data 14/02/2023]. Menurut PBB, jumlah
orang Suriah yang tak punya rumah (homeless) bertambah 5 juta orang akibat gempa ini. [1]
Tentu, kita berduka cita untuk semua korban, baik Turki dan Suriah. Fokus pembahasan tulisan
ini, yaitu gempa di Suriahm sama sekali tidak bermaksud mengecilkan atau mengabaikan korban
di Turki. Suriah menjadi fokus tulisan ini karena aspek geopolitiknya. Gempa Suriah telah
semakin menguak kejahatan Barat terhadap bangsa Suriah. Gempa di Suriah telah menambah
dalam penderitaan warganya; ini seperti luka di atas luka.
Setelah porak-poranda akibat perang melawan kelompok-kelompok teroris yang didukung Barat
(termasuk ISIS) sejak 2012, ditambah lagi dengan embargo ekonomi, pemerintah Suriah sangat
kesulitan dalam memberikan pertolongan pertama di saat-saat kritis. Pertolongan di beberapa
jam pertama sangat penting karena masih ada kemungkinan nyawa yang bisa diselamatkan.
Berbeda dengan Turki, dimana negara-negara Barat dengan segera memberikan bantuan; Suriah
seolah ditinggalkan. Negara-negara yang paling awal datang ke Suriah (hari pertama
pascagempa) adalah Aljazair, Rusia, Iran, Irak, Tunisia, China, UAE. Setelah itu, baru menyusul
negara-negara lain, seperti Lebanon, Jordan, Bahrain, Mesir, Pakistan, dll. Namun, hingga tulisan
ini dibuat, AS dan Eropa tetap menolak membantu.
Menurut Duta Besar Suriah untuk PBB, Bassam Sabbagh, pesawat-pesawat kargo menolak
mendarat di Suriah karena ancaman embargo dari AS. Jadi, bilapun ada pihak-pihak di Barat
yang ingin membantu, tidak ada pesawat yang bisa membawanya datang ke Suriah. Pada hari
ke-7 (14/2) sebuah pesawat dari Italia akhirnya datang dengan barang-barang bantuan untuk
Suriah, tetapi mendarat di Beirut, lalu barang-barang dibawa ke Suriah lewat jalan darat.
Diskriminasi Bantuan
Pemerintah AS, di hari pertama (6/2), melalui Jubir Kemenlu Ned Price, menyatakan bahwa
“Washington berencana untuk mengantarkan bantuan ke Suriah melalui LSM yang didukung
Barat yang beroperasi di utara Suriah tanpa berhubungan dengan pemerintah Damaskus.” [2]
Hari ke-3, tanggal 9 Feb, Menlu AS, Anthony Blinken, mengatakan “Kami memberikan bantuan
kemanusiaan untuk korban gempa bumi Suriah. Kami adalah pendonor paling utama untuk
mereka sejak awal perang—AS telah memberikan lebih dari $15 miliar kepada rakyat Suriah.
Dana ini masuk ke rakyat Suriah, bukan ke rezim.”
Apa maksud dari pernyataan Price dan Blinken? “Kami memberi bantuan kepada RAKYAT, bukan
kepada REZIM”?
Maksudnya tidak lain: AS memberikan bantuannya selama ini kepada para “jihadis” Suriah
(beserta anak-istri mereka) di Idlib, antara lain melalui kelompok Al Qaida berkedok relawan
bernama “White Helmets.” Provinsi Idlib saat ini dikuasai oleh para jihadis, antara lain Hay’at
Tahrir al Sham (HTS).
Pada saat yang bersamaan, di Twitter trending tagar #SaveNorthSyria, yang isinya mengecam
Damaskus dan menyerukan agar bantuan dikirim ke Suriah utara saja (yaitu Idlib) tanpa
berhubungan dengan pemerintah Assad (disertai tuduhan seperti biasa soal “kekejaman
Assad”). Bahkan, penggalangan dana untuk para teroris ini bersamaan dengan penyebaran
fitnah “di saat gempa, Damaskus malah membombardir Idlib.” Sungguh naif bila ada yang masih
percaya fitnah semacam ini: di saat semua mata tertuju ke Suriah, apa mungkin Damaskus
nekad mengebom Idlib? Kalau benar itu terjadi, sudah pasti akan dijadikan alasan oleh AS dan
NATO untuk mengebom Damaskus.
Apakah korban gempa di Idlib tidak pantas dibantu? Tentu saja, mereka perlu dibantu. Apalagi
yang ada di Idlib tidak semuanya jihadis (dan anak-istri mereka). Ada warga Suriah asli Idlib yang
selama ini terjebak di sana. Tapi, bahkan pemerintah Suriah sendiri tidak bisa masuk ke sana
untuk memberikan bantuan. Damaskus sudah menyatakan siap mengantarkan bantuan kepada
warga Idlib. Namun untuk itu, perlu pengawalan dari PBB. Mengapa harus dikawal PBB? Tentu
saja, karena orang-orang pro-Damaskus sangat beresiko dibunuh oleh para “jihadis.”
Tanggal 12 Februari, seorang Jubir lembaga bantuan kemanusiaan PBB mengakui bahwa
bantuan kemanusiaan untuk kawasan yang dikuasai “oposisi” dihambat oleh HTS. Ia
mengatakan kepada Reuters "ada masalah dengan persetujuan" oleh HTS, tanpa memberikan
informasi lebih lanjut. Reuters memberitakan, “kelompok HTS tidak akan mengizinkan
pengiriman apa pun datang dari wilayah Suriah yang dikuasai pemerintah; mereka hanya mau
menerima bantuan yang masuk dari Turki.” [3]
Perhatikan bahwa HTS (yang katanya “jihadis” dan ingin mendirikan khilafah Islam) justru
berjalan seiring dengan Barat. AS menegaskan hanya mau membantu NGO di utara Suriah (tak
lain, White Helmets). Hal senada juga disampaikan Inggris. Dalam press releasenya, pemerintah
Inggris mengatakan “Inggris berkomitmen untuk memberikan dana tambahan kepada White
Helmets untuk mendukung upaya pencarian dan penyelamatan di Suriah.” [4]
Untuk yang belum tahu: WH adalah “relawan” yang khusus beroperasi di wilayah yang dikontrol
para jihadis. Para aktivis WH tak lain adalah anggota Al Qaida (milisi-milisi jihad). Jadi, WH yang
dielu-elukan Barat sesungguhnya adalah “jihadis” berkedok relawan.
Sekali lagi, semua korban gempa patut ditolong. Namun bila secara khusus bantuan itu
diberikan kepada milisi Al Qaida dan jejaring NGO-nya, apakah bisa dijamin bantuan akan
diberikan kepada semua rakyat sipil di Idlib? Atau hanya untuk anak-istri mereka dan warga
yang mendukung mereka saja?
Menurut jurnalis Eva Bartlett yang pernah meliput ke Suriah, “Saya dan para jurnalis yang
meliput langsung telah sering mengungkap ini, [kami] mengunjungi kawasan-kawasan yang
telah dibebaskan [dari tangan teroris] dan mendengar kesaksian dari warga lokal bahwa mereka
[selama berada dalam kekuasaan teroris] kelaparan karena para teroris telah menguasai
bantuan kemanusiaan, tidak memberikannya pada warga sipil, atau menjualnya dengan harga
tinggi.” [5]
Seharusnya, kalau mau adil, semua pihak diperbolehkan untuk memberikan bantuan. Termasuk
pemerintah Suriah yang ingin membantu warga mereka sendiri. (Ingat, para “jihadis” di Idlib
kebanyakan adalah warga asing).
PETA KONTROL SURIAH

Daerah merah: dikuasai “pemberontak” (rebel) dan militer Turki. Yang dimaksud pemberontak
(atau kadang media Barat menyebut “oposisi”) adalah Free Syrian Army (FSA) tapi sejak 2017
berganti nama jadi SNA (Syrian National Army). Turut bergabung dengan SNA : milisi teror Jaysh
al-Islam, Faylaq al-Rahman, dan faksi teroris yang sebelumnya menguasai Ghouta timur. Semua
“pemberontak” ini berhaluan Ikhwanul Muslimin, dan mereka didukung oleh Turki.
Daerah kuning: dikuasai “jihadis” (maksudnya, HTS), yang berhaluan Al Qaida. Tapi
sesungguhnya, melihat ideologi dasar semua faksi (baik Al Qaida, maupun Ikhwanul Muslimin)
sama saja, menghalalkan kekerasan demi kekuasaan dan menggunakan narasi-narasi agama
(“jihadis”) dan pengkafiran pihak lawan. Makanya seringkali, untuk memudahkan, penyebutan
untuk mereka disamakan saja, misal disebut “Al Qaida” saja atau “jihadis” saja.
Daerah hijau: dikuasai separatis Kurdi yang didukung AS (SDF/YPG). Tentara AS bercokol di
wilayah hijau itu. Lihat peta di sebelahnya: wilayah yang diduduki AS (dan milisi Kurdi) itu
namanya daerah Hasaka. AS bersama-sama milisi separatis Kurdi telah mencuri minyak Suriah
untuk dialirkan ke Irak lewat perlintasan Mahmoudiya. Dari Irak, dijual ke berbagai wilayah lain,
termasuk Israel.
Sejak 2011, akumulasi kerugian Suriah di sektor minyak dan gas mencapai 107 miliar USD. Saat
ini, Suriah kekurangan BBM (akibatnya, di banyak tempat listrik hanya menyala 2 jam sehari),
sementara minyak mereka dicuri oleh AS. Sebelum 2011, Suriah memproduksi minyak 400.000
barel per hari. Kini, 90% ladang minyak Suriah diduduki oleh AS dan milisi-milisi proksinya. [6]

Afrin: kawasan yang dikuasai “jihadis” versi Turki dan militer Turki. Di sana ada penjara khusus
ISIS dan anggota YPG, bernama penjara Raju, yang dikelola oleh Turki dan FSA (SNA). Bagi Turki,
militan Kurdi adalah musuh, sehingga Turki dan proksinya (FSA/SNA) berperang melawan YPG.
Nah, pada tanggal 7 Februari, sehari setelah gempa pertama tanggal 6, sebanyak 20 anggota
ISIS kabur dari penjara Raju. [7] Mereka kemudian melakukan aksi terorisme di Palmyra (di
Homs), menewaskan 4 warga sipil dan melukai 10 orang lainnya. [8]

Kejahatan Israel terhadap Suriah dan Iran


Dalam kondisi bencana ini, Israel mengambil kesempatan untuk melakukan misinya. Pertama,
Netanyahu melakukan kebohongan, mengatakan bahwa pemerintah Suriah telah meminta
bantuan kepada Israel dan Israel menyetujuinya. Tentu saja ini bohong. Justru Suriah sejak 2011
mengalami agenda penggulingan rezim gara-gara posisinya yang menolak berdamai dengan
Israel dan terus membantu milisi Palestina dalam perang melawan Israel . Kecuali kalau yang
dimaksud Netanyahu ‘pemerintah Suriah’ adalah para teroris di Idlib. Sebelumnya, dalam masa
perang (sebelum para teroris itu dievakuasi semua ke Idlib), Israel memberikan bantuan senjata
dan perawatan kepada para para milisi teror yang terluka.
Berita tanggal 9 Februari, seorang pejabat militer Israel yang tidak disebutkan namanya
mengatakan kepada surat kabar Elaph Arab Saudi bahwa Tel Aviv tidak akan ragu untuk
membom pengiriman bantuan Iran untuk Suriah. Alasan mereka: Teheran berusaha untuk
“mengambil keuntungan dari situasi tragis untuk mengirim senjata dan peralatan ke Hizbullah.”
[9]

Israel menyerang bantuan Iran untuk Suriah sebenarnya sudah dilakukan sejak sebelum gempa.
Sepekan sebelum gempa, yaitu tanggal 30 Januari, 3 truk Iran yang berisi makanan (tepung dan
beras), masuk dari Irak ke Suriah, melalui perlintasan Al-Bukamal, telah dibom oleh Israel. Israel
menuduh truk-truk itu membawa senjata. [10]
Israel juga telah menghalangi masuknya barang-barang bantuan lewat udara dengan cara
mengebom bandara internasional Damaskus untuk kedua kalinya pada bulan September 2022.
Sebelumnya lagi, yaitu bulan Juni 2022, selain mengebom bandara internasional Damaskus,
Israel juga mengebom bandara internasional Aleppo. Tindakan Israel ini yang jelas melanggar
hukum internasional, tidak mendapatkan sanksi apapun dari PBB.

Cekikan Sanksi Ekonomi AS

Selain dilanda perang proksi, Suriah juga mengalami kesulitan ekonomi akibat sanksi ekonomi
AS. Pemerintah AS telah menetapkan Caesar Syria Civilian Protection Act, yaitu UU yang
mengembargo atau memberi sanksi kepada individual dan perusahaan dimana saja di dunia
yang berpartisipasi langsung maupun tidak langsung dengan ekonomi Suriah.

Akibat dari Caesar Act ini, Suriah tidak bisa mengimpor barang-barang penting, seperti
peralatan medis, makanan, alat pemanas, dan BBM. Suriah sendiri sebenarnya produsen
minyak, tetapi sejak kawasan penghasil minyak diduduki separatis Kurdi dan tentara AS, minyak
mereka dicuri dan rakyat Suriah menjadi krisis minyak.

Sanksi ekonomi terhadap Suriah sebenarnya sudah dilakukan oleh AS sejak tahun 1979.
Penyebabnya tak lain, karena posisi politik Suriah yang sejak dulu mengancam kepentingan
Israel. Central Bank of Syria telah disanksi sejak 2004, sehingga Suriah keluar paksa dari sistem
finansial internasional. Sejak dimulainya krisis tahun 2011, dimana kelompok oposisi dengan
dukungan Barat berusaha menggulingkan Assad, sanksi demi sanksi diterapkan, hingga Caesar
Act.

Kondisi ini secara terbuka telah dikecam oleh Jubir Kementerian Luar Negeri China pascagempa
(8/2):

“Serangan militer AS yang sering dilakukan, dan sanksi ekonomi yang keras, telah menjatuhkan
korban sipil yang sangat besar dan menghilangkan sarana kehidupan warga Suriah. Saat ini,
pasukan AS terus menduduki wilayah penghasil minyak utama Suriah. Mereka telah menjarah
lebih dari 80% produksi minyak Suriah dan menyelundupkan serta membakar stok gandum
Suriah. Semua ini telah membuat krisis kemanusiaan Suriah menjadi lebih buruk.”[11]

Setelah mendapatkan banyak kecaman, akhirnya pemerintah AS mengeluarkan keputusan


untuk pengecualian sanksi selama 6 bulan untuk semua transaksi yang terkait dengan
pemberian bantuan bencana setelah gempa.
Namun, pelonggaran sanksi ini hanya untuk pencitraan semata bagi AS karena kenyataan di
lapangan aliran bantuan kemanusiaan tetap sulit masuk. Selain itu, kesulitan ekonomi yang
dialami oleh rakyat Suriah tidak terkait gempa saja sehingga seharusnya semua sanksi sepihak
dan semena-mena dari AS ini dicabut.
Kalau kita mencermati isi License No. 23 (aturan pelonggaran sanksi AS), terlihat bahwa ini
hanya upaya pencitraan karena selain hanya parsial, spesifik, dan sementara; dampak akumulasi
sanksi ini, yang membuat Suriah tidak dapat mengakses peralatan medis penting, serta tidak
bisa melakukan pembangunan negara, karena "Caesar Act" ini menargetkan sektor minyak dan
gas, rekonstruksi dan penerbangan di Suriah.
Kondisi Kemanusiaan di Suriah
Meskipun korban gempa di Suriah lebih sedikit dibandingkan korban gempa di Turki, tetapi,
gempa ini menambah penderitaan dan kerusakan yang sudah meluas akibat perang. Kawasan
yang paling terdampak gempa adalah Idlib, Aleppo, Lattakia (lihat peta).
Khusus untuk Aleppo, banyak sekali bangunan yang runtuh akibat pendudukan teroris yang
berlangsung hingga 2016. [Pada Desember 2016 “jihadis” dikalahkan tentara Suriah dan mereka
dievakuasi ke Idlib). Militan “jihad” sejak 2012 hingga 2016 sering membuat terowongan di
bawah bangunan-bangunan, dengan cara meledakkan bom.
Tanpa ada gempa pun, warga Suriah sudah sangat sulit. Akibat suplai listrik yang sangat
terbatas, rumah sakit kesulitan menggunakan peralatan-peralatannya dan kegiatan ekonomi
memburuk. Suriah saat ini bergantung pada suplai minyak dari Iran. Padahal, Iran pun dalam
kondisi sulit akibat sanksi ekonomi AS (Iran tidak bisa leluasa menjual minyaknya).
Saat ini musim dingin dan keberadaan listrik, atau gas, untuk memanaskan ruangan sangat
penting. Tanpa rumah, tanpa pemanas, dapat dibayangkan betapa sulitnya kondisi yang dialami
rakyat Suriah.
Bantuan Kemanusiaan Dari Kubu Resistensi
Bantuan dari berbagai negara akhirnya memang berdatangan ke Suriah. Sementara itu, bantuan
untuk wilayah yang dikuasai militan/oposisi (Idlib) diantarkan oleh PBB lewat Turki. Bantuan
lewat Suriah dilarang masuk oleh milisi teror terkuat saat ini di Idlib, Hayat Tahrir Al Sham.
Pimpinan HTS, baru-baru ini mengatakan, “Kalau mau bawa bantuan, lewat Bab Al Hawa saja.”
[12]
Bab Al Hawa adalah perlintasan yang menghubungkan Turki dan Suriah, jadi ada di arah Turki.
Lihat peta. Pemahaman ini penting karena para pengepul donasi Indonesia yang saat ini berada
di Turki sudah menyebar fitnah, menyatakan bahwa Assad-lah yang melarang masuk bantuan ke
Idlib.
PETA
Namun penting untuk melihat bagaimana solidaritas kubu Resistensi, yaitu negara-negara yang
sama-sama mengalami kesulitan ekonomi akibat keputusan politik mereka yang resisten
(melawan) terhadap hegemoni Barat.
Lebanon, negara yang saat ini menghadapi kesulitan ekonomi, dengan segera mengirimkan
bantuan kemanusiaan. Bantuan itu bukan berasal dari pemerintah saja, melainkan digalang dari
masyarakat. Penggalangan terutama dilakukan oleh Hizbullah, organisasi sosial-politik-ekonomi
terkuat di Lebanon. Hizbullah sering diberi label “teroris” oleh Barat. Padahal, sayap militer
organisasi ini hanya berperang melawan Israel (yang pernah menduduki Lebanon selatan) dan
melawan ISIS/Al Qaida di Suriah.
Bantuan itu sedemikian banyaknya, melintasi tumpukan salju. Seperti terlihat di foto berikut ini
Iran, juga sebenarnya sangat menderita akibat sanksi ekonomi Barat. Meski Iran telah
memanfaatkan era sanksi ini dengan meningkatkan produksi dalam negeri dalam berbagai
bidang, namun hambatan dalam menjual produk-produk Iran ke luar negeri jelas tetap
menghambat kemajuan ekonomi di sana. Iran juga menghadapi agenda penggulingan rezim
dari Barat yang menggunakan isu-isu kebebasan dan demokrasi.

Namun dalam kondisi sulit ini pun, Iran menjadi salah satu negara yang paling awal datang
membantu. Bantuan evakuasi di jam-jam awal sangat berperan untuk menyelamatkan nyawa.

Berikut ini beberapa foto, ulama Iran bersama-sama dengan ulama Sunni di Suriah terjun
langsung ke desa-desa terdampak gempa di Aleppp dan Lattakia. Selain mengantarkan bantuan
barang, mereka juga mendengarkan keluh-kesah warga.

foto

Bagaimana dengan rakyat Suriah sendiri? Mereka pun, di tengah berbagai kesulitan,
memberikan bantuan kepada saudara sebangsa mereka, tanpa membedakan agama. Misalnya,
biara The Holy Land Monastery di Aleppo telah membuka pintu mereka untuk 2000 pengungsi.
Para relawan menyediakan makanan untuk mereka.

Presiden Assad dan istrinya juga turun langsung memimpin upaya penyelamatan pascagempa.
Assad saat mengomentari embargo Barat dan diskriminasi bantuan yang dialami oleh Suriah,
mengatakan bahwa “Warga Suriah tidak banyak bicara, mereka bertindak.”
Menurut Assad, rakyat Suriah telah berhasil melawan masalah selama 12 tahun terakhir sambil
berpegang pada nilai-nilai bangsa dan akan mampu mengatasi bencana alam ini. Perlawanan
bangsa Suriah telah membawa pesan “yang lebih fasih dari kata apapun.” [13]
Pesan apa? Yaitu pesan tentang kesabaran, kegigihan, cinta tanah air. Hanya itu yang bisa
membuat Suriah mampu bertahan meskipun diembargo, meskipun diserang “jihadis” dari
hampir 100 negara dunia, yang disuplai dana dan senjata dari negara-negara kaya di dunia.

***
Referensi:
[1]Data gempa 14 Feb: https://www.aljazeera.com/news/liveblog/2023/2/14/turkey-syria-
earthquake-live-news-death-toll-tops-36000
[2] https://www.aljazeera.com/news/2023/2/6/us-pledges-post-earthquake-aid-but-no-contact-
with-syrias-assad
[3] https://www.newarab.com/news/syria-quake-aid-held-hts-approval-issues-un
[4] https://www.gov.uk/government/news/additional-funding-to-the-white-helmets-search-
rescue-efforts
[5] https://web.archive.org/web/20230212044123/https://www.rt.com/news/571295-western-
sanctions-syria-earthquake/
[6] https://www.middleeastmonitor.com/20221213-syria-regime-again-accuses-us-of-stealing-
its-oil/
[7] https://thecradle.co/article-view/21190
[8] https://sana.sy/en/?p=300165
[9] https://thecradle.co/article-view/21293
[10] https://thecradle.co/article-view/20886
[11] http://jm.china-embassy.gov.cn/eng/wjbfyrth/202302/t20230208_11022159.htm
[12] https://thecradle.co/article-view/21427/damascus-opens-new-border-crossings-as-
militants-obstruct-aid-efforts
[13] https://www.presstv.ir/Detail/2023/02/11/698051/Syria-Assad-West-double-standards

Anda mungkin juga menyukai