Anda di halaman 1dari 12

PERUBAHAN MUTU FISIK PISANG CAVENDISH SELAMA

PENYIMPANAN DINGIN PADA KEMASAN PLASTIK PERFORASI


DAN NON-FORASI

1
Inti Mulyo Arti
2
Moch. Ega Elman Miska
1
Universitas Gunadarma, inti_mulyo@staff.gunadarma.ac.id
2
Universitas Gunadarma, elman_miska@staff.gunadarma.ac.id

ABSTRAK
Produk holtikultura buah pisang Cavendish memerlukan perlakuan penyimpanan dan
pengemasan yang baik dan tepat hingga sampai ke tangan konsumen. Pisang lebih
banyak dijual segar dan memiliki sifar perishable atau mudah rusak, sehingga sangat
penting memberikan perlakuan yang tepat untuk mempertahankan mutu buah pisang.
Plastik dapat menghambat permeabilitas oksigen, mengendalikan laju respirasi dan
transpirasi pada buah pisang dan memperpanjang umur simpan. Penelitian ini
bertujuan mengetahui perubahan mutu secara fisik pisang Cavendish yang dikemas
dalam plastik perforasi dan non-forasi pada susut bobot, tingkat kecerahan, derajat
kemerahan dan derajat kekuningan pada pisang Cavendish dibandingkan dengan
control tanpa kemasan. Hasil penelitian menunjukan plastik non-forasi mampu
mempertahankan bobot buah pisang dengan peningkatan nilai susut bobot terendah
pada hari ke tujuh namun memberikan dampak kebusukan pada bagian ujung buah.
Perubahan bertahap pada kenampakan fisik, tingkat kecerahan, derajat kemerahan
dan derajat kekuningan tanpa perubahan yang drastis terdapat pada pisang Cavendish
yang disimpan dalam plastik perforasi selama penyimpanan dingin.
Kata kunci: bobot, perforasi, pisang, plastik, warna.

PENDAHULUAN agak tebal dengan warna kuning dan


Pisang adalah salah satu produk daging buah kekuningan bertekstur
holtikultura yang sering digunakan lembut. Pisang mas berkarakter bulat
sebagai buah konsumsi harian di panjang dengan warna kulit kuning dan
Indonesia baik berupa bentuk pisang tipis. Pisang susu merupakan pisang
segar (fresh) maupun berupa produk berukuran mungil kurang lebih
olahan. Pisang dalam bentuk segar seukuran jari berwarna kulit kuning
dapat dijumpai di pasar tradisional, cerah. Kulit pisang barangan berwarna
swalayan dan tukang sayur keliling. kuning kemerah hitaman dengan daging
Olahan pisang yang memiliki rasa yang buah agak kering. Pisang nangka
nikmat sangat digemari konsumen memiliki kulit warna hijau dengan rasa
semua kalangan umur seperti pisang daging asam manis. Pisang kapok
goreng, nugget pisang, pure bayi, bubur berbentuk agak persegi dan kulit
pisang, keripik, kerupuk bayi dan lain berwarna kuning pucat. Pisang tanduk
sebagainya. berukuran besar dan panjang dengan
Di Indonesia, pisang terdapat karakter kulit berwarna kuning
berbagai macam jenis yakni pisang berbintik coklat kehitaman. Pisang
cavendish, pisang mas, pisang susu, kapok dan tanduk sering dijual dalam
pisang barangan, pisang nangka, pisang bentuk olahan.
raja, kapok dan pisang tanduk. Pisang Pisang Cavendish adalah pisang
Cavendish memiliki ciri-ciri kulit buah yang dijual dalam bentuk segar tanpa

UG JURNAL VOL.14 Edisi 11 November 2020 33


diolah terlebih dahulu. Penanganan pengemas plastik dengan jumlah lubang
pascapanen buah segar hingga sampai perforasi yang tepat dapat membantu
ke tangan konsumen membutuhkan mengatur sirkulasi uap air, CO2 dan O2
teknik seperti pengangkutan yang baik dengan lebih baik dan menghambat
hingga tempat pengemasan, terjadinya penurunan mutu (Anggraini
pemotongan sisir, sortasi, pencucian, dan Permatasari, 2017).
penirisan, pengendalian penyakit Kemampuan memberikan
pascapanen, pengemasan, kemungkinan pendinginan cepat pada
pengangkutan distribusi, pemeraman produk yang dipak merupakan salah
dan penaluran pada penjual eceran satu factor penting dalam menentukan
(Prabawati, Suyanti dan Setyabudi, kemasan (Widjanarko, 2012).
2008). Pemeraman buah pisang dapat Penyimpanan dingin bertujuan untuk
dilakukan selama masa pengangkutan memperpanjang umur simpan buah
distribusi, karena pisang merupakan dengan menghambat laju respirasi dan
salah satu buah klimaterik. Pisang transpirasi. Penurunan suhu
mengalami perubahan warna, tekstur penyimpanan pada buah klimaterik dan
menjadi lunak, kadar gula meningkat, non-klimaterik akan menunda tingkat
sebaliknya pati menurun dan diikuti kecepatan pembusukan buah sedangkan
dengan produksi CO2 yang meningkat pada buah klimaterik, penurunan suhu
secara tiba-tiba (Widjanarko,2012). juga dapat menunda tingkat
Teknik pengemasan ini diharapkan kematangan buah, mengurangi produksi
dapat memperpanjang umur simpan etilen dan menurunkan sensitifitas
buah pisang segar. jaringan sel terhadap etilen
Pengemasan bertujuan untuk (Widjanarko, 2012).
mempermudah proses distribusi, Buah pisang memiliki batas
melindungi komoditi terhadap toleransi tertentu terhadap temperatur
kerusakan mekanis (goncangan, rendah (Prabawati, Suyanti dan
tekanan dan gesekan), infeksi mikroba Setyabudi, 2008). Pisang yang
dan debu, dan merupakan salah satu disimpan di bawah 10 ˚C akan
alat untuk menarik calon pembeli mengalami chilling injury dan di atas
(Widjanarko, 2012). Pengemas plastik 15 ˚C akan mempercepat proses
memiliki keunggulan murah, mudah pematangan. Pelubangan pada plastik
diperoleh, transparan, tahan air dan kemas bertujuan untuk menghindari
debu serta aman untuk makanan kemungkinan kerusakan akibat
(foodgrade). Pengemas plastik tersedia akumulasi karbondioksida dan
dalam 2 bentuk yakni plastik keras penyusutan oksigen atau kemungkinan
HDPE (high density polyethylene) dan aroma yang tidak diinginkan karena
plastik lunak LDPE (low density dalam kemasan yang rapat, oksigen
plolyethylene). Dalam mengemas buah bebas akan terpakai habis dalam waktu
segar harus memperhatikan jenis singkat dan respirasi menjadi anaerob
produk yang dikemas, seperti laju sehingga terbentuklah zat-zat menguap
respirasi dan transpirasi. Laju respirasi seperti alkohol dan karbondioksida (Pan
dan transpirasi yang tinggi pada buah dan Sasanatayart, 2016). Penelitian ini
klimaterik menimbulkan efek panas dan bertujuan mengetahui perubahan mutu
uap air yang harus dikeluarkan dari secara fisik pisang meliputi susut bobot
kemasan. Kotak pengepakan harus dan warna selama penyimpanan dingin
memiliki lubang sekitar 5% dari luas pada kemasan plastik berforasi dan
permukaan kotak pada setiap titik non-forasi.
dimana udara keluar masuk kotak
(Widjanarko, 2012). Penggunaan

34 UG JURNAL VOL.14 Edisi 11 November 2020


METODE PENELITIAN kecerahan. L bernilai +
Penelitian ini dilaksanakan di mengindikasikan tingkat kecerahan
Laboratorium Dasar dan Menengah pada bahan, semakin tinggi nilai L
Program Studi Agroteknologi, maka semakin cerah warna bahan. Nilai
Universitas Gunadarama selama 3 a positif menunjukkan derajat
bulan. Bahan-bahan yang digunakan kemerahan bahan, sedangkan nilai a
dalam penelitian ini adalah buah pisang negatif menunjukkan derajat kehijauan.
Cavendish yang diperoleh dari toko Nilai b positif menjukkan derajat warna
buah di Kota Depok, plastik LDPE kekuningan, sedangkan nilai b negatif
bening berforasi dan non-forasi menunjukkan derajat warna kebiruan.
berukuran 18 x 28 cm berkapasitas 1 Keseluruhan data diambil sebanyak 3
kg, dan solatip fresh fruit. Alat yang kali ulangan. Data diolah menggunakan
digunakan diantaranya adalah pisau, Microsoft Ecxel 2010 dan dianalisis
timbangan digital, wadah, hand colour menggunakan diagram untuk dibahas
reader, desikator. secara deskristif quantitative.
Bahan utama penelitian berupa
pisang Cavendish dibersihkan dari HASIL DAN PEMBAHASAN
kotoran kering. Pisang yang telah bersih Pasca panen adalah kegiatan
kemudian dibawa ke Laboratorium yang dilakukan mulai proses
Dasar untuk dilakukan sortasi sesuai pemanenan pada produk holtikultura
ukuran (sizing) dan warna agar baik buah, sayur maupun bunga hingga
seragam. Pisang dimasukan dalam sampai ke tangan konsumen untuk
plastik LDPE berforasi dan non-forasi mempertahankan mutu produk.
yang telah diberi label perlakuan. Pascapanen, buah dan sayur mengalami
Plastik berforasi memiliki lubang penurunan mutu berupa layu, pucat,
sebanyak 10 lubang dengan ukuran keriput, melunak dan menyusut
lubang ± 5 mm. Pisang kontrol dan beratnya. Susut berat atau bobot
pisang dalam kemasan dimasukan memberikan dampak negatif bagi
dalam lemari pendingin dengan suhu produk pascapanen baik dari sisi
penyimpanan dingin sebesar ± 8ºC dan produsen atau petani, distributor
kelembahan relatif ± 40%. Pisang maupun konsumen sehingga menjadi
kontrol tidak dimasukan dalam plastik. salah satu mutu yang penting untuk
Setelah dilakukan penyimpanan dingin, dipertahankan.
pisang dianalisis secara fisik berupa
susut bobot dan warna. Perhitungan Susut Bobot
susut bobot menggunakan formula yang Susut bobot adalah salah satu
digunakan oleh Wirasaputra, Mursalim indikator penurunan kualitas sebagai
dan Waris (2017) dalam Syahadat et al akibat adanya proses transpirasi pada
(2018), yakni sebagai berikut. komoditi holtikultura (Widjanarko,
2012). Swara (2011) melakukan
A– B penelitian pada buah pisang cavendish
Susut bobot (%) = x 100
𝐴 yang hanya mampu bertahan pada hari
ke-7 selama penyimpanan pada suhu
Keterangan : 10-15ºC disebabkan laju respirasi yang
A = bobot buah hari pertama tinggi. Susut bobot buah pisang
B = bobot buah hari ke – n cavendish diakibatkan adanya
Pengamatan terhadap warna kehilangan unsur karbon selama proses
menggunakan hand colour reader respirasi, senyawa-senyawa karbon
hingga memperoleh nilai dari L*, a* yang terdapat dalam gula buah pisang
dan b*. L* menunjukkan tingkat cavendish akan mengikat dan bereaksi

UG JURNAL VOL.14 Edisi 11 November 2020 35


dengan oksigen yang akan proses transpirasi berjalan normal pada
menghasilkan senyawa-senyawa penyimpanan dingin tanpa adanya
sedehana yang mudah menguap yakni hambatan penghalang. Selain kecepatan
uap air dan karbondioksida sehingga respirasi, lapisan kulit di permukaan
buah akan kehilangan bobotnya (Swara, produk memegang peranan penting
2011). dalam mempengaruhi kecepatan
Uap air dibebaskan pada proses transpirasi (Widjanarko, 2012). Pisang
transpirasi dan respirasi melalui pada kemasan plastik non-forasi
stomata, lentiseldan bagian jaringan mengalami peningkatan prosentase
tumbuhan lain yang berhubungan susut bobot terendah dari perlakuan lain
dengan sel epidermis sehingga hingga penyimpanan dingin hari ke 7
kehilangan air selama penyimpanan mencapai susut bobot sebesar 6.74%.
tidak hanya menurunkan bobot tetapi Hal ini dikarenakan adanya pengemas
juga dapat menurunkan mutu pisang yang berperan sebagai penghambat
dan menimbulkan kerusakan baik keluar masuknya udara.
secara kimia, fisik maupun biologi Pengemas memiliki
(Muchtadi, 1992). Muctadi(1992) juga permeabilitas terhadap perpindahan
mengemukakan bahwa penyimpanan oksigen, karbondioksida maupun uap
suhu rendah dapat menekan kecepatan air dari dalam dan luar kemasan.
respirasi dan transpirasi sehingga Kecepatan transpirasi yang menentukan
prosesnya dapat berjalan lambat dan jumlah air yang menguap dapat
daya simpan buah pisang cavendish dikontrol dengan teknik pelapisan lilin,
dapat diperpanjang. Menurut Swara pembungkusan dengan plastik,
(2011), pisang cavendish yang pengendalian kelembapan dan sirkulasi
disimpan pada suhu 10ºC mengalami udara (Widjanarko, 2012). Proses
penurunan mutu yang lebih lambat respirasi setelah buah dipanen dari
dibandingkan pada suhu ruang dan pohonnya akan tetap berlangsung
setiap kenaikan suhu 10ºC maka laju sehingga buah akan terus kehilangan air
respirasi akan meningkat hingga tiga yang menyebabkan bobot buah
kali. Swara (2011) mengunakan berkurang (Herly, 2002). Susut bobot
kombinasi perlakuan bahan penyerap yang semakin meningkat selama
etilen KMnO4 dan N2 untuk penyimpanan menunjukkan semakin
mempertahankan susut bobot buah meningkatnya proses respirasi dan
pisang cavendish sebesar 0,1%. transpirasi pada buah pisang (Purwoko
Perlakuan kemasan juga diharapkan dan Suryana, 2000). Buah pisang
dapat mempertahankan bobot buah Cavendish mengalami peningkatan
pisang. Hasil perhitungan analisis rerata susut bobot selama penyimpanan,
susut bobot (%) pisang Cavendish dari dimana kehilangan bobot ini
perlakuan control, plastik berforasi dan diakibatkan adanya transpirasi yang
non-forasi disajikan pada Gambar 1 dapat menyebabkan pengeriputan yang
berikut. mengurangi nilai penampakan
Gambar 1 menujukan bahwa (Purwoko dan Suryana, 2000)
pengemasan baik plastik berforasi dan Pisang Cavendish yang dikemas
non-forasi mampu mempertahankan dalam plastik berforasi memiliki susut
bobot pisang Cavendish dibandingkan bobot terendah pada hari ke 3
control tanpa pengemas plastik pada penyimpanan dingin sebesar 1.01%,
penyimpanan dingin. Pisang Cavendish namun memiliki prosentase susut bobot
tanpa pengemas mengalami kontak tertinggi pada hari ke 7 yakni sebesar
langsung dengan lingkungan tanpa 10.58%. Plastik berforasi diharapkan
perlindungan sehingga memungkinkan dapat membantu sirkulasi udara dan

36 UG JURNAL VOL.14 Edisi 11 November 2020


uap air sebagai hasil dari proses warna dari pengamatan hari ke 0 dan
respirasi dan transpirasi buah pisang hari ke 7. Pada hari ke 0, warna pisang
Cavendish. Hal ini diduga tercapai cenderuung kuning cerah merata
selama penyimpanan dingin sebelum (tingkat kematangan 5). Pada hari ke 7,
mencapai hari ke 7, namun menjadi warna buah pisang berubah menjadi
kurang efektif ketika proses transpirasi cokelat muda dan beberapa bagian
meningkat akibat adanya lubang-lubang tampak memiliki warna spot hitam
forasi pada hari ke 7. Namun meskipun kecoklatan. Perubahan warna coklat
pisang Cavendish yang dibungkus dapat disebabkan oleh adanya proses
plastik berforasi mengalami respirasi dan adanya kemungkinan
peningkatan susut bobot sebesar 9.57% proses chilling injury selama
pada hari ke 7 dari susut bobot hari ke penyimpanan dingin. Selain kecepatan
3, pisang tidak mengalami kebusukan respirasi, keawetan komoditas
seperti yang terjadi pada pisang tergantung pada suhu penyimpanan,
Cavendish yang disimpan dalam plastik kepekaan komoditas tehadap serangan
non-forasi dengan kenaikan prosentase jamur atau mikroba, kombinasi penuaan
susut bobot sebesar 4.87% pada hari ke jaringan dan kepekaan jaringan
7 dari hari ke 3. terhadap chilling injury (Widjanarko,
Pisang Cavendish yang 2012). Selain pada warna, perubahan
dibungkus plastik polietilen (PE) dan juga terjadi pada tangkai buah pisang.
plastik wrap memiliki susut bobot yang Tangkai buah pisang mengalami
lebih kecil dibandingkan dengan pisang pengerutan setelah disimpan selama 7
yang diberi perlakuan tanpa hari tanpa pengemasan pada
pembungkus dan pembungkus kertas, penyimpanan dingin. Hal ini diduga
namun penggunaan plastik PE dan sebagai akibat dari adanya transpirasi
plastik wrap sebagai pembungkus pada buah pisang sehingga air pada
menyebabkan buah pisang lebih cepat buah pisang menguap ke lingkungan.
busuk dimana pisang pada plastik PE Perubahan warna pada
membusuk pada hari kelima dan pisang kenampakan secara fisik pisang
pada plastik wrap membusuk pada hari canvendish yang disimpan dalam
ketujuh (Syahadat et al, 2018). plastik non-forasi pada penyimpanan
Ketersediaan oksigen pada ruang dingin dari pengamatan hari ke 0 dan ke
terbuka lebih banyak dibandingkan di 7 yang tersaji pada Gambar 3 berbeda
dalam media simpan berupa biji plastik dengan perubahan warna pada pisang
dan pasir sehingga proses respirasi dan kontrol (Gambar 2). Warna pisang yang
transpirasi pada pisang kepok pada disimpan dalam plastik non-forasi pada
suhu ruang tanpa media simpan hari ke 0 tampak kuning cerah merata
berlangsung lebih cepat dan (tingkat kematangan 5). Pada hari ke 7,
memilikisusut bobot lebih tinggi pisang dalam plastik non-forasi
dibandingkan pisang yang diberi mengalami perubahan warna menjadi
perlakuan media simpan (Ikhsan et al, coklat pada bagian dekat tangkai dan
2014). Hal ini didukung dengan adanya coklat kehitaman paa bagian ujung. Hal
perubahan warna dan kenampakan fisik ini diduga sebagai akibat dari adanya
pisang Cavendish. Kenampakan fisik proses pembusukan, proses transpirasi
ditangkap melalui kamera dan disajikan menguapkan uap air dan terbatasi oleh
pada Gambar 2, 3 dan 4 sebagai adanya membrane permeabilitas dari
berikut. plastiknon-forasi sehingga uap air tidak
Kenamapakan secara fisik dapat keluar dari pengemas dan
pisang kontrol tanpa pengemas pada mengakibatkan pembusukan. Bagian
gambar 2 menunjukkan perubahan yang membusuk juga tampak berair.

UG JURNAL VOL.14 Edisi 11 November 2020 37


Pada tangkai pisang yang disimpan merupakan penahan uap air yang baik,
dalamplastiknon-forasi tidak ditambah lagi dengan permeabilitas uap
mengalami pengerutan sepertipada air yang rendah akan meningkatkan
pisang kontrol karena adanya pengemas kelembapan dan menurunkan suhu
yang menahan penguapan air ke dalam kemasan sehingga akan menekan
lingkungan. proses kehilangan air akibat dari proses
Plastik berforasi yang transpirasi.
digunakan sebagai pengemas pisang Pada pisang Cavendish kontrol
Cavendish memberikan hasil tanpa pengemas pada hari ke-7
kenampakan fisik yang berbeda dari memiliki warna lebih coklat secara
perlakuan lainnya. Pada hari ke 0, merata dibandingkan pisang
pisang Cavendish yang disimpan Canvendish yang disimpan dalam
berwarna kuning cerah merata dan pengemas plastik berforasi yang masih
berubah menjadi kuning kecoklatan memiliki warna kuning pekat. Pada
hampir rata pada seluruh bagian buah pisang yang dikemas plastik non-forasi
pisang pada penyimpanan dingin hari cenderung memiliki warna coklat
ke 7. Hal ini diduga disebabkan oleh dengan sebagian pisang telah
adanya proses respirasi. Proses respirasi mengalami kebusukan hingga berubah
aerob mengeluarkan gas warna menjadi hitam dan berair.. Etilen
karbondioksida dan membutuhkan yang dihasilkan oleh buah pisang
oksigen. Plastik berforasi mampu Cavendish terperangkap di dalam
memberikan sirkulasi udara dan uap air plastik sehingga proses pematangan
pada produk sehingga dapat terjadi pisang menjadi lebih cepat
pertukaran karbondioksida dan oksigen dibandingkan dengan perlakuan tanpa
ke lingkungan. Sirkulasi uap air yang pembungkus dan pembungkus kertas,
baik melalui lubang-lubang pengemas serta adanya uap air yang dihasilkan
plastik diduga memberikan pengaruh oleh buah pisang yang melakukan
pada kondisi fisik tangkai pisang respirasi juga terperangkap di dalam
Cavendish yang tidak mengalami kemasan sehingga mempercepat proses
pengerutan selama penyimpanan dingin pembusukan (Syahadat et al, 2012).
dari hari ke 0 hingga hari ke 7. Perubahan sifat-sifat karakteristik
Pisang Cavendish secara kematangan buah ditimbulkan dari
keseluruhan cenderung mengalami pengaruh etilen pada buah klimaterik
perubahan kenampakan fisik selama (Widjanarko, 2012).
penyimpanan dingin (Gambar 2, 3 dan
4). Tangkai pisang Canvendish kontrol Warna
tanpa pengemas tampak kering, Produk holtikultura mengalami
mengecil dan berkeriput. Hal ini diduga perubahan karakteristik hingga
karena adanya proses transpirasi yang dikonsumsi oleh konsumen. Konsumen
terjadi pada buah pisang Cavendish menginginkan suatu kualitas tertentu
kontrol tanpa pengemas lebih besar untuk komoditas buah dan sayur
dibandingkan pisang Cavendish yang (Widjanarko, 2012). Secara umum,
dikemas plastik berforasi dan non- buah dikonsumsi saat telah masuk pada
forasi. Permeabilitas pada plastik yang fase masak. Konsumen akan
rendah mampu menahan uap air yang memperhatikan karakteristik buah
keluar sehingga mengakibatkan masak, terutama secara fisik yakni
berkurangnya laju respirasi (Anggraini warna dan aroma. Warna kuning identik
dan Permatasari, 2017). Pan dan dengan buah telah masak, sedang buah
Sasanatayart (2016) juga yang hijau kekuningan dianggap masih
mengungkapkan bahwa plastik LDPE belum masak oleh konsumen, kecuali

38 UG JURNAL VOL.14 Edisi 11 November 2020


pisang hijau atau alpukat yang tidak kulit terkelupas dan peningkatan
mengalami perubahan warna menjadi pembusukan yang disebabkan oleh luka
kuning (Widjanarko, 2012). Hasil serta kehilangan falvor yang khas.
pengamatan terhadap warna meliputi Penurunan tingkat kecerahan pisang
nilai rerata L* tersaji dalam Gambar 5 Cavendish ini diikuti dengan perubahan
sebagai berikut. derajat warna kemerahan dan
Secara visual, pisang Cavendish kekuningan yang tersaji pada Gambar
mengalami perubahan warna dari 3b dan 3c secara berturutan sebagai
kuning cerah menjadi coklat muda berikut.
hingga mengalami kebusukan berwarna Klorofil pada kulit buah akan
coklat pekat kehitaman dan berair. Jika mengalami proses degradasi selama
diamati dari tingkat kecerahan pada proses pematangan. Degradasi klorofil
Gambar 5, rerata tingkat kecerahan pada buah berkaitan erat dengan sintesa
pisang Cavendish pada hari ke-0 atau munculnya pigmen karotenoid
tertinggi ke rendah berturutan terdapat (Widjanarko, 2012). Secara umum,
pada pisang control (79.33), pisang konsentrasi karoten dan xantofil hanya
dikemas plastik perforasi (65.99) dan mengalami sedikit perubahan selama
pisang yang dikemas plastik non-forasi pematangan (Winarno dan Aman
(64.54). Seluruh perlakuan mengalami (1979) dalam Yanto, (2007)). Simmond
penurunan tingkat kecerahan hingga (1966) dalam Yanto (2007) juga
hari ke-7, namun rerata tingkat menyatakan bahwa selama proses
kecerahan pada pisang Cavendish yang pematangan kandungan klorofil
dikemas pada plastik perforasi hampir menurun yaitu dari 500 – 100 mg/kg
bernilai setengah (23.76) dari rerata kulit hijau menjadi nol saat matang
tingkat kecerahan pisang control dan penuh, sedangkan kandungan karoten
pisang yang dikemas dalam plastik non- dan xantofil relatif konstan yaitu 1 – 4
forasi (41.07). Hal ini diduga mg/kg. Pembentukan karoten ini
disebabkan oleh adanya perubahan ditandai dengan warna kuning pada
warna menjadi kusam keputihan pada kulit buah. Perubahan kulit ini diikuti
pisang kontol dan pisang dalam oleh perubahan tekstur yang semakin
kemasan non-forasi akibat lunak. Tanda-tanda pemasakan pada
penyimpanan dingin. buah dan sayur adalah warna berubah
Pisang yang disimpan pada suhu dari hijau ke kuning selanjutnya
di bawah 10 ˚C akan mengalami menjadi berwarna cenderung gelap
kerusakan akibat suhu rendah yang coklat hingga kehitam-hitaman.
ditandai dengan terjadinya perubahan Perubahan warna kulit dapat dihambat
warna pada kulit buah menjadi tidak oleh perlakuan bahan pelapis dan
mengkilap/ kusam (dull or smokey penyimpanan pada suhu dingin
color), adanya garis cokelat gelap pada (Purwoko dan Suryana, 2000). Hasil
jaringan sub-epidermal, gagal untuk pengamatan terhadap warna meliputi
pematangan buah, dan daging buah nilai rerata derajat kemerahan (a*)
menjadi kecokelatan (Kader, 2008). tersaji dalam Gambar 6.
Menurut Angkat (2009), buah yang Nilai rerata derajat kemerahan
didinginkan pada suhu lebih rendah dari mengalami kenaikan hampir pada
suhu optimum tertentu akan mengalami warna kulit pisang Cavendish di setiap
kerusakan yang dikenal dengan perlakuan baik control, kemasan non-
kerusakan dingin (chilling injury) forasi maupun plastik perforasi
dengan gejala kerusakan berupa (Gambar 6). Kenaikan derajat
kegagalan pematangan, pematangan kemerahan tersebut berbanding terbalik
tidak normal, pelunakan premature, dengan penurunan nilai derajat

UG JURNAL VOL.14 Edisi 11 November 2020 39


kekuninigan. Hal ini diduga akibat Warna kecoklatan dapat dilihat dengan
adanya degradasi klorofil, peningkatan menurunnya derajat kekuningan pada
karatenoid atau antosianin dan reaksi hari ke 3 dan terus menurun hingga
browning enzimatis pada kulit pisang pada hari ke 7 pada semua perlakuan.
Cavendish. Selama pematangan dalam Warna kekuningan terendah terdapat
buah-buahan klimaterik termasuk pada perlakuan plastik non-forasi pada
pisang, etilen mengatur perubahan hari ke 7yang telah mengalami
warna dan reduksi kadar klorofil, kebusukan pada bagian ujung buah
peningkatan karotenoid atau pisang. Data derajat kekuningan pada
anttosianin, gula dan biosintesis seluruh perlakuan dari hari ke 1, 3 dan
senyawa organic yang mudah menguap 7 tersaji dalam Gambar 7.
(VOC) (Iqbal et al, 2017). Buah pisang, Kemasan perforasi dapat
khususnya pada bagian kulit memiliki mengendalikan atmosfer dalam
senyawa fenolik yang tinggi dan jika kemasan melaluai lubang ventilasi
teroksidasi oleh enzim sehingga perpindahan oksigen,
polifenoloksidase akan menyebabkan karbonioksida dan uap air dari produk
terjadinya pencoklatan (Palmer, 1971). ke lingkungan dapat dikendalikan (Aziz
Warna pisang yang telah matang et al, 2018). Pada pisang dengan
memperlihatkan titik-titik dan garis kemasan non-perforasi terjadi
berwarna coklat diatas dasar warna pembusukan diduga akibat dari adanya
kuning pada kulit pisang, garis coklat penumpukan oksigen, karbondioksida
mengindikasikan kerusakan polifenol dan uap air dalam kemasan. Lebih
sedangkan titik-titik coklat lanjut Aziz et al (2018)
mengindikasikan bahwa buah pisang mengungkapkan bahwa produk yang
telah sangat matang (Hutchings, 2002). mengonsumsi oksigen dalam kemasan
Menurut Una dkk(2016) lebih cepat dibandingkan ketersediaan
Polifenol Oksidase (PPO) terdapat pada oksigen baru dari luar kemasan dapat
tumbuhan merupakan enzim yang menimbulkan keruskanan pada produk
mengandung tembaga dan bertanggung dan kondisi aerobik dalam kemasan
jawab pada reaksi pencoklatan sehingga memudahkan mikroorganisme
enzimatik yang terjadi pada banyak an-aerobik tumbuh dengan baik. Warna
tanaman dan sayuran. Dinyatakan juga bercak hitam atau coklat pada kulit
bahwa enzim mengkatalisasi pisang dapat disebabkan oleh penyakit
hidroksilasi monofenol menjadi o- antraknosa yang secara umum dapat
difenol ke o-kuinon. Kuionon yang menyerang buah pisang. Widjanarko
terbentuk adalah zat yang reaktif, yang (2012) menyatakan bahwa buah dan
biasanya bereaksi lanjut dengan kuinon sayur mudah membusuk akibat adanya
lainnya, asam amino dan protein untuk serangan pathogen setelah proses
menghasilkan senyawa berwarna gelap, pemanenan, antara lain oleh cendawan
menghasilkan pigmen bercak berwarna jamur dan bakteri. Keberadaan penyakit
coklat (Kamdee et al, 2009). Someya et antraknosa dapat dilihat dari adanya
al (2002) menyatakan bahwa senyawa perubahan warna buah menjadi coklat
flavonoid seperti katekin, galokatekin kehitaman dan membusuk, penyakit
dan apikatekin terindikasi pada daging antraknosa pada cabai meningkat sangat
dan kulit pisang dengan aktivitas cepat pada musim hujan karena
antioksidan flavonoid dan kandungan cendawan ini memerlukan air untuk
total fenolik pada ekstrak kulit pisang proses penyebaran hingga seluruh buah
lebih besar (9,07 mg/g bk) keriput dan mongering dan warna kulit
dibandingkan yang terdapat pada buah seperti jerami padi (Ramdan et al,
ekstrak daging buahnya (2.32 mg/g bk). 2019).

40 UG JURNAL VOL.14 Edisi 11 November 2020


Kontrol Plastik Non-forasi Plastik Perforasi

10.58

8.17
6.74
6.26

1.87
1.01
0 0 0

Hari ke 0 Hari ke 3 Hari ke 7


Gambar 1 Diagram Rerata Susut Bobot (%) Pisang Cavendish Dari Perlakuan Control,
Plastik Berforasi Dan Non-Forasi Selama Penyimpanan Dingin

a) Kontrol hari ke 0 b) Kontrol hari ke 7

Gambar 2 Kenampakan Fisik Pisang Canvendish Kontrol (Tanpa Pengemas) Selama


Penyimpanan Dingin Hari Ke-0 Dan Ke-7
a) Plastik Non-forasi hari ke 0 b) Plastik Non-forasi hari ke 7

Gambar 3. Kenampakan Fisik Pisang Canvendish Yang Dikemas Dalam Plastik Non-
Forasi (Tanpa Lubang) Selama Penyimpanan Dingin Hari Ke-0 Dan Ke-7

a) Plastik Berforasi hari ke 0 b) Plastik Berforasi hari ke 7

Gambar 4. Kenampakan Fisik Pisang Canvendish Yang Dikemas Dalam Plastik


Berforasi (Berlubang) Selama Penyimpanan Dingin Hari Ke-0 Dan Ke-7

UG JURNAL VOL.14 Edisi 11 November 2020 41


Kontrol Plastik Non-forasi Plastik Perforasi

79.33
64.54 65.99
54.02 51.35 50.16
46.74
41.07
23.76

Hari ke 0 Hari ke 3 Hari ke 7


Gambar 5. Tingkat Kecerahan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan Dingin Control
Tanpa Pengemas, Dikemas Plastik Non-Forasi, Dan Dikemas Plastik Perforasi Pada
Hari Ke-0, Ke-3 Dan Ke-7

Kontrol Plastik Non-forasi Plastik Perforasi

20.59

7.93
5.91 5.79 5.62
4.72
1.35 1.63 1.93

Hari ke 0 Hari ke 3 Hari ke 7


Gambar 6 Derajat Kemerahan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan Dingin Control
Tanpa Pengemas, Dikemas Plastik Perforasi Dan Non-Forasi Pada Hari Ke-0, Ke-3
Dan Ke-7

Kontrol Plastik Non-forasi Plastik Perforasi


40.71 41.4

32.64
29.25 30.00 29.12

13.47 12.68
7.11

Hari ke 0 Hari ke 3 Hari ke 7


Gambar 7 Derajat Kekuningan Pisang Cavendish Selama Penyimpanan Dingin Control
Tanpa Pengemas, Dikemas Plastik Perforasi Dan Non-For Forasi Pada Hari Ke-0, Ke-3
Dan Ke-7

42 UG JURNAL VOL.14 Edisi 11 November 2020


KESIMPULAN DAN SARAN Produk Holtikultura Segar. Jakarta :
Pada penyimpanan dingin Direktorat Pengolahan dan
selama 7 hari, pisang cavendish yang Pemasaran Holtikultura,
disimpan dalam plastik non-forasi Kementerian Pertanian.
mengalami perubahan mutu secara fisik Herly. (2002). Pengaruh Lama
berupa susut bobot terendah, namun Penyimpanan dan Pertahapan Suhu
mengalami kebusukan pada salah satu Pemeraman Terhadap Sifat Fisiologi
ujungnya. Kenampakan fisik, tingkat dan Sifat Fisiko Kimia Buah Pisang
kecerahan, derajat kemerahan dan Mas( Musa Paradisia L ). Skripsi.
derajat kekuningan mengalami IPB. Bogor
perubahan yang bertahap secara Hutchings, J. (2002). Colour,
perlahan pada pisang cavendish yang appearance, expectations and the
disimpan dalam plastik perforasi food industry. Kluwer/ Plenum
dibandingkan perlakuan control dan Publishers, forthcoming. New York
kemasan plastik non-forasi. Adanya Ikhsan, A.M., Tamrin, Kadir, M.Z.
kemungkinan kerusakan dingin akibat (2014). Pengaruh Media Simpan
chilling injury hingga kehilangan Pasir dan Biji Plastik dengan
flavor, adanya potensi penyakit Pemberian Air Pendingin Terhadap
antraknosa dan pemanfaatan perlakuan Perubahan Mutu Pada Buah Pisang
pendahuluan sebelum proses Kepok (Musa Normalis L). Jurnal
pengemasan dan penyimpanan dingin Teknik Pertanian Lampung. 3 (2) :
memberikan harapan untuk dapat 173-182
dilakukan penelitian lebih lanjut pada Iqbal, N., Khan, N.A., Ferrante,
pisang Cavendish. A.,Trivellini, A., Francini, A., Khan,
MIR. (2017). Review: Ethylene Role
UCAPAN TERIMA KASIH in Plant Growth, Development and
Terima kasih kami sampaikan Senescence: Interaction with Other
pada keluarga besar seluruh civitas Phytohormones. Journal Frontiers
akademika program studi in Plant Science, 8 (475); 1-19
Agroteknologi, Fakultas Teknologi Kader, A.A. (1992). Postharvest
Industri dan Universitas Gunadarma. Biology and Technology: An
Overview. Postharvest Technology
DAFTAR PUSTAKA of Horticultural Crops. University of
Anggaraini, R, dan Permatasari, N.D. California, USA: 15 – 20.
(2017). Pengaruh Lubang Perforasi Kamdee C, Ketsa S, Doorn VWG.
dan Jenis Plastik Kemasan (2009). Effect of heat treatment on
Terhadap Anggaraini Kualitas Sawi ripening and early peel spotting in
Hijau (Brassica Junceal). Jurnal cv. Sucrier banana. Postharvest Biol
Penelitian Pascapanen Pertanian 14 Tec, 52: 288-293.
(3): 154-162 Muchtadi, D. (1992). Petunjuk
Angkat, A.R. (2009). Analisis Laboratorium Fisiologi Pasca
Teknologi Penyimpanan Dalam Panen Sayuran dan Buah-buahan.
Penanganan Pascapanen Buah- Departemen Pendidikan dan
buahan. Dilihat 8 April 2020. Kebudayaan, Direktorat Jenderal
<http://bppjambi.info/newspopup.as Pendidikan Tinggi Pusat Antar
p?id=593>. Universitas Pangan dan Gizi. Institut
Aziz, A., Sutrisno, Warsiki, E., Pertanian Bogor.
Maisaroh, Nidausoleha, O., Muryeti, Palmer, J.K (1971). J.K. Palmer The
Wibawa, H., Ariana dan banana. A.C. Hulme (Ed.), The
Abdulqodir,A. (2018). Pengemasan Biochemistry of Fruits and their

UG JURNAL VOL.14 Edisi 11 November 2020 43


Products, Vol. 2, Academic Press, Syahadat, R.M., Saleh, I., Putra, R.T.,
London (1971), pp. 65-105 Ramadhan, R.R., Thoifur, D.M.,
Pan, X.C. dan Sasanatayart, R. (2016). Putra, I.S., Hestiningsih, H.,
Effect of Plastic films with different Sukirno, dan Putra, P.T. (2018).
oxygen transmission rate on shelf- Pengaruh Jenis Kemasan terhadap
life of fresh-cut bok choy (Brassica Kualitas Pisang Cavendish pada
rapa var. chinensis). Int Food Res J Periode Pascapanen. J.Agrosintesa
23 (5): 1865-1871 1 (2); 45-51
Prabawati, S., Suyanti, Setyabudi, D.A. Unal, M.U., Karasahin, Z., Sener, A.
(2008). Teknologi Pascapanen dan (2016). Effect of Some Postharvest
Teknik Pengolahan Buah Pisang. Treatmens on Physical and
Balai Besar Penelitian dan Biochemical Properties of Anamur
Pengembangan Pascapanen Bananas (Musa acuminate Colla
Pertanian. Bogor (AAA Group) During Shelf-life
Purwoko, B.S. dan Suryana, K. (2000). Period. GIDA 41 (2) : 69-76
Efek Suhu Simpan dan Pelapis Widjanarko, S.B. (2012). Fisiologi dan
terhadap Perubahan Kualitas Buah Teknologi Pasca Panen – Fisiologi
Pisang Cavendish. Bul. Agron. 28 dan Handling Buah, Sayur, Bunga
(3) : 77- 84 dan Herbal. UB Press. Malang
Ramdan, E.P., Arti, I.M., Risnawati. Winarno, F.G., Aman, M. (1979).
(2019). Identifikasi dan Uji Virulensi Fisiologi Lepas Panen. Jakarta:
Penyakit Antraknosa pada Sastra Hudaya
Pascapanen Buah Cabai. Jurnal Yanto, A. (2007). Karakterisasi Optik
Pertanian Presisi 3 (1): 67-76 Buah Pisang Lampung Selama
Simmond, N.W. 1966. Bananas ( 2nd Pematangan dengan Metode
edition ). Longman inc., London Reflektansi VIS-NIR. Skripsi.
Someya, S., Yoshiki, Y., Okubo, K. Fakultas Matematika dan Ilmu
(2002). Antioxidant Compounds Pengetahuan Alam, Institut
from Bananas (Musa Cavendish). Pertanian Bogor. Bogor.
Food Chemistry 79 (3) : 351-354
Swara, E.P. (2011). Perlakuan
Pendahuluan Buah Pisang
Cavendish (Musa cavendishii) untuk
Penyimpanan. Skripsi. IPB. Bogor.

44 UG JURNAL VOL.14 Edisi 11 November 2020

Anda mungkin juga menyukai