Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS VIDEO “TEACHING METHOD FOR INSPIRING THE STUDENT

FOR THE FUTURE BY JOE RUHL”


Nama : Alfaizah Wasilah
NIM : 202210230311296
A. Overview
Kegiatan belajar mengajar adalah menerima pengetahuan informatif sesuai
disiplin ilmu tertentu dengan pengajar sebagai perantara (mediator) sumber
pengetahuan yang tujuan utamanya agar siapapun yang menerimanya mendapat manfaat
di masa depan. Tidak hanya itu, menurut Joe yang didasari oleh kutipan Albert Einstein,
belajar bukanlah pembelajaran fakta tetapi pelatihan bagi pikiran untuk berpikir dimana
siswa lah yang harusnya paling banyak terlibat di kelas, bukan guru, guru hanya
berperan sebagai mediator. Hal ini yang coba dilakukan Joe Ruhl, mencoba
menginspirasi murid-muridnya untuk meraih masa depan yang baik.
Menurut Joe Ruhl, yang memiliki pengalaman mengajar selama 37 tahun,
diperlukan dua faktor utama dalam pendekatan pengajaran untuk menginspirasi
sejumlah murid yakni metode pengajaran berbasis penelitian dan hubungan. Pendekatan
pengajaran yang paling umum adalah pengajaran yang berpusat pada guru, di mana
guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan, berbicara di depan kelas sementara
murid duduk menghadap ke depan dan tidak diizinkan untuk berbicara. Sebagian besar
guru atau pengajar tidak menyadari bahwa tidak semua siswa suka belajar dengan cara
ini, dan itu sama sekali tidak mendorong siswa untuk berkembang. Maka dari itu, untuk
menciptakan iklim yang baik, butuh komunikasi dua arah antar guru dan siswa,
dimana mereka merdeka dalam menyelami lautan pengetahuan dan
mengaplikasikan pengetahuan tersebut.
Temuan Joe untuk membangun minat belajar siswa:
Selain itu, Joe Ruhl menyatakan bahwa siswa senang belajar dalam lingkungan
dimana mereka memiliki pilihan (choice), seperti ketika pergi ke kafe dan memilih apa
yang diinginkan dari daftar menu. Hal ini sejalan dengan pilihan (option) yang mana
adalah cara belajar, metode belajar, atau kegiatan yang akan digunakan dalam
pendidikan. Selain itu, ada faktor lain yang perlu diperhatikan, seperti kerjasama tim,
komunikasi, berpikir kritis, dan kreativitas (creativity). Joe Ruhl kemudian
menggantinya dengan huruf 5C.
Dalam metode ini, siswa dibebaskan untuk memutuskan metode apa yang akan
mereka gunakan, dan ini membutuhkan komunikasi, kreativitas, pemikiran kritis, dan
kolaborasi yang diharapkan akan memenuhi tujuan mereka. Joe Ruhl, misalnya, percaya
bahwa otak kita sudah terhubung dengan 5C. Jika otak kita selalu dikaitkan dengan 5C,
menerapkannya dalam pembelajaran akan membuat siswa menyukai prosesnya dan
menginspirasi mereka.
Sangat penting untuk menyesuaikan strategi pengajaran sambil menerapkan 5C
dalam pembelajaran agar terpenuhi esensi dari peran sosok pendidik untuk melatih,
memimpin, mengembangkan, dan menginspirasi. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan
semangat dan komitmen guru. Kemudian Joe Ruhl menambahkan sesuatu yang lain ke
dalam 5C, yaitu kepedulian. Pendidik akan menjadi motivasi dan inspirasi bagi
muridnya untuk belajar ketika mereka peduli dan tulus.

B. Kesimpulan
Penjelasan Joe Ruhl menyimpulkan bahwa percakapan tentang 5 Teaching Methods
yang dapat menginspirasi siswa tentang masa depan mereka, membahas bagaimana
menghasilkan pembelajaran bermakna yang dapat memotivasi siswa untuk mengejar
kesuksesan. Dia berbicara berdasarkan 37 tahun pengalaman mengajarnya sebagai
pendidik di Amerika Serikat. Sepanjang karirnya, dia sampai pada kesimpulan bahwa
ada dua hal yang sangat penting baginya. Yang pertama adalah praktik pembelajaran
berbasis penelitian, dan yang kedua adalah interaksi antara pendidik dan siswa.
C. Analisis
Berdasarkan penjelasan Joe Ruhl, opini yang kami tawarkan adalah jika
pembelajaran menerapkan full active learning seperti dalam video yang mana hanya
mengandalkan inisiatif belajar dari siswa dan hanya berpusat pada siswa, tidak bisa
dipungkiri bahwa ada siswa yang tidak aktif dalam pembelajaran. Hal ini tentunya
membutuhkan penanganan khusus dari guru sebagai pendidik dengan
mempertimbangkan bahwa setiap individu memiliki karakteristik, preferensi, dan minat
belajar yang berbeda. Maka sudah menjadi kewajiban bagi sosok pengajar untuk
mengakomodasi keberagaman tersebut. Mengingat tidak semua anak bisa aktif dalam
kelas dan terkadang hanya secara pasif menyerap informasi dari guru, guru harus bisa
menjadi pemicu keaktifan dan minat belajar siswa untuk menerapkann full active
learning.
Solusi dari permasalahan tersebut, sekaligus menyinggung pembelajaran yang
disampaikan oleh Bu Ni’matuzahroh, S.Psi, M.Si, Ph,D; Pendidik harus
mengaplikasikan strategi yang tepat untuk membantu siswa belajar, berkembang, dan
berprestasi. Oleh sebab itu, seorang pendidik perlu menguasai dan mengenali dengan
baik potensi, pengetahuan, kapasitas, dan keterampilan masing-masing siswa. Selain itu,
ada dua kunci utama yang harus dimiliki yakni kterampilan dan pengetahuan
profesional serta komitmen dan motivasi untuk meningkatkan antusiasme siswa
sehingga dapat menyerap pembelajaran dengan baik.
Terakhir, namun tidak kalah penting, memberikan siswa kesempatan dan ruang
untuk bereksplorasi dan merefleksikan pemahaman yang telah di terima berdasarkan
preferensi belajar masing-masing anak; Learning by Doing (Dewey, 1938) untuk
membangkitkan rasa ingin tahu yang kemudian diharapkan dapat meningkatkan
keaktifan dan inisiatif siswa.
Dewey sebagai pionir pendidikan progresif, memiliki main concern pada interaksi
sosial dalam mengajar karena sebaik-baiknya orang yang berpendidikan adalah anggota
masyarakat yang fungsional bagi sekitarnya. Maka dari itu, guru memiliki tanggung
jawab untuk memberikan tingkat pengajaran baru yang relevan, efektif, dan menarik
secara sosial bagi siswa (Slaughter, 2009).
Tidak hanya berperan sebagai perantara dari sumber pengetahuan, guru juga
diharapkan untuk menjadi Energizers dengan memberi siswa aktivitas fisik sambil
memungkinkan mereka untuk bersenang-senang, yang memungkinkan mereka untuk
fokus kembali dan lebih terlibat dalam proses pembelajaran (Roser, 2015). Energizers
mendukung teori Dewey tentang pembelajaran sosial, karena mereka memberi
kebebasan untuk bermain dan membantu membangun hubungan positif antara guru dan
siswa, yang berkontribusi untuk membangun rasa kebersamaan.
Sepaham dengan montessori, pembelajaran di kelas harus mewakili keaadaan nyata
yang bisa diaplikasikan di kehidupan sehari-hari salah satunya guru secara suportif
melibatkan siswa dalam kegiatan interaksi sosial (Dewey, 1938; Gutek, 2014).
Meskipun full active learning dapat menumbuhkan kepercayaan diri siswa, hal ini harus
melalui serangkaian proses yang memakan waktu lama untuk mengintegrasikan
berbagai individu yang unik dalam konteks pendidikan.
Referensi
Dewey, J. (1938). Experience and education. New York: Macmillan.
Gutek, G. (2014). Philosophical, ideological, and theoretical perspectives on education.
(2nd Ed.). New York: Pearson.
Roser, S. L. (2015). Energizers! Massachusetts: Center for Responsive Schools, Inc.
Slaughter, T. (2009). Creating a successful academic climate for urban students.
Techniques, 16-19.

Anda mungkin juga menyukai