Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN

 Profil wirausahawan di bidang produk grafika


 kendala yang dihadapi dalam usaha produk grafika di Indonesia
 kesimpulan mengenai kisah dari wirausahawan

Muhammad Daffa Auliarizky Onielda


X-IPA 2
Nama : Eddy Kimas

Pendidikan : Universitas Trisakti (1991-1995)

Lahir : 5 Mei 1972

Dimulai dengan hanya satu mesin output film , kini Primagraphia telah menjelma
menjadi  salah satu jaringan cetak digital yang cukup diperhitungkan di industri cetak. 
Cabangnnya sudah ada di beberapa kota, seperti Bekasi, Tangerang, Pekalongan dan
Surabaya.

Primagraphia kini memperkerjakan sebanyak 600 karyawan. Dilengkapi dengan


mesin-mesin terbaru yang canggih dan lengkap. Sebut saja misalnya, efi Vutek
GS5000, Indigo 7500 juga mesin offset Heidelberg SM52 Anicolor.  Layanannya pun
terbilang lengkap, apa saja ada, dari prepress, press, hingga post press. Tidak
berlebihan kalau Primagraphia melabelinya sebagai One Stop Digital Printing. 
Terakhir Primagraphia juga merambah bisnis bisnis photobook dengan salah satu
gerainya di sebuah mal  besar di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Siapa yang  ada dibelakang  Kesuksesan Primagraphia, tentu sudah banyak yang
tahu. Dialah Eddy Kiemas,  Sang  pemilik jaringan cetak digital tersebut. Bagaimana
Eddy  membangun jaringan bisnisnya tersebut, berikut kisahnya.

Mempunyai usaha sendiri, sepertinya menjadi impian banyak orang. Tetapi nyatanya
hanya ada sedikit orang yang akhirnya menjadi pengusaha. Jadi, apa yang
sebenarnya yang yang menghalangi orang  ketika mau memulai usaha? Keberanian.
Sikap itulah yang menurut Eddy Kimas, CEO PrimaGraphia,  perlu dimiliki ketika orang
mau memulai sebuah usaha. “Kalau tidak mempunyai keberanian itu, saat ini  mungkin
saya masih bekerja untuk orang lain,” ujarnya.
Tahun  1997 yang lalu Eddy masih merupakan  karyawan di sebuah perusahaan
Elektronik. Namun keinginnanya untuk punya usaha sendiri membuatnya mulai
mencari-cari peluang yang bisa dilakukan. Akhirnya didapatlah ide untuk
membuat billing system untuk warung telekomunikasi (wartel).
Maklum, background pendidikan Eddy memang di bidang teknik elektro. Pada masa
itu penghitungan billing telpon di wartel memang masih dilakukan secara manual. 
Insting bisnisnya pun melihatnya sebagai peluang yang cukup menjanjikan.

Mulailah niat ucapkan, dan tekad dibulatkan. Ia pun ke sana kemari untuk mencari
dana pinjaman. Akhirnya dapatlah uang sebesar Rp 4 juta yang dipinjan dari
tetangganya. Di dalam ruangan 2 x 3 m, dimulailah usaha pembuatan billing
system wartel. Eddy mengerjakan usaha barunya ini selepas  pulang dari
pekerjaannya. Maklum ia memang tidak langsung keluar dari pekerjaannya. Bisa
dibayangkan bagaimana sibuknya. Tetapi Eddy  yang berprinsip ‘gunakanlah waktu
yang diberikan Tuhan untuk berkarya’, itu tidak mau menyia-nyiakan waktu sisanya
hanya untuk bermalas-malasan.

Tidak dinyana, produk kreasinya direspon sangat baik oleh para penyedia jasa warung
telekomukisi tersebut.  Bagaimana tidak, produk seperti itu memang sudah ditunggu-
tunggu oleh para pemilik wartel. Dengan alat tersebut pekerjaan di wartel menjadi lebih
efektif dan efisien. Billing telfon yang awalnya yang dihitung secara manual –yang
tentunya sangat tinggi tingkat kesalahannya- digantikan dengan sebuah alat yang  bisa
langsung menampilkan  berapa rupiah yang digunakan pemakai jasa wartel tersebut. 
Sampai akhirnya booming terjadi pada  tahun 1999 – 2000.  Karena begitu banyak
order yang harus dilayani,  Eddy memutuskan untuk mendedikasikan semua waktunya
untuk bisnisnya ini dan  berhenti dari pekerjaannya sebagai karyawan. Sejak saat
inilah  Eddy benar-benar menjadi orang yang mandiri.

Belum  puas dengan billing system-nya,  tahun 2001 Eddy mulai melirik bisnis lain.
Yang jadi  bidikannya saat itu  adalah binis prepress output film. “Saya merasa cocok
dengan bisnis itu dan peluangnnya sangat besar, marginnya juga bagus,” kenang
alumni Elektro Trisakti 1991 ini. Namun Eddy baru benar-benar menjalankan bisnis di
bidang grafika ini pada tahun 2002 yang ia namai PrimaGraphia. Dengan uang yang
dikumpulkan dari bisnis pembuatan billing system itu ia membeli satu mesin prepress.
Perkiraan Eddy pun tepat. Bisnis ini memang peluangnya cukup besar, hingga di tahun
2005 ia perlu menambah  mesinnya menjadi beberapa buah.

Memulai bisnis pada bidang yang sama sekali baru pastilah banyak kendalanya. Yang
saat itu dirasakan  Eddy adalah  pengetahuan yang sangat minim menganai bisnis ini,
baik secara teknis maupun manajerialnya. “Tetapi sebenarnya know how di grafika ini
tidak susah-susah amat. Asal ada niat,  semangat dan kemauan yang tinggi, untuk
belajar dengan autodidak pun bisa,” ujar lelaki 39 tahun yang gemar membaca ini.

Masih di tahun  2005 Eddy kembali  menambah investasinya pada mesin cetak large
format digital.  Mesin cetak yang saat itu ia beli adalah  printer Roland yang untuk
aplikasi indoor ataupun outdoor. Naluri bisnisnya yang semakin terasah mengatakan
kalau bisnis pada cetak digital ukuran lebar ini bakal booming. Benar  saja,  sejak saat
itu bisnis digital printing semakin naik daun, dan bisnis Eddy pun semakin berkibar.
Untuk  memperbesar kapasitas produksi Eddy harus selalu menambah jumlah
mesinnya. Eddy juga perlu ekspansi bisnisnya ke daerah Bekasi Jawa Barat.   Kini
sudah ada kurang lebih 10 cabang di Jakarta, Bekasi, Tangerang, Pekalongan dan
Surabaya.

Persaingan yang semakin ketat dengan banyaknya pemain baru yang masuk
menjadikan pasar semakin terbagi. Kue antar pemain menjadi semakin kecil,
sementara menurut Eddy pasarnya tidak tumbuh sekencang persaingannya. Padahal
sebenarnya pontesinya masih sangat besar. Keadaan inilah yang menuntut para
pemain untuk melakukan strategi-strategi agar bisa tetap bisa survive. Membuat
inovasi-inovasi baru adalah  hal yang terus dilakukan PrimaGraphia.  Pertama adalah
inovasi dalam pelayanan.  Pelayanan terhadap pelanggan harus lebih ramah dan
sopan. Order harus dikerjakan dengan cepat dan tepat waktu. “Dan yang lebih penting
lagi kita bisa memberikan harga yang sama dengan yang lain tetapi dengan kualitas
yang lebih baik,” tambah Eddy. Inovasi yang terakhir inilah yang menjadi andalan
PrimaGraphia. “Digital printing itu sebenarnya murah, mengapa harus mahal,” kata
Eddy lagi.

Inovasi yang lain adalah dengan selalu melengkap jajaran produknya. “Untuk itu  kalau
ada teknologi baru kita harus yang pertama,” kata Eddy lagi. Maka jangan heran kalau
jumlah mesin yang dimiliki PrimaGraphia  selalu bertambah. Baru-baru ini saja ia baru
membeli mesin digital press Indigo seri terbaru 7500 untuk  melengkapi jajaran
mesinnya.  Sebentar lagi bahkan akan mendatangkan lagi Indigo tercanggih Indigo
1000.  Menurutnya, mesin tersebut adalah untuk menjawab kebutuhan short
run pelanggannya yang makin lama makin tinggi.

Sumber daya manusia (SDM) sebagai bagian terpenting dalam entitas suatu bisnis
juga tidak luput dari perhatian Eddy. Sejak tahun 2009 ini ia sudah membuat divisi
HRD yang salah satu tugasnya adalah memberikan pelatihan-pelatihan kepada
karyawannya.  Semua karyawan yang ada di cabang  yang baru tersebut adalah
‘alumni’ dari progran pelatihan tersebut.

Selain persaingan, persoalan lain yang dihadapi pada industri grafika ini adalah
lambatnya pertumbuhan pasar.  Untuk memperluas pasar tersebut menurut Eddy, para
pemain di industri grafika ini tidak bisa diam, menunggu pelanggan datang dengan
sendirinya. Tetapi harus aktif menjemppupt bola. Makanya Eddy pun melakukan
berbagai promosi melalui berbagai media, selain pemberian hadiah juga melalui brosur
dan papan nama juga lainnya.
kendala yang dihadapi dalam usaha produk grafika di Indonesia
 Ketersediaan bahan kertas di dalam negri yang sulit didapatkan segera
 lambatnya pertumbuhan pasar
 Keterbatasan peralatan

Kesimpulan cerita
Eddy Kimas adalah seorang wirausahawan di bidang produk grafika yaitu percetakan,
memulai karirnya dengan hanya satu mesin output film, pada 1997 terinspirasi untuk
membuat bisnis yang berjalan di bidang teknologi dan akhirnya ia memulai usahanya
dengan membuat billing system untuk warung telekomunikasi (wartel), lalu
dilanjutkan dengan binis prepress output film, karena merasa cocok dengan bisnis
tersebut, . Namun ia baru benar-benar menjalankan bisnis di bidang grafika ini pada
tahun 2002 yang ia namai PrimaGraphia, di tahun  2005 Eddy kembali  menambah
investasinya pada mesin cetak large format digital,  Kini sudah ada kurang lebih 10
cabang di Jakarta, Bekasi, Tangerang, Pekalongan dan Surabaya.

……….

Anda mungkin juga menyukai