Yuni Widyawati
Yuni Widyawati
Tesis
Oleh :
Yuni Widyawati
146080100011009
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
Variasi Genetik Ikan Kakap Merah (Lutjanus erythropterus)
Sebagai Potensi Induk
TESIS
Oleh :
YUNI WIDYAWATI
NIM. 146080100011009
ii
DAFTAR ISI
Halaman
COVER JUDUL
RINGKASAN.................................................................................................... iv
SUMMARY ....................................................................................................... v
1. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 5
LAMPIRAN ...................................................................................................... 69
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
5.1 Gambar tubuh ikan kakap merah sampel Brondong dan sampel Prigi .... 41
5.6 Pohon filogenetik ikan kakap merah (sekuen mt DNA COI) ..................... 51
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
5.5 Nilai (n), (h), (hd), (π) dan variable polymorfik site ....................... 46
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
vii
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Proposal Tesis : Variasi genetik Ikan kakap merah (Lutjanus erythropterus)
sebagai potensi induk
NIM : 146080100011009
Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Dr. Ir. Maheno Sri Widodo, MS Feni Iranawati, S.Pi., M.Si, Ph.D
NIP. 19600425 198503 1 002 NIP. 19740812 200312 2 001
Komisi Penguji
Dr. Ir. Muhammad Fadjar, M.Sc Dr. Yuni Kilawati, S.Pi., M.Si
NIP. 19621014 198701 1 001 NIP. 19600425 198503 1 002
viii
RINGKASAN
x
GLOSARIUM
Teks pada tesis tidak terhindar dari penggunaan beberapa istilah pada
bidang perikanan dan molekuler. Berikut ini beberapa istilah pada teks:
Anal fin sirip dubur (anal), sirip berpasangan yang terletak dibelakang
anus (anal) pada ikan
Anatomical landmark titik yang berfungsi sebagai petunjuk dalam suatu
pengukuran
Anterior wilayah pada tubuh bagian depan
BLAST basic Local Alignment Search Tool adalah perhitungan untuk
membandingkan pengurutan informasi utama secara biologi
seperti pengurutan asam amino dari protein berbeda atau
pengurutan nukleotida
Caudal fin sirip ekor, sirip yang tidak berpasangan, terletak pada bagian
belakang dari ikan
Caudal peduncle wilayah diantara akhir sirip dorsal dengan awal sirip caudal
(bagian atas) dan wilayah diantara akhir sirip anal dengan
awal sirip caudal (bagian bawah)
COI citochrome oxidase subunit I atau Cox I, gen pada DNA
mitokondria yang digunakan sebagai penanda atau marka
standar dalam penelitian DNA barcoding
Demersal (ikan) ikan yang hidup pada permukaan dasar perairan
Dendogram diagram pohon yang sering digunakan untuk menjelaskan
pengaturan kelompok secara hierarkis (hierarical clustering)
dari gen atau sampel
Demersal ikan yang hidup tepat pada permukaan dasar perairan
Dendogram diagram pohon yang sering digunakan untuk menjelaskan
pengaturan kelompok secara hierarki (hierarchical clustering)
dari gen atau sampel
xi
DNA deoxyribo nucleic acid, molekul yang mengkode gen,
digunakan dalam perkembangan dan fungsi seluruh makhluk
hidup termasuk virus. Hamper semua molekul DNA terdiri
dari dua polimer panjang, tersusun atas unit sederhana yang
disebut nukleotida
DNA barkode kode penanda dari makluk hidup berdasarkan
keanekaragaman genetik yang terdapat pada DNA makhluk
hidup tersebut
Dorsal fin sirip punggung, sirip tidak berpasangan yang terdapat di
bagian punggung dari ikan. sirip punggung bisa lebih dari
Satu
Duri keras tulang penyangga membrane dari tulang keras dan tidak
bercabang (kadang-kadang bergerigi)
Duri lunak tulang penyangga membrane dari tulang keras dan tidak
bercabang (kadang bergerigi). Biasanya bercabang dan lebih
mudah patah dan bengkok
Ekstraksi DNA proses mendapatkan DNA utuh dari suatu jaringan maklhuk
hidup
Filogenetik hubungan evolusi diantara kelompok makhluk (misalkan
spesies atau populasi) yang diukur melalui data sekuen
molekuler
Gen flow pertukaran genetik akibat migrasi individu yang subur atau
perpindahan gamet antar populasi.
Gene pool populasi yang menampung berbagai alel yang mungkin
tersedia dalam suatu spesies
Klasifikasi studi untuk menempatkan berbagai organisme dalam
berbagai kelompok secara hierarki yang menunjukkan
keterkaitannya dengan organisme lain
Lateral wilayah pada tubuh bagian samping
Meristik bagian tubuh yang dapat dihitung, berkaitan dengan jumlah
struktur seri dan berulang, misalnya jumlah sisik, jari lemah
dan lain-lain, juga digunakan dalam bentuk jumlah jamak
xii
Mitokondria unit penghasil energy yang terdapat dalam setiap sel
makhluk hidup
Morfologi studi tentang bentuk (umumnya) bentuk luar tubuh organisme
(ikan)
Morfometri analisis kuantitatif yang berkaitan dengan bentuk, berasal
dari konsep ukuran dan bentuk. Misalnya panjang standar
(SL) dan panjang kepala (HL)
PCR polymerase chain reaction merupakan suatu teknik atau
metode perbanyakan DNA secara enzimatik tanpa
menggunakan organisme
Pectoral fin sirip dada, sirip berpasangan yang terletak pada bagian dada
(masing-masing pada bagian samping) dari ikan
Pirimidin senyawa komponen molekul nukleutida asam nukleat DNA
dan RNA misalnya timin dan citosin
Polimorfik variasi alel dalam suatu populasi
Posterior wilayah pada tubuh bagian belakang
Primer untaian pendek DNA utas tunggal yang menginisiasi reaksi
berantai pengganda DNA
Purin senyawa komponen molekul nukleutida asam nukleat DNA
dan RNA misalnya Adenin dan Guanin
Sekuensing DNA pengurutan DNA yaitu proses atau teknik penentuan urutan
basa nukleotida pada suatu molekul DNA
Sentrifuge pemutaran atau pengadukan secara teratur dengan
kecepatan tinggi
Taksa bentuk jamak dari takson
Takson unit taksonomi atau kategori, sebagai contoh: family, genus
atau spesies
Truss-morfometri perbandingan berbagai ukuran pada tubuh ikan yang
dibandingkan dengan ukuran standart, seperti panjang
standart (SL) dan panjang kepala (HL)
Ventral wilayah bagian tubuh bagian bawah atau perut
xiii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tesis dengan judul
―Variasi genetik ikan kakap merah (Lutjanus erythropterus) sebagai potensi induk”.
Laporan Tesis disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapakan gelar Magister
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Materi yang
disajikan dalam teks telah dibahas dalam sidang ujian tesis Program Magister
Budidaya Perairan pada tanggal 20 Januari 2017.
Laporan tesis berisi informasi mengenai variasi genetik ikan kakap merah (L.
erythropterus) yang diambil dari dua tempat pendaratan ikan (fishing base), yaitu
perairan Utara Jawa Timur tepatnya di PPN Brondong dan perairan Selatan Jawa
Timur yaitu di PPN Prigi. Tesis ini dibawah Research Group Aquatic Biofloc Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan tesis ini masih terdapat
banyak kekurangan. Semoga dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan perikanan khususnya bagi kami pribadi dan pembaca.
Penulis
xiv
I. PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 75% dari total
luas wilayah Indonesia ditutupi oleh laut dan memiliki keanekaragaman hayati biota
laut yang cukup tinggi yang dimanfaatkan sebagai sumber pangan bagi manusia
sebesar 6.037.654 ton, atau naik 5,79% bila dibandingkan volume produksi tahun
2013 (Statistik perikanan tangkap 2015). Sebagai salah satu daerah segitiga karang
(coral triangle) Indonesia dipercaya sebagai asal dari seluruh hewan laut yang ada di
dunia (Veron et al., 2009) dan disepakati para ahli sebagai daerah maksimum
biodiversitas (Adrim dan wibowo 2013). Menurut Briggs (2005), dua pertiga jenis
ikan karang di dunia diyakini para ahli mendiami daerah segitiga karang dunia
berbagai jenis ikan yang bernilai ekonomis penting seperti kakap merah, baronga,
Ikan kakap (Lutjanus spp.) merupakan salah satu jenis ikan demersal yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi (Sriati, 2011) dan komoditas ekspor dari sub sektor
peningkatan penangkapan ikan kakap merah dari tahun ke tahun (Marzuki dan
Djamal, 1992). Pada tahun 2014 permintaan ikan kakap merah mencapai 130.000
1
ton (Statistik perikanan tangkap Indonesia, 2015). Dalam upaya menjaga
(termasuk konservasi genetik) laut seperti ikan kakap tersebut (Melianawati, 2012).
lingkungan yang tinggi terutama di daerah pantai, baik yang berasal dari daratan
maupun dari lautan terbuka akan berpengaruh buruk terhadap kehidupan ikan kakap
(Sriati, 2011). Selain itu seleksi alam dan variasi genetik juga berperan penting
dalam populasi dan domestikasi ikan, yang biasanya mengarah pada penurunan
tingkat variasi genetik pada ikan budidaya (Meng et al., 2012). Pada akhirnya hal ini
perbaikan mutu genetik, Informasi mengenai variasi genetik induk dari alam perlu
diketahui sebagai dasar informasi untuk manajemen agar tidak terjadi penurunan
genetik terutama dalam pembenihan (Benzie et al, 1993). Menurut Tave (1995)
produksi telur dan meningkatkan jumlah ikan yang abnormal. Lebih lanjut
induk yang masih terkait secara genetik dan hasilnya meningkatkan homozigositas,
dan kecenderungan sifat resesif sering muncul pada keturunan inbreeding, yang
terbukti bahwa karakter molekular sangat relevan untuk menjawab masalah yang
2
sulit dalam menyimpulkan hubungan kekerabatan antar spesies. Karakter molekuler
biologi diperlukan dalam mencari kekerabatan dan perbaikan klasifikasi pada tingkat
spesies atau tingkat yang lebih tinggi berdasarkan sejarah kekerabatan atau filogeni
(Nugroho, 2014)
spesies dari karakter morfologi karena memiliki tingkat akurasi yang tinggi.
Identifikasi ikan dapat dilakukan secara cepat, tepat dan akurat dengan
adalah suatu teknik yang berguna untuk identifikasi molekul suatu organisme. Teknik
dari suatu gen yaitu sitokrom oksidase I (COI) mitokondria (Keele et al 2014).
Metode ini dilakukan pada 207 spesies spesies ikan dari sebagian wilayah laut
Kelebihan dari gen COI antara lain yaitu sifatnya yang conserved dan tidak
filogenetik yang berguna pada tingkatan takson yang luas (Bucklin et al, 2011).
terutama yang berkaitan dengan penyebaran spesies akibat adaptasi dan kekayaan
spesies. Teknik dan aplikasi filogeni digunakan mulai dari penentuan karakter
sebagai potensi induk yang diambil dari 2 tempat pendaratan ikan atau fishbase
diharapkan mampu memberikan informasi tentang variasi genetik yang ada pada
3
ikan kakap merah di alam dan kedepannya dapat menjadi informasi untuk program
kawin silang.
Tingginya tingkat permintaan ikan kakap merah menjadi salah satu alasan
meningkatnya jumlah penangkapan ikan kakap merah di Indonesia, hal ini menjadi
salah satu permasalahan karena dengan menurunnya persediaan ikan kakap merah
genetik ikan kakap merah, maka informasi karakteristik genetik induk dan calon
induk ikan kakap merah sangat diperlukan untuk mengetahui karakter dan tingkat
berikutnya. Peranan variasi genetik dalam budidaya yaitu sebagai indikator dalam
menentukan stok unggul untuk seleksi dan hibridasi yang menguntungkan dalam
sistem budidaya. Metode pengukuran variasi genetik yang digunakan yaitu DNA
barcoding dengan marka mitokondria COI. DNA barkoding merupakan suatu metode
berikut :
1. Apakah ikan kakap merah yang diambil dari 2 lokasi mempunyai variasi
sekuensing?
4
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan menganalisis spesies ikan kakap merah yang diambil dari 2
fishing base
haplotipe (hd), nilai keragaman nukleutida (π) dan nilai Foxation index (Fst)
1.4 Manfaat
tentang variasi genetik dan hubungan kekerabatan pada ikan kakap merah
sebagai potensi induk budidaya ikan kakap merah tujuan kedepannya bisa menjadi
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
Volume produksi perikanan tangkap di laut menurut jenis ikan, untuk ikan
kakap merah tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 5,58% dari tahun
sebelumnya, dimana pada tahun 2014 volume produksi mencapai 130.301 ton
merupakan jenis ikan demersal dari famili Lutjanidae yang bernilai ekonomis penting
jenis komoditas yang paling diminati dan memiliki nilai jual tinggi serta diharapkan
lainnya dan penawaran dicirikan oleh superioritas harga sehingga dapat dijadikan
Spesies Lutjanus yang biasa dikenal dengan Red Snapper merupakan jenis
komoditas yang banyak dikonsumsi (Rosmilah et al., 2005), terutama sekarang ini
permintaan ekspor daging fillet dari kakap merah cukup tinggi dan merupakan salah
satu nilai yang tinggi dalam jumlah perikanan dunia (Zhang et al., 2004). ikan kakap
Ordo Perciformes adalah urutan yang paling beragam pada ikan, termasuk
160 family, 1539 genus, dan sekitar 10.033 spesies (Nelson, 2006). Dimana family
Lutjanidae telah menyebar secara luas di laut tropis dan sub tropis Atlantik, Pasifik,
dan Hindia, yang terdiri dari 17 genus didalamnya termasuk Lutjanus ada sekitar 64
6
spesies (Kobelkowsky, 2013). Kakap merah pada sirip punggung terdapat IX-XI duri
keras dan 13-15 jari lunak, sirip dubur II-III duri keras dan 10-20 jari lunak, sirip dada
15-18, sisik pada linea lateralis 45-47, kepala besar, rahang bawah sedikit moncong
keluar, dan bermata kecil (Moran, 1988). Sirip perut 1 jari-jari keras dan 5 jari lunak,
insang biasanya bergigi dan halus, tubuh ditutupi sisik lunak berukuran kecil, bagian
anterior mulai kepala sampai preorbital tanpa sisik, warna tubuh seringkali
bervariasi, kuning kemerahan dan agak pucat pada bagian perut (FAO, 1985).
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Infrakingdom : Deuterostomia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Infraphylum : Gnathostomata
Superclass : Osteichthyes
7
Class : Actinopterygii
Subclass : Neopterygii
Infraclass : Teleostei
Superorder : Acanthopterygii
Order : Perciformes
Suborder : Percoidei
Family : Lutjanidae
Subfamily : Lutjaninae
Genus : Lutjanus
bisa mencapai 50 tahun, dan untuk ikan betina reproduksi penuh terjadi hanya 12
sampai 15 tahun dalam suatu populasi. Ikan ini dapat mengalami matang gonad
pada tahun kedua, akan tetapi mayoritas (lebih dari 50%) matang gonad pada tahun
ke empat dan matang gonad lengkap (100% dari seluruh ikan) biasanya mencapai 5
sampai 8 tahun (Jackson et al., 2007). Ukuran telur ikan kakap sangat kecil,
diameternya kurang dari 1mm, tetapi jumlah telur sangat banyak (Woods, 2003).
Awal musim pemijahan lutjanus tidak tentu, karena oosit atau sel telur terus
beberapa musim pemijahan. Situasi laut yang sangat tidak dapat diprediksi dan tidak
Secara umum pemijahan ikan kakap berlangsung selama sekitar 150 hari
dari bulan Mei sampai September, dan puncaknya terjadi pada bulan Juni, Juli dan
8
Agustus. Pemijahan terjadi di daerah landai lepas pantai diatas pasir atau lumpur
yang jauh dari karang dengan suhu sekitar 29°C (GMFMC, 2004). Lutjanus spp.
menunjukkan waktu bereproduksi yang berbeda, dimana oosit terhidrasi pagi hari
dan pemijahan terjadi pada sore hari dan perkembangan terjadi selama 26-30 hari
yang lebih tinggi terjadi pada juvenil yang ditemukan di habitat lumpur berdekatan
Lutjanus spp. merupakan ikan yang memiliki habitat luas. Ikan ini dapat hidup
di perairan tropis dan subtropis, pada kedalaman sekitar 100 meter dengan habitat
terumbu karang dan juga dasar perairan berpasir. Juvenilnya dapat ditemui pada
perairan teluk yang dangkal, laguna atau terumbu karang dan kadang-kadang dapat
pula ditemui pada perairan payau. Ikan yang sudah dewasa, yang sudah lebih dari
18 inchi (45,72 cm), akan beruaya ke perairan yang lebih dalam selama musim
panas dan beruaya kembali ke perairan yang lebih dangkal pada musim dingin. Ikan
dewasa tersebut dapat bersifat soliter maupun berkelompok dengan yang seukuran
(Melianawati, 2012). Ikan kakap merah adalah ikan demersal yang hidupnya
Kebiasaan makan pada malam hari dan biasanya makan cumi kecil,
dan habitat ikan kakap sangat jelas, pada saat baru menetas ikan menetap pada
daerah berpasir, lumpur dan karang, sedangkan saat juvenile dan dewasa ikan
bermigrasi ke perairan yang lebih dalam dan mendiami karang yang lebih besar
termasuk terumbu karang alami, batu-batuan dan terumbu karang buatan. Untuk
9
ikan yang lebih dewasa (usia 8 sampai 10 tahun) habitat tergantung pada
Ikan kakap merah (Lutjanus spp) atau red snapper merupakan salah satu
jenis ikan demersal ekonomis penting yang cukup banyak tertangkap di sekitar
paparan (continental shelf). Beberapa jenis diantaranya berada pada habitat sekitar
perairan yang sedikit berkarang. Ikan kakap merah merupakan salah satu dari lima
ditemukan di daerah terumbu karang dan muara payau. Beberapa spesies bahkan
dapat masuk sungai, terutama di fase ikan remaja, Semua jenis snappers adalah
termasuk krustasea dan ikan, kadang-kadang juga cumi-cumi dan cacing. Ikan
kakap merupakan nilai komersial yang tinggi dan merupakan bagian yang cukup
besar dari hasil tangkapan, ditangkap dengan trawl, Pancing, rawai dan perangkap
(FAO, 1985). Hood et al., (2007) menambahkan ikan kakap merupakan ikan karang
yang ekonomis yang mendiami beberapa perairan continental dari tahun 1840an.
Pengetahuan tentang kualitas dan fungsi ekologis dari suatu habitat dapat diperoleh
tingkat reproduksi ikan kakap merah di habitat alami akan memberikan informasi
topografi dasar laut yang curam dan gelombang besar, serta berbatasan langsung
10
dengan Samudera Hindia. Sedangkan perairan laut di sisi utara pulau Jawa Timur
memiliki karakteristik dengan kondisi topografi dasar laut yang lumayan landai dan
Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 573) yang meliputi samudera Hindia Selatan
pulau Jawa hingga Nusa Tenggara. Kedalaman disekitar teluk Prigi adalah 30 meter
dan membentuk tebing yang curam dengan kedalaman antara 70-100 meter
dibagian teluk hingga jarak 2 mil dari pantai (Wudji dan Suwarso., 2014). Daerah
penangkapan ikan (Fishing ground) nelayan Prigi jangkauannya mencapai 180 mil
laut. Daerah tangkapan tersebut meliputi daerah sekitar panggul, Nglorok, Pacitan,
Sadeng dan terus ke Barat sampai Parang Tritis Jawa Tengah (Sulandari., 2011).
perairan 902,4 km 2. Perairan laut Lamongan termasuk WPP 712 dan mempunyai ciri
perairan laut dengan suhu 29-30°C (Fatmawati et al., 2015). PPN Brondong
pusat kegiatan perikanan laut terutama yang berada di wilayah Utara Jawa Timur,
Daerah penangkapan Kakap merah berada disekitar perairan Jawa Timur, Pulau
Bawean dan Kepulauan Masalembu dengan jarak penangkapan bisa mencapai 30-
dimana teknologi pembenihan ikan ini telah dikembangkan serta telah menghasilkan
benih ikan secara masal (Giri et al, 2007). Ikan kakap merah (Lutjanus spp)
merupakan ikan bernilai ekonomis tinggi dengan harga per kilogram sekitar Rp
45.000,-/kg dan bisa mencapai Rp 70.000,-. Hal ini dikarenakan ikan kakap merah
memiliki nilai gizi yang banyak dan rasanya yang enak bahkan dewasa ini sudah
terjadi aktivitas ekspor dan impor ikan kakap merah (Lutjanus. spp) ke berbagai
Kegiatan budidaya meliputi pemeliharaan induk, larva dan benih. Pada kolam
pemeliharaan Induk kakap merah memijah pada pukul 22.00 - 23.30 dengan
perbandingan betina dan jantan 1:2, Telur yang dihasilkan oleh induk yang sudah
keberhasilan budidaya. Larva yang baru menetas memiliki pakan endogen berupa
kuning telur dan butir minyak. Pakan endogen tersebut merupakan sumber energi
larva sebelum larva mengkonsumsi pakan yang berasal dari luar tubuhnya (Slamet
et al., 1996).
Waktu pemberian pakan dan jenis pakan yang sesuai bagi larva, juga
merupakan kunci keberhasilan dalam budidaya. Pakan awal yang umum digunakan
bagi larva ikan laut adalah pakan alami berupa zooplankton rotifer Brachionus
rotundiformis antara lain karena ukurannya relatif kecil, gerakan renangnya relatif
dan mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi (Lubzens et al., 1989).
12
pemeliharaan larva berlangsung hingga larva telah mengalami metamorphosis
nutfah yang sangat tinggi. Variasi genetik dalam populasi yang merupakan
nutfah merupakan sumberdaya alam yang penting untuk dilestarikan (Wibowo et al,
2013). Variasi genetik suatu populasi sangat penting, karena faktor tersebut
berpengaruh terhadap respon populasi terhadap seleksi, baik seleksi alam maupun
genetika suatu populasi sesuai dengan kebutuhan. Populasi dengan variasi genetik
yang tinggi mempunyai peluang hidup yang lebih tinggi, karena kemampuan yang
lebih baik untuk beradaptsi dengan perubahan lingkungan. Dari sudut pemuliaan,
muncul berbagai macam metode baru di bidang molekuler. Menurut Angel (1993)
hidup termasuk di darat, laut dan ekosistem lainnya dan ekologi yang kompleks
Gen merupakan unit hereditas suatu makhluk hidup, gen ini mengkode
materi genetis organisme yang dikenal sebagai DNA dan RNA. Gen tersusun atas
urutan basa nukleotida terdiri dari ekson (daerah yang mengkode materi genetis),
13
intron (daerah yang tidak mengkode materi genetis), dan regulatory sequence
(bagian yang mengatur ekspresi gen) (Fatchiyah et al., 2011). Dalam setiap spesies
terdapat anggota kelompok populasi dengan ciri-ciri yang berbeda satu sama lain.
Meskipun dalam satu spesies, perbedaan ciri tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain genetik, umur, jenis kelamin, makanan, stadium daur hidup,
bentuk tubuh, habitat dan lain-lain. Secara genetik tidak ada dua individu dalam satu
spesies yang sama persis. Faktor lingkungan merupakan faktor utama pengaruh
timbulnya ciri-ciri yang muncul sebagai fenotip. Perbedaan ciri yang terlihat pada
spesies dan dapat menjamin spesies atau populasi tersebut untuk beradaptasi pada
penangkapan spesies ikan ekonomis tinggi serta sebagai kajian genetik terhadap
suatu populasi ikan dalam rangka memberikan informasi dalam menentukan jumlah
tangkapan ikan (Kempter et al, 2015). Penurunan variasi genetik pada ikan budidaya
14
(Hebert et al., 2003). Teknik DNA barcoding merupakan teknik yang banyak
diantaranya ialah berevolusi lebih cepat dibandingkan DNA inti dan berukuran lebih
tinggi dan mempunyai laju mutasi yang lebih cepat dibandingkan dengan ruas
antar individu (Meadows 2005). Analisis pada daerah control region dapat digunakan
untuk melihat keragaman genetik antar sub species ataupun antar populasi. Struktur
genetik pada suatu spesies berbeda dengan spesies lainnya. Struktur genetik DNA
pada suatu organisme dibentuk oleh basa nukleotida DNA yaitu adenin, guanin,
timin dan sitosin. Pada DNA mitokondria basa adenin dan timin memiliki frekuensi
perhatian. Metode ini dapat digunakan pada semua tahap kehidupan (larva, juvenile
atau dewasa) dan tidak dipengaruhi oleh plastisitas fenotip tidak seperti metode
merupakan suatu potongan DNA yang berasosiasi dengan suatu lokasi dari genom,
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu urutan DNA yang belum
diketahui dan DNA marker menyediakan sarana untuk menganalisa genotip pada
suatu individu. Terdapat dua tipe DNA yang sering digunakan sebagai penanda
15
molekular pada hewan, yaitu DNA inti (nDNA) serta DNA mitokondria (mtDNA).
mtDNA pada hewan mempunyai variasi yang dapat digunakan untuk studi
populasi dan bahkan beberapa studi menunjukkan bahwa laju substitusi mtDNA
lebih tinggi dibandingkan nDNA (Parker et al., 1998). Kelebihan DNA mitokondria
dibandingkan DNA inti dalam penggunaannya untuk analisisa genetik adalah dilihat
dari tidak adanya intron, jarang mengalami rekombinasi, terdapat dalam jumlah yang
banyak dalam tiap sel, bersifat haploid, serta pewarisan yang bersifat maternal
biologis dan studi teknologi informasi. Pengolahan data gen dari sumber yang telah
serangkaian proses untuk PCR. Pelacakan gen dapat memiliki spesifisitas yang
(Santoso., 2001).
al., 2015). Kajian struktur populasi dilakukan dengan pendekatan morfologi dan
meristik, tetapi selama ini pendekatan secara genetik merupakan pendekatan yang
banyak digunakan dalam bidang konservasi dan struktur populasi (Gerasmio et al.,
16
memperoleh informasi genetik suatu organisme dalam identifikasi keragaman
2.5.2 COI
Gen cytochrome c oxidase subunit I (COI) adalah protein coding pada DNA
mitokondria dan telah banyak digunakan sebagai alat identifikasi spesies hewan.
Segmen dekat ujung 5’ dari CO1 sepanjang sekitar 650 basa merupakan daerah
yang banyak digunakan sebagai DNA barcode untuk fauna (Herbert et al., 2003).
Gen COI dari mtDNA merupakan gen target. Sekuen mtDNA dipakai sebagai
divergensinya tinggi antara taksa yang berdekatan (closely allied taxa) (Ward et al.,
2005) Zein (2015) menambahkan, COI merupakan reprensentatif dari semua gen
penyandi protein DNA mitokondria dan merupakan sekuen pendek DNA untuk
Beberapa kelebihan dari gen COI (Bucklin et al., 2011) antara lain :
kelompok tersebut,
b. Mempunyai sinyal filogenetik yang berguna pada tingkatan takson yang luas.
Oleh karena tingginya laju substitusi kodon ketiga pada COI, maka laju evolusi
Evolusi yang terjadi pada gen COI cukup cepat untuk menunjukkan
pebedaan tidak hanya untuk spesies yang berkerabat dekat tapi juga antar
kelompok phylogeographic dalam spesies tunggal (Hebert et al., 2003). Gen COI
17
memberikan gambaran filogenetik yang lebih mendalam dibandingkan dengan gen
mitokondria lainnya seperti, Cyt-b (Simmon & Waller, 2001 dalam Anggorowati,
2013).
untuk pembelajaran phylogeografik, karena mtDNA ini memiliki tingkat mutasi yang
tinggi dan mewarisi induk tunggal tanpa adanya rekombinan (beebee and Rowe.,
2014). mtDNA mempunyai bentuk sirkular atau siklik, mempunyai untai rantai ganda
dan ukurannya bervariasi dari satu organisme dengan organisme yang lainnya.
mtDNA dapat menentukan keragaman genetik antar individu dalam suatu populasi,
22 gen transfer RNA (tRNA), 2 gen ribosoma (rRNA) yaitu 12S dan 16S rRNA, dan
daerah kontrol (control region/D-Loop) dengan panjang sekitar 16.775 pasang basa
(Desjardin dan Morais, 1990). Pada umumnya tidak terjadi meiosis dalam mtDNA
dan replikasi seperti pada DNA kromosom. mtDNA hanya diturunkan dari maternal
pada hampir seluruh organisme, Laju mutasi pada mtDNA lebih tinggi dibandingkan
nuclear DNA yang menunjukkan tingka evolusinya lebih baik dibandingkan dengan
(i) mtDNA memiliki jumlah salinan yang tinggi, sehingga memudahkan untuk
mengisolasi dan memurnikan DNA tersebut; (ii) ukuran dari genom mitokondria lebih
kecil dibanding genom inti, yaitu sepanjang 16500 pasang basa (pb). Hal tersebut
18
menyebabkan DNA genom mitokondria dapat dipelajari secara menyeluruh (iii) gen
kemungkinan menemukan kesamaan antar individu yang relatif lebih tinggi, terutama
individu yang terkait hubungan segaris dengan keturunan induk betina (Smith,
1991).
2.7 Filogenetik
data urutan nukleotida untuk menyusun hubungan kekerabatan serta struktur evolusi
suatu taksa (Thacker, 2003). Dalam vertebrata, filogeni merupakan ketetapan yang
actinopterigy, karena sebagian besar spesies sangat sulit untuk diidentifikasi (Yang
et al., 2015).
dari pengamatan kekayaan spesies. dengan menganalisis beragam taksa, kita dapat
(1) mengetahui identitas suatu jenis organisme, (2) mengetahui pewarisan keturunan
kelompok atau populasi, (4) mengetahui perbedaan pada populasi atau subspesies
yang berbeda geografis, (5) mengetahui hubungan diantara spesies yang terisolasi
dalam pohon kehidupan suatu organisme (Malay & Paulay, 2009). Keunggulan
19
adalah dapat membedakan taksa yang sulit diamati karakteristik morfologinya
Studi literature yang disajikan pada Tabel 2.1 merupakan penelitian terdahulu
yang dijadikan penulis sebagai salah satu literature penyusun konsep penelitian
20
III. KERANGKA PENELITIAN
baik pada tumbuhan, hewan maupun manusia. Keanekaragaman ini mudah diamati
dan dikenali pada penampilan luar (morfologi) secara visual dan tidak diperlukan
alat-alat bantu. Morfologi ikan tercatat dalam sejarah telah menjadi sumber informasi
utama untuk studi evolusi serta sebagai karakter penentu taksonomi ikan. Tetapi,
beberapa ciri fisik dalam (genetik) sampai batas molekuler hanya dapat dikenali
dimiliki semakin dekat kekerabatannya dan sebaliknya, variasi genetik induk ikan
dalam satu spesies merupakan faktor penentu dalam keberhasilan usaha budidaya,
tidak terkecuali pada budidaya kakap merah (Lutjanus spp). Ketersediaan induk
yang berkualitas mutlak diperlukan oleh pembudidaya. Namun kenyataanya saat ini
terjadi penurunan mutu induk yang cukup signifikan (Sugama et al., 1992). Hal ini
mutu induk secara genetik (genetic drift). pada akhirnya induk yang mengalami
membutuhkan isolasi DNA genomik dan amplifikasi gen Cytochrome oxidase sub
21
unit I (COI). Gen COI sering digunakan dalam identifikasi tingkat spesies, karena
variasi nukleotida gen ini sangat sedikit. Identifikasi atau konfirmasi suatu spesies
bisa dilakukan melalui; (1) deskripsi karakter morfologis; (2) konfirmasi secara
genetik; atau (3) gabungan dari kedua metode (Wiadnya, 2015). Hasil dari penelitian
ini diharapkan dapat dijadikan informasi awal dalam program budidaya ikan kakap
konseptual penelitian variasi genetik ikan kakap merah sebagai potensi budidaya
Turunnya Variasi
Genetik
Perbaikan mutu
genetik
Budidaya sebagai
penyeimbang
penangkapan berlebih
22
3.2 Kerangka Operasional Penelitian
Ikan untuk penelitian dikoleksi dari hasil tangkapan ikan kakap merah di PPN
Brondong dan PPN Prigi. Dimana dua tempat ini merupakan fishing base (tempat
ikan didaratkan) sampel ikan. Tahap pertama penelitian ini adalah melakukan
morfometrik dan meristik, serta secara kualitatif dengan melihat pola warna pada
program Excel dan SPSS 16.0 untuk mendapatkan hasil dendogram dan analisa
konfirmasi secara genetik melalui sekuensing DNA dengan primer fish universal.
Hasil sekuensing DNA yang berupa susunan basa nukleotida disatukan forward dan
menggunakan perangkat MEGA 6 dan dilakukan proses BLAST yang sudah tersedia
yaitu membandingkan urutan basa sampel dan urusan basa yang ada di genbank
dengan melihat nilai query cover, E value dan identity. Pada analisis keragaman
genetik ikan kakap merah dengan menggunakan software DNAsp untuk melihat nilai
haplotipe (h), nilai keragaman haplotipe (hd) dan keragaman nukleotida (π). Analisis
perbedaan level jarak antar populasi dilakukan menggunakan Fixation Index (Fst)
bootstrap 1000x. Kerangka operasional dalam penelitian disajikan dalam gambar 3.2
23
Pengambilan
PPN Brondong sample PPN Prigi
Ikan hasil
tangkapan
Tahap I Tahap II
Karakter Karakter
morfologi Genetik
Pengukuran Pembuktian
morfometrik dan adanya variasi
meristik genetik
Sekuensing
DNA
BLAST
(genbank)
Filogenetik
morfometrik pada ikan kakap merah (L. erythropterus) dilakukan dengan meletakkan
ikan menghadap kearah kiri peneliti dan dilakukan pengukuran morfometri dengan
24
mengukur garis lurus diantara dua titik anatomical landmark. Pada penelitian kali ini
nomor urut dari 1 sampai 22. Pemilihan landmark dilakukan berdasarkan ketentuan
ketelitian 0,01 mm. Definisi dari masing-masing morfometri yang diukur tersaji dalam
dibandingkan dengan standart length (SL) dan Head Length (HL) sehingga
duri keras dan jari-jari lemah sirip punggung (Dorsal), sirip dubur (anal) dan jumlah
sisik diatas linea lateralis (Gambar 3.4). Penulisan rumus sirip duri keras digunakan
angka romawi dan jari-jari lemah ditulis dengan angka. Analisis geometric
meristik yang dihitung adalah jumlah duri keras dan jari-jari lemah sirip dorsal dan
sirip anal.
No Parameter Keterangan
1 Standart length (SL) Panjang standart adalah jarak ujung mulut paling
depan (landmark 1) atau anterior sampai akhir
vertebral column ( landmark 6)
2 Total length (TL) Panjang total adalah jarak antara ujung anterior
kepala (landmark 1) sampai ujung posterior sirip
ekor (landmark 7)
3 Predorsal length Panjang predorsal adalah jarak dari ujung mulut
(PDL) bagian paling depan atau anterior (landmark 1)
sampai ujung depan dasar sirip dorsal (landmark 3)
25
Tabel 3.1 Lanjutan
No Parameter Keterangan
5 Snout length (SNL) Panjang moncong adalah jarak dari ujung depan
mulut (landmark 1) sampai tepi depan tulang
pelindung mata (landmark 22)
6 Body depth (BD) Tinggi badan adalah tinggi maksimum badan secara
vertikal (landmark 3) sampai (landmark 14)
7 Eye length (EY) Jarak diantara tulang pelindung mata (landmark 21
dengan landmark 22)
8 Post orbital head Panjang postorbital adalah jarak terpanjang antara
length (PHOL) tulang tutup mata bagian belakang (landmark 21)
dengan tepi tulang tutup insang atau operculum
(landmark 15)
9 Prepectoral length Panjang prepectoral adalah jarak lurus dari ujung
(PPL) mulut bagian paling depan atau anterior (landmark 1)
sampai ujung depan sirip pectoral (landmark 13)
10 Preanal length Panjang preanal adalah jarak dari ujung mulut
(PAL) bagian depan (landmark 1) sampai ujung depan
dasar sirip anal (landmark 11)
11 Upper caudal Panjang caudal pedancle atas adalah jarak dari
pedancle length ujung akhir sirip dorsal dasar (landmark 4) sampai
(UCPL) dengan awal sirip caudal bagian atas (landmark 5)
12 Lower caudal Panjang caudal pedancle bawah adalah garis lurus
pedancle length antara akhir dasar sirip anal (landmark 10) sampai
(LCPL) awal sirip caudal bagian bawah (landmark 8)
13 Caudal pedancle Tinggi caudal pedancle adalah tinggi batang ekor
depth (CPD) (landmark 4 sampai landmark 9)
14 Dorsal Fin Base Dasar sirip dorsal adalah panjang lurus dari duri
(DFB) keras paling depan (landmark 3) sampai duri lunak
paling belakang dorsal (Landmark 4)
15 Anal Fin Base Dasar sirip anal adalah panjang lurus dasar duri
(ADB) keras sirip anal (Landmark 11) sampai dengan duri
lunak paling akhir anal (Landmark 10)
16 Dorsal fin length Panjang duri sirip dorsal (duri terpanjang)
(DFL)
17 Anal fin length Panjang duri sirip anal (duri terpanjang)
(AFL)
26
Tabel 3.1 Lanjutan
No Parameter Keterangan
18 Pectoral fin length Panjang duri sirip pectoral (duri terpanjang)
(AFL)
19 Caudal pedancle Panjang caudal pedancle adalah panjang dari
length (CPL) lekukan anterior batang ekor sampai posterior
pedancle)
20 Head depth (HD) Tinggi kepala (landmark 2 sampai dengan landmark
17)
21 Dorsal body depth Tinggi badan dorsal adalah garis lurus kearah yang
(DBD) diukur dari bagian anterior sirip dorsal (landmark 3)
kea rah ventral
22 Anal body depth Tinggi badan anal adalah garis lurus vertikal diukur
(ABD) dari anterior sirip anal (landmark 11) ke arah dorsal
23 Jaw length (JL) Panjang rahang adalah garis lurus dari anterior
mulut (landmark 1) sampai posterior mulut (landmark
19)
24 Prepelvic length Panjang prepelvic adalah jarang lurus dari ujung
(PL) mulut bagian paling panjang (landmark 1) sampai
ujung anterior dasar sirip perut atau pelvic (landmark
14)
genetik dari setiap sekuen dihitung untuk melihat persentase dari setiap haplotipe,
menggunakan software DnaSP 5.10. Analisis jarak genetik dan filogenetik dilakukan
Keterbaruan dari penelitian ini yaitu berusaha untuk melihat sejauh mana
hasil dari hubungan kekerabatan ikan kakap merah diantara 2 lokasi yang berbeda
sehingga diharapkan bisa menjadi sebuah informasi baru platma nutfah untuk
Sampel ikan dikoleksi dari 2 (dua) tempat pendaratan ikan (fishing base)
yaitu di Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Brondong dan PPN Prigi (Gambar
4.1). Sampel ikan diperoleh dari hasil tangkapan nelayan yang melakukan operasi
penangkapan harian (one day fishing) dan mingguan (a week fishing) dengan alat
tangkap pancing rawai dasar dan jaring ulur. Survey lapang dimulai pada bulan
Oktober 2015 sampai April 2016. Survey lapang ini bertujuan sebagai penentu titik
dilakukan di PPN Brondong dan PPN Prigi. Wilayah tersebut dipilih karena menurut
data statistic merupakan salah satu wilayah pendaratan ikan kakap merah tertinggi
di pantai utara dan pantai selatan Jawa Timur. Untuk penyimpanan jaringan sampel
dilakukan di Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Alat yang digunakan dalam penelitian seluruhnya adalah alat yang digunakan
29
digunakan saat pengujian di laboratorium. Alat-alat penelitian tersebut disajikan
Gambar 4.1 Lokasi tempat pengambilan sampel ikan kakap merah (spot merah)
Alat Fungsi
Gunting Untuk menggunting sampel
Pinset Untuk mengambil potongan sampel
Bunsen Untuk sterilisasi alat
Coolbox Untuk menyimpan specimen dan sampel
Pipet Untuk mengambil dan memindahkan larutan
dengan volume tertentu
Nampan Untuk tempat alat dan bahan saat
Tube rack Untuk tempat microtube 1,5ml dan 2ml
Freezer Untuk menyimpan sampel pada suhu -40°C
Inkubator Untuk menginkubasi sampel tujuannya untuk
memecah sel secara maksimal
30
Tabel 4.1 Lanjutan
Alat Fungsi
Waterbath incubator Untuk memanaskan sampel
Centrifuge Untuk memutar sampel dengan kecepatan tinggi
yang berukuran molekuler sehingga molekul DNA
yang berukuran lebih besar akan mengendap di
bawah
Vortex mixer Untuk menghomogenkan sampel secara mekanik
Gelas ukur Untuk mengukur volume larutan dalam jumlah
tertentu
Thermocycler Untuk mengamplifikasi DNA sample (Mesin PCR)
Mesin UV (UV transminator) Untuk mengamati hasil elektroforesis
Timbangan digital Untuk mengukur berat bahan penelitian
Microwave Untuk menghomogenkan agarose
Gel rig Alat untuk elektroforesis
Power supply Untuk pengatur waktu dan tegangan listrik
elektroforesis
Sprayer Untuk tempat laruran bleach 10%
Kamera digital Untuk mengambil foto ikan sampel dan
Digital caliper Alat ukur anatomical landmark
Penggaris Alat pengukuran morfometril
Lemari pendingin Untuk menyimpan bahan-bahan pada suhu 20°C
Cetakan gen agarose Untuk tempat pembentukan gel agarose
31
Tabel 4.2 Bahan yang digunakan dalam penelitian
Bahan Fungsi
Sampel jaringan ikan kakap merah Untuk identifikasi molekuler
Microtube Untuk tempat jaringan sampel dan
sampel yang telah diekstraksi
Tisu Untuk mengeringkan permukaan
ikan sampel sebelum diambil
jaringan
Glove Untuk menghindari kontaminasi
Alkohol 95% Untuk mengawetkan sampel jaringan
dan bahan sterilisasi
Parafilm Untuk bahan perekat tube
(mengurangi penguapan alcohol)
Larutan bleach 10% Untuk sterilisasi
Agarose Untuk bahan pembuatan gel
elektroforesis
TE buffer Sebagai bahan pelarut agarose
Dd H2O Untuk bahan enzim restriksi
Primer Untuk penanda lokasi DNA yang
FishF1-5’ mulai digandakan
TCAACCAACCACAAAGACATTGGCAC3’
FishR1-5’
TAGACTTCTGGGTGGCCAAAGAATCA3’
10X buffer Untuk campuran dalam pemotongan
sampel
SpeedSTAR taq polymerase Untuk reagen dalam proses PCR
Loading dye Untuk pemberat sampel DNA saat
elektroforesis
Kertas label Memberikan label microtube
Plastik kliper Menyimpan sampel dalam coolbox
Bluetip Mengambil produk DNA dan bahan
cair
Low DNA mass leader Sebagai indicator panjang DNA
beberapa tempat pendaratan ikan kakap merah yang ada di Jawa Timur. Dan
32
kegiatan penelitian dilakukan secara langsung oleh peneliti di laboratorium Genetika
data. Pengambilan data dengan metode deskriptif ini dilakukan observasi langsung
di lapang. Metode ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan yang ada, proses yang
4.4.1 Pengambilan Sampel Ikan untuk Pengukuran Morfometrik dan Uji DNA
Sampel ikan dikoleksi dari 2 (dua) lokasi fishing base, yaitu PPN Brondong
yang terdapat di perairan utara Jawa Timur dan PPN Prigi yang terletak di perairan
selatan Jawa Timur pada operasi penangkapan harian (one day fishing) dan
mingguan (a week fishing) dengan alat tangkap pancing rawai dasar dan jaring ulur.
cara membeli hasil tangkapan dari nelayan dan dipilih dengan anggota tubuh ikan
yang paling lengkap dan dipisahkan berdasarkan bentuk morfologi spesies target.
Nikon Coolpix 12.0 Mega Pixels. Ikan yang telah diidentifikasi secara morfologi
dicuci sampai bersih dan diambil bagian tubuh berupa jaringan sirip dengan
ke dalam microtube yang didalamnya sudah diisi alkohol, selanjutnya ditutup rapat
dan diberi perekat parafilm agar cairan alkohol tidak mengalami penguapan. Semua
33
microtube diberi kode atau tanda sesuai dengan spesies ikan sampel dan sampel
meristik sedangkan untuk kuantitatif yaitu pola warna. Meskipun kadangkala hasil
pengamatan ini bersifat sementara. Pengukuran morfometrik pada ikan kakap merah
(L. erythropterus) dilakukan dengan meletakkan ikan menghadap kearah kiri peneliti
dan melakukan penentuan garis lurus dari dua titik anatomical landmark. Hasil
DNA, dimana tujuan ekstraksi adalah untuk menghancurkan sel dan memisahkan
jaringan sampel (Maduppa, 2014). Tahapan ekstraksi DNA berupa jaringan sirip dari
ikan kakap merah dengan menggunakan Gsync DNA extraction kit dari Geneaid.
34
Ditambah lisat sampel dengan 200 µl ethanol absolut dan di vortex
2 ml
60°C
Larutan di inkubasi pada suhu ruang selama 5 menit dan disentrifuge dengan
Hasil dari isolasi DNA dapat diamati melalui proses elektroforesis gel
agarose 1%. Sebagian dari daerah mitochondrial DNA region COI dengan panjang
aplikon sekitar 655 pasang basa diamplifikasi dengan Polymerase Chain Reaction
diikuti dengan 35 siklus denaturasi pada suhu 95°C selama 15 detik, annealing pada
suhu 45°C selama 15 detik, dan extention pada suhu 72°C selama 45 detik dan post
ekstention dengan suhu 72°C selama 5 menit untuk memastikan bahwa semua hasil
PCR berbentuk untaian ganda. Komposisi komponen reaksi PCR tersaji dalam
Tabel 4.3 Produk PCR yang positif mengandung DNA dikemas untuk dilakukan
proses sekuensing. Proses pengiriman dilakukan dengan menggunakan gel ice dan
Malaysia.
yang terdapat dalam DNA (Maduppa, 2014). Hasil sekuensing dianalisis serta diedit
dengan menggunakan program Bioedit (Hall, 1999). Sekuen dilakukan dengan dua
36
arah yaitu forward (F) dan reverse (R) dengan menggunakan metode Sanger et al.
dilakukan proses edit pada program bioedit untuk mendapatkan konsesus sekuen
nukleotida. Hasil konsesus sekuen dicocokkan dengan sekuen yang sudah tersedia
Analisis BLAST yaitu membandingkan urutan basa sampel dan urusan basa
yang ada di genbank dengan melihat nilai query cover, E value dan identity. Pada
DNAsp (Librado dan Roras, 2009) untuk melihat nilai haplotipe (h), nilai keragaman
haplotipe (hd) dan keragaman nukleotida (π). Analisis perbedaan level jarak antar
Arlequin 3.5 (Excoffier & Lischer 2009). Rekonstruksi pohon filogenetik atau metode
antar individu dengan menggunakan program MEGA 6 dengan nilai bootstrap 1000x
37
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
yang membedakan dengan taksa lain. Pada penelitian ini karakter taksonomik yang
membagi karakter taksonomik menjadi tiga bagian besar, yaitu karakter morfologi
kuantitatif yang meliputi morfometrik dan meristik; karakter morfologi kualitatif yaitu
pola warna; serta karakter non morfologi yang meliputi fisiologi, tingkah laku,
perumusan untuk sirip punggung (dorsal; D), sirip dubur (anal; A) serta jumlah sisik
di atas linea lateralis (LL). Karakter meristik merupakan karakter yang berkaitan
dengan bagian tubuh yang dapat dihitung, misalnya ruas tulang belakang, barisan
sisik, jari-jari lemah dan duri sirip (Hossain et al., 2009). Hasil pengukuran meristik
ikan sampel pada sirip dorsal sebanyak sebelas (XI) duri keras dan 13-15 jari-jari
lunak, pada sirip anal terdapat tiga (III) duri keras dan 8-10 jari-jari lunak (Tabel 5.1).
38
Modifikasi karakter meristik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
lingkungan, antara lain yaitu suhu, oksigen terlarut, salinitas dan ketersediaan
makanan (Hebert, et. al. 2003; Pires dan Marinoni 2010). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan pada 10 spesies ikan kakap merah (Lutjanus erythropterus) yang
diambil dari 2 fishing base yaitu PPN Brondong dan PPN Prigi masing-masing 5 ikan
morfometrik (Tabel 5.2). Berdasarkan ketentuan Lagler et. al., (1977) pengukuran
anatomical landmark yaitu pengukuran secara garis lurus antara 1 titik landmark
dengan titik landmark yang lain. Pengukuran morfometrik merupakan karakter yang
berkaitan dengan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh. Ukuran ini berupa jarak
antara satu bagian tubuh dengan bagian tubuh yang lain dan disebut dengan ukuran
oleh umur, jenis kelamin dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan merupakan faktor
yang paling berpengaruh, antara lain yaitu suhu, ketersediaan makanan dan
salinitas. Pembanding yang digunakan dalam pengukuran ikan sampel yaitu panjang
pada spesies ikan sampel yaitu nomor 1 sampai 5 merupakan sampel yang diambil
dari PPN Brondong dan urutan nomor 6 sampai 10 merupakan urutan sampel yang
39
Tabel 5.2 Perhitungan karakter morfometrik L. erythropterus
No Spesies SL TL PDL HL SNL BD OBL POHL PPL PAL UCPL LCPL CPD DFB AFB DFL AFL PFL CPL HD DBD ABD JL PVL
1 L. erythropterus 18.70 22.20 6.10 6.80 2.20 7.10 1.50 2.90 6.20 13.10 3.00 3.20 2.60 9.20 2.90 2.20 2.20 5.30 2.10 5.50 7.45 6.40 2.30 6.70
2 L. erythropterus 19.50 23.20 4.30 7.00 2.40 7.25 1.20 3.05 7.05 12.70 2.90 3.00 2.80 9.50 2.95 2.85 2.90 5.30 3.20 5.40 7.55 6.50 2.15 6.85
3 L. erythropterus 19.30 23.65 6.70 6.90 2.50 7.70 1.55 3.30 6.55 13.00 3.00 3.20 2.95 9.85 3.05 2.20 2.90 5.70 3.50 5.80 7.65 6.50 2.40 7.20
4 L. erythropterus 31.90 39.00 11.25 11.80 5.60 12.70 2.05 5.70 11.20 21.60 4.70 5.05 4.75 16.10 4.95 4.40 5.00 9.30 5.30 9.40 12.40 10.50 2.90 12.50
5 L. erythropterus 39.00 49.00 11.40 12.40 4.30 12.90 3.30 6.20 12.35 23.10 5.05 5.90 5.15 16.90 4.90 5.20 5.10 9.90 6.60 10.80 12.80 11.35 4.85 14.10
6 L. erythropterus 18.60 22.80 6.00 7.00 2.30 7.10 1.95 3.00 6.70 12.30 2.40 3.30 2.80 9.80 3.00 2.75 3.20 5.35 3.90 4.20 7.05 6.20 3.00 7.20
7 L. erythropterus 18.80 22.80 7.30 7.20 2.50 7.45 2.00 3.10 6.60 12.25 3.20 3.70 2.60 9.30 2.85 2.70 3.50 5.20 3.85 5.80 7.30 6.25 3.00 7.30
8 L. erythropterus 18.50 22.90 5.90 6.80 2.40 7.40 2.00 3.00 6.25 20.70 3.00 4.10 2.50 9.60 2.60 2.80 3.75 5.70 4.40 5.10 7.10 6.70 2.90 6.10
9 L. erythropterus 18.10 24.00 4.70 6.70 2.40 6.80 1.90 3.05 6.20 11.70 2.80 3.50 2.50 8.70 2.90 2.30 3.10 5.20 3.80 4.30 6.70 5.60 2.90 6.50
10 L. erythropterus 19.30 23.45 7.35 7.50 2.65 7.50 1.80 3.15 6.70 13.40 2.80 3.10 2.80 9.00 2.90 2.80 3.20 5.80 3.90 5.25 7.40 6.40 3.20 8.10
Keterangan:
SL: Standart length; TL: Total Length; PDL: Pre dorsal length; HL: head length; SNL: Snout length; BD: Body depth; OBL: Orbital length; POHL: Post Orbital
head length; PPL: Pre pectoral length; PAL: Pre anal length; UCPL: Upper caudal pedancle length; LCPL: Low caudal pedancle length; CPD: Caudal
pedancle depht; DFB: Dorsal fin base; AFB: Anal fin base; DFL: Dorsal fin length; AFL: Anal fin length; PFL: Pectoral fin length; CPL: Caudal pedancle
length; HD: Head depht; DBD: Dorsal body depth; ABD: Anal body depth; JL: Jew length; PVL: Prepelvic lengt.
Tabel 5.3 Perbandingan karakter morfometrik dengan SL dan HL (Mayr, 2002).
No side TL PDL HL SNL BD OBL PHOL PPL PAL UCPL LCPL CPD DFB AFB DFL AFL PFL CPL HD DBD ABD JL PVL
1 S_Brondong 1.19 0.33 0.36 0.32 0.38 0.08 0.43 0.33 0.70 0.44 0.47 0.38 0.49 0.43 0.32 0.32 0.28 0.31 0.29 0.40 0.34 0.34 0.36
2 S_Brondong 1.19 0.22 0.36 0.34 0.37 0.06 0.44 0.36 0.65 0.41 0.43 0.40 0.49 0.42 0.41 0.41 0.27 0.46 0.28 0.39 0.33 0.31 0.35
3 S_Brondong 1.23 0.35 0.36 0.36 0.40 0.08 0.48 0.34 0.67 0.43 0.46 0.43 0.51 0.44 0.32 0.42 0.30 0.51 0.30 0.40 0.34 0.35 0.37
4 S_Brondong 1.22 0.35 0.37 0.47 0.40 0.06 0.48 0.35 0.68 0.40 0.43 0.40 0.50 0.42 0.37 0.42 0.29 0.45 0.29 0.39 0.33 0.25 0.39
5 S_Brondong 1.26 0.29 0.32 0.35 0.33 0.08 0.50 0.32 0.59 0.41 0.48 0.42 0.43 0.40 0.42 0.41 0.25 0.53 0.28 0.33 0.29 0.39 0.36
6 S_Prigi 1.23 0.32 0.38 0.33 0.38 0.10 0.43 0.36 0.66 0.34 0.47 0.40 0.53 0.43 0.39 0.46 0.29 0.56 0.23 0.38 0.33 0.43 0.39
7 S_Prigi 1.21 0.39 0.38 0.35 0.40 0.11 0.43 0.35 0.65 0.44 0.51 0.36 0.49 0.40 0.38 0.49 0.28 0.53 0.31 0.39 0.33 0.42 0.39
8 S_Prigi 1.24 0.32 0.37 0.35 0.40 0.11 0.44 0.34 1.12 0.44 0.60 0.37 0.52 0.38 0.41 0.55 0.31 0.65 0.28 0.38 0.36 0.43 0.33
9 S_Prigi 1.33 0.26 0.37 0.36 0.38 0.10 0.46 0.34 0.65 0.42 0.52 0.37 0.48 0.43 0.34 0.46 0.29 0.57 0.24 0.37 0.31 0.43 0.36
10 S_Prigi 1.22 0.38 0.39 0.35 0.39 0.09 0.42 0.35 0.69 0.37 0.41 0.37 0.47 0.39 0.37 0.43 0.30 0.52 0.27 0.38 0.33 0.43 0.42
Keterangan:
Side: Tempat diambilnya ikan sampel; S_Brondong: Strain Brondong; S_Prigi: Strain Prigi, TL: Total Length; PDL: Pre dorsal length; HL: head length; SNL:
Snout length; BD: Body depth; OBL: Orbital length; POHL: Post Orbital head length; PPL: Pre pectoral length; PAL: Pre anal length; UCPL: Upper caudal
pedancle length; LCPL: Low caudal pedancle length; CPD: Caudal pedancle depht; DFB: Dorsal fin base; AFB: Anal fin base; DFL: Dorsal fin length; AFL:
Anal fin length; PFL: Pectoral fin length; CPL: Caudal pedancle length; HD: Head depht; DBD: Dorsal body depth; ABD: Anal body depth; JL: Jew length;
PVL: Prepelvic lengt.
40
2
Gambar 5.1 Warna tubuh L.erythropterus (1) ikan sampel Brondong dan (2) ikan
sampel Prigi
penelitian ini. Pola warna pada L. erythropterus yang diambil dari lokasi PPN
Brondong saat masih segar bagian sisi atas tubuh berwarna orange dan bagian
bawah tubuh warna lebih pudar. Pengamatan yang dilakukan pada semua ikan
sampel dari lokasi PPN Prigi untuk pola warna yaitu orange kemerahan dan warna
lebih gelap dibandingkan dengan warna ikan yang diambil dari PPN Brondong,
warna sirip pada spesies Prigi sama dengan warna bagian tubuh, sedangkan pada
spesies warna sirip lebih gelap dari warna keseluruhan tubuh. untuk warna lebih
merata ke seluruh tubuh (Gambar 5.1). Pola warna pada karakter spesies yang
sangat bervariasi karena dapat berubah menurut umur, waktu atau lingkungan
tempat hidupnya (Moyle dan Cech,1988). Pires dan Marinoni (2010) menambahkan
dalam studi biologi, deskripsi dan identifikasi spesies adalah sifat yang paling
masalah, karena warna akan hilang pada waktu pengawetan. Namun karakteristik
morfologi ini penting karena sebagai deskripsi kekhususan spesies (Woodland dan
Anderson, 2014).
41
5.2 Karakter morfometri
PPN Brondong dan 5 sampel dari PPN Prigi. Susunan dendogram yang dihasilkan
sepuluh sampel, dimana sampel no. 5 yang berasal dari Brondong merupakan
Berdasarkan karakter morfologi kualitatif (meristik dan pola warna) serta kuantitatif
(morfometrik) semua dari sampel dari L.erythropterus tampak seragam dan hanya
sedikit individu yang bervariasi (Tabel 5.1 dan Tabel 5.2). Variasi dalam sampel
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain yaitu: perbedaan lokasi sampling
perbedaan respon terhadap lingkungan, jumlah sampel, variasi ukuran, dan tingkat
L.erythropterus terhadap PC2 pada dua lokasi yaitu Brondong dan Prigi disajikan
Variasi pada PC1 didapatkan dari hasil perbandingan panjang standart, panjang
total dan panjang predorsal. Plot antara PC1 dan PC2 (Gambar 5.3) menunjukkan
bahwa terdapat variasi morfometris berdasarkan habitat strain Brondong dan strain
Panjang fragmen hasil amplifikasi PCR mtDNA 10 sampel ikan kakap merah
(Lutjanus erythropterus) yang diambil dari 2 fishing base yaitu PPN Brondong
Lamongan dan PPN Prigi Trenggalek pada lokus COI (Coding region) dengan
al. 2014) adalah sekitar 655-690 bp (basepair). Hebert et al. (2003) menunjukkan
fragmen sepanjang 658 bp menggunakan gen COI bisa digunakan sebagai dasar
Proses visualisasi DNA (elektroforesis) dilakukan untuk mengecek ada atau tidaknya
kandungan DNA (visualisasi DNA). Jika terdapat DNA pada sampel maka akan
muncul band DNA pada hasil elektroforesis. Hasil visualisasi eletroforesis produk
Sampel DNA yang teramplifikasi dengan baik dan positif memiliki band DNA
dengan panjang sekuen 655-690 bp. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Veilleux et. al (2011) bahwa DNA barcoding menggunakan gen COI
mitokondria yang dilakukan pada ikan kakap merah dapat menghasilkan panjang
sekuen 650-685 bp. Proses sekuensing menghasilkan dua sekuens untuk setiap
sampelnya, yaitu sekuens DNA hasil dari primer forward dan primer reverse.
44
sebelum dianalisis, dilakukan proses edit data sekuens terlebih dahulu dengan
al., 2011).
Hasil dari analisis BLAST yaitu perbandingan urutan basa sampel dan urusan basa
yang ada di genbank dengan melihat nilai query cover, E value dan identity. Nilai
tersebut merupakan standar identifikasi dari proses BLAST yang digunakan NCBI.
Query cover merupakan persentase dari panjang nukleotida sampel yang selaras
dengan database yang ada di Genbank. E value merupakan nilai dugaan yang
memberikan ukuran statistik signifikan terhadap kedua sekuen. Semakin tinggi nilai
E value maka semakin rendah tingkat homologi antar sekuen. Identity merupakan
nilai tertinggi dari presentase kecocokan antara sekuen sampel dengan sekuen
dalam database Genbank. Hasil BLAST semua sampel disajikan pada tabel 5.4
Tabel 5.4 Hasil identifikasi sekuen ikan kakap merah menggunakan BLAST
Query
E- Identity GenBank
No ID Analisis BLAST Cover
value (%) accession
(%)
1 UB.FPIK.001 Lutjanus erythropterus 98 0.0 98 EU502676
2 UB.FPIK.002 Lutjanus erythropterus 98 0.0 99 EU502675
3 UB.FPIK.003 Lutjanus erythropterus 92 0.0 99 EU600110
4 UB.FPIK.004 Lutjanus erythropterus 95 0.0 99 EU600107
5 UB.FPIK.005 Lutjanus erythropterus 94 0.0 100 EU595200
6 UB.FPIK.006 Lutjanus erythropterus 95 0.0 99 EU595213
7 UB.FPIK.007 Lutjanus erythropterus 97 0.0 99 EU595199
8 UB.FPIK.008 Lutjanus erythropterus 99 0.0 99 GQ265897
9 UB.FPIK.009 Lutjanus erythropterus 95 0.0 99 EU600109
10 UB.FPIK.010 Lutjanus erythropterus 95 0.0 99 EU600108
Analisis BLAST 5 ikan sampel yang diambil dari PPN Brondong Lamongan
dan 5 ikan sampel yang diambil dari PPN Prigi Trenggalek teridentifikasi sebagai
spesies Lutjanus erythropterus. Data di genbank yang ditunjukkan pada Tabel 5.4.
45
yaitu nilai Query cover antara 92-99%, nilai identity antara 98-100 dan E-value 0.0.
Berdasarkan nilai yang diperoleh, artinya sekuen DNA sampel memiliki panjang
sekuen yang sama dengan database genbank 92-99% dengan E-value 0.0 dapat
disimpulkan bahwa sekuen sampel memiliki tingkat homologi yang tinggi. Hal ini
sama yang dikemukakan Wahyuningsih (2014) bahwa dengan tingkat homologi 99-
100% dapat dikatakan spesies yang identik dan dapat diidentifikasi sebagai spesies
tersebut. Claverie dan Notredame (2003) mengemukakan bahwa sekuen DNA dapat
software DNAsp (Librado dan Roras, 2009) disajikan dalam Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Number of sites, Jumlah sampel (n), Jumlah haplotype (h), Haplotipe
diversity (hd), Nukleutida diversity (π) dan Variable polymorphic sites L.erythropterus
pada perairan Brondong dan Prigi
Lokasi Number (n) (h) (hd) (π) Variable
of sites polymorphic sites
Dari hasil penelitian diperoleh pada masing-masing lokasi yaitu 3 haplotipe (h), nilai
keragaman haplotipe (hd) yaitu 0,700. Hobbs et al. (2013) mengemukakan ada 2
kategori untuk nilai keragaman haplotipe (hd) yaitu >0 hd <0,5 termasuk dalam
kategori rendah dan >0,5 hd <1 termasuk kedalam kategori tinggi. Berdasarkan
kategori ini, nilai keragaman haplotipe pada 10 sampel memiliki tingkat keragaman
yang tinggi. Haplotipe yang beragam ini menunjukkan tingkat keragaman genetik
yang tinggi dalam suatu populasi. Semakin beragam haplotipe dari dua daerah
46
maka tingkat keragaman genetik akan semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya
Keragaman ini dapat ditentukan oleh 2 faktor yaitu eksploitasi yang berlebihan dan
kondisi habitat (Chiu et al. 2013). Analisis nukleotida sangat diperlukan dalam
gula pentose, basa nitrogen (A, T, G, C) dan gugus fosfat. Komposisi nukleotida
yang ditemukan pada gen COI L.erythropterus adalah C (Cyyosin) sebesar 28,54%,
19,43%. Kandungan G+C seluruh sampel yaitu 47,97% dan memiliki jumlah lebih
rendah dari jumlah A+T yang berjumlah 52,03%, rendahnya kandungan G+C ini
Variasi jarak genetik pada ikan kakap merah (L. erythropterus) yang
didaratkan di PPN Brondong dan PPN Prigi guna untuk melihat kekerabatan dari 10
pada Tabel 5.6. Hasil analisis dari gen COI menunjukkan dari 10 sekuen sampel
mempunyai jarak 0,000 sampai 0,011. Dimana 0.000 merupakan jarak terdekat dan
nilai ini menunjukkan bahwa dari 1000 pasang basa, tidak satupun terdapat
dalam satu spesies dengan menggunakan jarak genetik didasarkan atas tingkat
47
Nei dan Kumar (2000) mengemukakan, dua individu atau lebih dikatakan memiliki
kedekatan genetika dalam satu spesies bila jarak genetika yang diperoleh tidak lebih
dari 10%.
No Spesies 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 UB.FPIK.001 0.000 0.003 0.001 0.000 0.003 0.003 0.004 0.003 0.003 0.011 0.012 0.001
2 UB.FPIK.002 0.000 0.003 0.001 0.000 0.003 0.003 0.004 0.003 0.003 0.011 0.012 0.001
3 UB.FPIK.003 0.005 0.005 0.002 0.003 0.000 0.002 0.004 0.000 0.000 0.011 0.012 0.002
4 UB.FPIK.004 0.002 0.002 0.003 0.001 0.002 0.002 0.003 0.002 0.002 0.011 0.012 0.000
5 UB.FPIK.005 0.000 0.000 0.005 0.002 0.003 0.003 0.004 0.003 0.003 0.011 0.012 0.001
6 UB.FPIK.006 0.005 0.005 0.000 0.003 0.005 0.002 0.004 0.000 0.000 0.011 0.012 0.002
7 UB.FPIK.007 0.005 0.005 0.003 0.003 0.005 0.003 0.004 0.002 0.002 0.011 0.012 0.002
8 UB.FPIK.008 0.010 0.010 0.011 0.008 0.010 0.011 0.011 0.004 0.004 0.011 0.012 0.003
9 UB.FPIK.009 0.005 0.005 0.000 0.003 0.005 0.000 0.003 0.011 0.000 0.011 0.012 0.002
10 UB.FPIK.010 0.005 0.005 0.000 0.003 0.005 0.000 0.003 0.011 0.000 0.011 0.012 0.002
11 L. malabaricus V ARO 44 COI 0.102 0.102 0.100 0.100 0.102 0.100 0.102 0.102 0.100 0.100 0.012 0.011
12 L. ruselli V rus1 COI 0.146 0.146 0.143 0.146 0.146 0.143 0.144 0.148 0.143 0.143 0.130 0.012
13 L. erythropterus V MBCSC:Z711320 COI 0.002 0.002 0.003 0.000 0.002 0.003 0.003 0.008 0.003 0.003 0.100 0.146
Keterangan: (Nomor 1 sampai 5): sampel Brondong, (Nomor 6 sampai 10) sampel Prigi, Nomor
11 sampai 13 outgrup, (Angka hitam): Jarak genetik (Angka biru): Standar error data
menunjukkan rentang 0,000 hingga 0,148 dengan standart error 0,000 hingga 0,012.
Seperti yang diharapkan nilai jarak genetik paling tinggi terdapat pada spesies
outgroup yaitu L. ruselli dan L. malabaricus dengan nilai 0,148 dan 0,102.
sedangkan kontrol positif (ingroup) yang diambil dari genbank dengan spesies yang
sama dengan ikan sampel mempunyai nilai memiliki jarak genetik yang rendah
(0,002).
analisis polimorfik site. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui letak site yang
mengalami variasi (perubahan) dalam satu spesies yang sama. Tabel hasil analisis
48
Polimorfik site (pada basa ke-)
3 3 3 3 4 5 5 5 5 Tipe
ID Sampel Lokasi 1 5 4 6 2 0 1 6 6 Haplotipe
1 5 7 8 5 0 5 4 6
A A T G C G C C G
UB.FPIK.001 Brondong . . . . . . . . . 1
UB.FPIK.002 Brondong . . . . . . . . . 1
UB.FPIK.003 Brondong G . C . . A . . . 2
UB.FPIK.004 Brondong G . . . . . . . . 3
UB.FPIK.005 Brondong . . . . . . . . . 1
UB.FPIK.006 Prigi G . C . . A . . . 2
UB.FPIK.007 Prigi G . . A T A . . . 4
UB.FPIK.008 Prigi G G . . . . T T A 5
UB.FPIK.009 Prigi G . C . . A . . . 2
UB.FPIK.010 Prigi G . C . . A . . . 2
Keterangan: simbol titik-titik menunjukkan basa yang terdapat pada kolom sesuai dengan
basa pada kolom atas (garis kuning)
Berdasarkan hasil analisis, pada site Brondong terjadi 3 transisi dan pada site Prigi
terjadi 9 transisi. Mutasi dapat terjadi pada sekuens DNA melalui transisi dan
transversi. Transisi adalah penggantian purin (A,G) dengan sesama purin atau
karena terdapat perubahan yang lebih drastis pada proses pembentukan asam
amino. Terdapat empat kemungkinan kesalahan dalam transisi (A↔G, C↔T) dan
Penyebab dari perubahan urutan basa ini salah satunya yaitu individu tersebut
(Lemey et al.,2009). Penggantian basa nukleutida adalah mutasi gen yang terjadi
akibat perubahan satu nukleotida dalam gen, perubahan basa nitrogen dapat
berpengaruh terhadap sifat jika terjadi pada tempat yang tepat. perubahan satu basa
(G) pada GAG yang mengodekan asam amino glutamat, Perubahan ini
49
menghasilkan kodon UAG yang merupakan stop kodon, yaitu tanda dihentikannya
Dari Tabel 5.7 tampak bahwa haplotipe yang ditemukan di kedua populasi
4 dan 5 hanya ditemukan di Prigi. Ini menunjukkan perbedaan variasi yang tinggi di
dalam populasi yang diamati yang dapat menurunkan perbedaan variasi genetik
diantara populasi. Frekuensi haplotipe yang diperoleh pada kedua populasi yang
Dari Gambar 5.5 tampak bahwaa variasi di dalam populasi sangat besar. Hal
ini dapat menutupi adanya suatu variasi diantara populasi yang diamati
dalam masalah taksonomi (Hendrich et al. 2010) dan membantu dalam melihat
hubungan antara taksa yang berbeda (Ye et al. 2015). Rekonstruksi pohon
dengan model Kimura 2-parameter dan nilai bootstrap 1000x, selain itu diambil juga
50
sekuen L. erythropterus dari genbank sebagai ingroup (control positif) dan sebagai
Gambar 5.6 Pohon Filogenetik Ikan kakap merah (sekuen mt DNA COI)
Keterangan: UB.FPIK.001-UB.FPIK.005 (kode genetik ikan sampel yang diambil dari PPN
Brondong); UB.FPIK.006-UB.FPIK.010 (kode genetik ikan sampel yang diambil dari PPN
Prigi); L. erythropterus v. MBCSC:Z711320 COI (konfirmasi pembanding ikan sampel); L.
malabaricus v. ARO 44 COI dan L. ruselli v. Lrus1 COI (out group)
benar. Pada outgrup terdapat dua clade besar dan nilai percabangan pengulangan
mencapai 100x. Hasil rekonstruksi filogenetik disajikan dalam Gambar 5.6. Menurut
Brinkman (2001), percabangan pohon filogenetik yang lebih dari 70% merupakan
termasuk dalam gene pool yang sama. Gene pool merupakan populasi yang
menampung berbagai alel yg tersedia dalam satu spesies. Hal ini dimungkinkan
51
karena ikan kakap merah merupakan ikan karang yang habitat hidupnya berada
pada daerah karang tempat hidupnya saja. Hubungan kekerabatan ikan kakap
merah dari dua lokasi pengambilan sampel dalam penelitian ini tergolong dekat
daya tahan tubuh, rendahnya kelangsungan hidup, turunnya produksi telur dan
Fixation Index (Fst) dengan menggunakan aplikasi Arlequin 3.5 (Excoffier & Lischer
2009). Berdasarkan analisis Fst pada penelitian diperoleh hasil Fst 0,05, nilai ini
termasuk dalam kategori kecil dan signifikan. Nilai Fst (jarak genetik antar populasi)
yang dihasilkan termasuk signifikan. Hal ini dapat terjadi karena tingginya variasi
genetik di dalam suatu populasi. Balloux dan Moulin (2002) berpendapat, terdapat 4
kategori untuk perbedaan nilai Fst yaitu kategori kecil (0 - 0,05) kategori sedang (0,05
- 0,15) kategori tinggi (0,15 - 0,25) dan kategori sangat tinggi (>0,25). Hal ini diduga
karena kemampuan penyebaran larva dan pola sirkulasi arus laut (Ye et al, 2015).
Arus akan mempengaruhi migrasi ikan melalui transport pasif telur ikan dan juvenile
dari habitat memijah menuju habitat asuhan. Akbar (2014) berpendapat arus
berperan penting dalam pendistribusian genetik pada pertukaran gen antar spesies
yang berbeda lokasi. Pola arus perairan Indonesia pada bulan Oktober disajikan
52
Gambar 5.7 Pola arus perairan Indonesia
Keterangan: Skala warna: Kecepatan arus (m/s), tanda panah: arah pergerakan arus
Perairan Brondong terletak di periran wilayah utara perairan Jawa Timur. Pola arus
pantai Utara Jawa, dipengaruhi oleh tiga macam pola angin yang bertiup yaitu angin
musim timur, musim angin barat dan musim peralihan. Perairan Prigi merupakan
perairan di pesisir Samudera Hindia yang berbentuk teluk dan dikelilingi oleh
bentang alam tebing yang tinggi. Karakter gelombang laut Prigi sangat berenergi
tinggi dan pantai berbatu terjal. Selat Prigi yang merupakan perairan tertutup diduga
sebagai faktor penyebab garis keturunan yang sama dan terbatasnya ikan untuk
bermigrasi. Hasil jarak genetik (Tabel 5.6) 0.000 menunjukkan bahwa antara spesies
53
yang telah disebutkan di atas tidak memiliki urutan basa yang berbeda dan dapat
disimpulan bahwa spesies ini diduga masuk dalam satu gen pool yang sama atau
mitokondria. DNA mitokondria memiliki laju mutasi yang lebih rendah jika
percampuran 2 populasi yang diamati tidak nampak disebabkan laju mutasi mtDNA
yang rendah. Selain itu pola arus dikedua lokasi penelitian masih memungkinkan
ikan kakap merah yang diamati untuk bercampur (mixing) sehingga secara genetik
pada kedua populasi yang diamati. Gen COI terletak pada koding DNA sehingga
secara umum memiliki sifat yang conserve. Kondisi ini menyebabkan secara biologis
gen COI diharapkan tidak banyak bermutasi yang akan menyebabkan gen ini tidak
berfungsi atau berubah fungsi. Ingroup yang diambil dari laut Cina selatan yang
mengelompok dengan sampel yang diamati juga menguatkan hasil penelitian ini
bahwa kedua populasi yang diamati berasal dari gene pool yang sama. Rendahnya
variasi genetik dari sampel (jarak 270 Km) menunjukkan kemungkinan adanya gene
flow diantara site (lokasi yang diamati). Dispersal yang terjadi pada saat larva sering
menjadi penyebab tingginya gene flow dan rendahnya perbedaan genetik diantara 2
populasi.
terlihat dikedua populasi yang diamati diduga menunjukkan adaptasi kedua populasi
terhadapat habitatnya. Hal ini dapat dilihat setidaknya dengan suhu perairan dari
54
kedua populasi yang berbeda. Pencitraan variabilitas suhu di Perairan Samudera
menggunakan Argo Float yang dapat dilihat pada Gambar 5.8 (Sukresno et al.,
2015).
organisme yang dapat dipantau dengan mata telanjang, atau mempengaruhi reaksi
dalam penelitian memiliki tingkat keragaman nukleotida yang tinggi, sedangkan nilai
perbedaan level jarak antar populasi atau spesies dalam penelitian yang terdapat
pada sub bab 5.4 masuk kedalam kategori kecil atau rendah. Rendahnya variasi
genetik ikan tersebut kemungkinan diakibatkan oleh adanya perkawinan acak yang
55
sangat sedikit, sehingga terjadi pembatasan pertukaran gen dari beberapa
tinggi. Menurut Hobbs et. al (2013) inbreeding diduga karena adanya barrier
dengan individu dari posisi geografis yang sama. Nei (1987) berpendapat hasil
digunakan dalam analisis mempunyai pengaruh yang besar, semakin sedikit sampel
yang digunakan peluang untuk mendapatkan lokus polimorfik akan sedikit sehingga
nilai heterozigositasnya juga sedikit. Jika sampel yang digunakan jumlahnya banyak
Budidaya Kakap merah membutuhkan induk dan benih yang bagus agar
dapat menghasilkan kakap merah yang berkualitas baik. Pemilihan induk dan benih
individu yang unggul. Keragaman genetik dipandang sebagai sumber gen. Sugama
et. al. (1996) berpendapat sumber gen yang beragam memungkinkan untuk mencari
gen unggul melalui proses seleksi sehingga dapat ditemukan suatu individu yang
memiliki berbagai keunggulan baik dari segi pertumbuhan, tahan terhadap penyakit
umum keanekaragaman genetik dari suatu populasi dapat terjadi karena adanya
mutasi, rekombinasi, atau migrasi gen dari satu tempat ke tempat lain.
56
Kedekatan genetik antara spesies Brondong dan spesies Prigi menyebabkan
masih kurang baiknya dilakukan perkawinan silang antar spesies dari kedua lokasi
tersebut, karena dengan nilai variasi genetik yang rendah bisa menyebabkan
terjadinya inbreeding. Akan tetapi berdasarkan nilai π (pada Tabel 5.5) ikan sampel
Prigi memiliki variasi intra (di dalam) populasi yang lebih besar daripada yang dari
Brondong. Oleh karena itu untuk kegiatan budidaya lebih lanjut bisa dilakukan
perkawinan silang dari spesies yang diambil dari Brondong atau Prigi dengan
spesies yang diambil dari lokasi yang lain, dengan catatan bahwa jarak genetik
57
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
sebagai berikut:
1. Sepuluh sampel ikan kakap merah yang diambil dari PPN Brondong dan
jarak genetik adalah 0,00209 ± 0,00507 dari 2 populasi yang diamati, ikan
kakap merah dari Prigi lebih bervariasi daripada Brondong sehingga untuk
2. Nilai Fst yang diperoleh dari hasil peneltian adalah 0,05 dan nilai ini termasuk
dalam kategori kecil, sehingga kedua populasi yang diamati masih sekerabat
6.2 Saran
Dari hasil kesimpulan penelitian, ada beberapa saran yang diajukan sebagai
berikut
58
DAFTAR PUSTAKA
Adibah A.B dan Darlina M.N. 2014 Is there a cryptic species of the golden snapper.
School of Biological Sciences, Universiti Sains Malaysia, Penang, Malaysia.
Genetics and Molecular Research 13 (4): 8094-8104
Adrim M dan Wibowo K. 2013 komuntas ikan-ikan karang di teluk prigi trenggalek,
Jawa Timur. Jurnal zoologi Indonesia 2013. 22(2): 29-38
Affandi R., D.S. Syafei., M.F. Rahardjo dan sulistiono. 1992. Iktiologi, Suatu
pedoman kerja Laboratorium. PAU Ilmu Hayati, IPB Bogor, 344 hal
Akbar N. 2014 Keragaman Genetik, Struktur populasi dan Filogenetik Ikan Tuna
Sirip Kuning (Thunnus albacares) di perairan Maluku Utara dan Ambon,
Indonesia. Tesis. Institur Pertanian Bogor
Anggorowati, 2013. Status Taksonomi Ikan Lokak dan Telaga Banyu Biru
Kabupaten Pasuruan Berdasarkan Karakter Morfologi dan DNA Mitokondriaa
(DNA Barcode dan 16S rRNA). Thesis Program Magister Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya. Malang
Argue A. W., 1981 Report of the second skipjack survey and assessment
programme workshop to review result from genetic analysis of skipjack blood
samples, Tech. Rep. Skipjack Surv. Assesment Program. S. Pacific. Comm
(Noumea. New Caledonia) 6. 1-37
Azkia L, Aristi Dian Purnama Fitri, Imam Triarso 2015 Analisis Hasil Tangkapan Per
Upaya Penangkapan dan Pola Musim Penangkapan Sumberdaya Ikan
Kakap Merah (lutjanus sp.) yang Didaratkan di ppn Brondong, Lamongan,
Jawa Timur. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and
Technology. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015. 2p
Badrudin M. dan H.R. Barus. 1989. Stok ikan bambangan (Lutjanidae) di perairan
Pantai Utara Rembang, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan Laut,
53:61-68
Beaumont A.R. and K. Hoare. 2003 Biotechnology and Genetics in Fisheries and
Aquaculture. School of Ocean Sciences University of Wales, Blackwell
Publishing, UK
59
Beebee T. and Rowe G. 2014 Molecular ecology. Second edition, Oxford 213p
Benzie, J.A.H., S.T. William and M.J. Macaranas., 1993. Allozyme electrophoretic
method for analyzing genetic variation in Giant clams (Tridacnidae). Australia
centre for International Agriculture Research Canberra No. 23: 5
Briggs, J. C. (2005) The Marine East Indies: diversity and Speciation. Journal of
Biogeography, Georgia Museum of Natural History, The University of
Georgia, Athens, US 32, 1517–1522
Cailliet, G.M., M.S Love and A. W. Ebeling, 1986. Fishes, A field and laboratory
manual on their structure, identification and natural history. Wadsworth
publishing company. Belmont, California. 194p
Carpenter, K.E. 2001. The living marine resources of the Western Central Pasific.
FAO species identification guide for fishery purposes. Rome, Italy, FAO.
Volume 5: Bony fishes part 3: 2875
Case J. E., Westneat M. W., Marshall C.D., 2008 Feeding biomechanics of juvenile
red snapper (Lutjanus campechanus) from the northwestern Gulf of Mexico,
Texas A&M University at Galveston, Department of Wildlife and Fisheries
Science, 5007 Avenue U, Galveston, TX 77551, USA
Claverie, J & Notredame, C 2003, Bioinformatics for Dummies, Wiley Publishing Inc,
New York. 325
Desjardin P. dan Morais M.,1990. Sequence and gene organization of the chicken
mitochondrial genome. A novel gene order in higher vertebrates. J.mol boil
Apr 20;212(4):599-634
60
Excoffier L, Lischer H. 2009. Arlequin ver 3.5 user manual; an intergrated software
package for population genetic data analysis. Swiss Institute of
Bioinformatics
FAO Species Catalogue Vol.6. 1985. Snappers of the world. An Annotated and
Illustrated Catalogue of Lutjanid Species Known to Date. ISBN 9251023212
Fakhri, F., Inna N., dan Mahardika I.G.N.K. 2015. Keragaman Genetik Ikan
Cakalang (Katsuwonus pelamis) dari Kabupaten Jembrana dan Karangasem,
Bali. Biologi, 19 (1): 10-14
Fatmawati H. Y., Aziz N. B., dan Rasyid A. 2015 Analisis efisiensi tempat pelelangan
ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan, Journal of
Fisheries Resources Utilization Management and Technology Volume 4
Nomor 4, Tahun 2015 50-56p
Giamurti A. S. R., Aziz N. B., dan Aristi D. P. F. 2015. Analisis pemasaran hasil
tangkapan kakap merah (Lutjanus sp.) di Pelabuhan Perikanan Nusantara
(PPN) Brondong, Lamongan Jawa Timur Journal of Fisheries Resources
Utilization Management and Technology Volume 4 Nomor 4, Tahun 2015,
Hlm 8-17
Giri N.A., Ketut Suwirya, Ayu Indriyani P., Marzuqi M., 2007 Pengaruh Kandungan
Protein Pakan Terhadap Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Benih Ikan Kakap
Merah Lutjanus argentimaculatus, Jurnal Perikanan (J.Fish.Sci) IX (1) : 55-62
ISSN 0853-6384 55p
GMFMC. 2004. Amendment 22 of the reef fish fishery management plan to set red
snapper sustainable fisheries act targets and thresholds, set a rebuilding
plan, and establish bycatch reporting methodologies for the reef fish fishery.
Gulf of Mexico Fishery Management Council, Tampa, Florida. 76 p.
Hall, T. H (1999). BioEdit: a user friendly biological sequence alignment editor and
analysis program for windows 95/98/NT. Nucleic Acid Symposium Series 4:
95-98
61
Hebert, P.D.,. Cywinska, A., Ball, S.L. 2003. Biological identifications through DNA
barcodes. Proceedings of the Royal Society of London. Series B : Biological
Sciences, 270 (151), 313-321
Hebert, P.D., E.H. Penton, J.M. Burn, D.H. Jansen, and W. Hallwachs. 2004. Ten
spesies in one: DNA barcoding reveals cryptic species in Neotropical skipper
butterfly Astraptes. Proceedings of the National Academy of Sciences, USA,
101:14812-14817
Hobbs, J.P., Lynne V. H., Dean R. J., Geoffrey, P.J. and Philip, L.M. 2013. High
Genetic Diversity in Geographically Remote Populations of Endemic and
Widespread Coral Reef Angelfish. Diversity 5: 39-50
Keele J., Jamie C., Sherri F. P., Denise H., 2014 Identification of Unknown
Organisms by DNA Barcoding: A Molecular Method for Species Classification
Research and Development Office Invasive Mussels Final Report 2014-01
(0045) 9p
62
Departamento de Biología, Unidad Iztapalapa, Universidad Autónoma
Metropolitana, México D.F., México. 553p
Kyle CJ, CC Wilson. 2007. Mitochondrial DNA identification of game and harvested
freshwater fish spesies. Forensic Sciece Internasional 166(1): 6876
Lagler, K. F., J. E., Bardach, R. R. Miller, & D.R.M Passino (1977). Systematic and
Nomenclature. Icttyology. New York, John Wiley&Son. 2nd Edd: 397-405p
Lemey, Philippe, Marco S., Anne M. V., 2009. The Phylogenetic handbook : A
practical Approach to phylogenetic analysis and hypothesis testing. United
States of America: Cambridge University Press
Librado, P. and Rozas, J. (2009). DnaSP v5: A software for comprehensive analysis
of DNA polymorphism data. Bioinformatics 25: 1451-1452
Maduppa, H. 2014. Bioekologi dan biosistematika ikan terumbu. Bogor: IPB press
Malay, M.D & G. Paulay. 2009. Peripatric Speciation Derives Diversification and
Distributional Pattern of Reef Hermit Crabs (Decapoda: Diogenidae:
Calcinus). Evolution. 1-29.
McCawley, J. R. and J. H. Cowan, Jr. 2007. Seasonal and size specific diet and
prey demand of red snapper on Alabama artificial reefs. American Fisheries
Society Symposium 60, Bethesda, Maryland. 13hal
Melianawati, 2012. Budidaya ikan kakap merah Lutjanus sebae, jurnal ilmu ekonomi
dan kelautan tropis, Vol. 4 No.1 Juni 2012 81-82p
63
Meng Z.N, S. yang, B. Fan, L. Wang and H.R Lyn. 2012. Genetic variation and
balancing selection at MHC class II exon 2 in cultured stocks and wild
populations of orange-spotted grouper (Epinephelus coioides), School of Life
Sciences, Sun Yat-Sen University, Guangzhou, China, 13p
Mount, D.W 2008. Choosing a method for phylogenetic prediction. In cold spring
harbor protocols. Cold Spring Harbor Laboratory Press, pp. 1-3
Moyle, P. B. and J.J Cech, 1988. Fishes: An introduction to ichthyology, 2nd edition,
Prentice Hall. Engelwood Cliffs, New Jersey. 559p
Nei M and K.L Kumar, 2000. Molecular Evolution and Phylogenic. Oxford Unibersity
press, Madion Avenue. New York
Nelson, J. S. 2006 Fishes of the World. New York, John Wiley & Sons,.44
Nugroho. 2014. Sistematika ikan teori dan aplikasi, Universitas negeri malang,
malang 4p
Parker, P.G., A.A. Snow, M.D. Schug, G.C. Booton & P.A. Fuerst. 1998. What
Molecules Can Tell Us About Populations: Choosing and Using A Molecular
Marker. Ecology. 79 (2): 361-382.
Pires, A.C and L. MArinoni, 2010. DNA barcoding and traditional taxonomy unified
through integrative taxonomy: a view that challenges the debate questioning
both methodologies. 10 (2)
Pujawan, Nindhia TS, Mahardika IGNK. 2012. Identifikasi Spesies Udang Mantis
(Stomatopoda) di Perairan Pemuteran Dengan Menggunakan Gen
Cythochrome C Oxidase Subunit-1 dari DNA Mitokondria.Indonesia Medicus
Veterinus1(2): 268-280.
Ramaswany dan Prasad., 2015 Fisheries and Auaculture biotechnology, New Delhi,
171p
Rikza C, Asriyanto, Taufik Yulianto 2013. Pengaruh Perbedaan Umpan dan Waktu
Pengoperasian Pancing Perawai (Set Bottom Longline) terhadap Hasil
Tangkapan Ikan Kakap Merah (Lutjanus spp) di Sekitar Perairan Jepara.
64
Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology.
2(3): 152-161p
________. 2016 Potensi Lestari dan Status Pemanfaatan Ikan Kakap Merah dan
Ikan Kerapu di Selat Alas Propinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Biologi
Tropis, Januari-April 2016: Volume 16 ISSN 1411-9587: 26p
Shearer, T.L. & M.A. Coffroth. 2008. Barcoding Corals: Limited by Interspecific
Divergence, not Intraspecific Variation. Molecular Ecology Resources. 8:247-
255
Smith, M.H., R.K. Chesser. 1981. Rationale for conserving genetic variation of fish
gen poll. Ecology Bullettin of Stockholm, 23: 119-130.
Sriati., 2011 kajian bio-ekonomi sumberdaya ikan kakap merah yang didaratkan
dipantai selatan Tasikmalaya Jawa Barat, jurnal akuatika volume 279p
Sukresno, B., Agus, H., Budi, S. dan Subiyanto. 2015. Empirical Cumulative
Distribution Function (ECDF) Analysis of Thunnus.sp using ARGO Float Sub-
surface Multilayer Temperature Data in Indian Ocean South of Java.
Procedia Environmental Sciences, 23: 358-367
65
Sulandari, A., 2011 Strategi peningkatan produksi pada nelayan pancing tonda di
perairan teluk Prigi (Pelabuhan Perikanan Nasional Prigi), Laporan Thesis
FMIPA Universitas Indonesia 75p
Tamura, K., Peterson, D., Peterson, N., Stecher, G., Nei, M. and Kumar, S. 2011.
MEGA5: Molecular Molecular Evolutionary Genetis Analysis using Maximum
Likelihood, Evolutionary Distance, and Maximum Parsimony Methods.
Molecular Biology and Evolution, 28 (10): 2731–2739.
Taniguchi N dan Sugama K., 1990 Genetic variation and population structure of red
sea bream in the coastal waters of japan and the east china sea, Department
of Cultural Fisheries, Faculty of Agriculture Kochi University, Nankoku, Kochi
783, Japan: 56p
Tave D., 1995 Selective breeding programmes or medium-sized fish farms, Urania
Unlimited Coos Bay, Oregon USA
Ubaidillah., 2012. Pengantar Biosistematika Teori dan Praktek, Jakarta LIPI press.
Veneza I, Bruna Felipe, Joiciane Oliveira, Raimundo Silva, Iracilda Sampaio,
Horacio Schneider, Grazielle Gomes. 2014 A barcode for the authentication
of the snappers (Lutjanidae) of the western Atlantic: rDNA 5S or
mitochondrial COI, Food Control 38 (2014) 116e123, Science Direct 117p
Veron J.E.N, Devantier LM, Turak E., Green A.L., Kininmonth S, Smith M.S.,
Peterson N. 2009. Delineating the coral triangle. Galaxea, Journal of Coral
Reef Studies 11: 91-100
Veilleux H.D, Lynne V.H, Richard D.E, Michael J. T, Newman S.J. 2011 Strong
genetic subdivision generates high genetic variability among eastern and
western Australian populations of Lutjanus carponotatus (Richardson).
Fisheries Research 108 (2011) 74–80
66
Wahyuningsih., 2013. Parameter populasi ikan kakap merah (lutjanus malabaricus)
di perairan laut Jawa bagian timur, Balai Perikanan Laut Jakarta, Vol. 5 (3)
Desember 2013 : 175-179p
Walter, J. and W. Ingram. 2009. Exploration of the NMFS bottom longline survey for
potential deepwater cryptic biomass. National Marine Fisheries Science
Center. 13p
Wijaya G.S.J. 2013, Struktur genetik dan filogenetik ikan tuna (thunnus spp.) di tpi
tanjung luar, lombok berdasarkan dna mitokondria, HAYATI Journal of
Biosciences, Vol.2 2013
Woodland D.J. and R. C. Anderson. 2014. Description of a new species of rabbit fish
(Perciformes: Siganidae) from southern India, Sri lanka and Maldives.
Zootaxa 3811(1): 129-136
Wujdi A. dan Suwarso 2014. Hasil tangkapan dan musim ikan tongkol di perairan
Prigi, Simposium Nasional Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan, Bali
2p
67
Ye Y., Li J.,Wu C., 2015 Genetic diversity and population connectivity of the Asian
green mussel Perna viridis in South China Sea, inferred from mitochondria
DNA markers. Biochemical Systematics and Ecology. 61: 470-476
Zhang J.B, Huang LM dan Huo HQ 2004. Larval identification of Lutjanus Bloch in
Nansha coral reefs by AFLP molecular method. Journal Bio Ecology. 298: 3-
20.
________ dan Hanner R. 2011 DNA barcoding is a useful tool for the identification of
marine fishes from Japan. Biochemical Systematics and Ecology 39 (2011)
31–42
68
Lampiran 1. Aneka jenis spesies ikan kakap merah
69
L. erythropterus (UB.FPIK.009) L. erythropterus (UB.FPIK.010)
70
Lampiran 2. Kromatogram dan urutan basa nukleutida sampel UB.FPIK.001
ACCAAAAGACATTGGCACCCTCTATCTAGTATTTGGTGCTTGAGCCGGAAT
AGTAGGCACCGCCCTAAGCCTGCTCATTCGAGCAGAACTTAGTCAACCAGG
GGCCCTCCTTGGGGACGACCAGATCTACAATGTAATCGTTACGGCACATGC
ATTCGTAATGATTTTCTTTATAGTAATGCCAATCATAATCGGGGGATTTGG
AAACTGACTAATCCCACTTATAATCGGAGCCCCCGACATGGCATTCCCCCG
AATAAATAACATGAGCTTTTGACTTCTGCCCCCCTCTTTCCTTCTCCTGCT
CGCATCTTCTGGAGTCGAAGCTGGAGCCGGAACCGGATGAACAGTTTATCC
TCCATTGGCAGGGAACCTGGCACACGCAGGAGCATCTGTTGACCTAACCAT
CTTTTCTCTTCATCTAGCAGGGGTCTCTTCAATCCTCGGGGCTATTAATTT
TATTACCACAATTATTAACATGAAACCACCAGCAATTTCCCAATACCAGAC
ACCCCTGTTTGTCTGAGCTGTCCTAATTACAGCTGTCCTTCTCCTTCTTTC
CCTTCCAGTGCTGGCAGCTGGGATTACGATGCTTCTCACAGACCGAAATTT
AAATACCACCTTCTTTGACCCCGCGGGAGGGGGAGACCCTATTCTTTACCA
ACACCTCTTCTGATTCTTTGGCCCCA
71
Lampiran 3. Kromatogram dan urutan basa nukleutida sampel UB.FPIK.002
AYCCAAAAGACATTGGCACCCTCTATCTAGTATTTGGTGCTTGAGCCGGAATA
GTAGGCACCGCCCTAAGCCTGCTCATTCGAGCAGAACTTAGTCAACCAGGGGC
CCTCCTTGGGGACGACCAGATCTACAATGTAATCGTTACGGCACATGCATTCG
TAATGATTTTCTTTATAGTAATGCCAATCATAATCGGGGGATTTGGAAACTGA
CTAATCCCACTTATAATCGGAGCCCCCGACATGGCATTCCCCCGAATAAATAA
CATGAGCTTTTGACTTCTGCCCCCCTCTTTCCTTCTCCTGCTCGCATCTTCTG
GAGTCGAAGCTGGAGCCGGAACCGGATGAACAGTTTATCCTCCATTGGCAGGG
AACCTGGCACACGCAGGAGCATCTGTTGACCTAACCATCTTTTCTCTTCATCT
AGCAGGGGTCTCTTCAATCCTCGGGGCTATTAATTTTATTACCACAATTATTA
ACATGAAACCACCAGCAATTTCCCAATACCAGACACCCCTGTTTGTCTGAGCT
GTCCTAATTACAGCTGTCCTTCTCCTTCTTTCCCTTCCAGTGCTGGCAGCTGG
GATTACGATGCTTCTCACAGACCGAAATTTAAATACCACCTTCTTTGACCCCG
CGGGAGGGGGAGACCCTATTCTTTACCAACACCTCTTCTGATTCTTTGGCCCC
AG
72
Lampiran 4. Kromatogram dan urutan basa nukleutida sampel UB.FPIK.003
CCAAAAGACATTGGCACCCTCTATCTAGTATTTGGTGCTTGAGCCGGAATAG
TAGGCACCGCCCTAAGCCTGCTCATTCGAGCAGAACTTAGTCAACCAGGGGC
CCTCCTTGGGGACGACCAGATCTACAATGTAATCGTTACGGCACATGCATTC
GTAATGATTTTCTTTATAGTAATGCCAATCATAATCGGGGGATTTGGAAACT
GACTAATCCCACTTATAATCGGAGCCCCCGACATGGCATTCCCCCGAATAAA
TAACATGAGCTTTTGACTTCTGCCCCCCTCTTTCCTTCTCCTGCTCGCATCT
TCTGGGGTCGAAGCTGGAGCCGGAACCGGATGAACAGTTTACCCTCCATTGG
CAGGGAACCTGGCACACGCAGGAGCATCTGTTGACCTAACCATCTTTTCTCT
TCATCTAGCAGGGGTCTCTTCAATCCTCGGGGCTATTAATTTTATTACCACA
ATTATTAACATGAAACCACCAGCAATTTCCCAATACCAAACACCCCTGTTTG
TCTGAGCTGTCCTAATTACAGCTGTCCTTCTCCTTCTTTCCCTTCCAGTGCT
GGCAGCTGGGATTACGATGCTTCTCACAGACCGAAATTTAAATACCACCTTC
TTTGACCCCGCGGGAGGGGGAGACCCTATTCTTTACCAACACCTCTTCTGAT
TCTTTGGCCACCCGAAAAGTCTAAAGGGAGGGG
73
Lampiran 5. Kromatogram dan urutan basa nukleutida sampel UB.FPIK.004
CRAAGACATTGGCACCCTCTATCTAGTATTTGGTGCTTGAGCCGGAATAGTA
GGCACCGCCCTAAGCCTGCTCATTCGAGCAGAACTTAGTCAACCAGGGGCCC
TCCTTGGGGACGACCAGATCTACAATGTAATCGTTACGGCACATGCATTCGT
AATGATTTTCTTTATAGTAATGCCAATCATAATCGGGGGATTTGGAAACTGA
CTAATCCCACTTATAATCGGAGCCCCCGACATGGCATTCCCCCGAATAAATA
ACATGAGCTTTTGACTTCTGCCCCCCTCTTTCCTTCTCCTGCTCGCATCTTC
TGGGGTCGAAGCTGGAGCCGGAACCGGATGAACAGTTTATCCTCCATTGGCA
GGGAACCTGGCACACGCAGGAGCATCTGTTGACCTAACCATCTTTTCTCTTC
ATCTAGCAGGGGTCTCTTCAATCCTCGGGGCTATTAATTTTATTACCACAAT
TATTAACATGAAACCACCAGCAATTTCCCAATACCAGACACCCCTGTTTGTC
TGAGCTGTCCTAATTACAGCTGTCCTTCTCCTTCTTTCCCTTCCAGTGCTGG
CAGCTGGGATTACGATGCTTCTCACAGACCGAAATTTAAATACCACCTTCTT
TGACCCCGCGGGAGGGGGAGACCCTATTCTTTACCAACACCTCTTCTGATTC
TTT
74
Lampiran 6. Kromatogram dan urutan basa nukleutida sampel UB.FPIK.005
CYAAAAGACATTGGCACCCTCTATCTAGTATTTGGTGCTTGAGCCGGAATAG
TAGGCACCGCCCTAAGCCTGCTCATTCGAGCAGAACTTAGTCAACCAGGGGC
CCTCCTTGGGGACGACCAGATCTACAATGTAATCGTTACGGCACATGCATTC
GTAATGATTTTCTTTATAGTAATGCCAATCATAATCGGGGGATTTGGAAACT
GACTAATCCCACTTATAATCGGAGCCCCCGACATGGCATTCCCCCGAATAAA
TAACATGAGCTTTTGACTTCTGCCCCCCTCTTTCCTTCTCCTGCTCGCATCT
TCTGGAGTCGAAGCTGGAGCCGGAACCGGATGAACAGTTTATCCTCCATTGG
CAGGGAACCTGGCACACGCAGGAGCATCTGTTGACCTAACCATCTTTTCTCT
TCATCTAGCAGGGGTCTCTTCAATCCTCGGGGCTATTAATTTTATTACCACA
ATTATTAACATGAAACCACCAGCAATTTCCCAATACCAGACACCCCTGTTTG
TCTGAGCTGTCCTAATTACAGCTGTCCTTCTCCTTCTTTCCCTTCCAGTGCT
GGCAGCTGGGATTACGATGCTTCTCACAGACCGAAATTTAAATACCACCTTC
TTTGACCCCGCGGGAGGGGGAGACCCTATTCTTTACCAACACCTCTTCTGAT
TCTTTGGCCACCA
75
Lampiran 7. Kromatogram dan urutan basa nukleutida sampel UB.FPIK.006
AYCCAAAAGACATTGGCACCCTCTATCTAGTATTTGGTGCTTGAGCCGGAATA
GTAGGCACCGCCCTAAGCCTGCTCATTCGAGCAGAACTTAGTCAACCAGGGGC
CCTCCTTGGGGACGACCAGATCTACAATGTAATCGTTACGGCACATGCATTCG
TAATGATTTTCTTTATAGTAATGCCAATCATAATCGGGGGATTTGGAAACTGA
CTAATCCCACTTATAATCGGAGCCCCCGACATGGCATTCCCCCGAATAAATAA
CATGAGCTTTTGACTTCTGCCCCCCTCTTTCCTTCTCCTGCTCGCATCTTCTG
GGGTCGAAGCTGGAGCCGGAACCGGATGAACAGTTTACCCTCCATTGGCAGGG
AACCTGGCACACGCAGGAGCATCTGTTGACCTAACCATCTTTTCTCTTCATCT
AGCAGGGGTCTCTTCAATCCTCGGGGCTATTAATTTTATTACCACAATTATTA
ACATGAAACCACCAGCAATTTCCCAATACCAAACACCCCTGTTTGTCTGAGCT
GTCCTAATTACAGCTGTCCTTCTCCTTCTTTCCCTTCCAGTGCTGGCAGCTGG
GATTACGATGCTTCTCACAGACCGAAATTTAAATACCACCTTCTTTGACCCCG
CGGGAGGGGGAGACCCTATTCTTTACCAACACCTCTTCTGATTCTT
76
Lampiran 8. Kromatogram dan urutan basa nukleutida sampel UB.FPIK.007
AYATTGGCACCCTCTATCTAGTATTTGGTGCTTGAGCCGGAATAGTAGGCA
CCGCCCTAAGCCTGCTCATTCGAGCAGAACTTAGTCAACCAGGGGCCCTCC
TTGGGGACGACCAGATCTACAATGTAATCGTTACGGCACATGCATTCGTAA
TGATTTTCTTTATAGTAATGCCAATCATAATCGGGGGATTTGGAAACTGAC
TAATCCCACTTATAATCGGAGCCCCCGACATGGCATTCCCCCGAATAAATA
ACATGAGCTTTTGACTTCTGCCCCCCTCTTTCCTTCTCCTGCTCGCATCTT
CTGGGGTCGAAGCTGGAGCCGGAACCGGATGAACAGTTTATCCTCCATTGG
CAGGGAACCTAGCACACGCAGGAGCATCTGTTGACCTAACCATCTTTTCTC
TTCATCTAGCAGGGGTCTCTTCAATCCTCGGGGCTATTAATTTTATTACCA
CAATTATTAACATGAAACCACCAGCAATTTCCCAATACCAAACACCCCTGT
TTGTCTGAGCTGTCCTAATTACAGCTGTCCTTCTCCTTCTTTCCCTTCCAG
TGCTGGCAGCTGGGATTACGATGCTTCTCACAGACCGAAATTTAAATACCA
CCTTCTTTGACCCCGCGGGAGGGGGAGACCCTATTCTTTACCAACACCTCT
TCTGATTCT
77
Lampiran 9. Kromatogram dan urutan basa nukleutida sampel UB.FPIK.008
ACCAAAAGACATTGGCACCCTCTATCTAGTATTTGGTGCTTGAGCCGGAAT
AGTAGGCACCGCCCTAAGCCTGCTCATTCGAGCAGAACTTAGTCAACCAGG
GGCCCTCCTTGGGGACGACCAGATCTACAATGTAATCGTTACGGCACATGC
ATTCGTAATGATTTTCTTTATAGTAATGCCAATCATAATCGGGGGATTTGG
AAACTGACTAATCCCACTTATAATCGGAGCCCCCGACATGGCATTCCCCCG
AATAAATAACATGAGCTTTTGACTTCTGCCCCCCTCTTTCCTTCTCCTGCT
CGCATCTTCTGGGGTCGAAGCTGGAGCCGGAACCGGGTGAACAGTTTATCC
TCCATTGGCAGGGAACCTGGCACACGCAGGAGCATCTGTTGACCTAACCAT
CTTTTCTCTTCATCTAGCAGGGGTTTCTTCAATCCTCGGGGCTATTAATTT
TATTACCACAATTATTAACATGAAACCACCAGCAATTTCCCAATACCAGAC
ACCCCTGTTTGTTTGAGCTGTCCTAATTACAGCTGTCCTTCTCCTTCTTTC
CCTTCCAGTGTTAGCAGCTGGGATTACGATGCTTCTCACAGACCGAAATTT
AAATACCACCTTCTTTGACCCCGCGGGAGGGGGAGACCCTATTCTTTACCA
ACACCTCTTCTGATTCTTTGGCCACCCGAAAAGTCTAAAAGGGGGGGG
78
Lampiran 10. Kromatogram dan urutan basa nukleutida sampel UB.FPIK.009
CYACAAAGACATTGGCACCCTCTATCTAGTATTTGGTGCTTGAGCCGGAATA
GTAGGCACCGCCCTAAGCCTGCTCATTCGAGCAGAACTTAGTCAACCAGGGG
CCCTCCTTGGGGACGACCAGATCTACAATGTAATCGTTACGGCACATGCATT
CGTAATGATTTTCTTTATAGTAATGCCAATCATAATCGGGGGATTTGGAAAC
TGACTAATCCCACTTATAATCGGAGCCCCCGACATGGCATTCCCCCGAATAA
ATAACATGAGCTTTTGACTTCTGCCCCCCTCTTTCCTTCTCCTGCTCGCATC
TTCTGGGGTCGAAGCTGGAGCCGGAACCGGATGAACAGTTTACCCTCCATTG
GCAGGGAACCTGGCACACGCAGGAGCATCTGTTGACCTAACCATCTTTTCTC
TTCATCTAGCAGGGGTCTCTTCAATCCTCGGGGCTATTAATTTTATTACCAC
AATTATTAACATGAAACCACCAGCAATTTCCCAATACCAAACACCCCTGTTT
GTCTGAGCTGTCCTAATTACAGCTGTCCTTCTCCTTCTTTCCCTTCCAGTGC
TGGCAGCTGGGATTACGATGCTTCTCACAGACCGAAATTTAAATACCACCTT
CTTTGACCCCGCGGGAGGGGGAGACCCTATTCTTTACCAACACCTCTTCTGA
TTCTT
79
Lampiran 11. Kromatogram dan urutan basa nukleutida sampel UB.FPIK.010
CYACAAAGACATTGGCACCCTCTATCTAGTATTTGGTGCTTGAGCCGGAATA
GTAGGCACCGCCCTAAGCCTGCTCATTCGAGCAGAACTTAGTCAACCAGGGG
CCCTCCTTGGGGACGACCAGATCTACAATGTAATCGTTACGGCACATGCATT
CGTAATGATTTTCTTTATAGTAATGCCAATCATAATCGGGGGATTTGGAAAC
TGACTAATCCCACTTATAATCGGAGCCCCCGACATGGCATTCCCCCGAATAA
ATAACATGAGCTTTTGACTTCTGCCCCCCTCTTTCCTTCTCCTGCTCGCATC
TTCTGGGGTCGAAGCTGGAGCCGGAACCGGATGAACAGTTTACCCTCCATTG
GCAGGGAACCTGGCACACGCAGGAGCATCTGTTGACCTAACCATCTTTTCTC
TTCATCTAGCAGGGGTCTCTTCAATCCTCGGGGCTATTAATTTTATTACCAC
AATTATTAACATGAAACCACCAGCAATTTCCCAATACCAAACACCCCTGTTT
GTCTGAGCTGTCCTAATTACAGCTGTCCTTCTCCTTCTTTCCCTTCCAGTGC
TGGCAGCTGGGATTACGATGCTTCTCACAGACCGAAATTTAAATACCACCTT
CTTTGACCCCGCGGGAGGGGGAGACCCTATTCTTTACCAACACCTCTTCTGA
TTCTT
80
Lampiran 12. Peta fishing ground
81
Lampiran 13. Foto kegiatan penelitian
Memasukkan sampel ke
sumur gel agarose
Memasukkan sampel ke
mesin PCR
82