Saat sedang shift siang pada Senin, 27 Maret 2023 di ruang ICU I RSD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang ketika melakukan pengkajian pasien yang mengalami penurunan kesadaran dengan diagnosa medis trombositopenia. Disitu saya ingin mengkaji nyeri yang pasien rasakan namun pasien tidak bisa memberikan data subjektif secara langsung. 2. FEELINGS : Perasaan dan pikiran tentang pengalaman Saya berpikir apakah pasien kritis yang mengalami penurunan kesadaran itu tidak bisa dikaji tingkat nyerinya atau bagaimana ya mengingat pasien tidak bisa berespon secara verbal untuk menjelaskan keluhannya. Biasanya saya menggunakan pengkajian PQRST namun jelas tidak bisa diterapkan di sini. 3. EVALUATION : Evaluasi pengalaman, baik dan buruk Saya kebingungan untuk mengatasi masalah tersebut, lalu saya membuka buku panduan ternyata di target kompetensi ada yang namanya pengkajian nyeri CPOT. Ternyata pengkajian tersebut dilakukan untuk pasien kritis. Saya juga klarifikasi ke perawat tentang pengkajian nyeri CPOT itu penerapannya seperti apa. Saya mendapat penjelasan ringan bahwa pengkajian nyeri CPOT itu berfokus dalam respon pasien secara objektif. 4. ANALYSIS : Analisis untuk memahami situasi Saya menemukan artikel yang membahas tentang pengkajian CPOT. Menurut (Apriani., dkk, 2018) menjelaskan bahwa indikator pengkajian instrumen CPOT terdiri dari ekspresi wajah, gerakan tubuh, keteraturan terhadap Ventilator untuk pasien yang terintubasi, vokalisasi nyeri untuk pasien yang terekstubasi dan ketegangan otot. Indikator tersebut dapat dikatakan sudah mewakili gambaran ekpresi rasa nyeri yang mereka rasakan walaupun mereka tidak dapat mengungkapkan secara verbal, namun perawat yang mengkaji nyeri pasien dapat menangkap pesan yang di sampaikan pasien melalui perilaku dalam bentuk indikator pengkajian instrumen CPOT tersebut. Instrumen CPOT tidak akan menimbulkan persamaan persepsi pada saat dilakukan pengkajian nyeri walaupun pengkajian dikerjakan oleh orang yang berbeda di karenakan indikator berupa perilaku yang menggambarkan rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien penurunan kesadaran dan pasien yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal. 5. CONCLUSION : Kesimpulan tentang apa yang Anda pelajari dan apa yang bisa Anda lakukan Berdasarkan telusur materi dan analisa data dari klarifikasi perawat maka perlu diperhatikan dalam skor penentuan pengkajian nyeri CPOT. Perlu mengingat indikator pengkajian nyeri CPOT untuk kata kuncinya adalah ekspresi wajah 0= santai, 1= tegang, 2= meringis. Gerakan tubuh 0= tidak ada Gerakan, 1= ada Gerakan perlindungan, 2= gelisah. Kepatuhan ventilator (intubasi) 0= toleransi, 1= batuk tapi masih toleransi, 2= melawan ventilasi. Vokalisasi (ekstubasi) 0= berbicara nada normal atau tanpa suara, 1= menghela napas, 2= menangis. Ketegangan otot 0= santai, 1= tegang kaku, 2= sangat tegang. Keterangan hasil skor pemgkajian CPOT, skor 0 = tidak nyeri, skor 1-2 = nyeri ringan, skor 3-4 = nyeri sedang, skor 5-6 = nyeriberat, skor 7-8 = nyeri sangat berat. 6. ACTION PLAN : Rencana tindakan. Setelah mempelajari materi dan analisa artikel, rencana tindak lanjut ke depan ketika menghadapi situasi yang sama adalah menerapkan pengkajian nyeri CPOT pada pasien kritis untuk menilai tingkat nyeri sehingga ketika didapatkan nyeri sedang dan diatasnya dapat segera diberikan terapi farmakologi atau nonfarmakologi. 7. DAFTAR PUSTAKA Apriani, A., Agustinah, R., & Hafifah, I. (2018). Pengkajian Nyeri CPOT dan Wong Bekker Pasien Penurunan Kesadaran. Dunia Keperawatan: Jurnal