Anda di halaman 1dari 12

Mengenal Nyeri Neuropatik Akut Pasca Seksio Sesarea

Muh. Ramli Ahmad, Rezki Hardiyanti


Departemen Anestesiologi,Terapi Intensif & Manajemen Nyeri
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin–RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Abstrak

Nyeri neuropatik akut pascabedah Seksio Sesarea (SS) ditandai dengan adanya tanda dan gejala nyeri neuropatik
yang berbeda dari nyeri nosiseptif berupa alodinia dan hiperalgesia, yang ditemukan pada periode awal hingga
1 bulan pascabedah. Nyeri neuropatik akut dapat terjadi akibat cedera langsung pada saraf iliohipogastrika dan
ilionguinal akibat pembedahan SS, yang selanjutnya memicu pelepasan ektopik dan perubahan kanal ion pada
saraf perifer, serta memicu terjadinya sensitisasi sentral. Meskipun demikian, disfungsi saraf pascabedah biasanya
merupakan kombinasi dengan nyeri nosiseptif akibat kerusakan jaringan dan peradangan. Skrining perioperatif
dan faktor risiko dapat menggunakan alat skrining Douleur Neuropathique en 4 (DN4) atau DN2 untuk mencegah
perkembangan menjadi nyeri persisten. Pendekatan saat ini untuk pencegahan nyeri neuropatik kronis bertujuan
untuk mengoptimalkan analgesia dan mengurangi nosisepsi dari nyeri akut dengan memodifikasi teknik bedah
dan memilih anestesi regional. Pengobatan nyeri neuropatik memerlukan kombinasi terapi farmakologis, fisik,
dan terapi perilaku. Beberapa terapi lini pertama pada penanganan nyeri neuropati akut seperti gabapentinoid,
opioid, antagonis reseptor NMDA, hingga terapi stimulasi listrik transkutan dan stimulasi medula spinalis menjadi
pertimbangan untuk nyeri neuropatik akut.

Kata kunci: Douleur Neuropathique en 4 (DN4), Nyeri neuropatik akut pascabedah, seksio sesarea, sensitisasi
sentral

Recognizing Acute Neuropathic Pain After Cesarean Section

Abstract

Acute neuropathic pain after cesarean section (CS) is characterized by the presence of signs and symptoms of
neuropathic pain that are different from nociceptive pain, in the form of allodynia and hyperalgesia in the early
postoperative period to one month after surgery. Acute neuropathic pain may result from direct injury to the
iliohipogastric and ilionguinal nerves due to CS, which in turn triggers the ectopic release and ion channel changes
in peripheral nerves, and triggers the central sensitization. However, postoperative nerve dysfunction usually
occur in combination with nociceptive pain due to tissue damage and inflammation. Perioperative and risk factors
screening with the Douleur Neuropathique en 4 (DN4) or DN2 screening tool can prevent the progression into
persistent pain. Thus, current approaches to prevent chronic neuropathic pain aimed to optimize analgesia and
reduce nociception from acute pain by modification of surgical techniques and preference of regional anesthesia.
Management of neuropathic pain may require a combination of pharmacological, physical, and behavioral therapy.
Several first-line therapies in the management of acute neuropathic pain including gabapentinoid, opioids, NMDA
receptor antagonists, up to transcutaneous electrical stimulation therapy and spinal cord stimulation may be
considered for acute neuropathic pain.

Key words: Cesarean section, Central sensitization, Douleur Neuropathique en 4 (DN4), Postoperative acute
neuropathic pain.

This article is licensed under a


Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
JAOI 2021;4(2): 140–151
©Muh. Ramli Ahmad, Rezki Hardiyanti
(2021) under the CC-BY-NC-SA license
140
Mengenal Nyeri Neuropatik Akut Pasca 141
Seksio Sesarea

I. Pendahuluan nyeri nosiseptif, berupa munculnya kesemutan,


panas seperti terbakar, alodinia, hiperalgesia,
Nyeri neuropatik didefinisikan oleh International atau disestesia yang ditemukan pada periode
Association for the Study of Pain (IASP) sebagai awal pascabedah.1,5,6 Beberapa literatur
nyeri yang dimulai atau disebabkan oleh lesi menyimpulkan bahwa istilah akut digunakan
primer atau disfungsi pada sistem saraf.1 Hal ini untuk mendefinisikan nyeri neuropatik yang
sering dianggap sebagai kondisi nyeri kronis dan terjadi dalam 24 jam setelah cedera saraf hingga
jarang ditemui sebagai masalah pada periode satu bulan setelah cedera tersebut. ANP yang
pascabedah. Namun, saat ini dikenal istilah acute tidak terdiagnosis dan tidak tertangani dapat
neuropathic pain (ANP) yang nyatanya dapat berkembang menjadi nyeri persisten kronis
menjadi penyebab nyeri pascabedah termasuk pascabedah yang menyebabkan morbiditas.6
pasca Seksio Sesarea (SS). Meskipun demikian,
disfungsi saraf pascabedah biasanya tidak terjadi III. Patomekanisme
secara tunggal tetapi merupakan kombinasi
dengan nyeri nosiseptif akibat kerusakan Patogenesis Cedera Saraf Pascabedah
jaringan dan peradangan.1 Nyeri pascabedah Nyeri neuropatik akut dapat terjadi akibat cedera
dianggap berasal dari nyeri nosiseptif dan langsung pada saraf akibat pembedahan. Derajat
jarang dipertimbangkan adanya kemungkinan cedera saraf akan tergantung pada apakah yang
keterlibatan nyeri neuropatik, termasuk pasca terjadi adalah neuropraksia, aksonotmesis atau
SS. Akibatnya, nyeri neuropatik akut sering tidak neurotmesis.1 Pada neuropraksia, akson tetap
terdiagnosis dan oleh karena itu tidak diobati.2 utuh, tetapi terdapat gangguan konduksi potensial
aksi melalui saraf karena demielinisasi fokal
Banyak penelitian telah dilakukan mengenai atau disfungsi kanal ion. Pada aksonotmesis,
kejadian nyeri persisten setelah SS seperti pada terjadi pemutusan akson yang mengakibatkan
banyak pembedahan lainnya, dengan kisaran nilai degenerasi Wallerian distal. Bentuk cedera
yang luas dari <1%–23% yang terjadi hingga 12 saraf yang paling parah adalah neurotmesis, di
bulan setelah SS.3 Sebuah penelitian prospektif mana terdapat diskontinuitas keseluruhan saraf,
terhadap 260 wanita sehat yang menjalani SS termasuk epineurium dan jaringan ikat.2 Cedera
elektif di Swedia melaporkan kejadian wanita saraf ini dapat disebabkan baik oleh efek anestesi,
yang menderita nyeri persisten pada satu atau prosedur pembedahan, atau karena faktor lain
lebih lokasi menjadi 40%, 27% dan 22% pada seperti hipotensi, hipotermia dan tekanan pada
tiga, enam dan 12 bulan setelah SS.4 Melihat saraf yang sakit saat pembedahan berlangsung.7
data ini, tidak menutup kemungkinan nyerinya Nyeri neuropatik pasca SS dihubungkan dengan
diawali oleh nyeri neuropatik akut namun tidak teknik insisi Pfannenstiel pada pembedahan
terdeteksi atau terabaikan karena nyeri persisten SS karena risiko hernia insisional yang lebih
biasa didahului nyeri neuropatik akut yang rendah dan manfaat estetika. Nyeri yang terus-
tidak diterapi. Pendekatan mekanistik untuk menerus muncul setelah SS ditandai sebagai
mengklasifikasikan nyeri menjadi sangat penting, nyeri neuropatik dan dapat terjadi akibat cedera
karena terdapat perbedaan dalam pendekatan saraf ilioinguinal dan iliohipogastrik yang
penanganan neuropatik dibandingkan nyeri menyebabkan nyeri persisten.3
nosiseptif.2
Cedera jaringan dan saraf adalah penyebab utama
II. Definisi nyeri persisten. Dengan demikian, modifikasi
potensial teknik pembedahan untuk mengurangi
Nyeri neuropatik didefinisikan sebagai “nyeri cedera jaringan, inflamasi atau respon adhesi, dan
yang disebabkan oleh cedera atau penyakit pada untuk mengurangi atau menghindari cedera atau
sistem saraf somatosensorik”. Nyeri neuropatik jeratan saraf dapat membantu mengurangi risiko
akut pascabedah ditandai dengan adanya tanda nyeri persisten.3 Sebuah penelitian menemukan
dan gejala nyeri neuropatik yang berbeda dari bahwa eksteriorisasi uterus mengakibatkan
142 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

frekuensi nyeri sedang atau berat yang lebih mungkin merupakan masalah klinis yang lebih
tinggi enam jam setelah pembedahan jika besar daripada yang umumnya diketahui dan
dibandingkan dengan perbaikan uterus in situ.8 dapat berkontribusi pada perkembangan nyeri
Diseksi yang hati-hati dan lembut, teknik neuropatik setelah pembedahan.9 Dua proses
yang sedikit melibatkan otot, tidak menutup yang saling bergantung tampaknya menjadi
peritoneum, menghindari eksteriorisasi uterus, kontributor utama untuk berkembangnya
sayatan dan pembedahan yang lebih kecil, dan nyeri neuropatik akut akibat kerusakan saraf
durasi yang lebih singkat harus dipertimbangkan pascabedah, yakni keseimbangan antara reaksi
untuk mengurangi nyeri yang menetap setelah kompensasi dan dekompensasi sistem saraf
SS. Modifikasi ini belum terbukti mengurangi sebagai respon terhadap kerusakan saraf dan
nyeri persisten tetapi mengurangi nyeri akut latar belakang genetik yang meningkatkan atau
pascabedah.3 melindungi seorang individu dari terjadinya
nyeri neuropatik. Banyak perubahan yang terjadi
sebagai respon terhadap cedera saraf berpotensi
maladaptif seperti perubahan ambang batas dan
sensitivitas saraf, pelepasan impuls ektopik,
gangguan konduksi, konektivitas yang tidak
tepat, pertumbuhan saraf yang gagal, degenerasi
sel saraf, dan jaringan parut glial. Beberapa dari
perubahan ini terjadi lebih awal setelah kerusakan
saraf dan berpartisipasi dalam fase induksi nyeri
neuropatik.10

Pelepasan Ektopik dan Perubahan Kanal ion


pada Akson Neuron Sensorik
Pada kondisi fisiologis, aktivasi serabut saraf
nosiseptif tidak bermielin (serat C) dan yang
bermielin tipis (serat Aδ) menunjukkan potensi
kerusakan jaringan baik oleh rangsangan mekanis,
termal, maupun kimiawi. Kondisi ini berubah
secara dramatis pada keadaan nyeri neuropatik.
Setelah lesi saraf tepi, aktivitas spontan terbukti
dapat terjadi pada serabut aferen nosiseptif yang
Gambar 1. Klasifikasi Cedera Saraf
(Dikutip dari : Laughlin RS et al. Postsurgical neuropathy: cedera maupun yang tidak cedera. Peningkatan
A descriptive review. Mayo Clin Proc. 2020;95(2):355-69) mRNA pada kanal natrium bertegangan
tampaknya berkorelasi dengan aktivitas ektopik
dan peningkatan ekspresi kanal natrium pada
Kerusakan saraf perifer mayor mungkin terlibat
serabut saraf yang mengalami cedera dapat
pada timbulnya nyeri neuropatik setelah
menurunkan ambang batas potensial aksi sampai
pembedahan. Dugaan bahwa hiperalgesia
aktivitas ektopik berlangsung. Perubahan serupa
sensorik yang muncul setelah artroplasti pinggul
pada neuron nosiseptif kedua diperkirakan terjadi
mungkin disebabkan oleh kerusakan otot atau
setelah lesi sentral, yang menyebabkan timbulnya
jaringan dalam, didukung oleh eksperimen
nyeri neuropatik sentral.11
yang meneliti 'nyeri otot neuropatik' pada
model hewan. Sebuah penelitian memberikan
Selain itu, Beberapa penelitian berhasil
bukti eksperimental bahwa hiperalgesia otot
membuktikan bahwa ekspresi subtipe kanal
yang persisten terjadi pada model hewan
natrium (misalnya, Nav1.3, Nav1.7, Nav1.8, dan
dengan nyeri neuropatik. Hal ini menunjukkan
Nav1.9) secara dramatis berubah karena adanya
bahwa nyeri neuropatik yang timbul dari otot
cedera saraf dan dapat menjelaskan peningkatan
Mengenal Nyeri Neuropatik Akut Pasca 143
Seksio Sesarea

rangsangan neuron dorsal root ganglia (DRG) neuropatik. Ketika reseptor N-methyl-D-aspartate
setelah cedera saraf perifer. Penelitian terbaru (NMDA) teraktivasi, glutamat dengan cepat akan
menunjukkan bahwa kemokin, seperti growth- terikat pada reseptor tersebut dan selanjutnya
related oncogene (GRO) dalam DRG memainkan meningkatkan Na+ dan Ca2+ intraseluler. Proses
peran penting dalam perubahan ekspresi kanal ini selanjutnya memicu aktivasi protein kinase C,
natrium yang diinduksi cedera saraf. 12,13 fosfolipase C, NO sintase dan juga dengan segera
menginduksi ekspresi gen. Terdapat juga impuls
Penurunan kepadatan kanal kalium setelah yang timbul dari serabut A dan biasanya bersinaps
aksotomi dapat juga meningkatkan rangsangan dengan lamina IV/ V yang kemudian berhubungan
neuron sensorik. Hal ini didukung oleh penelitian dengan lamina II (substantia gelatinosa). Hal ini
bahwa meksiletin dapat menyebabkan redaman menjelaskan alodinia dan hiperalgesia.4
nyeri neuropatik, juga memfasilitasi arus K+
pada neuron DRG. Penelitian sebelumnya Pada tingkat sentral, sensitisasi berkembang
juga menunjukkan bahwa cedera saraf tepi sebagai akibat aktivitas ektopik di perifer.
menimbulkan perubahan kanal Ca2+ yang peka Hal ini menyebabkan peningkatan pelepasan
rangsangan pada neuron DRG. Sejak kanal rangsang asam amino (misalnya, glutamat
tersebut terlibat dalam mengontrol pelepasan yang bertanggung jawab untuk peningkatan
neurotransmiter dari terminal neuron sensorik, aktivasi NMDA yang menyebabkan eksitabilitas
sentral dan simpatis di sumsum tulang belakang, neuronal) dan neuropeptida (misalnya, substansi
perubahan ini memberi implikasi yang signifikan P) di kornu dorsalis sumsum tulang belakang,
pada pemrosesan nosiseptif dalam kondisi kemudian menyebabkan perubahan fungsional
patologis. Faktanya, kemampuan antikonvulsan neuron kedua. Perubahan ini disebut sebagai
(misalnya, karbamazepin dan gabapentin) untuk neuroplastisitas dan bermanifestasi sebagai
mengurangi alodinia mekanis dapat melibatkan hipereksitabilitas yang menyebabkan hiperalgesia
mekanisme interaksi dengan kanal Ca2+ yang dan alodinia. Perubahan serupa juga terjadi pada
terlokalisasi pada neuron DRG yang cedera.12,13 tingkat supraspinal.2

Sensitisasi Sentral Proses sensitisasi sentral sangat bergantung


Patofisiologi nyeri pascabedah termasuk pada pada fosforilasi reseptor NMDA yang
SS bersifat kompleks dan mencakup elemen diaktifkan glutamat. Pada keadaan fisiologis,
nosiseptif (yang dihasilkan oleh stimulus kanal NMDA tetap diam karena inhibisi
berbahaya dari pembedahan), dan inflamasi oleh magnesium (Mg). Namun membran sel
(akibat cedera jaringan dan aktivasi sel imun).6 saraf akan mengalami depolarisasi progresif
Adapun nyeri neuropatik akut pascabedah terjadi sebagai respon terhadap stimulasi berulang
akibat perubahan baik pada sistem saraf tepi melalui aktivasi reseptor α-amino-3-hydroxy-
maupun sistem saraf pusat. Pada sistem saraf tepi 5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA)
terjadi peningkatan pelepasan neurotransmiter oleh glutamat dan neurokinin 1 (NK1) oleh
yang mengurangi ambang batas nosiseptor.4,5 substansi P, blokade Mg dihilangkan, dan
Oleh karena itu, terjadi peningkatan masukan glutamat mampu mengaktifkan reseptor. Sebagai
aferen melalui serabut nyeri Aδ dan C. Terdapat respon terhadap kondisi ini, terjadi aliran masuk
pula pelepasan ektopik dari kanal ion Na+ dan Ca2+ yang mengaktifkan kanal ion Ca2+ dan
kanal ion lainnya, misalnya reseptor adrenergik. enzim fosforilasi, termasuk protein kinase A
Sedangkan pada sistem saraf pusat khususnya (PKA) dan C (PKC) serta protein kinase yang
pada area kornu dorsalis medula spinalis, diaktifkan mitogen (mitogen-activated protein
perubahan pelepasan neurotransmiter, aktivitas kinase, MAPK). Jadi, eksitasi input aferen yang
neuronal, kejadian intraseluler (ekspresi gen) berkolateral dengan segmen distal tidak cukup
dan perubahan anatomis dapat terjadi dengan menyebabkan neuron tereksitasi, tetapi sekali
sangat cepat. Glutamat adalah neurotransmiter neuron pada segmen distal menjadi peka setelah
yang dianggap penting pada terjadinya nyeri cedera, stimulus biasa cukup untuk mengeksitasi
144 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

neuron segmental yang jauh, dikenal dengan istilah IV. Faktor Risiko
“wind-up”.12 Secara khusus, PKC mengaktifkan
reseptor NMDA dan kanal Na+, menyebabkan Identifikasi faktor risiko terjadinya nyeri
depolarisasi lebih lanjut yang berkontribusi pada persisten setelah SS dapat membantu mencegah
wind-up. MAPK P38 memfosforilasi enzim, atau memprediksi kondisi transisi neuropatik ke
termasuk fosfolipase A2, yang memulai pelepasan persisten.3
asam arakidonat dan menyediakan substrat
untuk jalur cyclooxygenase (COX) mensintesis Faktor Risiko Prabedah
prostaglandin (PGE). PGE bekerja prasinaptik dan Faktor risiko prabedah penting untuk dikenali
pascasinaptik untuk meningkatkan pembukaan pada pasien yang mungkin cenderung mengalami
kanal ion Ca2+ untuk memblokir penghambatan nyeri persisten setelah SS.3 Sebuah penelitian
glisinergik di tingkat interneuron. Aktivasi input menjelaskan bahwa jika alasan dilakukannya
aferen dan neuron kedua diatur oleh inhibisi SS adalah psikologis (didefinisikan sebagai SS
lokal interneuron yang melepaskan asam amino atas permintaan ibu), terdapat risiko yang jauh
inhibisi, termasuk GABA dan glisin. Ketika input lebih tinggi untuk nyeri kronis pada periode
aferen frekuensi tinggi terjadi, penghambatan waktu tiga bulan, sementara SS darurat juga
berkurang yang menyebabkan peningkatan dikaitkan dengan peningkatan nyeri persisten.
respons neuron wide dynamic range (WDR). Hal ini telah dibuktikan secara eksperimental
Hilangnya penghambatan melalui GABA atau bahwa stres sebelum atau sesudah pembedahan
input glisin menambah respon neuron WDR yang memperpanjang durasi hiperalgesia yang diinduksi
memfasilitasi rangsangan pada kornu dorsal.12 oleh insisi. Berbagai faktor psikososial mungkin
memainkan peran penting dan memerlukan
penyelidikan lebih lanjut, meskipun temuan dari
penelitian sebelumnya tidak selalu konsisten atau
konklusif.4 Nyeri yang ada sebelum kehamilan
atau selama kehamilan dapat merupakan faktor
risiko terjadinya nyeri persisten. Kecenderungan
nyeri persisten pada pasien dengan nyeri atau
cedera atau pembedahan sebelumnya sesuai
dengan konsep disekuilibrium, dengan hilangnya
keseimbangan dari keadaan alostatik kompensasi
sistem antinosiseptif dari rasa sakit atau cedera
yang sudah ada sebelumnya.3 Seiring dengan
nyeri yang sudah ada sebelumnya, data klinis
dan eksperimental mendukung hiperalgesia
yang diinduksi opioid, yang mengaitkan paparan
opioid prabedah dan perioperatif dengan
peningkatan nyeri persisten setelah pembedahan.
Hal ini ditunjukkan pada model tikus bahwa
Gambar 2. Sensitisasi sentral: eksitasi aferen prim- opioid dapat menyebabkan hiperalgesia yang
er menghasilkan glutamat dan pelepasan substansi berlebihan, sementara dosis opioid berulang
P, yang bekerja secara sinapsis pada neuron kedua mengakibatkan sensitisasi sentral yang persisten
dan eksitasi meningkatkan kalsium intraseluler yang dapat dicegah dengan antagonis reseptor
dan mengaktifkan segudang protein kinase. NMDA, seperti ketamin.3
(Dikutip dari: Fisher CJ, Yaksh TL, Bruno K, Eddinger KA.
Basic Science of Pain: In Pangarkar S, Pham QG, Eapen BC,
eds. Pain Care Essentials and Innovations. Cathleen Sether Faktor Risiko Intraoperatif
Publisher. 2020. p. 1-13.) Identifikasi faktor risiko intraoperatif dapat
membantu memahami komponen pembedahan
yang dapat ditargetkan untuk mengurangi
Mengenal Nyeri Neuropatik Akut Pasca 145
Seksio Sesarea

kejadian nyeri persisten setelahnya. Dalam V. Skrining Nyeri Perioperatif


sebuah penelitian terhadap 866 wanita Belanda,
adanya lebih dari dua sayatan Pfannenstiel dan SS Intensitas nyeri dapat dievaluasi menggunakan
darurat merupakan faktor risiko yang signifikan beberapa modalitas, salah satunya yang cukup
terjadinya nyeri persisten. Ditunjukkan bahwa sederhana adalah Numerical Rating Scale
peningkatan ukuran dan/atau jumlah sayatan (NRS).6,16 Selain NRS, untuk mendiagnosis nyeri
Pfannenstiel dapat mengakibatkan kerusakan neuropatik dapat digunakan kuesioner DN4.
atau terperangkapnya saraf yang menginervasi Kuesioner DN4 mengevaluasi 10 poin mengenai
area suprapubik dan perut bagian bawah serta karakteristik nyeri, yang meliputi: (1) sensasi
pembentukan neuroma, yang berkontribusi pada terbakar, (2) nyeri termal, (3) sensasi sengatan
terjadinya nyeri neuropatik.3 Jenis anestesi yang listrik, (4) kesemutan, (5) sensasi tusukan jarum,
digunakan untuk SS telah diteliti sebagai salah (6) mati rasa, (7) gatal, (8) nyeri lokal, (9)
satu cara yang berpotensial mencegah nyeri hipostesia terhadap sentuhan ataupun tusukan,
persisten. dan (10) nyeri yang disebabkan atau meningkat
akibat gesekan di daerah yang sakit. Poin 1–7
Anestesi regional dan neuraksial terbukti lebih dari kuesioner DN4 diisi berdasarkan jawaban
unggul dari anestesi umum dalam mengurangi pada wawancara pasien, sedangkan poin 8–10
nyeri persisten setelah SS. Blok saraf dapat bekerja membutuhkan pemeriksaan pasien. Skor DN4
dengan menghambat transmisi nyeri inflamasi adalah jumlah total dari 10 poin ini yang ada pada
dan nosiseptif dari perifer ke sistem saraf pusat, setiap pasien dan nilai cut off untuk diagnosis nyeri
yang dengan demikian menghambat mekanisme neuropatik adalah skor 4/10. Untuk mengetahui
terjadinya sen- sitisasi pusat. Hal ini mengurangi apakah nyeri neuropatik ini berlangsung secara
kebutuhan opioid selama pembedahan dan dapat akut, penilaian dengan kuisoner DN4 atau DN2
menurunkan hiperalgesia yang diinduksi opioid.3 dilakukan sebelum pembedahan dan pada hari
Pada sebuah ulasan Cochrane, didapatkan bahwa 1 dan 6 sesudah pembedahan, sementara untuk
data yang dikumpulkan dari empat penelitian mengevaluasi apakah nyeri berlangsung secara
acak terkontrol dengan total 551 pasien menyukai kronik dilakukan penilaian pada bulan 3, 6, dan
anestesi regional/ neuraksial daripada anestesi 12 setelah pembedahan.17 Penelitian lain juga
umum untuk risiko nyeri persisten yang lebih menilai ANP dengan kuesioner DN4, di mana
rendah 3–8 bulan setelah SS.14 nyeri dievaluasi sebelum pembedahan dan
setidaknya 2 jam setelah pembedahan dan pada
Faktor Pascabedah hari kedua pascabedah.18
Banyak bukti yang mendukung derajat keparahan
nyeri pascabedah akut yang tinggi sebagai VI. Penatalaksanaan
faktor risiko yang terkait dengan transisi nyeri
akut menjadi nyeri kronis. Penelitian awal Pengobatan nyeri neuropatik memerlukan
menunjukkan pasien yang melaporkan nyeri kombinasi terapi farmakologis, fisik, dan terapi
persisten setelah SS lebih mungkin mengalami perilaku. Masih sangat sedikit bukti untuk
nyeri pascabedah akut yang berat dibandingkan pengobatan nyeri neuropatik akut, sehingga
dengan mereka yang tidak nyeri persisten (66% strategi manajemen pada keadaan akut harus
vs 44%).3 Penelitian prospektif terhadap 857 didasarkan pada pengobatan berbasis bukti dari
pasien yang menjalani SS elektif dengan anestesi keadaan nyeri kronis.2,20 Karena kurangnya data
spinal dan morfin intravena dengan Patient spesifik, pedoman membuat rekomendasi umum
Controlled Analgesia (PCA) selama 24 jam berdasarkan pengalaman pada manajemen nyeri
pertama pascabedah. Mereka menemukan bahwa neuropatik kronis, sehingga disarankan untuk
skor nyeri lebih tinggi pada periode 24 jam menggunakan antidepresan trisiklik, antikonvulan
pascabedah merupakan faktor risiko terjadinya dan stabilisator membran dalam pengelolaan
nyeri kronis.15 nyeri neuropatik akut. Ulasan terbaru lainnya
juga menunjukkan bahwa penambahan tramadol
146 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

Gambar 5. Formulir Kuisoner DN4


(Dikutip dari: Artemiadis AK, Panagiotis Zis. Neuropathic Pain in Acute and Subacute
Neuropathies: A Systematic Review. Pain Physician 2018; 21:111-20)

atau opioid lain dapat berguna untuk penanganan dan 600 mg dengan plasebo dengan harapan
awal pada nyeri neuropatik akut.21 untuk menemukan dosis yang efektif dengan
sedasi yang lebih rendah. Sayangnya, penelitian
Terapi Farmakologis tersebut gagal menunjukkan efikasi gabapentin
Antikonvulsan pada kedua dosis. Gabapentin dapat memiliki
Gabapentin merupakan obat antikonvulsan peran dalam analgesia pasca SS pada pasien
yang memiliki komponen analgesia, khususnya dengan nyeri kronik dan pasien dengan toleransi
nyeri neuropatik. Gabapentin telah diteliti opioid. Penelitian lain menemukan bahwa dosis
secara luas dalam pengelolaan nyeri kronik gabapentin 900 mg lebih efektif daripada 600
dan untuk analgesia pascabedah, di mana obat mg dalam mengurangi nyeri pasca SS, konsumsi
ini dihubungkan dengan lebih banyaknya opioid, mual, dan muntah. Sedangkan sebuah
penghentian opioid. Akan tetapi, perannya pada ulasan sistematik dan meta-analisis menunjukkan
pasien pasca SS yang belum mendapatkan opioid bahwa penggunaan profilaksis gabapentin oral
sebelumnya masih belum jelas. Sebagai bagian 600 mg sebelum SS meningkatkan kontrol
dari regimen obat analgesia, gabapentin oral nyeri pascabedah pada pasien sehat (ASA I
600 mg yang diberikan sebelum pembedahan atau II) yang menjalani anestesi spinal dengan
berhubungan dengan skor nyeri yang lebih opioid intratekal, sama baiknya dengan yang
rendah pada saat bergerak maupun istirahat. Akan mendapatkan OAINS dan asetaminofen pasca
tetapi, insidens sedasi lebih tinggi pada kelompok persalinan.22-24
gabapentin dibandingkan pada kelompok
plasebo.22 Pada sebuah penelitian tindak lanjut, Sebuah penelitian membandingkan antara
dibandingkan pemberian gabapentin 300 mg gabapentin oral dengan pregabalin oral untuk
Mengenal Nyeri Neuropatik Akut Pasca 147
Seksio Sesarea

mengurangi nyeri pascabedah pada pasien yang saat yang sama terapi oral harus dimulai dan
menjalani SS dengan anestesi spinal. Pada dosis distabilkan selama 1–2 minggu.2 Sebuah
penelitian ini, pemberian pregabalin preemtif lebih penelitian acak terkontrol plasebo tersamar
efektif dibandingkan dengan gabapentin dalam ganda menemukan bahwa bolus kecil 1,5 mg/kg
mengurangi insentitas nyeri akut pascabedah lidokain intravena selama induksi anestesi umum
dan mengurangi kebutuhan meperidin selama untuk SS elektif menurunkan konsumsi morfin
24 jam pasca pembedahan tanpa efek samping pascabedah selama 24 jam pertama setelah
serius. Berbeda dengan hasil penelitian tersebut, pembedahan.29
penelitian lain yang membandingkan pemberian
pregabalin 300 mg dan gabapentin 600 mg Tramadol
dengan plasebo menyimpulkan bahwa pregabalin Tramadol dan opioid tetap direkomendasikan
sama efektifnya dengan gabapentin tetapi lebih sebagai agen lini pertama karena onset timbulnya
unggul daripada plasebo.25,26 efek berlangsung cepat, meskipun nyeri
neuropatik biasanya kurang responsif terhadap
Penelitian mengenai pemberian pregabalin 300 opioid dibandingkan nyeri nosiseptif. Berbagai
mg prabedah mengurangi konsumsi morfin dan penelitian masih menunjukkan responsivitas
nyeri akut pascabedah pada pasien SS dengan opioid pada sejumlah kondisi nyeri neuropatik.2
anestesi spinal. Akan tetapi, peneliti tidak yakin Perlu dihindari penggunaan kombinasi tramadol
bahwa efek hemat morfin maternal menjustifikasi dengan antidepresan trisiklik atau selective
risiko peningkatan sedasi dan paparan bayi serotonine reuptake inhibitor (SSRI) karena efek
terhadap risiko pemberian pregabalin yang belum gabungannya dapat menurunkan ambang batas
diketahui. Pada sebuah ulasan sistematis dengan terjadinya kejang dan peningkatan risiko sindrom
meta-analisis dan analisis sekuensial penelitian serotonin.21 Sebuah penelitian membandingkan
mengenai manfaat dan bahaya pregabalin pada pemberian kombinasi sufentanil-tramadol
penatalaksanaan nyeri akut, disimpulkan bahwa dengan dosis berbeda untuk mengurangi nyeri
berdasarkan beberapa penelitian dengan risiko dalam 24 jam pertama pasca SS. Penelitian ini
bias yang rendah, pregabalin memiliki efek hemat menunjukkan bahwa VAS nyeri pascabedah
opioid minimal, tetapi risiko efek samping serius menurun seiring dengan peningkatan moderat
tampaknya meningkat. Akan tetapi, evaluasi konsentrasi sufentanil dan tramadol dalam
peringkat GRADE hanya menunjukkan bukti 24 jam pascabedah. Selain itu, konsumsi
dengan kualitas menengah hingga sangat rendah. total sufentanil berkurang, tanpa peningkatan
Akibatnya, penggunaan rutin pregabalin untuk insidens efek samping. Dengan menyesuaikan
penatalaksanaan nyeri pascabedah tidak dapat konsentrasi kombinasi sufentanil-tramadol,
direkomendasikan.27,28 analgesia pascabedah dapat ditingkatkan.31

Stabilisator Membran Antagonis Reseptor NMDA


Lidokain memberi efek analgetik melalui Obat golongan antagonis reseptor NMDA,
blokade kanal natrium. Terdapat peningkatan seperti ketamin pada dosis subanestetik efektif
ekspresi kanal natrium pada saraf perifer yang dalam mengurangi kebutuhan morfin dalam
rusak dengan depolarisasi ektopik. Hanya 24 jam pertama setelah pembedahan. Obat ini
terdapat sedikit bukti penggunaan agen ini pada merupakan modulator sensitisasi sentral dan
pengobatan ANP. Sebuah studi kohort berskala bermanfaat sebagai analgesik selain opioid
kecil menunjukkan penurunan skor nyeri (tramadol dan morfin) setelah pembedahan mayor
dibandingkan dengan basal dengan penggunaan pada abdomen dan telah terbukti berguna untuk
lidokain intravena pada pasien dengan luka bakar mengobati nyeri neuropatik yang tidak responsif.
parsial 10–30%.21 Namun, efek analgesik jangka panjang dari
antagonis NMDA belum terbukti memuaskan.31
Pada fase akut, lidokain parenteral atau ketamin
atau kombinasi keduanya dapat digunakan. Pada Sebuah penelitian mempelajari efek ketamin
148 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

intravena 10 mg pada periode perioperatif. yang dihasilkan lebih unggul, beberapa efek
Meskipun tidak terdapat perbedaan dalam kejadian samping terkait opioid (mis. pruritus) lebih sering
nyeri breakthrough dalam 24 jam pertama, terjadi pada pemberian opioid neuraksial.22
penelitian menunjukkan bahwa mungkin ada
manfaatnya dalam mengurangi nyeri dua minggu Stimulasi Listrik Saraf Transkutan
setelah SS. Efek psikomimetik ketamin dicatat Pemberian stimulasi listrik secara transkutan ke
dengan menggunakan kuesioner yang divalidasi: saraf menunjukkan efek yang berguna secara
35% pasien melaporkan pusing, kepala terasa klinis untuk menghilangkan rasa sakit meskipun
ringan atau penglihatan kabur selama infus tetapi teknik ini bersifat sederhana dan tidak invasif.
tidak ada efek permanen pascabedah.32 Namun, belum cukup data berbasis bukti
untuk mendukung teknik ini sebagai alternatif
Agen Topikal pengobatan nyeri neuropatik.2
Lidokain, capsaicin, klonidin, amitriptilin, dan
ketamin telah digunakan secara topikal dalam Stimulasi Medula Spinalis
pengobatan nyeri neuropatik. Lidokain patch Stimulasi medulla spinalis terbukti efektif pada
5% telah menunjukkan pengurangan nyeri kondisi nyeri neuropatik tertentu, yaitu nyeri
dan alodinia taktil dengan risiko efek samping lengan atau kaki setelah pembedahan lumbal
sistemik minimal.20 atau serviks, nyeri neuropatik akibat kerusakan
saraf perifer seperti sindrom nyeri regional
Blok Saraf Regional kompleks (tipe 1) dan nyeri yang berhubungan
Berbagai blok regional dan simpatis telah dengan penyakit pembuluh darah perifer.
digunakan dalam pengobatan nyeri neuropatik, Stimulasi medula spinalis mengurangi rasa
namun sebagian besar intervensi ini tidak efektif sakit, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi
atau hanya memberi efek jangka pendek. Terdapat konsumsi analgesik dan memungkinkan beberapa
rekomendasi lemah terhadap penggunaan anestesi pasien untuk kembali bekerja, dengan efek
lokal epidural atau paravertebra/blok steroid samping yang minimal. Hal ini dapat menghemat
untuk pengobatan nyeri akut yang berhubungan biaya.31
dengan herpes zoster yang mungkin juga bersifat
pencegahan terhadap neuralgia pascaherpetik, Terapi Fisik dan Perilaku
namun blok simpatis tidak dianjurkan. Demikian Terapi fisik pada manajemen nyeri neuropatik
pula, terdapat rekomendasi yang lemah pada meliputi terapi panas dan dingin, diatermi
injeksi steroid epidural untuk mengobati gelombang pendek, transcutaneus electrical
radikulopati. Namun pada keadaan akut, bahkan nerve stimulation[TENS], laser dan teknik
efek durasi yang terbatas, blok saraf regional dapat neurostimulasi seperti stimulasi otak dalam dan
bermanfaat, mirip dengan penggunaan terapi stimulasi magnetik transkranial. Rehabilitasi
analgesik pada perawatan paliatif. Oleh karena juga merupakan bagian penting dari manajemen
itu, blok saraf regional, idealnya menggunakan nyeri neuropatik. Tujuan utama rehabilitasi
infus melalui kateter, dipertimbangkan untuk adalah untuk mengurangi rasa nyeri dan
pengobatan nyeri neuropatik akut lokal setelah dosis farmakoterapi, meningkatkan disfungsi,
pembedahan atau cedera.2 Opioid neuraksial juga meningkatkan kualitas hidup dan aktivitas
memberikan analgesia pasca SS yang lebih unggul fisik. Berbagai jenis latihan terapeutik telah
dibandingkan dengan teknik regional selain digunakan dalam program rehabilitasi seperti
neuraksial seperti blok transversus abdominis latihan pengkondisian, penguatan, dan
plane (TAP), infiltrasi luka pembedahan, dan obat peregangan. Tujuan psikoterapi adalah untuk
analgesia oral. Walaupun analgesia neuraksial mengobati disfungsi emosional, perilaku, atau
menawarkan manfaat yang penting dalam mental; menghilangkan gejala negatif seperti
mengoptimalkan analgesia pasca pembedahan, kecemasan atau depresi; memodifikasi atau
strategi analgesia multimodal meningkatkan efek membalikkan perilaku bermasalah; membantu
analgesia opioid neuraksial. Meskipun analgesia individu mengatasi krisis situasional seperti
Mengenal Nyeri Neuropatik Akut Pasca 149
Seksio Sesarea

kehilangan, rasa sakit, atau penyakit medis yang memungkinkan, 3) obat-obat dengan waktu paruh
berkepanjangan.33 singkat, metabolit yang tidak aktif, dan memiliki
riwayat penggunaan yang aman merupakan
VII. Pertimbangan Maternal dan Fetal pilihan terbaik pada keadaan ini.

Analgesia yang baik mendorong keberhasilan VIII. Simpulan


pemberian ASI dan ikatan ibu dan bayi, tetapi
obat analgesia berpotensi ditransferkan pada Karena prevalensi nyeri neuropatik pascabedah
bayi yang menyusui. Paparan obat neonatus SS berupa alodinia dan hiperalgesia yang cukup
utamanya diekspresikan sebagai dosis infan tinggi, diperlukan skrining perioperatif dan
relatif (RID). RID memperhitungkan berat badan faktor risiko mulai dari prabedah, intraoperatif,
ibu dan bayi dan RID lebih dari 10% umumnya hingga pascabedah. Alat skrining Douleur
dianggap batas level yang harus diperhatikan. Neuropathique en 4 (DN4) atau DN2 dapat
Tabel 1 menunjukkan RID obat analgesia yang digunakan untuk mencegah perkembangan
umum digunakan untuk manajemen nyeri pasca menjadi nyeri persisten. Nyeri neuropatik
SS.33 Obat analgesia pascabedah untuk wanita akut dapat terjadi akibat cedera langsung pada
menyusui diberikan dengan mempertimbangkan saraf iliohipogastrika dan ilionguinal akibat
beberapa prinsip umum berikut:33 1) analgesia pembedahan SS, yang selanjutnya memicu
multimodal hemat opioid lebih dipilih, karena pelepasan ektopik dan perubahan kanal ion pada
opioid berhubungan dengan transfer obat ke saraf perifer, serta memicu terjadinya sensitisasi
ASI dan dapat menyebabkan sedasi neonatus, sentral. Dengan demikian, pendekatan saat
2) jumlah obat di dalam ASI paralel dengan ini untuk pencegahan nyeri neuropatik kronis
kadar obat maternal. Sebaiknya digunakan dosis bertujuan untuk mengoptimalkan analgesia dan
efektif terendah dan pemberian opioid intratekal mengurangi nosisepsi dari nyeri akut dengan
atau epidural dibandingkan opioid intravena jika memodifikasi teknik bedah dan memilih
anestesi regional. Pengobatan nyeri neuropatik
Tabel 1. Potensi transfer ke ASI obat Analgesia
memerlukan kombinasi terapi farmakologis,
yang sering Digunakan setelah SS
fisik, dan terapi perilaku. Beberapa terapi lini
Obat Analgesia Dosis Infan Relatif (%) pertama pada penanganan nyeri neuropatik
Opioid akut seperti gabapentinoid, opioid, antagonis
Morfin 5,8-10,7 reseptor NMDA, hingga terapi stimulasi listrik
Fentanyl 0,9-3 transkutan dan stimulasi medula spinalis menjadi
pertimbangan untuk nyeri neuropatik akut.
Oksikodon 1,5-8
Hidrokodon 1,6-3,7 Daftar Pustaka
Tramadol 2,4-2,9
Non-opioid 1. Yogasakaran S, Menezes F. Acute neuropathic
Ibuprofen 0,1-0,7 pain after surgery: Are we treating them early/
Ketorolak 0,2-0,4 late?. Acute Pain. 2005;7 :145–9.
Celecoxib 0,3
2. Macintyre PE, Schug SA. Chapter 12 Acute
Asetaminofen 1,3-6,4
neuropathic and persistent postacute pain in
Deksametason Tidak ada data
Acute Pain Management A Practical Guide
Gabapentin 1,3-6,5 Fourth Edition. Taylor & Francis Group,
Pregabalin Tidak ada data LLC. 2015. 187–97.
Dikutip dari: Sutton CD, Carvalho B. Optimal pain manage-
ment after cesarean delivery. Anesth Clin. 2016;35(1):P107- 3. Sun KW, Pan PH. Persistent pain after
24; Carvalho B, Butwick AJ. Postcesarean delivery analge-
cesarean delivery. International Journal of
sia. Best Pract Res Clin Anaesth. 2017;31:69-79
Obstetric Anesthesia.2019;40: 78–90.
150 Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia

4. Niklasson B, Ohman SG, Segerdahl M, 14. Weinstein EJ, Levene JL, Cohen MS,
Blanck A. Risk factors for persistent pain Andreae DA, Chao JY, Johnson M, Hall
and its influence on material wellbeing after CB, et al. Local anaesthetics and regional
cesarean section. Acta Obstet Gynecol Scand. anaesthesia versus conventional analgesia for
2015;94:622–8. preventing persistent postoperative pain in
adults and children. Cochrane Database Syst
5. Pogatzki-Zahn EM, Segelcke D, Schugb Rev 2018;4 (4).
SA. Postoperative pain from mechanisms to
treatment. PR 9. 2017;2: 1–16. 15. Sng BL, Sia AT, Quek K, Woo D, Lim Y.
Incidence and risk factors for chronic pain after
6. Jain PN, Padole D, Baksh S. Prevalence of caesarean section under spinal anaesthesia.
acute neuropathic pain after cancer surgery: Anaesth Intensive Care 2009;37:748–52.
A prospective study. Indian J Anaesth. 2015;
58:36–42 16. Vijayan R, Jun K, Cardosa M, Ming K.
Management of neuropathic pain 2nd Edition.
7. Laughlin RS et al. Postsurgical neuropathy: UBM Medica. 2021. 1–30.
A descriptive review. Mayo Clin Proc.
2020;95(2):355–69. 17. Takenaka S, Saeki A, Sukenaga N, Ueki R,
Kariya N, Tatara T, Hirose M. Acute and
8. Coutinho IC, Ramos de Amorim MM, chronic neuropathic pain profiles after video
Katz L, Bandeira de Ferraz AA. Uterine assisted thoracic surgery. Medicine. 2020;
exteriorization compared with in situ repair 99(13): 1–4.
at cesarean delivery: a randomized controlled
trial. Obstet Gynecol 2008;111:639–47. 18. Beloeil H, Sion B, Rousseau C, Albaladejo
P, Raux M, Aubrun F, Martinez V. Early
9. Searle RD. Acute neuropathic pain following postoperative neuropathic pain assessed by
surgery. Pain Med. 2013:1–232. the DN4 score predicts an increased risk of
persistent postsurgical neuropathic pain. Eur
10. Costigan M, Scholz J, Woolf CJ. Neuropathic J Anaesthesiol. 2017; 34:1–6
Pain: A Maladaptive Response of the Nervous
System to Damage. Annu Rev Neurosci. 19. Artemiadis AK, Panagiotis Zis. Neuropathic
2009; 32: 1–32. Pain in Acute and Subacute Neuropathies:
A Systematic Review. Pain Physician 2018;
11. Baron R, Binder A, Wasner G. Neuropathic 21:111–20.
pain: diagnosis, pathophysiological
mechanisms, and treatment. Lancet Neurol. 20. Schug SA, Palmer GM, Scott DA, Halliwell R,
2010; 9: 807–19. Trinca J. Acute pain management: Scientific
Evidence Fourth Edition. Australian and
12. Fisher CJ, Yaksh TL, Bruno K, Eddinger KA. New Zealand College of Anaesthetists. 2015.
Basic Science of Pain: In Pangarkar S, Pham 282–3.
QG, Eapen BC, eds. Pain Care Essentials
and Innovations. Cathleen Sether Publisher. 21. Gray P. Acute neuropathic pain: diagnosis
2020. 1–13. and treatment. Current Opinion in
Anaesthesiology 2008. 21:590–5
13. Zhang J. The anatomy of postoperative pain
in: Elliott JA, Smith HS, eds. Handbook of 22. George RB, Carvalho B, Butwick A, Flood
Acute Pain Management. Informa Healthcare. P. Postoperative analgesia. In: Chesnut DH,
USA. 2016.1–8. Wong CA, Tsen LC, Ngan Kee WD, Beilin Y,
Mhyre JM, Bateman BT, editors. Chesnut’s
Mengenal Nyeri Neuropatik Akut Pasca 151
Seksio Sesarea

obstetric anesthesia, principles and practice, 2016;26:24–31.


6th Ed. Philadelphia: Elsevier; 2020. 627–56.
28. Fabritius ML, Strom C, Koyuncu S, Jaeger
23. El Saied Hafiz MH, El Din Abdelhamid P, Petersan PL, Geisler A, et al. Benefit and
MH, Youssef MMI, Abdelrahim IKH. harm of pregabalin in acute pain treatment:
Randomized controlled trial of two oral a systematic review with meta-analyses and
regimens of gabapentin versus placebo in trial sequential analyses. Britis J Anaesth.
patients for Cesarean section under spinal 2017;119(4):775–91.
anesthesia regarding postoperative pain,
sedation, nausea, and vomiting. Egypt J 29. Moriyama K, Ohashi Y, Motoyasu A, Ando
Anaesth. 2017;33:59–65 T, Moriyama K, Yorozu T. Intrathecal
. administration of morphine decreases
24. Felder L, Saccone G, Scuotto S, Monks DT, persistent pain after cesarean section: a
Carvalho JCA, Zullo F, et al. Perioperative prospective observational study. PLoS One
gabapentin and post cesarean pain control: 2016;11 e0155114.
a systematic review and meta-analysis of
randomizeed controlled trials. Europ J Obstet 30. Richebé P, Capdevila X, Rivat C. Persistent
Gynec Repro Bio. 2019;233:98–106. Postsurgical Pain Pathophysiology and
Preventative Pharmacologic Considerations.
25. Alaasar NM, Soud DEM, El-Deen AM, Anesthesiology 2018; 129:590–607.
Elfattah IAA. Oral gabapentin versus
pregabalin for postoperative pain relief in 31. Fonseca PR, Gatto EO, Tondato VA. Post-
elective cesarean section patients under trauma and postoperative painful neuropathy.
spinal anesthesia. Egypt J Hosp Med. Rev Dor. São Paulo. 2016;17(1):59–62
2020;81(1):1330–7.
32. Bauchat JR, Higgins N, Wojciechowski KG,
26. Gupta S, Aggarwal A, Sharma R. Preemptive McCarthy RJ, Toledo P, Wong CA. Low-
gabapentin vs pregabalin for acute dose ketamine with multimodal postcesarean
postoperative pain in women undergoing delivery analgesia: a randomized controlled
cesarean section under spinal anesthesia: a trial. Int J Obstet Anesth 2011;20:3–9.
prospective randomized double-blind study.
Indian J Anesth Analg. 2019;6(5):1852–6. 33. Sutton CD, Carvalho B. Optimal pain
management after cesarean delivery. Anesth
27. El Kenany S, El Tahan MR. Effect of Clin. 2016;35(1):107–24.
preoperative pregabalin on post-caesarean
delivery analgesia: a dose response study.

Anda mungkin juga menyukai