Anda di halaman 1dari 3

HUKUM INTERNASIONAL

NAMA: Michelle
NPM: 6051901309

TANGGUNG JAWAB NEGARA DAN MEKANISME PENYELESAIAN EXTRAJUDICIAL KILLINGS


1965

Tindakan pembantaian terhadap orang-orang PKI tahun 1965 tanpa proses pengadilan oleh
penulis dimaknai sebagai extrajudicial killings 1965. Tindakan extrajudicial killings 1965
merupakan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi negara Indonesia serta
merupakan pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam Pasal 1
ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Pentingnya penyelesaian extrajudicial killings 1965
adalah untuk menegakkan keadilan sebagaimana dituntut oleh keluarga korban. Hal ini
karena menyangkut masalah perampasan hak hidup manusia, di mana orang-orang PKI itu
dibunuh tanpa proses pengadilan. Di samping itu penyelesaian pelanggaran berat HAM
tahun 1965 atau extrajudicial killings 1965 adalah upaya menjunjung tinggi kemanusiaan
dan keadilan. Kewajiban dan tanggung jawab negara terjadi karena negara merupakan
pengemban kewajiban hukum untuk menyeleggarakan langkah-langkah penyelesaian atas
pelanggaran-pelanggaran HAM masa lalu. Secara umum, sudah jelas bahwa siapa yang
harus bertanggung jawab terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam hal ini adalah
negara. Disini merujuk pada posisi dan peran negara sebagai state actor, yaitu yang
menjalankan semua sendi kehidupan bernegara sebagaimana amanat Undang-Undang
Dasar. Disamping itu kewajiban negara tersebut juga lahir dari instrumen-instrumen
internasional hak asasi manusia. Tanggung jawab negara menurut Hingorani muncul sebagai
akibat dari adanya prinsip persamaan dan kedaulatan negara (equality and sovereignty of
state) yang terdapat dalam hukum internasional. Oleh karena itu, sebagai bentuk tanggung
jawab negara terhadap kejahatan kemanusiaan, maka perlu mekanisme penyelesaian
extrajudicial killings 1965, baik itu melalui mekanisme yudisial maupun mekanisme non-
yudisial. Proses penyelesaian pelanggaran berat HAM masa lalu seperti extrajudicial killings
1965 dapat dilakukan dengan mekanisme yudisial melalui Pengadilan HAM ad hoc atau,
dalam perspektif Hukum Internasional, melalui Hybrid Tribunal. Proses penyelesaian dapat
dilakukan dengan mekanisme non-yudisial melalui keadilan restoratif, Komisi Kebenaran
dan Rekonsiliasi (KKR) serta Komisi Islah, dan kultural.

TANGGUNGJAWAB NEGARA TERHADAP KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA DITINJAU DARI


PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

Kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan tidak hanya berdampak pada suatu wilayah di
Indonesia akan tetapi seluruh Indonesia, bahkan negara-negara lain juga ikut terkena
dampak lingkungan, salah satunya dampak akibat kebakaran hutan yang menyebabkan
negara-negara tetangga mengalami dampak lingkungan. Akan tetapi, hutan yang
seharusnya diurus dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek
kelestarian telah mengalami degradasi dan deforestasi yang cukup mencengangkan bagi
dunia Internasional. Indonesia merupakan satu negara yang masuk dalam daftar rekor dunia
Guiness yang dirilis oleh Greenpeace sebagai negara yang mempunyai tingkat laju
deforestasi tahunan tercepat di dunia. Sebanyak 72 persen dari hutan asli Indonesia telah
musnah dengan 1.8 juta hektar hutan dihancurkan per tahun antara tahun 2000 hingga
2005, sebuah tingkat kehancuran hutan sebesar 2% setiap tahunnya atau 51 km2 per hari
atau dalam satu jam luas hutan Indonesia yang hancur setara dengan 300 lapangan
sepakbola. Didalam Prinsip Hukum Internasional disebutkan Bahwa setiap negara tetap
memiliki kedaulatan terhadap wilayahnya. Negara dapat menurunkan peraturan hukum
wajib untuk wilayahnya, memiliki kekuatan eksekutif (adiminstratif, kebijakan), dan
pengadilannya adalah satu-satunya yang berwenang untuk mengadili. Permasalahan
kebakaran hutan ini menjadi masalah internasional karena kasus ini menimbulkan
pencemaran di negara-negara tetangga (transboundary pollution) sehingga mereka
mengajukan protes terhadap Indonesia atas terjadinya masalah ini dan meminta Negara
Indonesia bertanggungjawab atas dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan tersebut.
ertanggungjawaban negara terhadap kebakaran hutan di Indonesia telah diatur dalam
berbagai peratutan perundang-undangan, juga jika dilihat dari perspektif hukum
internasional, dalam Draft Articles on State Responsibility yang di adopsi oleh Internationl
Law Commision. Tanggungjawab negara diatur dalam pasal-pasal Draft Articles on State
Responsibility. Pertanggungjawaban Negara Indonesia terhadap kebakaran hutan dilakukan
dalam bentuk permintaan maaf kepada negara-negara terdampak pencemaran asap akibat
kebakaran hutan dan upaya penangan secraa maksimal tetap dilakukan oleh negara
Indonesia. Pada pasal 5 angka 1 Agreement on Transboundary Haze Pollution disebutkan
bahwa ASEAN membentuk pusat koordinasi ASEAN untuk pengendalian penecemaran udara
yang diakibatkan oleh kebakaran hutan yang selanjutnya disebut ASEAN Centre, dengan ini
didirikan untuk tujuan memfasilitasi kerjasama dan koordinasi antar para pihak dalma
mengelola dampak dari kebakaran hutan khususnya pencemaran asap yang ditimbulkan
dari kebakaran tersebut. Pasal tersebut menimbulkan hak bagi negara-negara yang terkena
dampak kebakaran hutan yang akan ditindak lanjuti leh ASEAN Centre. Secara hukum
internasional, penyelesaian sengketa terhadap kebakaran hutan di Indonesia dapat
diselesaikan dengan beberapa cara yakni penyelesaian melalui pengadilan dan penyelesaian
diluar pengadilan, penyelesaian melalui pengadilan berupa Arbitrase Internasional yaitu
suatu penyelesaian sengketa yang dilakukan dengan cara menyajikan sengketa kepada
aorang-orang tertentu dan sengketa tersebut harus persetujuan kedua belah pihak yang
bersengketa, kemudian penyelesaian sengketa melalui pengadilan internasional (Mahkamah
Internasional) mahkamah internasional ini berfungsi mengadili setiap negara-negara baik
anggota atau bukan anggota PBB yang bersengketa. Kemudian ada juga penyelesaian diluar
pengadilan yang berupa negosisasi, mediasi, jasa baik, konsiliasi, penyelidikan, penemuan,
dan penyelesaian regional.

Anda mungkin juga menyukai