Anda di halaman 1dari 24

PENGANTAR

HUKUM TATA NEGARA

Nefa Claudia Meliala


• Materi ini diberikan khusus untuk peserta mata kuliah Pengantar Hukum
Indonesia (LAW181103-4) Kelas A Semester Genap 2019/2020. Mohon untuk
tidak menyebarluaskan dan/atau memperbanyak bahan kuliah ini.
A. Peristilahan Hukum Tata Negara
• Hukum Tata Negara (HTN) (Indonesia) berasal dari bahasa Belanda
Staatrecht (Hukum Negara).
• Istilah HTN : Constitutional Law (Inggris)  hukum konstitusinya lebih
menonjol, State Law (Inggris)  hukum negaranya lebih menonjol,
Droit Constitutionel (Perancis), Vervasungrecht (Jerman).
• Para ahli HTN memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam
memberi pengertian HTN karena :
1. masing-masing ahli dipengaruhi oleh lingkungan dan pandangan
hidup yang berlainan
2. perbedaan dalam memandang apa yang dianggap penting yang
menjadi titik berat dalam merumuskan arti HTN
• Istilah Staatsrecht mengandung dua pengertian yaitu staatsrecht in ruimere zin
(hukum negara dalam arti luas) dan staatsrecht in engere zin (hukum negara
dalam arti sempit).

• Staatsrecht in ruimere zin (hukum negara dalam arti luas) memiliki cakupan
berupa Hukum Negara dalam arti sempit yaitu Hukum Tata Negara
(verfassungsrecht) dan Hukum Administrasi (verwaltungsrecht).

• Sedangkan, substansi dari Hukum Tata Negara (verfassungsrecht) merupakan


hukum negara dalam arti sempit (staatsrecht in engere zin).
• Merujuk pada kata-kata yang digunakan pada Istilah Hukum Tata Negara terdapat tiga kata
yaitu, “hukum”, “tata” dan “negara”.
• Hukum  aturan atau pengaturan.
• Tata  dapat dihubungkan dengan kata tertib atau order  dapat diartikan juga sebagai tata
tertib.
• Negara  objeknya adalah sebuah negara secara konkrit  membedakan sifat Hukum Tata
Negara dengan Ilmu Negara dalam memandang negara sebagai objeknya.
• Hukum Tata Negara yang merupakan salah satu bidang dari ilmu pengetahuan hukum
diartikan sebagai ilmu hukum yang membahas mengenai struktur kenegaraan, mekanisme
hubungan antar struktur organ atau struktur kenegaraan, serta mekanisme hubungan antara
struktur dengan warga negara.
B. Pengertian Hukum Tata Negara
•Logemann : HTN adalah hukum mengenai organisasi negara, atau dengan perkataan lain hukum
mengenai organisasinya.

•Scholten : HTN merupakan suatu hukum yang mengatur organisasi dari pada negara.

•Van Vollenhoven : HTN mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan
menurut tingkatannya, dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan rakyatnya dan akhirnya
menentukan badan-badan dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat
hukum itu, menentukan susunan dari badan-badan tersebut  konteksnya pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah beserta struktur organisasinya, eg : Pemerintahan pusat dipimpin oleh Presiden
dan Wakil Presiden, pemerintahan daerah dipimpin oleh Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati atau
Walikota.
•Kusnadi dan Harmaily Ibrahim : HTN adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengatur
mengenai organisasi dari pada negara, hubungan antara alat perlengkapan negara dalam garis
vertikal maupun horizontal, serta kedudukan warga negara dan hak asasinya.

•Organisasi negara dapat dilihat dalam 2 (dua) hubungan :


1.secara horizontal  melahirkan struktur kekuasaan dalam negara (lembaga negara) 
Montesquieu menjelaskan struktur kekuasaan ini dalam Trias Politika (pemisahan
kekuasaan)  setiap kekuasaan terpisah satu sama lain  terbagi menjadi 3 (tiga)
kekuasaan, yaitu :
a.eksekutif (kekuasaan yang menjalankan undang-undang)
b.legislatif (kekuasaan yang membentuk undang-undang)
c.yudikatif (kekuasaan kehakiman)
• Dalam praktek ketatanegaraan sulit menemukan suatu negara yang
menggunakan teori Trias Politika secara murni karena dalam setiap kekuasaan
selalu diletakkan koordinasi dan fungsi kontrol untuk mencapai efektivitas dan
efisiensi, eg : judicial review (hak uji materil) terhadap suatu undang-undang
merupakan upaya kontrol yudikatif (dalam hal ini Mahkamah Konstitusi) terhadap
legislatif (dalam hal ini DPR sebagai pembuat undang-undang), penunjukan
Panglima TNI atau Kapolri melalui mekanisme fit and proper test oleh DPR
merupakan upaya kontrol legislatif terhadap eksekutif (dalam hal ini presiden).
• Hubungan horizontal ini melahirkan sistem pemerintahan, yaitu :

a. Sistem pemerintahan presidensial  beberapa prinsip yang mendasar :


1) Kepala negara menjadi kepala pemerintahan (eksekutif)
2) Pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) (legislatif))  pemerintah dan parlemen sejajar  pemerintah
bertanggungjawab kepada rakyat sebagai pemilih
3) Menteri-menteri diangkat dan bertanggungjawab pada presiden
4) Eksekutif dan legislatif sama-sama kuat
eg : Indonesia, Amerika Serikat, Italia, Jerman
b. Sistem pemerintahan parlementer  beberapa prinsip yang
mendasar :
1) Kepala negara tidak berkedudukan sebagai kepala pemerintahan
 kepala negara hanya sebagai simbol pemersatu bangsa
2) Pemerintah dipimpin oleh seorang Perdana Menteri yang
mengepalai kabinet (kementrian)
3) Menteri-menteri diangkat dan bertanggungjawab dan dapat
diberhentikan oleh parlemen
4) Kedudukan eksekutif (kabinet) lebih rendah dari parlemen
eg : Inggris, Belanda, Malaysia, Singapura
c. Sri Soemantri : Sistem pemerintahan campuran (quasi
presidensial/quasi parlementer/referendum)  beberapa prinsip
yang mendasar :
1) menteri-menteri dipilih oleh parlemen
2) lamanya jabatan eksekutif ditentukan dengan pasti dalam konstitusi
3) menteri-menteri diangkat oleh parlemen namun bertanggung
jawab pada presiden
Sistem Pemerintahan Presidensial Sistem Pemerintahan Parlementer
Kekuasaan Eksekutif  Presiden sebagai kepala Kekuasaan Eksekutif 
negara dan kepala pemerintahan 1.Presiden/Raja/Ratu sebagai kepala negara
(tergantung bentuk negara)
Presiden membawahi Kabinet (Kementrian) 2.Perdana Menteri Sebagai Kepala pemerintahan

Eksekutif = Presiden + Kabinet Perdana Menteri membawahi Kabinet (Kementrian)

Eksekutif = Perdana Menteri + Kabinet

Kekuasaan Legislatif  Parlemen (Dewan Perwakilan Kekuasaan Legislatif  Parlemen (Dewan Perwakilan
Rakyat) Rakyat)

Kekuasaan eksekutif sejajar dengan kekuasaan Kekuasaan legislatif lebih tinggi kedudukannya
legislatif daripada kekuasaan eksekutif
2. secara vertikal  hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
(negara kesatuan) atau hubungan antara pemerintah federal dengan pemerintah
negara-negara bagian
• Hubungan vertikal ini melahirkan asas-asas otonomi daerah :
a. asas dekonsentrasi  pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada aparat
pemerintah pusat yang ada di daerah untuk melaksanakan tugas pemerintah pusat
di daerah, eg : Polda (Kepolisian Daerah), Kantor Wilayah (Kanwil)
b. asas desentralisasi  penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan yang ada di daerah, eg :
pengelolaan pariwisata, pajak daerah
c. asas medebewind (tugas pembantuan)  penugasan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu yang
berkaitan dengan kepentingan umum yang disertai pembiayaan, sarana dan
prasarana serta sumber daya manusia, eg : Pemilihan Umum (Pemilu)
C. Lingkup Kajian dan Sumber HTN

1. Lingkup Kajian

• Burkens  objek penyelidikan ilmu HTN adalah sistem pengambilan keputusan dalam
negara, sebagaimana yang distrukturkan dalam hukum positif. Sistem pengambilan
keputusan yang dimaksud ditemukan dalam berbagai hukum positif (peraturan
perundang-undangan), termasuk peraturan tata tertib lembaga negara dan konvensi.

• Belifante  tidak membatasinya pada hukum positif, eg : kabinet menjalankan tugasnya


juga termasuk dalam objek penyelidikan HTN.

• A.M Donner  “penerobosan negara dengan hukum”  negara sebagai organisasi


diterobos oleh aneka ragam hukum.
• Berdasarkan objek penelitian ilmu HTN, lingkup kajian HTN memiliki
dua dimensi.

• Pertama, HTN yang bersifat umum dalam arti tidak terbatas pada
suatu negara dengan bidang HTN dari suatu negara. Untuk dimensi ini
akan menghadirkan berbagai asas dan teori-teori umum yang
berhubungan dengan HTN.

• Dimensi yang kedua adalah HTN Positif yang menghadirkan hukum-


hukum positif dalam bidang HTN pada suatu negara, misal HTN
Indonesia dengan objek penelitiannya adalah Undang-Undang Dasar
1945 dan segala hal yang berkaitan.
2. Sumber HTN
• Sumber HTN materil : menentukan isi hukum yang harus berlandaskan nilai-nilai
filosofis, sosiologis dan politis  Pancasila sebagai dasar negara, falsafah negara
dan pandangan hidup bangsa  sumber dari segala sumber hukum.

• Sumber HTN formal : sumber hukum yang dikenal dari bentuknya yang
menyebabkannya mengikat atau berlaku untuk umum  peraturan perundang-
undangan sesuai tata urutan peraturan perundang-undangan.
• Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang No. 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah sebagai berikut :
1. UUD 1945
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR)
3. Undang Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
4. Peraturan Pemerintah (PP)
5. Peraturan Presiden (Perpres)
6. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi
7. Perda Kabupaten/Kota

• Sumber HTN formil lainnya :


1. Konvensi (kebiasaan ketatanegaraan), eg : pidato presiden
2. Traktat (perjanjian antar negara)
• Peraturan perundang-undangan tersebut diatas memiliki hubungan yang hirarkis  sumber
hukum yang berada diatasnya menjadi landasan bagi pembentukan sumber hukum yang berada
dibawahnya. Demikian halnya sumber hukum yang berada dibawahnya harus berlandaskan pada
sumber hukum yang ada diatasnya. Sumber hukum yang paling atas (Pancasila) tidak
berlandaskan lagi karena merupakan hukum dasar yang dibentuk berdasarkan nilai-nilai yang
berkembang di masyarakat

• Sumber hukum tersebut mengacu pada asas-asas diantaranya :


1. lex superior derogat legi inferiori (peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan
yang lebih rendah)
2. lex posterior derogat legi priori (peraturan yang lebih baru mengesampingkan peraturan yang
lebih lama)
3. lex speciali derogat legi generali (peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan
yang lebih umum)
•Sumber HTN mencakup:
a.hukum tertulis;
b.hukum tidak tertulis;
c.yurisprudensi;
d.pendapat pakar yang berpengaruh (doktrin).

•A.V Dicey  sumber HTN :


1. HTN (the law of constitution) yang berupa :
a.HTN tertulis (statute law);
b.HTN tidak tertulis  terdiri atas keputusan-keputusan hakim dan ketentuan-ketentuan yang dapat disimpulkan dari
kumpulan kebiasaan dan adat turun temurun.
2. Kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan (convention of the constitution) yang berlaku dan dihormati dalam kehidupan
ketatanegaraan, meskipun tidak dapat dipaksakan oleh pengadilan bila terjadi pelanggaran, eg : pidato Presiden, rangkaian
proses protokoler dalam penerimaan tamu kenegaraan.
D. Hubungan HTN dan Ilmu Kenegaraan dan
Ilmu Lainnya
• HTN memiliki hubungan dengan ilmu kenegaraan lainnya yang memiliki objek kajian yang
sama, yaitu negara  Ilmu Negara (IN), Hukum Administrasi Negara (HAN) dan Ilmu Politik.

1. Hubungan HTN dengan IN


a. IN  memandang negara dari sifat atau pengertian yang abstrak  objeknya terlepas dari
tempat, keadaan dan waktu  bersifat abstrak, umum dan universal  negara dipelajari
dalam pandangan yang teoritis.
b. HTN  memandang negara lebih pada hukum positif suatu negara yang konkrit  terikat
oleh tempat tertentu (teritorial atau kedaulatan sebuah negara) dan pada saat tertentu dan
dalam keadaan tertentu  lebih bersifat praktis.
IN sebagai dasar secara teoritis untuk mempelajari HTN.
2.Hubungan HTN dengan HAN
•Para ahli hukum masih memiliki perbedaan pendapat berkaitan dengan hubungan HTN dengan
HAN.

•Pendapat Pertama  HTN dan HAN memiliki perbedaan yang sangat prinsipil karena kedua ilmu
pengetahuan tersebut dapat dibagi secara tajam baik mengenai sistematika maupun isinya.

•Pendapat Kedua  HTN dan HAN tidak terdapat perbedaan prinsipil  dipisahkan karena
pertimbangan manfaat saja.
•Karenberg, Van der pot (Teori residu “sisa”)  HAN merupakan HTN dalam arti luas dikurangi HTN
dalam arti sempit.
•Van Vollenhoven dan Oppenheim : menentukan batasan perbedaan HTN dan HAN dengan menggunakan ukuran “bergerak” dan
“tidak bergerak”.

•HTN adalah hukum mengenai negara dalam keadaan “berhenti” atau “tidak bergerak”  sekumpulan peraturan hukum yang
membentuk alat-alat perlengkapan serta membagi-bagikan kewenangan dan tugas pekerjaan kepada alat perlengkapan negara
tersebut.

•HAN adalah hukum mengenai negara dalam keadaan “bergerak”  sekumpulan peraturan hukum yang mengikat alat-alat
perlengkapan negara menggunakan wewenangnya yang telah ditetapkan HTN  menjalankan kewenangan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.

•W F Prins : HTN mempelajari hal-hal yang sifatnya fundamental yakni tentang dasar-dasar negara dan menyangkut langsung setiap
warga negara sedangkan HAN lebih menitikberatkan pada hal-hal yang teknis yang penting bagi para spesialis.
3. Hubungan antara HTN dengan Ilmu Politik

• J. Barents : HTN sebagai kerangka manusia dan Ilmu Politik sebagai daging disekitarnya.

• Untuk mengetahui latar belakang peraturan perundang-undangan, maka harus dibantu


Ilmu Politik karena produk perundang-undangan lahir karena dilatarbelakangi
kepentingan politik, eg : reformasi menjadi latar belakang politik terjadinya perubahan
UUD 1945 karena konfigurasi politik pada waktu itu menghendaki perubahan UUD 1945
yang dianggap melahirkan kekuasaan yang sewenang-wenang.

• Politik dalam kenyataannya determinan atas hukum karena hukum merupakan


konkritisasi dari interaksi politik.
• MATERI INI AKAN DILANJUTKAN PADA PERTEMUAN
BERIKUTNYA

Anda mungkin juga menyukai