Anda di halaman 1dari 7

Contoh-contoh Puisi Tentang Alam

Senja Yang Indah

Keemasan cahaya di cakrawala


Di ufuk barat saat hari mulai senja
Terbelalak mata saat memandangnya
Keindahan dari sang maha pencipta

Sang surya bersiap untuk tenggelam


Menjemput mesra ketenangan malam
Meneguk cahaya dalam-dalam
Menyempurnakan keindahan malam

Lembayung indah tampak kekuningan


Gradasi warna bagaikan lukisan
Di sudut langit yang tipis berawan
Hiasan terbesar sepanjang zaman

Sang Bulan Mengusap Lukaku

Senyuman manis sang bulan menyapaku


Begitu indah mekarkan suasana hatiku
Sejenak ku terdiam termangu
Memandang indahnya yang tak pernah jemu

Sinarmu terpancar mengusir gelap


Menembus malam hadirkan terang
Kunikmati cahayamu hangatkan malamku
Bahagiakan rongga hati ini yang tersinari

Bulan, belailah jiwaku ini


Yang begitu tegang menjalani hari
Usaplah sesaknya asmara di dada ini
Keringkanlah luka menganga dihati ini

Bulan, memandangmu membuatku mengerti


Bahwa keindahan tak harus selalu didekati
Bahwa keindahan tak harus selalu dimiliki
Namun hanya untuk sekedar di pandang dan dikagumi
Senja, Keindahan Yang Tidak Terganti

Siang mulai berganti


Warna langit pun berubah menjadi jingga
Burung-burung silih berganti terbang di tengah warna jingga yang kian melebur di langit sana
Siapa saja yang melihatnya, akan takjub dibuatnya
Waktu terus berlari
Warna jingga pun terkikis secara perlahan

Potongan Surga Nusantara

Masih dalam renungan pagi


Saat burung berkata merdu
Menyanyi kicau sendu
Tentang alam hari ini

Disana terhampar potongan surga


Terlukis dalam ranah keindahan
Langit selaksa biru nan indah
Awan berarak mengikuti sang angin

Padi menunduk dalam kebersahajaan


Terhampar diatas permadani kuning alam pesawahan
Gunung terlihat gagah menjulang penuh digdaya
Pepohonan hijau berbaris menanti sang matahari

Inilah Indonesiaku, potongan surga yang Tuhan kirimkan kepada rakyat kita
Inilah Indonesiaku, keindahan lukisan Tuhan yang tergores di kanvas negeriku
Inilah Indonesiaku, hamparan keindahan yang menghias tanah airku
Inilah Indonesiaku, tanah kebanggaan hingga maut mengakhiri perpisahan
Awan

Bertebaran di angkasa
Putih, kelabu, dan hitam
Warna -warna menawan
Bergelombang mengombak-ombak

Tebal dan sangat indah


Bahkan sang bagaskara tak terlihat
Pelangi terlihat tak penuh
Karena sang selimut menutupinya

Jauh disana
Menyelimuti jagat raya
Tebal tipis
Beredar dimana-mana

Indah bukan buatan


Ingin rasanya memeluknya
Lembut dan menawan
Indah tak terperikan

Sawah

Sawah di bawah emas padu


Padi melambai, melalai terkulai
Naik suara salung serunai
Sejuk didengar, mendamaikan kalbu

Sungai bersinar, menyilaukan mata


Menyemburkan buih warna pelangi
Anak mandi bersuka hati
Berkejar-kejaran berseru gempita

Langit lazuardi bersih sungguh


Burung elang melayang-layang
Sebatang kara dalam udara
Desik berdesik daun buluh
Di buai angin dengan sayang
Ayam berkokok sayup udara
Panorama Gunung Pagi Hari

Udara dingin amat membeku


Kabut tipis masih melayah-layah
Perlahan-lahan bangkit sang surya
Cahayanya menembus alam semesta
Kicau burung mulai terdengar
Menemani pagi yang datang
Suasana pun disemarakkan
Agar manusia penuh kebahagiaan
Dari rumah-rumah penduduk
Terlihat asap mulai mengepul
Menanak nasi di pagi hari
Untuk sarapan di pagi ini

Keindahan Kaki Gunung

Di kaki gunung nun jauh di sana


Ada hamparan dari sawah
Warnanya menghijau
Menyejukkan pandangan mata
Angin semilir tiada henti
Menerpa ke wajah para petani
Sembari membersihkan padi
Agar panen di tahun ini membuahkan hasil
Burung-burung berlarian
Dari pucuk-pucuk dahan
Kadang-kadang mereka menggoda
Petani yang istirahat di Gubuk Tua

Kesegaran Udara Pegunungan

Kubentangkan kedua tanganku


Di puncak gunung berwarna biru
Memandang dari ketinggian
Hamparan bumi penuh keindahan
Kupejamkan mata kuhirup udara
Udaranya pun kuhirup dalam dalam
Agar memenuhi rongga dada
Aku pun merasakan kesegarannya
Inilah alam pegunungan
Sangat bersih dan segar
Jauh dari polusi
Yang bisa menyakiti diri
Keindahan Alam di Pagi Hari

Ku buka mata
Cahaya pagi menembus kaca jendela
Semerbak mawar merah dan putih merekah
Ku buka jendela
Ku hirup udara nan segar
Melihat kabut tebal yang masih menyelimuti bumi
Setetes embun membasahi daun
Kicauan indah terdengar di telinga
Angin menembus halus menembus kulit
Ku lihat awan seputih melati
Dan langit sebiru lautan samudra
Kini ku siap menghadapi hari yang baru dan indahnya bumi

Hutan yang Indah

Air dangkal kujalani


Tubuh yang basah mulai kukeringkan
Akar-akar pohon memakan air dan hujan telah tiada
Kemarau menyambut
Untuk keseimbangan alam
Merdunya burung-burung bernyanyi
Hari baru sebagai tandanya
Aku terpana akan buaian ini
Hanya millikku saja
Sejenak aku menutup mata
Sejenak membentangkan tanganku
Bahagia kurasakan, sejuk, dan bahagia

Lukaku Diusap Sang Bulan

Aku melihat senyuman manis sang bulan seakan-akan menyapaku


Senyumannya terlihat sangat indah membuat hatiku serasa mekar
Aku pun terdiam

Memandang indah sang bulan yang tidak pernah jemu


Sinarnya seakan-akan mengusir gelap malam ini
Kunikmati cahayanya menghangatkan tubuh dan malamku
Serta hati ini terasa bahagia karena ia menyinari malam ini
Bulan, kenapa kau memandangku seperti itu?
Membuatku tidak mengerti dibuatnya

Bahwa setiap keindahan tidak harus senantiasa didekati


Bahwa keindahan tidak harus senantiasa dimiliki
Namun hanya sekedar untuk dipandang dan dikagumi dari kejauhan
Kemana Perginya Alam Lestari

Dulu sering ku lihat hamparan hijau sawah beratapkan langit biru


Kiri kanan sawah, tengahnya sungai
Di antara gunung matahari terbit malu-malu
Namun sekarang kemana?

Lapisan tanah becek berwarna coklat setiap habis hujan


Kini tanahku berwarna abu
Lama kucari tanah becekku
Tapi kenapa sekarang tak nampak?
Cemara kehidupan tinggi menjulang

Menjadi rumah bagi banyak hewan buatan Tuhan


Sekarang cemaranya tidak berwarna hijau dan teduh
Tetap tinggi tapi banyak jendela, banyak lampu
Mengapa bisa begitu?

Sering banjir, sering longsor


Di barat ada asap bikin marah tetangga
Padahal dahulu tidak begitu
Ibu pertiwi cuma tersedu tapi tidak malu
Sayang sekali ibu pertiwi kini tidak hanya sedih
Menanggung pilu sambil tertatih
Anak-anaknya nakal semua
Biar dimarahi tapi tak pernah jera

Pantai

Di tepi pantai kupejamkan mata


Lelah tak tau harus berbuat apa
Tergeletak di hamparan pasir
Dihiasi dengan ribuan sampah

Dari Bentangan Langit

Dari bentangan langit yang semuIa


Kemarau itu datang kepadamu
Tumbuh perlahan
Berhembus amat panjang
Menyapu lautan

Mengekal tanah berbongkahan menyapu hutan!


Mengekal tanah berbongkahan! Datang kepadamu
Ia, kemarau itu dari Tuhan, yang senantiasa diam dari tangan-Nya.
Dari tangan yang dingin dan tak menyapa yang senyap.
Yang tak menoleh barang sekejap.

Anda mungkin juga menyukai