Anda di halaman 1dari 3

Komunikasi antar tenaga kesehatan terkait informasi perawatan pasien menjadi sangat penting untuk

menjamin keberlanjutan perawatan dan keselamatan pasien. Sejalan dengan itu, jurnal yang penulis
baca terkait komunikasi antar tenaga kesehatan yang berjudul "Pelatihan Struktur Komunikasi SBAR Bagi
Tenaga Kesehatan Di Rumah Sakit Universitas Mataram". Dapat di tarik kesimpulan bahwa penggunaan
SBAR sebagai teknik komunikasi bermanfaat untuk mengatasi berbagai hambatan dalam berkomunikasi.
Hambatan - hambatan ini antara lain adalah absennya pihak yang bertanggung jawab terhadap
perawatan pasien, hierarki, jenis kelamin dan latar belakang etnis. Selain itu, perbedaan gaya
komunikasi antara perawat dan dokter juga merupakan faktor penting yang berkontribusi. Karena
pendekatan yang digunakan dalam proses pendidikannya, perawat cenderung sangat deskriptif dan detil
dalam berkomunikasi sementara dokter cenderung merangkum informasi dalam pernyataan-pernyataan
singkat. Perbedaan gaya komunikasi ini sering menjadi penghambat dalam komunikasi dokter dengan
perawat (Leonard et al. 2004; Haig et al., 2006). Dalam mengatasi hambatan-hambatan ini, teknik SBAR
(tabel 1) mengkondisikan pihak-pihak yang berkomunikasi menggunakan cara berpikir yang sama
(shared mental model) dengan memberikan struktur untuk menyampaikan informasi (Haig et al., 2006).
Terbentuknya shared mental model juga merupakan mekanisme yang efektif untuk mengatasi hierarki
tradisional yang umum berlaku di antara dokter dan tenaga kesehatan lainnya seperti perawat (Leonard
et al., 2004). Teknik SBAR belum pernah digunakan dalam komunikasi antar tenaga kesehatan yang
terkait dengan perawatan pasien di RS Universitas Mataram. Komunikasi efektif menjadi sangat penting
dengan semakin meningkatnya tuntutan terhadap malpraktek di Indonesia beberapa waktu belakangan
ini. Dengan banyaknya tenaga kesehatan yang bertugas, maka pihak-pihak yang terlibat dalam
perawatan pasien menjadi semakin banyak. Diperlukan suatu pendekatan khusus agar informasi yang
disampaikan utuh dan mudah dipahami sehingga keselamatan pasien tidak dipertaruhkan.
Mempertimbangkan manfaat yang bisa didapat dengan meningkatnya efektivitas komunikasi antar
anggota tim perawatan, maka teknik SBAR dipandang perlu untuk diperkenalkan kepada tenaga
kesehatan di RS Universitas Mataram. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kepercayaan diri tenaga kesehatan dalam melakukan
komunikasi lisan dalam proses handoff pasien. Dari penelitian tersebut di dapatkan hasil bahwa
pelatihan SBAR yang dilaksanakan di RS Universitas telah mampu meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan kepercayaan diri ndoff pasien yang ditunjukkan oleh peningkatan nilai postes
dibandingkan pretes, hasil evaluasi diri peserta tenaga kesehatan di RS untuk menggunakan struktur
komunikasi SBAR dalam proses handoff mengenai kemampuannya menggunakan SBAR dan hasil
evaluasi terhadap pelatihan. Namun demikian, agar SBAR diterapkan dalam tugas pelayanan pasien,
pelatihan ini perlu ditindak lanjuti oleh pihak RS dengan menetapkan kebijakan yang mendukung
penerapan SBAR oleh dokter dan tenaga kesehatan.

Keselamatan (safety) menjadi isu global termasuk di rumah sakit. Rumah sakit wajib mengupayakan
pemenuhan sasaran keselamatan pasien. Hal ini sejalan dengan jurnal yang penulis baca berjudul
"Analisis Pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien Di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Padang
Pariaman". Dari jurnal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa isu keselamatan pasien melahirkan
paradigma baru tentang mutu pelayanan. Mutu pelayanan yang baik saja tidak cukup berarti bagi pasien
tanpa memperhatikan bagaimana derajat unsur resiko dan keselamatan yang diterima oleh pasien.
Setiap rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan sasaran keselamatan pasien. Hal ini telah diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 11 tahun 2017. Upaya-upaya perbaikan telah
dilakukan oleh pihak manajemen namun masih diperlukan monitoring dan evaluasi dalam hal
keselamatan pasien di RSUD Padang Pariaman. Hasil wawancara peneliti dengan perawat pelaksana di
rawat inap RSUD Padang Pariaman pada tanggal 12 Maret 2018, menyatakan bahwa telah terjadi 7
insiden pasien jatuh di rawat inap dalam 2 (dua) tahun terakhir, diantaranya 5 orang pasien jatuh di
kamar mandi dan 2 orang pasien jatuh dari tempat tidur. Kondisi ini belum menggambarkan kejadian
secara keseluruhan, karena pelaporan insiden di rumah sakit ini belum pernah terlaksana. Maka dengan
itu, dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa pelaksanaan sasaran keselamatan pasien di rawat
inap RSUD Padang Pariaman dilihat dari pendekatan sistem, pada komponen input kebijakan dan SPO
sudah ada, namun tenaga, metode, dana dan sarana masih belum memenuhi syarat. Pada komponen
proses, pelaksanaan enam sasaran keselamatan pasien di rawat inap RSUD Padang Pariaman masih
belum mencapai standar, karena dalam pelaksanaannya belum menjadi budaya bagi petugas di rawat
inap. Dan pada komponen output, pencapaian target kepatuhan petugas dalam pelaksanaan sasaran
keselamatan pasien di rawat inap RSUD Padang Pariaman belum menunjukkan hasil yang diharapkan.
Jumlah rata-rata capaian keenam sasaran keselamatan pasien yaitu 73,4% dan yang seharusnya standar
KARS yaitu 100%.

Komunikasi, monitoring, dan evaluasi merupakan bagian keselamatan pasien, dalam pelaksanaan
keselamatan pasien peranan perawat sangat memegang andil besar untuk berhasilnya sebuah
pelaksanaan keselamatan pasien. Hal ini sejalan dengan jurnal yang telah di baca penulis berjudul
"Hubungan Peran Perawat Dalam Timbang Terima Dengan Upaya Mengoptimalkan Keselamatan
Pasien". Dapat ditarik kesimpulan yaitu bahwa Dalam hal ini, perawatlah yang mempunyai peranan
penting untuk medorong peningkatan komunikasi yang baik antar sesama perawat dan untuk
meningkatkan keselamatan pasien sesuai yang dikemukakan oleh Kemenkes RI No 1691 Tahun
2011tentang standar keselamatan pasien yaitu keselamatan pasien harus berkesinambungan dan
komunikasi adalah kunci bagi staf untuk tercapainyakeselamatan pasien (Kemenkes, 2011). Kegagalan
dalam melakukan komunikasi pada saat pelaksanaan timbang terima dapat menimbulkan dampak yang
serius yaitu kesalahan berkesinambungan keperawatan, pengobatan yang tidak tepat, kehilangan
informasi, kesalahan tentang rencana keperawatan, kesalahan pada test penunjang, dan potensi
kerugian bagi pasien, serta adanya ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan (Kesrianti,
2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kesrianti, pada tahun 2014 yang dilakukan di ruang rawat
inap Rumah Sakit Universitas Hasanuddin menemukan bahwa pengetahuan, sikap, ketersediaan
prosedur tetap, kepemimpinan, dan rekan kerja dapat mempengaruh terhadap pelaksanaan timbang
terima yang dilakukan oleh perawat. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan, di Instalasi Rawat Inapa
Rumah Sakit Ciamis Tahun 2018. Menyatakan bahwa sebagian besar perawat melaksanakan timbang
terima sering berfokus pada hal-hal yang dianggap penting saja, seperti hanyamenyampaikan informasi
terkait hasil anamnesa tanpa ada pemeriksaan lanjut. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
hanya disampaiakan terhadap pasien yang mengalami masalah yang cukup serius saja tanpa
menyampaikan diagnosa keperawatannya. Dikatakan juga bahwa sering kaliperawat pelaksana pulang
terlebih dahulu atau datang terlambat sehingga tidak mengikuti timbang terima yang berujung pada
miss-communication antar perawat. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa pendidikan
perawat yang memilki peran yang baik dalam timbang terima tetapi kurang mengoptimalkan
keselamatan pasien yaitu perawat yang berlatar belakang pendidikan D3.Hal ini berarti bahwa semakin
tinggi pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pelaksanaan tugasnya dimana semakin tinggi
pengetahuan seseorang maka semakin baik dalam melaksanakan tindakan untuk meningkatkan
keselamatan pasien. Hasil lain yang didapatkan peneliti berdasarkan observasi yang dilakukan diruangan
rawat inap bedah Rumah Sakit TK II Pelamonia didapatkan bahwa kepala ruangan masih kurang
memperhatikan atau kurang mengevaluasi pelaksanaan kegiatan timbang terima.Hal ini tentunya harus
menjadi perhatian khusus karena dapat berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan yang akan
diberikan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Mandagi (2015) menyatakan bahwa ada
hubungan antara supervisi pimpinan dengan kinerja perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan di
Rumah Sakit Bethesda GMIM Tomohon

Anda mungkin juga menyukai