Anda di halaman 1dari 24
Secara garis besar, ada dua model sistematika penyusun: kamus-kamus bahasa Arab yang digunakan para leksikolog, yaitu: (a) Sistem Makna (Kamus Ma’ani) dan (b) Sistem Lafal (Kemus Alfadz). 1 A. Sistem Makna (Kamus Ma’ani) Sistem Makna (Kamus Ma‘ani) adalah model penyusunan kosakata (item) di dalam kamus yang digunakan seorang leksikolog dengan cara menata kata/entti kamus secara berurutan berdasarkan ‘makna atau kelompok kosakata yang maknanya sebidang (tematik). Dengan kata lain, pengelompokan entri pada kamus-kamus ma‘ani lebih mengedepankan aspek makna yang terkait dengan topik/tema yang telah ditetapkan oleh leksikolog. Misalnya, kata kurikulum, materi ajar, buku, siswa, kuliah, semua « tersebut dimasukkan ke dalam tema/topik farbiyah (pendidikan). Kata monitor, mouse, laptop, keyboard, dimasukkan ke tema komputer (Teknologi), dan sebagainya. Dengan sistematika ini, maka kamus ma‘ani lebih tepat disebut angen cams tematik, + Salim Sulaiman Al-Khammas, ALMu‘jam wa lm ADalalah, (Damaskus: Mauqi’ Usan AVArab, 1428 H.), him. 197, Munculnya kamus-kamus ma’ani dilatarbelakangi teknik pencarian makna kosakata dengan metode simna'i, yaitu para leksikolog langsung turun ke lapangan atau ke pedalaman Arab Badui untuk mendengar dialog dan bahasa mereka. Setelah itu, mereka mencatat apapun temuan mereka tanpa mengenal sistematika pembukuan yang terogranisir. Para leksikolog hanya mengklasifikasikan kosakata berdasarkan teori al-Huqul al-Dalaliyah (semantic field). Teori bidang makna ini berupaya mengklasifikasikan kumpulan makna atau kosakata yang masih include di dalam bidang/tema yang berdekatan maknanya. Kamus-kamus tematik berbahasa Arab, antara lain: Al-Gharib Al-Mushannaf karya Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam (150-244 H.), Al-Alfaadz Al-Kitabiyyah karya Abdurrahman Al-Hamdzani (w. 320 H), Mutakhayyir Al-Alfadz karya Ibru Faris (w.395 H.), Figh Al-Lughah wa Sir Al-’Arabiyyah karya Abu Mansyur Al-Tsa‘labi (w. 429), Al- Mukhashshah fi Al-Lughah karya Tbnu Sydah (398-458 H.) dan Kifayah Al-Mutahaffidz wa Nihayah Al-Mutalaffidz karya Ibnu Al-Ajdani (w. 600 H). Berikut ini beberapa kamus ma/ani bahasa Arab terkenal berserta rincian Klasifikasi bidang makna yang termaktub di dalamnya. 1. Kamus Al-Gharib Al-Mushannaf Kamus karya Abu Ubaid (w. 224 H) ini dinilai sebagai kamus pertama yang menggunakan sistem ma‘ani dimana semua kosakata (entri) telah diklasifikasikan ke dalam bidang makna tertentu. Dalam menyusun kamus ini, Abu Ubaid memerlukan waktu selama 40 tahun. Setiap bidang makna (tema) dinamakan_ ‘kitab’ sebagai subjudul kamus. Ada 11 tema yang di dalam kamus ini, yaitu: ibs Olay gb Gas] olay pad lies elutes, ee bss alll bes all GaabY! Lee vlad Oke aly oles) Dbl bss] Kamus Al-Munajjad oe) LEKSIKOLOGI BAHASA ARAB Kamus Al-Munajjad disusun oleh Kurra’ Al-Naml (w. 310 H) dengan cara terlebih dahulu mencari kata-kata yang memiliki hubungan polisemi dan sinonim, lalu semua entri dikelompokkan sesuai tema/bidang, tertentu. Kurra’ hanya membagi bidang, makna dalam 6 (enam) tema, yaitu Kamus Mabadi’ Al-Lughal Penyusun kamus ini adalah Al-Iskafi. Bidang, tema dalam kamus ini tergolong lebih simpel, karena hanya memakai empat bidang, yaitu: Bl Iqadll taj CSTE eLaadt: PT) cele a pbaledl 6 1g 6 Gu dLLl obs! + gab hyo gail «JN Jas: Glgoul peti cobalt & Al-Mukhashshash Kamus karya Ibnu Sydah (w. 458) ini termasuk kamus ma’ani bahasa Arab terbesar yang terbagi dalam 17 tema. Namun, Karim Hassanuddin meringkasnya menjadi lima bidang, yaitu: GILLES: alyal «ala « le: ouay v on Ghgogll «Mc JM Gast: ola ¥ op geil «gaat sol 6 phat eLeud: | ZLiMy clad oo Rago Slat ¢ gleed YN ¢ cobalt: eM Sell plalall « Gapdllt c cilyadll ¢ cyalall: chal ° B. Sistem Lafal (Kamus Alfadz) Sistem Lafal (Kamus Alfadz) adalah kamus yang kata-kata (item) di dalamnya tersusun secara berurutan berdasarkan urutan lafal (indeks) dari kosakata yang terhimpun, bukan melihat pada makna kata. Sejak munculnya kamus bahasa Arab pertama, Mu ‘jam Al-'Ain yang diperkenalkan Khalil bin Ahmad Al-Farahidi, sistematika penyusunan kamus-kamus alfadz, terus berkembang, pesat seiring dengan kebutuhan para pengguna kamus. Pencarian makna kata dengan cara melihat lafal menjadi trademark kamus-kamus bahasa Arab, Bahkan, kamus-kamus tematik hanya dipandang sebagai kitab- kitab yang membahas tafsir makna sebagaimana kitab-kitab tafsir Al-Qur’an dan bukan lagi sebagai sebuah kamus bahasa. Dalam sejarah perkembangan leksikon bahasa Arab, paling tidak, terdapat lima model sistematika (nidzam tartib) yang pernah digunakan para leksikolog Arab dalam menyusun kamus-kamus lafal, yaitu: Nidzam Al-Shauty (sistem fonetik), Nidzam Al-Alfaba't Al-Khas (sistem alfabetis khusus), Nidzam Al-Qafiyah (sistem sajak), ‘Nidzam Al-Alfaba’i Al-’Aam (sistem alfabetis umum) dan Nidzam Al- ‘Nutqi (sistem artikulasi)* Secara khusus, bab ini akan membahas lima model sistematika penyusunan kamus-kamus alfadz, asas-asasnya, teknik pencarian makna kata dalam kamus alfadz, kelebihan dan kekurangan setiap sistematika, nama-nama kamus alfadz dan para penyusunnya. 1. Nidzam Al-Shauti (Sistem Fonetik) a. Latar belakang sistem fonetik Nidzam Al-Shauti (sistem fonetik) merupakan model penyusunan kamus pertama yang diperkenalkan oleh Khalil bin Ahmad Al- Farahidy. Khali] menyusun kata-kata yang berhasil ia kampulkan dengan cara mengatur urutan kata-kata secara tertib berdasarkan urutan huruf yang muncul dalam makharij al-huruf atau tempat keluarnya huruf hijaiyah menurut sistem fonetik dalam ilmu fonologi (IIm Al-Ashwat) yang kemudian lebih dikenal dengan istilah nidzam al-shauty. * Ibid, him. 198 ES ——TPEKBIKOLOG) BAHASA ARAB Faktor yang melatarbelakangi Khalil bin Ahmad al-Farahidy menyusun kamus dengan model ini adalah (1) menghindari pengulangan kata dalam kamus, (2) mencakup semua materi/kata, (3) memudahkan pembaca dalam mencari makna kata, dan (4) tidak ingin meniru sistem urutan huruf al-Hijai (alfabetis) dan obsesinya melahirkan kamus bahasa Arab yang beda dengan kamus-kamus bahasa lainnya. Khalil memang sosok linguist yang kreatif dan memiliki obsesi besar untuk melahirkan kamus khas bahasa Arab. Madzhab Khalil, begitu nama lain sistem fonetik ini dikenal, memang berbeda dengan sistem urutan huruf al-Hijai yang diperkenalkan oleh Nasr bin ‘Ashim, sebab Khalil menganggap urutan huruf-huruf al-Hijai lebih mengedepankan keserupaan tulisan huruf (taraduf) an sich. Misalnya, huruf Ba’, Ta’, Tsa’, lalu Jim, Ha, Kha, dan seterusnya, hanya sekumpulan simbol yang sama persis dengan hanya penambahan titik di bawah atau di atas huruf. Baginya, sebuah huruf hanya merupakan simbol dari suara, dan suara adalah karakter dasar dari sebuah bahasa (Al- Lughah Laha Thabi‘ah Shazotiyyah).’ Pola pikir di atas yang mendorong Khalil menyusun kamus lafal berdasarkan suara huruf yang keluar dari makhraj-nya. Karenanya, ia menolak munculnya kamus-kamus bahasa yang hanya memuat kumpulan makna kata yang berdasarkan urutan huruf hijaiyah ala Nasr bin ‘Ashim. Khalil menginginkan eksistensi kamus bahasa Arab harus terbit dengan karakteristik yang berbeda dengan kamus-kamus bahasa asing lainnya. b. Asas-Asas kamus alfdz sistem fonetik 1) Asas Tartib al-Huruf Sistematika urutan huruf dalam kamus-kamus alfadz yang memakai sistem fonetik adalah berpedoman pada urutan huruf yang keluar dari makharij al-huruf (output suara) sejak dari suara tenggorokan (halgiyah) hingga huruf-huruf yang * All Ahmad Madkur, Tadriis Funuun Al-Lughah Al-Arabiyyah, (Riyadh, Dar Asy- ‘Syawwat, 1991), him. 32 BAB VI SISTEMATIKA PENYUSUNAN MU keluar dari kedua bibir (syafatain) dan diakhiri dengan huruf- huruf mad (vokal panjang). Karena itu, kamus fonetik karya Khalil dinamakan dengan kamus Al-’Ain, sebab susunan huruf di kamus tersebut dimulai huruf ‘ain sebagai huruf halgiyah (huruf yang keluar dari tenggorokan tengah) sebagai makhaj pertama dalam sistem bunyi/ilmu fonetik. Dalam kajian ilmu tajwid atau ilmu fonetik, urutan huruf berdasarkan makharij al-huruf tergambar sebagai berikut. Gambar: Makharijul-Huruf Tenggorokan (halgiyah) : 1-¢-¢--»-¢-E Anak lidah (lahawiyah) : st - 3 Lidah bagian tengah (syajariyah) : 2 - G-¢ Lidah bagian depan (asaliyah) : 3 - G+- Ge Kulit ujung langit-langit (nath iyah) : = — 2 - Gusi (litsawiyah) : 5 Ujung lidah (dzalqiyah) : ¢-.1--g-J-> Huruf-huraf dari jalur pernafasan (hawoaiyah) :5-'~ 9 gs TEKSIKOLOGI BAHASA ARAB -4b PNAaveovn a Sedangkan Khalil bin Ahmad Al-Farahidi memiliki susunan huruf hijaiyah tersendiri dalam kamusnya, Al-‘Ain. Berikut inj urutan huruf dalam kamus yang menggunakan sistem fonetik.* Tal dol 51 el gol gol BI eI Mal tlelale/e WIN glelalalalS [s/a/ sible Susunan huruf hijaiyah dalam kamus fonetik di atas, oleh Khalil, tidak dimulai dari huruf hamzah sekalipun hamzah berasal dari makhraj al-huruf pertama (tenggorokan bawah). Khalil berargumen, bahwa huruf hamzah dianggap sebagai huraf yang inkonsisten/tidak menetap (ghairu tsabat). Dalam ilmu morfologi (ilmu sharaf), huruf hamzah terkadang bisa menetap, berubah atau bahkan hilang. Misalnya, hamzah dalam kata (.i,) bisa berubah menjadi alif pada dalam bentuk fii! mudhari’ menjadi (5s) atau bahkan hilang pada bentuk fiil amar menjadi (;). Setiap kata di dalam kamus bersistem fonetik, diletakkan secara berkelompok di bagian huruf yang paling awal/ bawah dalam urutan makharij al-huruf, tanpa melihat letak huruf dalam sebuah kata. Misalnya: 1. Kata (Cau) diletakkan pada bagian huruf ‘ain, sebab ‘ain adalah huruf paling awal/bawah dibanding lam atau ba’, sekalipun dalam kata tersebut ‘ain berada setelah lam. 2. Kata (33,) berada pada kumpulan huruf qaf, bukan pada huruf ra’ atau za’, sekalipun dalam kata (33,), huruf qaf terletak di bagian akhir kata. Hal ini karena berdasarkan urutan makharjul-huruf, huruf gaf terletak lebih bawah sebab ia keluar dari anak lidah (lahavviyah). Jadiy ia lebih, dulu keluar daripada huruf ra’ (ujung lidah/dzalgiyah) atau za’ (lidah bagian depan/asaliyah). Idris Abdul Hamid Al-Kallak, Nadzaraat fil lim At-Tajwid (Bairut: Muassasah Al- ‘Mathbuuat al-‘Arabiyyah, 1981), him. 53 & PENYUSUNAN MU'JAM 2) sas Tagsim al-Bina’ Dalam kamus fonetik seperti Al-’Ain, kata-kata yang telah tersusun berdasarkan urutan makharijal-huruf, diklasifikasikan lagi berdasarkan struktur kata (bina’) yang dibedakan menjadi beberapa bab sebagai berikut: a. Bab Tsunai Shahih, yaitu kata yang terdiri dari dua huruf (dwiliterasi) asli yang shahih (tidak ada huruf illat). Misalnya, pada bab huruf kha’ dan a maka di dalamnya meliputi: 3,381, 222551 b. Bab Tsulasti Shahih, yaitu kata yang terdiri dari tiga huruf (triliterasi) asli yang shahih (tidak ada hurufillat) dan tidak ada huruf tambahan (zaidah). Misalnya, Bab huruf ‘ain — ha’ ~ qaf, maka di dalamnya meliputi: . dan Gee" c, Bab Tsulasti Mu’tal, yaitu kata yang terdiri dari tiga huruf yang mengandung huruf illat (alif, wavw, ya’). Misalnya, di dalam Bab kha’- tha’ - hurufillat, meliputi: rb, Gb, bb, lads, gad, ied, shed? d. Bab Laff, yaitu kata yang di dalamnya terdapat dua huruf illat (alif, waw, ya’). Misalnya, Bab lafif dari huruf gaf meliputi: 331, «lB, Bi, Bly, 39, 358, 5534 e. Bab Ruba’i, yaitu kata yang terdiri dari empat huruf asli dan di dalamnya tidak ada huruf illat. Misalnya, bab ruba’i dari huruf ji jim meliputi: , 325> Bele, Guage, Glee, dine | f. Bab Khumasi, yaitu kata yang terdiri dari lima huruf asli dan di dalamnya tidak ada huruf illat. Misalnya, Bab khumasi dari huruf jim meliputi: 54),> dan Joi." Khalil bin Ahmad Al-Farahidi, Mu‘jam Al-Ain (CD Program Maktabah Syamilah Versi ll, http://www.al-waraq.net) juz 1 him. 291 ‘bid, juz 1 him. 14. (bid, juz 1 him. 329-330. ‘bid, juz 1 him, 417-418. Ibid, juz 4 him. 418. Ibid, juz 1 him, 496. & TEKSIKOLOGI BAHASA ARAB 3) ‘Asas Taglib al-Kalimah Dalam kamus fonetik seperti Al-’Ain, kata-kata yang telah tersusun berdasarkan urutan makharij al-huruf dan telah diklasifikasikan berdasarkan struktur kata (bina’), kemudian dibolak-balik (taqlib) hingga menjadi beberapa bentuk bentuk kata yang berbeda. Adanya asas taglib al-kalimah bertujuan untuk menghindari pengulangan kata pada bab yang lain. Semua aneka bentuk kata yang dihasilkan dari proses taglib (bolak-balik) diletakkan dalam satu bab. Contoh Asas taglib al-kalimat adalah kata Jay ~ gly ~ a - Ga! Sue ~ cle ~. Semua kata hasil taglib itu dimasukkan ke dalam bab huruf ‘ain, sebab makhraj dari huruf ‘ain lebih bawah atau lebih dulu daripada dua hurvf lainnya, yaitu huruf lam dan ba’. Keenam kata hasil taglib ini, lalu ditempatkan pada Bab Tsulatsi Shahih di bagian materi (—ic) sesuai dengan asas tagsim al-bina’ (struktur kata) Jadi, asas taglib al-kalimat ini berfungsi sebagai teknik manual yang digunakan Khalil untuk mengevaluasi perubahan posisi huruf dalam kata untuk menyaring sejumlah kata yang memiliki keterkaitan bina’ (struktur kata). Sungguh, hal ini merupakan sebuah proses yang melelahkan bagi Khalil demi menghindari terjadinya pengulangan kata pada bab atau materi yang lain. Sekalipun semua huruf dalam kata-kata bahasa Arab bisa dibolak-balik (taglib), namun yang perlu diingat bahwa tidak semua kata hasil taglib memiliki makna yang dipakai masyarakat sehingga kata yang tidak dipakai atau tidak memiliki makna, tidak dimasukkan ke dalam kamus. Karena itu, ada kata yang musta’mal dan muhmal. Kata Musta'mal adalah kata yang memiliki makna dan dipakai oleh bangsa Arab untuk menyebut sesuatu. Kata yang musta’mal layak dimasukkan ke dalam kamus. Sebaliknya, Kata Muhmal adalah kata yang tidak memiliki makna atau signifikansi dalam penunjukan sesuatu. Kata muhmal tidak ATIKA NYUSUNAN MU JAM dipakai oleh orang Arab, sekalipun struktur kata-nya ada karena terbentuk dari proses talib. Misalnya, pada bab sin-ta’-nun, hanya terdiri dari 2 (dua) kata musta’ mal, yaitu: Ge (lari) dan cise (menimpa)." Sedangkan keempat kata lainnya dianggap kata muhmal yang tak bermakna, yaitu: oe ea Ga Od. Secara matematis, jumlah bentuk kata yang dihasilkan dari proses taglib (pembalikan kata), baik kata musta’mal maupun kata muhmal, adalah sebagai berikut: a. Kata Tsunai (2 huruf) menjadi dua bentuk kata. b. Kata Tsulaisi (3 huruf) menjadi enam bentuk kata. ¢. Kata Ruba’i (4 huruf) menjadi dua puluh empat bentuk kata. 4. Kata Khumasi (5 huruf) menjadi seratus dua puluh empat bentuk kata. c. Teknik pencarian makna kata Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mencari makna kata di kamus-kamus fonetik seperti Mu jam AI-’Ain, adalah sebagai berikut: 1) Tentukan hurufasli (akar kata) dari kata yang hendak dicari maknanya. Misalnya, kata ,\2i..! (minta ampunan), kata ini berasal dari akar kata _,42 (mengampuni). 2) Tentukan huruf yang memiliki makhraj paling bawah dari ketiga huruf (ghain, fi’, ra’) dalam kata »22. Di antara ketiganya, diketahui bahwa huruf ghait keluar dari tenggorokan atas (halqiyah) sehingga ghain berada lebih bawah/lebih dulu daripada fa’ dan ra’, Disusul huruf ra’, alu huruf fa’ (ujung lidah). Jadi, kata )3 dapat ditemukan pada bagian huruf ghain, bab ghain-ra’-fa’. 3) Tentukan bentuk/struktur kata, apakah ia termasuk kata tsunai (2 huruf), tsulatsi shahih (3 huruf tanpa huruf illat Ibid, juz 2 him. 60. gs TEKSIKOLOGI BAHASA ARAB dan huruf zaidah), tsulatsi mu’tal (3 huruf, tetapi illatnya), lafif (terdiri 2 huruf illat), rubai (4 huruf) atau khumasi (5 huruf)? Sedangkan kata 42 termasuk kata berstruktur tiga huruf shahih (tsulatsi shahih). Jadi, dalam kamus fonetik a semisal Mu'jam Al-/Ain, kata ,z bisa ditemukan pada bagian sghain, bab ghain-ra-fa’, bab tsulatsi shahih minal-ghain. Pada bagian ini, bisa ditemukan hasil taqlib yang terdiri dari beberapa kata, yaitu: ¢ a = pis — pid - yd - by” d. Kelebihan dan kekurangan sistem fonetik Keberadaan sistem fonetik, yang digunakan kamus-kamus bahasa Arab periode pertama yang lahir di akhir abad ke-2 hijriyah dalam penyusunan kosakata, merupakan nilai lebih (selling point) dari inovasi besar yang ditorehkan Khalil, sebagai Bapak Leksikon Bahasa Arab. Urutan huruf yang khas berdasarkan makhraj amat membantu seseorang yang berusaha mencari makna kata secara langsung melalui observasi lapangan ke dusun-dusun di bagian jazirah Arab yang saat itu dilakukan Khalil tanpa kenal lelah. Selain itu, asas taqlibul-kalimah yang digunakannya sebagai tolak ukur matematis, secara statistik, dapat membuahkan derivasi kata yang lebih banyak dalam kosakata bahasa Arab. Sekalipun, ada kata yang musta’ mal (dipakai) dan yang muhmal (diabaikan). Sistem fonetik dalam kamus bahasa Arab mampu merubah pola penyusunan kata yang saat itu masih tematik karena bidang studi ilmu yang masih terbatas dan berdasarkan kemauan atau temuan sang peneliti atau penyusun kamus, sehingga sistem fonetik dinilai bisa menjamin tingkat obyektifitas penyusun kamus dalam menata kosakata yang ditemukannya. Kamus Fonetik adalah sebuah kamus yang lahir bersamaan dengan besarnya motivasi umat Islam dalam mengkodifikasi bahasa mereka sebagai alat bantu untuk menafsirkan Al-Qur’an, sehingga tidak berlebihan, jikalaau Khalil memilih kaidah tajwid -makharijul huruf-sebagai dasar penyusunan alfabetis khas ala Khalil. Mengingat, © bid, juz 1 him 353-354 VI SISTEMATIKA PENYUSUNAN MUUA ilmu qiraat adalah ilmu metodologis pertama yang berkembang di kalangan umat Islam sebelum ilmu-ilmu lainnya, Oleh sebab itu, karya Khalil banyak diterima di kalangan para mufassir, Kamus Al-’Ain yang menggunakan sistem fonetik, ternyata menjadi landasan bagi generasi setelah Khalil dalam menyusun kamus-kamus bahasa Arab, Buktinya, beberapa kamus langsung, bermunculan dengan memakai sistematika fonetis, Bahkan, sistem fonetik dianggap sebagai sistem baku dalam penyusunan kamus- kamus berbahasa Arab di awal abad ke-2 hijriyah. Walaupun, kamus- kamus fonetik yang bermunculan setelah Kamus Al-’Ain memiliki beberapa perbedaan dan penambahan asas. Namun pada dasarnya, karya-karya pasca Al-’Ain masih berpedoman dengan sistem fonetik yang diperkenalkan Khalil. Misalnya, Kamus Al-Bari’ karya Abu Ali Al-Qaly (280-356 H.), Kamus Tahdzibul-Lughah karya Abu Mansy ir Al-Azhari(282-370 H.), Kamus Al-Muhith karya Ash-Shahib bin Ubbad (324-385 H.) dan Kamus Mukhtashar Al-’Ain karya Abu Bakar Az-Zubaidy (w. 379 H). Para pakar bahasa pasca Khalil, juga tidak sedikit yang melontarkan kritik terhadap karya Khalil. AKhirnya, terbit beberapa kitab yang bertujuan untuk menyempurnakan karya Khalil. Misalnya, kitab Al- Istidrak ‘ala al-’Ain (menambal sisi kekurangan dalam kamus Al-’Ain) karya As-Sadusi (w. 810 H.) dan kitab Takmilah (penyempurna) karya Al-Khazaranji Al-Basyti (w. 959 H.)." Selain itu, ada pula kitab-kitab yang sengaja mengkritik dan menyebutkan sisi lemah kamus Al-’Ain. Misalnya, kitab Istidrak Al-Ghalath Al-Wagi’ fi Al-’Ain (menampakkan kesalahan yang ada di dalam kamus Al’ Ain) karya Abu Bakar Al-Zubaidi (928-989 H.) dan kitab Ghalath Al-’Ain (kesalahan kamus Al-’Ain) karya Al-Khatib Al-Iskafi (w. 1029 M.). Sementara itu, beberapa pakar bahasa juga ada yang membela Khalil. Mereka menyusun kitab-kitab yang berusaha menjawab gugatan dan kekurangan yang dilayangkan pada kitab Al-Ain. Husain Nashshar, Al-Mu'jam Al“Arabi; Nasy‘atuhu wa Thathawwuruhu (kairo: ‘Maktabah Misr, 1968), juz 1 him, 297-301. “Ibid, juz him, 302-305 &3 LEKSIKOLOO! BAHASA ARAB Misalnya, kitab Af-Tawassuth (penengah) karya Ibnu Duraid (838- (022 LI) Liteh ALRod ‘ale ALMufaddhal Gawahan atac tiduhan vango Misalnya, kitab At-Tawassuth (penengah) karya Ibnu Duraid (838- 933 H), kitab Al-Rad ‘ala Al-Mufaddhal (jawaban atas tuduhan yang berlebihan) karya Nathwih (858-930 H.), kitab Al-Instishar Li Al-Khalil (membela Khalil) karya Al-Zubaidy (929-989)."* Kekurangan mendasar dari kamus-kamus bersistem fonetik adalah adanya kesulitan bagi pemakai kamus dalam mencari letak kata, sebab urutan huruf hijaiyah yang didasarkan pada makharij al- huruf belum populer, terutama di kalangan non-Arab. Lain halnya dengan sistem Alfaba’i yang hingga kini telah dikenal luas, bahkan oleh masyarakat awam sekalipun. Selain itu, proses mengembalikan sebuah kata ke akar kata-nya dengan men-tajrid (menghilangkan huruf tambahan), memerlukan pengetahuan ilmu sharaf. Karena itu, sistem fonetik tetap dianggap sulit bagi kalangan awam, terutama masyarakat yang tidak mengenal kaidah bahasa (nahwu dan sharaf). Keberadaan kata yang muhmal (diabaikan) dan tidak memasukkannya ke dalam materi kata dalam kamus, sekalipun memiliki struktur derivatif, jelas menghilangkan kekayaan kosakata dalam bahasa Arab. Jika kata-kata yang muhmal ini, kenyataannya memang tidak ada atau tidak digunakan oleh orang Arab, maka hal ini masih bisa ditolelir. Namun, jika eksistensi kata yang dianggap muhmal itu hanya karena kurangnya cakupan observasi yang dilakukan seorang penyusun kamus, sementara di tempat lain, kata yang muhmal itu dianggap mustakmal, maka berarti kasus semacam ini dapat mengurangi khazanah kekayaan kosakata dalam bahasa Arab. Akhimnya, bahasa Arab lebih sering menyerap kata (ta’rib) dari bahasa asing. e. Kamus-kamus sistem fonetik Setelah kamus Al-’ Ain dirilis oleh Khalil bin Ahmad Al-Farahidy, perkembangan kamus-kamus berbahasa Arab mulai tumbuh seiring dengan munculnya sistem fonetik ala Khalil. Berikut ini beberapa kamus bersistem fonetik. % tbid,, juz 1 him. 305-311 BAB VI SISTEMATIKA PENYUSUNAN MUJAM & 1) Kamus Al-Bari” Kamus Al-Bari’ disusun oleh Abu Ali Al-aly (280-356 H.). Ada dua asas yang digunakan Al-Qaly dalam kamusnya ini, ya a Tagsim al-kalimah; yaitu bagian kamus diklasifikasikan menurut sistematika makharij al-huruf seperti kamus Al- “Ain. Akan tetapi, ada sedikit perbedaan dalam hal urutan huruf, Susunan huruf dalam kamus Al-Bari’ lebih sesuai dengan susunan makharial-hurufmenurut para ulama ilmu tajwid dimana huruf pertama diawali dengan huruf yang keluar dari tenggorokan bawah (halgiyah) yaitu huruf ha’ bukan huruf ain. Berikut urutan huruf secara lengkap dalam kamus Al-Bari’ aM bel al ISI al gl gal AISI EEL EI Cl a GIN gpl QL AISI SI BI Sal 3/0! b. Tagsim al-huruf yaitu klasifikasi bina’ atau struktur kata yang ada di dalam kamus Al-Bari’ juga sedikit berbeda dengan kamus Al-’Ain. Ada lima bina’, yaitu: (i) Bab Tsuna’i (i) Bab Tsulatsi Shahih (iil) Bab Tsulatsi Mu‘tal (iv) Bab Hawasyi dan Awsyab, termasuk Lafif (v) Bab Ruba‘i (vi) Bab Kumasi 2) Kamus Tahdzib Al-Lughah Kamus ini disusun oleh Abu Mansyur Al-Azhari (282-370 H)). ‘Ada dua yang memotivasi Al-Azhari menyusun kamus yang diberinya judul Tahdzib AL-Lughah, yaitu: a. Obsesi Al-Azhari untuk mengkodifikasi semua bahasa arab yang berkembang di kalangan masyarakat Arab dusun (@'raby). b. Mengikuti jejak Khalil bin Ahmad Al-Farahidy yang telah berhasil menyusun kamus AI-‘Ain. GS Re pees ana BAHASA ARAB Sistematika yang dianut dalam kamus Tahdzib Al-Lughah sama dengan kamus Al-‘Ain, baik dalam hal urutan huruf, pembagian struktur kata (bina’) dan teknik pembalikan kata (taglib). Kesamaan sistem ini menurut Al-Azhati, ia ingin ‘menyempurnakan kamus AV-’Aitt sekaligus menegaskan bahwa kitab Al-’Ain bukan murni disusun oleh Khalil bin Ahmad Al-Farahidy, mengingat di dalamnya memuat berbagai riwayat tentang makna kata yang dikemukakan oleh ‘murid Khalil berama Abu Laits. Dengan kamusnya ini, Al- Azhari berupaya keras menyelesaikan penyusunan kamusnya melalui penanya sendiri. Oleh karena itu, ia menambah banyak hal dalam kamusnya ini yang membedakannya dengan kamus Al-Ain. la bukan hanya mengambil data secara langsung dari bahasa lisan orang-orang Arab dusun, tetapi juga makna kata menukil dari beberapa kitab (bahasa tulis) yang telah diakui maknanya. Leman Kamus Tahdzib Al-Lughah (CD Maktabah Syamilah) ria Osa oie) SI) Ae wlalole) oislalsley Sia afl ¥ 97D play ae dt ed Jp ok SF phos) 66 S909 Hh oy ae 0s plop tal A lg ly ade ge JB ay take Pe WOO I pel 9 ep Ad eee ey Me gai gp tel gat y ae Ae OSs gi pal pLel all soaby ane J J Bb ges Al gr ey abner eal ty FOB Uy gall op pall ae gle wl Hse J Oe A ot Me ga * Ae be eet | a0 2h FI ea —— r +] ere berprestithtittseqrey. 3) Kamus Al-Muhith Kamus Al-Muhith disusun oleh Ash-Shahib bin Ubbad (324-385 H))- kamus ini sama dengan kamus Al-‘Ain dalam hal sistematika BAB Vi SISTEWATIEA PENYUSUNAN MUUAM | & ‘urutan huruf (makharijal-hurw)), tagsim al-bina’ (klasifikasi struktur kata) dan taglibat (pembalikan kata). Akan tetapi, kamus Al-Muhit 5) urutan huruf (makharij al-Huruf), tagsim al-bina’ (klasifikasi straktur kata) dan taglibat (pembalikan kata). Akan tetapi, kamus Al-Muhit lebih memperioritaskan kata dengan memperbanyak jumlah kata dan meringkas makna kata, sehingga kamus Al-Muhith banyak memberi kontribusi dalam hal sinonim kata, tetapi dalam hal sistematika penyusunan kamus, dalam karya Ibnu Ubbad ini tidak ada yang inovasi baru. Kamus Mukhtashar Al’Ain Kamus ini disusun oleh Abu Bakar Al-Zubaidi (w. 379 H.). Sistematika penyusunan huruf dan teknik taglib dalam kamus ini sama dengan sistem kamus Al-’Ain. Al-Zubaidi hanya sedikit berbeda dalam hal tagsim al-bina’ dengan menambahkan Bab Tsunai Mudha’af Mu’tal (Kata yang terdiri dari 2 huruf dobel dan berillat), sehingga ada tujuh struktur kata yang diperkenalkan kamus Mukhtashar Al-‘Ain, yaitu: a. Bab Tsunai Mudha’af Shahih b. Bab Tsulatsi Shahih Bab Tsunai Mudha‘af Mu'tal d. Bab Taulatsi Mu'tal e. Bab Tsulatsi Lafif f. Bab Ruba’i g. Bab Khumasi Al-Muhkam Kamus Al-Muhkam disusun oleh Ibnu Sidah (398-458 H.). Sistematika dan metode pencarian kata dalam kamus Al-Muhkam sama dengan kamus Al-’Ain. Hanya saja, kamus ini berbeda dalam dua hal, yaitu: a. Dalam hal straktur kata (bitia’) Kamus Al-Muhkam mengikuti susunan bina’ dari kamus Mukhtashar Al-’Ain karya Al- Zubaidi yang menggunakan tujuh macam struktur kaya (bina’). Hal ini bisa dimaklumi Karena Al-Zubaidi adalah banyak mengambil riwayat makna kata dari ayahnya itu. b. Dalam kamus Al-Muhkam ini, Ibnu Sidah menambah banyak kata melebihi jumlah kata dalam kamus Mukhtashar Al-’Ain yang menjadi panduan penyusunan kamusnya ini, Sehingga, kamus Al-Muhkam bisa dikatakan lebih lengkap dari Muhktashar Al-’Ain. Selain itu, tbnu Sidah lebih memperioritaskan masalah-masalah ilmu nahwu dan sharaf dalam muatan kamhus Al-Multkam sehingga kamus ini lebih tepat bagi orang yang ingin memperdalam bahasan tatabahasa Arab. 2. Nidzam Al-Alfaba’i Al-Khas (Sistem Alfabetis Khusus) a. Latar Belakang Sistem Alfabetis Te Nidzam Al-Alfaba’i Al-Khas adaian sistem penyusunan kamus alfadz yang diperkenalkan oleh Abu Bakar bin Duraid (233- 321 H.) melalui kamusnya yang berjudul Jamharah Al-Lughah atau lebih dikenal dengan Kamus Al-Jamharah. Yang dimaksud dengan sistem alfabetis khas adalah sistem penyusunan urutan kata-kata dalam kamus berdasarkan urutan huruf hijaiyah yang telah disusun oleh Nasr bin Ashim, yaitu urutan huruf sejak alif, ba’, ta’, tsa’, dan seterusnya hingga huruf ya’ seperti yang kita kenal saat ini. Urutan alfabetis ini dianggap lebih mudah dan lebih populer dikalangan masyarakat, berbeda dengan urutan ‘huruf yang berdasarkan makharij al-huruf yang, hanya dikenal oleh orang-orang tertentu yang Bee tentang ilmu qiraat (imu tajwid). i Ada dua faktor yang melatarbelak sistem alfaba’i khas, yaitu:. | 1) Kesulitan dalam mencari ma a kata dalam kamus yang, menggunakan sistem fonetik spect kamus Al-’Ain karya Khalil dan kamus-kamus lain yang ‘beredar saat itu. Kesulitan tersebut banyak dialami masyarakat yang tidak mengenal urutan huruf yang berdasarkan makhraj. Selain itu, beberapa kamus bersistem fonetik dianggap tidak konsisten dengan BAB Vi SISTEMATIKA PENYUSUNAN MUJAM ee nu Duraid menyusun segala struktur kata, Sebab, masing-masing bab, ia tambah dengan kata-kata yang mulhag atau kata yang digolongkan termasuk bagian tiap bab. Dalam sub-bab Mulhag dilengkapi dengan bahasan kata yang mu’tal (kata yang terdiri dari huruf illat) dan lafif (kata yang terdiri dari 2 huruf illat, Asas Tartib al-Huruf Setiap bina’ atau masing-masing dari lima struktur kata di atas, dikelompokkan berdasarkan urutan huruf hijaiyah sebagai berikut: vel vel Bl /5/ gf al altel el gl elalal| SI al al al p/SIA/3/B/ E11 ba) bo! Masing-masing huruf hijaiyah diatur berurutan dan diberinama bab-bab. Ada bab alif, bab ba’, dan seterusnya Pada urutan setiap huruf, selalu diberikuti oleh huruf sesudahnya. Misalnya, pada bab tsunai (struktur kata yang terdiri dari 2 huruf), bab huruf jim, maka bab itu dimulai dengan huruf jim dan ha (huruf sesudahnya), lalu jfim-kha’, jim-dal, jim-dzal, dan seterusnya hingga diakhiri jim — ya’. Tentunya dengan tetap memilih kata musta’mal (kata yang mempunyai arti dan tetap dipakai dikalangan ‘orang Arab). Sedangkan, kata yang muhmal (tak dipakai) tidak dicantumkan dalam kamus. Perhatikan sistem alfabetis dalam kamus Al-Jamharah karya Ibnu Duraid berikut ini: lel) Ast) Oly aut Gis os th oe Behe ee $42 Oe ap ide Cle a Be Uae SLAMS pap oly it Ge van lle Gum ue a> 902 Boe Cue ue dae Teknik urutan hurut hijaiyah yang diperkenalkan Ibnu Duraid di atas, sedikit berbeda dengan Ibnu Faris (329- 395 H.) dalam kamusnya, Magqayis Al-Lughah, yang juga menggunakan sistem alfabetis khusus. Jika Ibnu Duraid tidak mengenal pengulangan urutan kata dan selalu diakhiri dengan huruf ya’ sebagai huruf terakhir, maka Ibnu Faris memilih mengembalikan urutan huruf terakhir dari ya’ ke hamzah hingga huruf terakhir sebelum huruf yang dimaksud. Pada bab jim di atas, dalam sistematika dalam kamus Magayis Al-Lughah adalah jim-ha, jim-kha’, jim-dal dan seterusnya hingga jim-ya’, jim-hamzah, jim-ba’, jim-ta’ dan diakhiri dengan jim-tsa’ (huruf ta’ sebagai huruf terakhir sebelum jim, bukan ya’). Bedakan sistem alfabetis Ibnu Duraid dengan sistem alfabetis menurut Ibnu Faris dalam kamusnya, Maqayis Al-Lughah, pada contoh berikut ini: Laas) AiG eed Use Cie owe Sa et ee 92 A> Oe ao de Cin aa Be Uae Geel eh oth q Ube Ele 0202 Ole He Je ue om soe Be coe pe 2? > Cl > Dengan teknik pengulangan urutan huruf hingga ke huruf terakhir dan tidak hanya berhenti pada huruf ya’ sebagaimana dalam kamus Magayis Al-Lughah, Ibnu Faris beralasan bahwa tanpa pengulangan dapat memungkinkan banyak kata yang diabaikan (muhmal), padahal dengan teknik pengulangan, kosakata bisa lebih banyak dan mengurangi kemungkinan ~ hilangnya makna kata. Dengan ilustrasi perbedaan antara sistem alfabetis Ibnu Duraid dan Ibnu Faris, maka dapat dipastikan bahwa kamus Magayis Al-Lughah bisa dikatakan lebih lengkap daripada kamus Jamharah Al-Lughah. TEKSIKOLOGI BAHASA ARAB huruf dalam kata (taglibal-kalimah) dalam \alfabetis, baik menurut fonu Duraid maupun fbnu Faris, ‘sama dengan teknik taglib al-kalimah dalam kamus Al-’Ain ‘karya Khalil, Dengan asas taglib al-kalimah, dapat diketahui antara kata yang musta’mal dan kata yang muhmal. Dengan penggunaan asas taglib al-kalimah ala Khalil, maka sistem alfabetis ini disebut dengan sistem albetis khusus (Al-Alfaba’i Al-Khas) sebab ia memiliki karakteristik yang eksklusif sebagaimana kamus-kamus bersistem fonetik. Misalnya, untuk mencari kata 4s maka harus diketahui terlebih dahulu: “Manakah dari ketiga huruf tersebut yang disebutkan lebih dulu dalam urutan huruf hijaiyah?”. Jawabnya, jelas huruf ba’ berada lebih dulu daripada huruf ta’ dan kaf. Pertanyaan ini berbeda dengan kamus bersistem fonetik; ”Manakah di antara ketiga huruf tersebut yang berada pada makharij al-huruflebih dulu atau lebih bawah?”. Jawabnya, jelashuruf kaf, sebab ia berasal dari anak lidah (lahawiyah), disusul huruf ta’ sebab ia adalah suara yang berasal dari kulit ujung langit-langit (nath’iyyah), lalu huruf ba’ yang berasal dari ujung lidah (dzalgiyah).. ‘Teknik Pencarian Makna Kata Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mencari makna kata di kamus-kamus bersistem albetis khusus seperti kamus Jamharah maupun Magayis Al-Lughah, adalah sebagai berikut: 1) 2 Teknik Tajrid, yaitu huruf-huruf zaidah (tambahan) harus dihilangkan lebih dulu untuk mengetahui akar kata (ushul kalimah) dari kata yang kita cari. ‘Teknik Tahdid al-Bina’, yaitu mencari tahu struktur kata dari akar kata yang telah kita temukan tersebut. “Apakah ia termasuk pada bab tswnai (2 huruf), tsulatsi (3 huruf), ruba’i (4 huruf) atau khumasi (5 huruf)?", Lalu, merujuk pada bab tersebut. MATIKA YUSUNAN MU'UAM 3) Teknik Awuul al-Hurnf, yaitu mencari tahu tentang huruf yang lebih dahulu disebutkan dalam urutan huruf hijaiyah untuk mengetahui pecahan kata yang musta’mal sebagai hasil dari proses taqlib al-kalimah, Contoh, kita mencari makna dari kata gslést, . Kata ini setelah di-tajrid, ia berasal dari akar kata Jes! . Dari segi » struktur kata, Js! termasuk bina’ tsulatsi (3 huruf), maka ia dicari pada kitab/bab tsulatsi. Setelah itu, di antara huruf J-4 = 1, huraf hamzah terletak lebih dulu daripada kaf maupun lam, sehingga kata Jsi bisa ditemukan pada bab hamzah. Pada bab hamzah, kita dapat mengetahui pecahan kata dari ys! yang mustakmal setelah proses taglibul-kalimah. Di sana ditemukan kata JY - tess - Jie - Wee - hi. Kelebihan dan kekurangan kamus sistem alfabetis khusus Penggunaan urutan alfabetis huruf hijaiyah yang disusun oleh Nasr bin’ Ashim dan telah dikenal di tengah masyarakat memberi nilai positif pada kamus-kamus yang bermadzab sistem alfabetis Khusus. Munculnya kamus-kamus tersebut langsung mendapat respon positif di kalangan ahli bahasa maupun masyarakat Arab. Mayoritas mereka menilai, sistem alfabetis umum lebih mudah daripada sistem yang dirilis Khalil bin Ahmad. Selain faktor kemudahan, lahirnya kamus dengan sistem alfabetis yang tidak lagi menggunakan kaidah makharaj al-huruf (kaidah ilmu qiraat/tajwid), dinilai sebagai babak baru di bidang. leksikologi bahasa Arab. Kamus sistem alfabetis seakan menjadi pioner lahimnya ilmu leksikologi yang mandiri. Dengan alfabetis, corak ilmu leksikologi sanggup memisahkan diri dari bagian ilmu giraat, ilmu tajwid maupun ilmu tafsir, sehingga ia kembali menjadi bagian dari bidang studi ilmu bahasa (linguistik). Kamus-kamus sistem alfabetis knusus 1) Kamus Al-Jamharah Kamus ini disusun oleh Abu Bakar Muhammad bin Al-Hasan_ bin Duraid dari Basrah. Dalam sejarah, kamus dengan tiga jilid ini dikenal sebagai kamus kedua pasca Al-’ Ain karya TEKSIKOLOGI W A ARAB ne "Khalil. Seorang orientalis bernama Corneco (1872-1953) | menambahkan kamus Al-Jamharah dengan sebuah buku © yang memuat sebuah daftar isi dari materi Al-Jamharah hingga semuanya menjadi empat jilid. i ‘haieuddn ALZarkul, AbAToam (Bait: Dar Ali Ii ALMalayn, 1980), him. 2) F gbae ur ar yl al alah O6y ghd gary deeabiig 7 i PhS O55 Joly vce 1g ot gtd aes axe ss TT azar |) Tampaknya, kamus Al-Jamharah karya Ibnu Duraid ini juga mendapat respon dari para pakar leksikon bahasa Arab. Abu ‘Amr Al-Zahid (w. 345 H.) menyusun sebuah kamus yang memuat kosakata yang tidak dihimpun di dalam Al-Jamharah, yang ia beri judul Fait Al-Jamharah (Kekurangan dalam Al- Jamharah). Al-Shahih bin ‘Ubbad (938-990 H.) menyusun kamus Jawharah Al-Jamharah yang isinya meringkas materi kamus Al-Jamharah, Hal yang sama dilakukan Syarafuddin Mahmud bin Nashrullah Al-Anshari Al-Sya’ir (1154-1232 M,) melalui kamusnya, Mukitshar Al-Jamharah (Ringkasan AlJamharah). Bahkan beberapa sastrawan merasa perlu menyusun karya sastra yang berisi bait-bait syair yang termuat dalam kamus Al-Jamharah. Misalnya, kitab Syarah Syawahid Al-Jamharah (Penjelasan Dalil-dalil atau Syair Al-Jamharah) karya Abu Al Alla’ Al-Ma‘ry (973-1057) dan Nidzam Al-Jamharah (Bait- bait Syair Al-Jamharah) yang memuat gubahan bait-bait syair oleh Yahya bin Mu'thi bin Abd An-Nur Al-Zawawi (1169-1231 M.). Y ~ Kamus Magayis Al-Lughah Kamus bersistem alfabetis ini disusun oleh Ahmad bin Faris bin Zakaria Al-Qazwiny Al-Razi (931-1004). Selain it = ERSIKOLOGI BAHASA ARAB inhsasrliteee il AH cl ph) alba gh | __Nidzam Al-Qafiyah (Sistem Sajak/Sastrawi) Latar belakang sistem al-qafiyah Munculnya kamus-kamus bahasa Arab yang menggunakan sistem al-qafiyah (sajak/sastrawi) merupakan perubahan besar- besaran dalam hal sistem. Dinamakan sistem al-qafiyah, sebab penyusunan urutan kata dalam kamus didasarkan pada urutan huruf terakhir dari sebuah kata seperti sajak-sajak dalam syair. Pencarian makna kata dalam. kamus, tidak lagi berdasarkan urutan huruf dalam makharij al-huruf (sistem fonetik) atau tartib hijaiyah (sistem alfabetis khusus), tetapi didasarkan pada huruf yang terakhir. ‘Orang pertama yang mengenalkan sistem al-qafiyah adalah Ismail bin Ahmad Al-Jawhari (w. 1003 M.) dari Basrah dengan kamusnya yang berjudul Al-Shihah Fi Al-Lughah atau yang dikenal dengan Kamus Al-Shihah, Sebelum kamus Al-Shihah terbit, bangsa Arab telah mengenal lima macam sistem, yaitu;

Anda mungkin juga menyukai