Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh
Oleh:
NGATIATUL MABSUTHOH
105016300607
Bismillahirrohmaanirrohim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Segala puji penulis panjatkankehadirat Allah SWT yang telah memberikan
taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini, yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan (S. Pd). Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia
kejalan yang terang benderang, beserta keluarga dan para sahabatnya. Penulis
berharap skripsi ini dapat memberi kontribusi dalam bidang ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang pendidikan fisika.
Terselesainya skripsi ini tidak terlepas dari pertisipasi dari semua pihak
yang telah membantu terselesainya skripsi ini. Sehingga penulis ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosada, M.A, selaku Dekan FITK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
3. Ibu Nengsih Juanengsih, M. Pd, selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan IPA
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
4. Ibu Erina Hertanti, M. Si, selaku Kepala Prodi Pendidikan Fisika Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
5. Bapak Sujiyo Miranto, M. Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
meluangkan waktunya untuk memberi arahan, bimbingan, motivasi, serta
nasehat sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Bapak Iwan Permana Suwarna, M. Pd, selaku Dosen Pembembing II yang
telah meluangkan waktunya dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan
bimbingan, nasehat, motivasi, dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
v
7. Bapak/Ibu Dosen Staff di UIN Syarif Hidayatullah Khususnya di jurusan IPA
(Pendidikan Fisika) yang telah memberikan bantuan dan dukungannya.
vi
8. Bapak Drs. Juhdi Asidi, selaku Kepala Sekolah SMP Islam Ruhama Pisangan-
Ciputat atas izinnya kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di SMP
Islam Ruhama Pisangan-Ciputat.
9. Bapak Drs. Bagus, S. Pd, selaku guru pembimbing mata pelajaran fisika yang
telah banyak memberikan ilmunya, arahan, dan bimbingannya selama
pelaksanaan penelitian.
10. Seluruh dewan guru dan staff SMP Islam Ruhama yang selalu membantu
penulis
11. Teruntuk Suami tercinta Fadlan, S.Pd.SD yang selalu memberikan semangat
dan motovasi baik moril maupun materil serta doanya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
12. Teruntuk Ibunda Hj. Maryam, Ayahanda H. Hadi Mustofa dan saudara-
saudariku tersayang yang selalu memberikan dorongan dan motivasi baik
moril maupun materil serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
13. Teruntuk semua sahabat dan mahasiswa fisika 2005 yang telah memberikan
motivasi, semangat, dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Akhirnya penulis hanya dapat berdoa semoga Allah SWT memberikan balasan
yang setimpal kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesainya skripsi
ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat menambah wawasan
pengetahuan bagi para pembaca.
Alhamdulillahirobbil’Alamin
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh.
Jakarta, Mei 2010
Penulis,
Ngatiatul Mabsuthoh
105016300607
v
DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASYAH ............................... ii
ABSTRAK ................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................... 4
C. Pembatasan Masalah ......................................................... 5
D. Perumusan Masalah .......................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ............................................................... 5
F. Manfaat Hasil Penelitian .................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori ................................................................. 6
1. Pembelajaran Konstruktivisme .................................... 6
2. Learning Cycle ............................................................. 12
3. Hakikat Proses Belajar Mengajar .................................. 21
4. Fisika dan Hasil Belajar Fisika .................................... 26
B. Kerangka Berpikir ............................................................. 32
viiI
C. Perumusan Hipotesis ......................................................... 34
Hal
dituntut untuk dapat memilih secara selektif metode atau model pembelajaran
mana yang dapat digunakan dan sesuai dengan tujuan, bahan materi, alat bantu,
dan evaluasi yang ditetapkan, karena keberhasilan proses belajar mengajar
dipengaruhi banyak faktor, diantaranya pemilihan metode mengajar, minat
siswa terhadap materi yang diajarkan dan peran guru dalam mengatasi
kesulitan belajar.
Model pembalajaran, dipandang paling punya peran strategis dalam
upaya mendongkrak keberhasilan proses belajar mengajar. Karena ia bergerak
dengan melihat kondisi kebutuhan siswa, sehingga guru diharapkan mampu
menyampaikan materi dengan tepat tanpa mengakibatkan siswa mengalami
kebosanan. Namun sebaliknya, siswa diharapkan dapat tertarik dan terus
mengikuti pelajaran, dengan keingintahuan yang berkelanjutan.
Model learning cycle merupakan proses pembelajaran yang melibatkan
siswa dalam kegiatan belajar yang aktif melakukan asimilasi, akomodasi, dan
organisasi ke dalam struktur kognitif. Berdasarkan wawancara dengan guru
mata pelajaran fisika diketahui bahwa rerata hasil ujian siswa pada materi
sebelumnya masih rendah. Dalam upaya meningkatkan kreativitas siswa
mengemukakan gagasan dan prestasi belajar fisika, perlu strategi
pembelajaran yang mengimplementasikan model pembelajaran learning cycle.
Pembelajaran dengan model learning cycle ini cocok untuk diterapkan
dalam pembelajaran fisika. Hal ini karena model pembalajaran learning cycle
adala suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered)
yang memiliki rangkaian tahapan-tahapan kegiatan (fase) yang diorganisasi
sedemikian rupa yang didalamnya terdapat metode eksperimen, sehingga
siswa dapat menemukan sendiri pengetahuannya dengan cara proses
mengamati, mencatat hasil pengamatan, menganalisis dan menyimpulkan
kegiatan praktikum yang telah dirancang oleh guru, siswa juga dapat
berdiskusi bersama teman-teman. Hal itu akan membuat belajar fisika
menjadi menyenangkan dan lebih berkesan, karena siswa terlibat langsung
dalam proses pembelajaran, dan siswa juga dapat menguasai kompetensi-
4
B. Identifikasi Masalah
Dengan melihat masalah yang telah diuraikan sebelumnya dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Banyak siswa yang menganggap fisika adalah pelajaran yang sulit
dipelajari karena penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat.
2. Banyak siswa yang tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran fisika, karena
pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered).
3. Guru sulit memilih metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan
tujuan, jenis dan sifat meteri yang diajarkan.
4. Banyak siswa yang merasa bosan dalam pembelajaran fisika, hal ini
disebabkan karena guru lebih banyak menggunakan metode ceramah
sehingga kurang menarik minat siswa.
5. Sebagian besar guru belum mampu menciptakan suasana pembelajaran
yang menarik dan menyenangkan, sehingga siswa kurang termotivasi dan
merasa bosan dalam belajar fisika.
5
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah pada skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh penggunaan pembelajaran learning cycle terhadap hasil belajar
fisika pada konsep massa jenis.
2. Hasil belajar yang diteliti hasil belajar pada ranah konitif tingkat C1
sampai C3.
3. Model pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran learning
cycle yang diadaptasi dari Mayer, dan penelitian ini mengacu pada
learning cycle deskriptif.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumusakan
masalah sebagai berikut: ”Apakah model pembelajaran learning cycle
berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar fisika?”.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan problematika yang telah dirumuskan, maka kegiatan
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
learning cycle terhadap hasil belajar fisika pada konsep massa jenis.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi pihak guru dapat dijadikan bahan masukan dalam meningkatkan
proses pembelajaran fisika, serta lebih memperhatikan, menerapkan, dan
merealisasikan metode pembelajaran, yang nantinya akan meningkatkan
hasil belajar siswa.
2. Bagi siswa dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar serta
meningkatkan rasa sosial diantara mereka.
3. Bagi peneliti, memberikan informasi tentang pengaruh model learning
cycle terhadap hasil belajar fisika siswa, dan dapat menambah wawasan
sebagai bekal jika kelak berkecimpung dalam dunia pendidikan.
6
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Pembelajaran Kontruktivisme
Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL adalah
teori pembalajaran kontruktivisme. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan
pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui
keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih
diwarnai student centered daripada teaching centered. Sebagian besar waktu
proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa. 1
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam
teori pembelajaran kontruktivis. Teori kontruktivis ini menyatakan bahwa
siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,
mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila
aturan-aturan itu sudah tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja
memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha
dengan susah payah dengan ide-ide. 2
Kontruktisvisme adalah proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Jean
Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek
semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap
setiap objek yang diamatinya. 3 Bagi kontruktivisme, pembelajaran bukanlah
1
Trianto, Model-Model pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher, 2007), h. 106.
2
Trianto, Model-Model pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher, 2007), h.13.
3
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beroientasi Standar Proses Pendidikan, ( Jakarta:
Kencana Prenada, 2008). h.264
6
7
4
Paulina Panen, dkk. Kontruktivisme dalam Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka
(PAU-PPAI-UT), 2001)., h. 22
5
Paulina Panen, dkk. Kontruktivisme dalam Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka
(PAU-PPAI-UT), 2001), h. 1
8
sama. Kondisi eksternal meliputi aspek atau benda yang dirancang atau ditata
dalam suatu pembelajaran.6
Piaget (1990) menjelaskan pentingnya berbagai faktor internal
seseorang seperti tingkat kematangan berpikir, pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya, konsep diri, dan keyakinan dalam proses belajar.
Berbagai faktor internal tersebut mengidikasikan kehidupan psikologi
seseorang, serta begaimana dia mengembangkan struktur dan strategi kognitif,
dan emosinya. Sebagai contoh, Piaget menjelaskan bahwa perkembangan
kognitif manusia sesuai urutan atau sequence tertentu. Kemampuan berpikir
pada satu tahap yang lebih tinggi merupakan perkembangan dari tahapan-
tahapan sebelumnya. Pada tahap yang lebih tinggi seseorang lebih mampu
berpikir terorganisasi dan abstrak (abstract thinking). Piaget menyebutkan
sebgai kemampuan untuk mengembangkan skema berpikir (schemas, berarti
building blocks of thinking).7
Masyarakat pendidikan sains ingin melihat pelajar belajar sains
sebagai suatu proses. Mereka, terlebih di Amerika Serikat, ingin menyaksikan
para pelajar belajar sains dan matematika dengan cara yang berarti,
memperkaya, dan memungkinkan mereka menginterpretasikan alam semesta
ini dalam pengertian ilmiah. Menurut Tobin dkk., masyarakat pendidikan
sekarang ini sedang mengalami proses mirip dengan yang oleh Kuhn disebut
pergeseran paradigma (paradigm shift). Bila beberapa puluh tahun lalu
kontruktivisme belum diterima secara umum, sekarang ini ada usaha untuk
mengerti kontruktivisme dalam seluruh bidang pendidikan. Revolusi kognitif
ini menantang dan memberikan semangat, namun sekaligus juga
membingungkan dan menakutkan karena suatu makna baru dari pencarian
dalam bidang pendidikan muncul. Perubahan sikap ini sungguh memberikan
semangat untuk para ahli dan mereka yang terlibat dalam dunia pendidikan
untuk menggunakan prinsip-prinsip kontruktivisme dalam pembaruan
pendidikan. Tetapi sekaligus hal itu juga dapat membingungkan karena
6
Trianto, Model-Model pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, h 12
7
Udin S. Winataputra, dkk, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka,
2007), h 6.8
9
8
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h.
12
9
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h
53
10
10
Paulina Panen, dkk. Kontruktivisme dalam Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka
(PAU-PPAI-UT), 2001), h. 7 - 8
11
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 25
11
12
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h.
66
13
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h.
81
12
14
Ari Widodo, Kontruktivisme dan Pembelajaran Sains, dalam Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, No.13:064, Januari 2007, h.101
13
Skema
Ketidakseimbangan Cocok
Mengerti
Ketidakseimbangan
15
Ahmad Anwar Yusa, Peningkatan Kualitas Pembelajaran Perhitungan Kekuatan
Konstruksi Bangunan Sederhana Melalui Penerapan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) di
SMKN 5 Bandung dari http://pkk.upi.edu/invotec_1-9.pdf, 2009,. h. 2
14
17
Ahmad Anwar Yusa, Peningkatan Kualitas Pembelajaran Perhitungan Kekuatan
Konstruksi Bangunan Sederhana Melalui Penerapan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) di
SMKN 5 Bandung dari http://pkk.upi.edu/invotec_1-9.pdf, 2009,. h. 2
16
18
Anthoni W. Lorsbach, The Learning Cycle as a Tool for Planning Science Instruction, dari
http://www.coe.ilstu.edu/scienceed/lorsbach/257lrcy.htm, h 1
19
Macmillan dan Collier, Media, (Singapore: The Republic, 1990), h. 7
17
20
Pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/25/siklus-belajar-learning-cycle-5e-sebuah-
metode-perencanaan-dalam-ipa/ - 24k – h 1
18
21
Ratna W Dahar, Teori-teori Belajar,(Jakarta : Erlangga, 1996), h. 164 – 165.
22
Fauziatul Fajaroh, Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (learning cycle), dari
http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20. h 1 - 2
23
Ratna W Dahar, Teori-teori Belajar,(Jakarta : Erlangga, 1996), h. 151
20
24
Fauziatul Fajaroh, Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (learning cycle), dari
http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20. h. 2
21
e. Produk, yaitu hasil yang diperoleh siswa setelah belajar baik berupa
pemahaman, konsep maupun simpulan. Selain itu diharapkan siswa
mampu menerapkan hasil pemahaman didalam kehidupan. 25
Keuntungan model pembelajaran learning cycle yaitu:
a. Meningkatkan motivasi belajar karena pembelajaran dilibatkan secara aktif
dalam proses pembelajaran.
b. Membantu mengembangkan sikap ilmiah pembelajar.
c. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Kelemahan model belajar learning cycle yaitu:
a. Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan
langkah-langkah pembelajaran.
b. Menuntut kesungguhan dan kreatifitas guru dalam merancang dan
melaksanakan proses pembelajaran.
c. Memerlukan pengolahan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi.
d. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun
rencana dan melaksanakan pembelajaran. 26
Berdasarkan tahapan-tahapan dalam model pembelajaran bersiklus
yang diuraikan di atas, diharapkan siswa tidak hanya mendengar keterangan
guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman
mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari, sehingga dapat membangun
pemahaman dan pengetahuan siswa sesuai prinsip kontruktivisme dalam
belajar membangun pengetahuan dan memperoleh pembelajaran yang
bermakna.
3. Hakikat Proses Belajar Mengajar
Dalam perkembangan kehidupan manusia tidak dapat lepas dari proses
belajar. Dari lahir hingga dewasa dengan dorongan rasa ingin tahu serta
adanya kebutuhan interaksi dengan individual lain dan lingkungannya.
25
I Kudek Adi Hirawan, Model Siklus Belajar (Learning Cycle), dari
http://www.scribd.com/dok/16315603/Model-Siklus-Belajar
26
Fauziatul Fajaroh, Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (learning cycle), dari
http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20. h 2
22
Manusia terdorong untuk mempelajari segala hal yang sederhana hingga yang
kompleks. Belajar juga merupakan proses dari perkembangan hidup manusia.
Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat
latihan dan pengalaman. Belajar sesungguhnya adalah ciri khas manusia dan
yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan oleh manusia
merupakan bagian dari hidupnya, berlangsung seumur hidup, kapan saja, dan
di mana saja, baik di sekolah, di kelas, di jalanan dalam waktu yang tak dapat
ditentukan sebelumnya. Namun demikian, satuhal sudah pasti bahwa belajar
yang dilakukan oleh manusia senantiasa dilandasi oleh iktikad dan maksud
tertentu. Berbeda halnya dengan kegiatan yang dilakukan oleh binatang (yang
sering juga dikatakan sebagai belajar).27
Menurut kaum kontruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar
mengkontruksi arti teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga
merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau
bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang
sehingga pengertiannya dikembangkan. 28
Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah) belajar berarti kegiatan
pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-
banyaknya. Jadi dalam hal ini belajar dipandang dari sudut berapa banyak
materi yang dikuasai oleh siswa. Adapun secara kualitatif (tinjauan mutu)
belajar ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta
cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini
difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk
memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.
Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan
latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang
27
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2009), h 154
28
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h.
61
23
29
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 2002), h 10-11
30
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 2002), h 38.
31
Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Refika
Aditama, 2007) h 11
24
34
Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Refika
Aditama, 2007) h 10
26
36
Sumaji, Pendidikan Sains yang Humanistis, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), h144-115.
28
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu setiap orang
harus mampu mengembangkan hasil belajarnya dalam pendidikan di era ini.
Secara sederhana pengertian fisika ialah ilmu pengetahuan atau sains
tentang energi, transformasi energi, dan kaitannya dengan zat. Sebagaimana
sains yang lain, fisika juga mengalami perkembangan yang pesat terutama
sejak abat ke-19. oleh karena itu orang membagi fisika dalam fisika klasik dan
fisika modern. Fisika klasik merupakan akumulasi dari pengetahuan, teori-
teori, hukum-hukum tentang sifat zat dan energi yang sebelum tahun 1900
mengalami penyempurnaan. Sekitar tahun 1900 terjadi beberapa fenomena
anomali dalam fisika klasik sehingga melahirkan fisika modern. Fisika
modern mempelajari struktur dasar suatu zat, yakni molekul, atom, inti serta
partikel dasar.37
Fisika adalah ilmu tentang gejala dan perilaku alam sepanjang dapat
diamati oleh manusia. Jadi, jelas bahwa teknik-teknik pengamatan (observasi)
merupakan bagian yang amat penting dalam pengajaran fisika. Manusia
memiliki lima indra, tetapi khisus ilmu fisika yang terutama menggarap benda
mati, penglihatan dan pendengaran merupaka dua indra yang paling banyak
dipakai. 38
Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam
lingkup ruang dan waktu. Fisikawan mempelajari perilaku dan sifat materi
dalam bidang yang sangat beragam, mulai dari partikel submikroskopis yang
membentuk segala materi (fisika partikel) hingga perilaku materi alam
semesta sebagai satu kesatuan kosmos. Fisika adalah ilmu yang mempelajari
kejadian-kejadian alam serta interaksi antara benda-benda, atau materi-materi
di alam ini. Banyak faktor yang dapat membuat pembelajaran fisika menjadi
lebih menarik dan menghasilakan prestasi siswa yang tinggi. Namun, satu
faktor terpenting untuk hal itu adalah keterlibatan siswa secara aktif dalam
proses pembelajaran. Siswa terlibat secara aktif dalam mengamati,
mengoperasikan alat, atau berlatih menggunakan objek konkret sebagai bagian
37
Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h 31
38
Suprapto Brotosiswoyo, Hakikat Pembelajaran MIPA Di Perguruan Tinggi, (Jakarta:
Pekerti-MIPA, 2001), h. 6.
29
dan saling mengisi. Ide-ide yang melahirkan teori harus diuji secara empiris.
Jika suatu teori tidak dapat dijelaskan melalui ceramah atau eksperimen
karena konsep yang abstrak seperti massa jenis dan sifat zat, maka guru dapat
memberikan suatu model pembelajaran yang dapat mengkonkretkan sebuah
teoriyang abstrsk sehingga peningkatan pemahaman siswa akan meningkat
yang berpengaruh juga pada hasil belajar fisikanya.
Hasil belajar tampak terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa,
yang dapat diamati dan dapat diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan
sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya
peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan
sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan
menjadi sopan dan sebagainya. 41
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajarnya. 42 Hasil belajar harus memenuhi
syarat sebagai berikut :
a. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi
tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus
telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.
Namun demikian, indikator yang banyak dipakai sebagai tolak ukur
keberhasilan adalah daya serap.43
Dalam pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, menggunakan
klasifikasi hasil belajar dari Bunyamin Bloom yang secara garis besar menjadi
3 ranah, yaitu :
a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek yaitu, pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi.
41
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2009), h 155
42
Nana Sudjana, Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2004) h. 22
43
Syaiful Bahri, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), cet.3
h. 106
31
b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
c. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam ranah psikomotorik ini yaitu gerakan
refleks, keterampilan gerak dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan
atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan
interpretatif. 44
Berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran dapat dilihat dari berbagai
faktor yang dapat mempengaruhinya. Oleh karena itu, faktor-faktor umum
yang mempengaruhi dalam proses belajar yaitu faktor internal dan eksternal.
1) Faktor Internal
Faktor internal disebut juga faktor individual yaitu faktor yang
terdapat pada organisme (siswa) itu sendiri. Muhibbin Syah menyebutkan
bahwa yang termasuk faktor internal adalah aspek fisiologis dan psikologi.
Aspek fisiologis mencakup kondisi tubuh siswa termasuk organ tubuh dan
kondisi alat indera. Sedangkan aspek psikologis banyak sekali macamnya
tetapi yang esensial antara lain kecerdasan (intelegensi), sikap, bakat,
minat, dan motivasi siswa.
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai
tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat
mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.
Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, siswa sangat
dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. 45
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal terdiri dari faktor keluarga, masyarakat, dan
sekolah. Lingkungan sosial sekolah seperti guru, staff administrasi, dan
temen-temen sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa.
Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan
44
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), h.
117
45
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002), h.132
32
memperlihatkan suri tauladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal
belajar, misalnya rajin membaca dan diskusi, dapat menjadi daya dorong
yang positif bagi kegiatan belajar siswa.
Lingkungan masyarakat juga dapat mempengaruhi proses belajar,
misalnya kondisi masyarakat di lingkungan kumuh yang serba kekurangan
dan anak-anak pengangguran, paling tidak siswa akan menemukan
kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau diskusi atau meminjam
alat-alat belajar tertentu yang belum dimiliki.
Lingkungan keluarga yang dapat mempengaruhi belajar, misalnya
kelalaian orang tua dalam memonitor kegiatan anak, dapat menimbulkan
dampak yang buruk. Dalam hal ini, bukan saja anak tidak mau belajar
melainkan juga ia cenderung berperilaku menyimpang, terutama perilaku
menyimpang yang berarti seperti anti sosial.
Hasil belajar merupakan realisasi pemekaran dari kecakapan-
kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Hasil belajar
fisika dapat dilihat dari aspek kognitif berupa hasil tes belajar, serta
keterampilan motorik siswa, dimana siswa ikut berperan aktif ketika proses
belajar mengajar.
B. Kerangka Pikir
Proses belajar fisika akan menjadi efektif bila bahan yang dipelajari
dikaitkan langsung dengan tujuan yang akan dicapai dan dihubungkan dengan
masalah kehidupan sehari-hari. Pembelajaran fisika, pada saat ini masih
berpusat pada guru, sehingga kurang menumbuh kembangankan kemampuan
berfikir siswa. Pemberian materi sering kali diajarkan dengan menggunakan
metode ceramah, misalkan guru menerangkan rumus, kemudian siswa
diharapkan mampu menerapkan rumus tersebut untuk mengerjakan kuis yang
diberikan oleh guru.
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMP, harus memperhatikan
beberapa faktor yang mempengaruhinya. Mata pelajaran fisika memiliki
tingkat kesulitan yang cukup tinggi, karena siswa dituntut memiliki
33
pemahaman konsep materi yang baik. Karena tingkat kesulitan yang cukup
tinggi pata mata pelajaran ini, proses belajar yang seharusnya diberikan
kepada siswa yaiti proses pembelajaran yang tidak hanya mendidik siswa dari
segi kognitif saja, tetapi juga harus memperhatikan kondisi siswa lainnya,
seperti tingkat kenyamanan siswa dalam memperoleh materi. Materi yang
cukup sulit jika perlakuan yang diberikan guru hanya perlakuan yang bersifat
satu arah saja, maka siswa akan kurang tertarik pada materi yang disampaikan.
Siswa yang belajar fisika disekolah diberikan pengetahuan antara lain
tentang kejadian-kejadian alam dilingkungan sekitar. Perubahan minat siswa
dapat terjadi antara melalui proses pembelajaran. Tentu untuk memperoleh
perubahan minat siswa terhadap mata pelajaran Fisika dapat dilakukan melalui
proses pembelajaran fisika. Agar siswa memiliki minat terhadap mata
pelajaran fisika, maka siswa diberi pengetahuan fisika antara: kejadian-
kejadian alam sekitar, perubahan cuaca, macam-macam cabang fisika serta
manfaat ilmu fisika bagi kehidupan manusia.
Pengetahuan merupakan apa saja yang diketahui manusia yang dapat
menimbulkan kesan dalam pikiran manusia. Pengetahuan tersebut merupakan
hasil penggunaan panca indera. Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat
digunakan untuk menanggapi proses yang ada disekitarnya. Berdasarkan teori
yang ada, pengetahuan diharapkan dapat membentuk terjadinya perubahan
tingkah laku yang positif. Perubahan misalnya pengetahuan yang merupakan
ranah kognitif, perubahan minat yang merupakan ranah efektif dan
keterampilan proses sebagai ranah psikomotor.
Oleh sebab itu, metode pembelajaran yang dapat menciptakan agar
siswa dapat aktif satu sama lain, sehingga dapat memahami kebutuhannya
adalah model pembelajaran learning cycle. Model pembelajan ini, merupakan
alternatif pembelajaran yang dapat memberikan suasan baru dalam kegiatan
belajar mengajar. Proses pengajaran ini dirancang dengan siswa sebagai pusat
yang mana siswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya
semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan-
34
C. Perumusan Hipotesis
Dari kajian teori dan penyusunan kerangka pikir dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
Ho: Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran learning cycle terhadap
hasil belajat fisika pada konsep massa jenis.
Ha: Terdapat pengaruh model pembelajaran learning cycle terhadap hasil
belajat fisika pada konsep massa jenis.
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode quasi
experiment (eksperimen semu), dalam metode ini terdapat kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen akan diberikan
perlakuan khusus (variabel yang akan diuji) yaitu model learning cycle,
sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan metode demonstrasi, yang akan
dibandingkan hasilnya dengan perlakuan eksperimen.
C. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
randomized pretest-postest control group design). Desain penelitian
dinyatakan sebagai berikut:
Tabel 3.1
Desain Penelitian
Kelompok Pretest Perlakuan Postest
(R)E O1 XE O2
(R)K O1 XK O2
Keterangan:
(R)E : Kelompok eksperimen
(R)K : Kelompok kontrol
35
36
46
Yanti Herlanti, Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains (Makalah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 23.
37
Tabel. 3. 2
Perincian Populasi dan Sampel
No Kelas Jumlah siswa Sampel
1 VII-A 32 29
2 VII-B 31 29
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar fisika adalah
tes obyektif (pretest dan posttest). Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu tes pilihan ganda (multiple choice) dengan empat pilihan. Soal-soal
yang diajukan berupa materi yang akan dibahas pada pelaksanaan
pembelajaran. Bentuk penilaian adalah dengan memberikan skor 1 apabila
siswa menjawab dengan benar dan nilai 0 apabila siswa menjawab salah.
Sebelum tes dilakukan, tes tersebut harus terlebih dahulu memenuhi
persyaratan, karena instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan
penting yaitu validitas dan reliabilitas.
1. Uji Validitas
Suatu alat evaluasi disebut valid apabila alat tersebut mampu
mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi, atau dengan kata lain suatu
alat evaluasi disebut valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu
yang dievaluasikan itu. Uji validitas adalah uji kesanggupan alat penilaian
dalam mengukur isi sebenarnya. Uji coba ini dilakukan dengan
mengkorelasionalkan skor masing-masing item dengan skor total. Untuk
mengukur validitas soal dalam penelitian ini digunakan korelasi Point
Biserial, 47 yaitu:
M p Mt p
rpbis
SDt q
Keterangan:
Rpbis :koefisien korelasi biserial
47
Subana, Statistik Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 156.
38
Mp : rerata skor pada subjek menjawab betul bagi item yang dicari
validitasnya.
Mt : mean skor total, yang berhasil dicapai oleh peserta tes.
SDt : standar deviasi dari skor total
p : proporsi peserta tes yang menjawab betul.
q : proposi peserta tes yang menjawab salah
48
Suharsimi Ariakunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005)
h. 100
39
Tabel 3. 3
Kriteria Uji Reabilitas
Interval Koefisien Kriteria
0,00 – 0,20 Kecil
0,21 - 0,40 Rendah
0,41 - 0,70 Sedang
0,71 – 0,90 Tinggi
0,91 – 1,00 Sangat Tinggi
49
Suharsimi Ariakunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005),
h. 208
40
4. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan
untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang
tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergoling kurang
mampu (lemah prestasinya). Cara penggitungan daya pembeda adalah
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
BA BB
D PA PB
J A JB
Keterangan:
J : jumlah peserta tes
JA : banyaknya peserta kelompok atas
JB : banyaknya peserta kelompok bawah
BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan
benar
BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan
salah
PA : proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Klasifikasi daya pembeda soal:
Tabel 3. 5
Kriteria Daya Pembeda
Interval Koefisien Kriteria
0,00 – 0,20 Jelek
0,21 – 0,40 Cukup
0,41 – 0,70 Baik
0,71 – 1,00 Sangat baik
Dalam pengujian instrumen ini peneliti menggunakan software
ANATES.
41
Tabel. 3. 6
Kisi – kisi Instrumen Tes Hasil Belajar
Konsep/sub konsep Tingkat Pengetahuan dan Nomor Jumlah
Butir
Massa Jenis C1 C2 C3 Jumlah
1. Membuktikan 1*, 7*, 10*, 2*, 17
bahwa massa
14, 19*, 20*, 18*,
jenis adalah
salah satu ciri 21*, 26*, 39*
khas suatu zat
27*, 30*,
31*, 33*,
34*, 40*
F. Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas
dan variabel terikat. Dimana variabel bebas adalah model learning cycle,
sedangkan variabel terikat adalah hasil belajar fisika siswa.
1. Variabel Y
a. Definisi Konseptual
Hasil belajar adalah hasil yang dicapai siswa dari mempelajari tingkat
penguasaan ilmu pengetahuan tertentu dengan alat ukur berupa
evaluasi yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, atau simbol
dengan istilah lain prestasi.
b. Definisi Operasional
Hasil belajar adalah skor yang dapat dicapai untuk siswa dalam mata
pelajaran fisika pada konsep massa jenis. Hasil belajar fisika dapat
diketahui dari skor tes ulangan harian (posttest) yang telah dikerjakan
siswa.
2. Variabel X
a. Definisi Konseptual
Model pembelajaran learning cycle adalah siswa dilibatkan dalam
kegiatan belajar yang aktif melakukan asimilasi, akomodasi, dan
organisasi ke dalam struktur kognitif siswa yaitu dari ingatan
(pengetahuan), memahami, menerapkan, menganalisis, dan
mensintesis.
b. Definisi Operasional
Model pembelajaran learning cycle adalah suatu model pembelajaran
yang berpusat pada siswa, yang merupakan rangkaian tahapan-tahapan
kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat
menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam
pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Sehingga urutan tingkat
kemampuan kognitif siswa dari tingkat yang paling rendah sampai
tingkat yang paling tinggi.
43
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel
yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Pengujian ini sangat
penting sebab teknik analisis yang akan dipakai selanjutnya akan
ditentukan oleh normal atau tidaknya distribusi populasi dimana
sampel peneliti itu berasal. Uji normalitas dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan uji Liliefors dengan langkah-langkah
sebgai berikut:
a. Hipotesis
Ho: Data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
Hi: Data sampel berasal dari populasi tidak berdistribusi normal
b. Urutkan data sampel dari yang kecil ke yang besar.
c. Hitung nilai Zi dari masing-masing data, dengan rumus:
Xi X
Dimana: Zi
S
Xi : data
X : rata-rata tunggal
S : simpangan baku
d. Dengan mengacu pada tabel distribusi normal baku, tentukan besar
peluang untuk masing-masing nilai Z, berdasarkan tabel Z di tulis
F(Z Zi) yang mempunyai rumus F(Zi) = 0.5 Z
e. Hitung proporsi Z1, Z2,... Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi,
jika proporsi dinyatakan oleh S(Zi), maka
Lhitung > Ltabel ditolak, berarti data sampel berasal dari populasi
tidak normal.
b. Uji Homogenitas
Setelah melakukan uji normalitas, maka dilakukan uji
homogenitas. Uji homogenitas berfungsi untuk mengetahui apakah
kedua kelompok populasi itu homogen atau heterogen. Uji
homogenitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
distribusi F. Varians dari populasi homogen apabila, F- hitung lebih
kecil dari F- tabel. Apakah F-hitung lebih besar dari F-tabel, maka
varians dari populasi itu adalah heterogen.
S12 n X 2 ( X ) 2
Fhitung di mana S2
S 22 n(n 1)
Keterangan:
S1222 : varians terbesar
S22 : varians terkecil.
2. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan pengujjian populasi data dengan menggunakan uji
normalitas dan homogenitas, maka untuk menguji data yang diperoleh
digunakan rumus uji-t.
XE X K
thitung
1 1
S gab
nE nK
Dengan:
Keterangan:
X1 : mean/ nilai rata-rata hasil kelas eksperimen
X2 : mean/ nilai rata-rata hasil kelas kontrol
46
50
Subana, Statistik Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 171
51
David E. Meltzer, Addendum to: The Relationship between Mathematic Preparation dan
Conceptual Learning Gains in Physic: a Possible-hidden Variable”in Diagnostic Pretest Scores”,
dari http:/physic.iastate.edu/per/docs/Addendum_on_normalized_gain.pdf.
47
I. Hipotesis Statistik
Adapun hipotesis statistik yang akan diuji adalah sebagai berikut:
Ho : E = K
Ha : E > K
Keterangan:
Ho : Hipotesis nihil
Ha : Hipotesis alternatif
E : Hasil belajar fisika siswa yang diajar menggunakan pembelajaran model
learning cycle.
K : Hasil belajar fisika siswa yang diajar menggunakan metode demonstrasi.
48
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Deskripsi Data Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian, hasil belajar pretest
pada kelompok eksperimen, dari 29 siswa yang dijadikan sampel
diperoleh nilai maksimum 69 dan nilai minimum 31, dengan rata-rata nilai
(mean) 42,59, median 43,92, modus 37, standar deviasi 8,06, dan varians
(8,06)2. Untuk kelompok kontrol, berdasarkan hasil perhitungan data
penelitian pada kelompok kontrol, dari 29 siswa yang dijadikan sampel
diperoleh nilai maksimum 51 dan nilai minimum 23, dengan rata-rata
nilai (mean) 37,76, median 39,72, modus 40, standar deviasi 6,12, dan
varians (6,12)2. Lebih jelasnya deskripsi skor pretest dapat dilihat pada
lampiran 2.
10
9 9
9
8
8
7
6 6
6
Frekuensi
Kelas Kontrol
5 5
5
Kelas
4 Eksperimen
3
3
2 2
2
1 1 1
1
0 0 0 0 0 0 0
0
23 - 27 28 - 32 33 - 37 38 - 42 43 - 47 48 - 52 53 - 57 58 - 62 63 - 67 68 - 72
Interval Nilai Pretest
48
49
14
13
12
12
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
10
8
Frekuensi
6
5 5
4 4
4
2 2
2
1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0
0
29 - 34 35 - 40 41 - 46 47 - 52 53 - 58 59 - 64 65 - 70 71 - 76 77 - 82 83 - 88
10 10
10
8
7 Kelas Kontrol
Frekuensi
Kelas Eksperimen
6
4 4
4
3 3
2 2
2
1 1
0 0 0 0
0
0.31 - 0.19 0.18 - 0.06 0.05 - 0.07 0.08 - 0.20 0.21 - 0.33 0.34 - 0.46 0.47 - 0.59 0.60 - 0.72
Tabel 4. 3
Hasil Perhitungan Uji Normalitas N-gain Hasil Belajar
Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Kelompok Sampel Lo Lt Keputusan
Eksperimen 29 0,10 Data berdistribusi
1,16
Kontrol 29 0,09 normal
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai Lo sebesar 0,101 untuk
kelompok eksperimen dan Lo sebesar 0,09 untuk kelompok kontrol.
Sedangakan dalam tabel statistik nilai Ltabel pada taraf signifikan α = 0,05
dan n = 29 adalah Lt sebesar 1,16. sehingga dapat disimpulkan bahwa data
kedua kelompok penelitian berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
a. Uji Homogenitas Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan
Kontrol
Setelah diketahui data hasil penelitian berdistribusi normal,
maka selanjutnya dilakukan pengujian homogenitas, pengujian
homogenitas dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan uji kesamaan
varian kedua kelompok yang dilakukan dengan uji Fisher pada taraf
signifikan 5 %, dengan kriteria pengujian:
Bila Fhit < Ftab, maka Ho diterima, berarti kedua data homogen.
Bila Fhit > Ftab, maka Ho ditolak, berarti kedua data tidak
homogen.
54
Dari tabel uji homogenitas diatas, didapat Fhit = 1,73 untuk skor
pretest dan Fhit sebesar 1,23 untuk skor posttest, sedangkan didapat Ftab
sebesar 1,88 pada taraf nyata 0,05 dan n = 29. dari kedua data di atas
didapatkan bahwa Fhit < Ftab, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua
populasi data tersebut mempunyai varian sama atau homogen, sedangkan
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.
b. Uji Homogenitas N-gain Kelas Eksperimen dan Kontrol
Setelah kedua kelompok sampel penelitian dinyatakan berdistribusi
normal, langkah selanjutnya mencari nilai homogenitasnya. Dalam
penelitian ini, nilai homogenitas didapat dengan menggunakan uji Fisher
pada taraf signifikansi α = 0,05. Sampel dinyatakan homogen apabila
Fhitung < Ftabel. Hasil uji homogenitas kedua kelompok sampel penelitian
dapat dilihat seperti pada tabel di bawah ini, sedangkan perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.
55
Tabel 4. 5
Uji Homogenitas N-gain Kelas
Eksperimen dan Kontrol
Varian Varian Fhit Ftab Kesimpulan Data
Terbesar Terkecil
N-gain 0,0240 0,0226 1,06 1,88 Data berdistribusi
homogen
Dari tabel uji homogenitas di atas, didapat Fhitung = 1,06, sedangkan
didapat Ftabel sebesar 1,88 pada taraf nyata 0,05 dan n = 29. Dari data di
atas didapatkan bahwa Fhit < Ftab, sehingga dapat disimpulkan bahwa
kedua populasi data tersebut mempunyai varian sama atau homogen,
sedangkan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.
3. Uji Hipotesis
a. Uji Hipotesis Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Setelah mengetahui hasil pengujian prasyarat analisis data,
selanjutnya analisis diarahkan pada upaya mengukur ada tidaknya
pengaruh penggunaan model learning cycle terhadap hasil belajar
siswa, dengan demikian penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana perbedaan hasil belajar kelompok yang diajar dengan
model learning cycle dan kelompok yang diajarkan dengan metode
demonstrasi. Untuk pengujian tersebut diajukan hipotesis sebagai
berikut:
H0 : X A X B : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-
rata skor postest kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol.
Ha : X A X B :Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata
skor postestt kelompok eksperimen dengan kelompok
kontrol.
56
52
Afifudin, Pengaruh Model Siklus Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Pokok
Bahasan Zat dan Wujudnya, dari http//222.124.158.89/pasca/avalieble/etd-0329106-090739.
59
Oleh karena itu, sebaiknya sebelum diberikan perlakuan, pada kelas yang akan
diterapkan model pembelajaran learning cycle, dibiasakan menggunakan
model pembelajaran learning cycle selama beberapa waktu sebelum dilakukan
penelitian sampai mereka terbiasa dengan karakter model pembelajaran
learning cycle.
Perlunya pembiasaan ini dapat dianalogikan dalam hukum latihan (The
Law of Exercise) yang dikemukakan oleh Edward Lee Thorndike, salah satu
konsep yang mendasari teori belajar behaviorisme. Menurutnya, semakin
sering sebuah tingkah laku diulang , dilatih, atau digunakan, maka asosiasi-
asosiasi yang mendasari tingkah laku tersebut semakin kuat. Sebaliknya, jika
semakin jarang digunakan, maka asosiasi tersebut semakin lemah.
Berdasarkan analogi ini, maka dapat dikatakan jika sebuah model
pembelajaran baru terus dibiasakan, maka siswa juga pada akhirnya terbiasa
53
dan merasa nyaman dengan model tersebut. karena pembiasaan ini akan
memperkuat asosiasi-asosiasi yang mendasari perilaku siswa untuk mengikuti
proses pembelajaran, dari modal yang baru tersebut dengan cara memberikan
respons yang sesuai dengan yang diharapkan.
Suatu pembelajaran akan bermakna bila siswa mengalami aktivitas
positif selama pembelajaran tersebut. Aktivitas siswa ini dapat terlihat pada
saat pembelajaran berlangsung. Berdasarkan pengamatan selama proses
pembelajaran terlihat bahwa suasana belajar menjadi hidup sebab siswa ikut
aktif dalam pembelajaran. Mereka mencari dan menemukan konsep-konsep
penting dari materi pelajaran setelah mereka membaca buku pelajaran serta
melakukan percobaan. Dalam hal ini guru hanya bertindak sebagai fasilitator
dan mediator saja yang merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan yang
dapat merencang keingin tahuan siswa sehingga dam pembelajaran lebih
mengutamakan membangun pengetahuan siswa.
Siklus belajar (learning cycle) adalah suatu pendekatan
pembelajarandengan mengikuti pola tertentu yang terdiri dari tiga tahap, yaitu
53
Artikel diakses pada tanggal 2 Desember dari http://wangmuba.com/2009/02/21/teori-
psikologo-belajar-dan-aplikasinya-dalam-pendidikan/
60
54
Ahmad Anwar Yusa, Peningkatan Kualitas Pembelajaran Perhitungan Kekuatan
Konstruksi Bangunan Sederhana Melalui Penerapan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) di
SMKN 5 Bandung dari http://pkk.upi.edu/invotec_1-9.pdf, 2009,. h. 2
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, model pembelajaran learning
cycle pada konsep massa jenis berpengaruh secara signifikan terhadap hasil
belajar fisika, hal ini dapat ditunjukkan dari nilai rerata pretest dalam
pembelajaran learning cycle adalah 42,92 dan setelah dilakukan pembelajaran
dengan model pembelajaran learning cycle nilai rerata posttest menjsdi 64,83.
Hal ini diperkuan dengan hasil pengujian hipotesis dengan uji-t. Hasil uji-t
posttest pada taraf α = 0,05 didapat thitung 11,34 dengan ttabel adalah 2,00. Hal
ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran learning cycle
terhadap hasil belajar fisika pada konsep massa jenis.
B. Saran
Dengan adanya pengaruh yang signifikan pada model pembelajaran
learning cycle terhadap hasil belajar fisika siswa, maka peneliti mengemukakan
saran sebagai berikut:
1. Model pembelajaran learning cycle dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif pembelajaran di kelas dalam upaya meningkatkan kualitas proses
pembelajaran fisika.
2. Untuk menciptakan siswa lebih aktif dalam belajar hendaknya pihak sekolah
dan guru menyediakan dan menciptakan kegiatan pembelajaran di
laboratorium.
3. Bagi peneliti selanjutnya, agar mendapat hasil belajar yang lebih baik maka
perlu memberikan motivasi dan konseptual awal mengenai bahan pelajaran
serta mengarahkan dan merangsang siswa agar konsentrasinya terarah pada
bahan pelajaran.
61
62
DAFTAR PUSTAKA
Afifudin. 2005. Pengaruh Model Siklus Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa
Pada Pokok Bahasan Zat dan Wujudnya, dari
http//222.124.158.89/pasca/avalieble/etd-0329106-090739
Bahri, Syaiful & Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta
Dahniar, Nani. 2006. Sains Project sebagai Salah Satu Alternatif dalam
Meningkatkan Keterampilan Proses Sains di SMP. Jurnal Pendidikan
Inovatif Volume 2, Nomor 1
Herlanti, Yanti. 2009. Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains. Jakarta:
Makalah UIN Syahid
62
63
Pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/25/siklus-belajar-learning-cycle-5e-
sebuah-metode-perencanaan-dalam-ipa/ - 24k –
Hal
XI
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
xii