Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Da’wah harus bersifat Mua’shirah Ghaira Taqlidiyah (Modern dan tidak kuno)

dan berdasarkan sumbernya yaitu Al-Qur’an dan Hadis, serta cara, sarana juga strategi

yang digunakan harus seiring dengan perkembangan zaman. Artinya da’wah harus

sesuai dengan situasi, kondisi, sarana, peristiwa, sikap dan kebutuhan yang kemudian

dikaitkan dengan sasaran. Media dakwah sendiri adalah alat objektif yang menjadi

saluran, yang menghubungkan ide dengan umat, suatu elemen yang vital dan merupakan

urat nadi dalam totalitas dakwah.1

Kalau dilihat secara eksplisit tidak ada penjelasan al-qur’an tentang media atau

alat apa saja yang dapat digunakan untuk menyampaikan dakwah. Tetapi secara implisit

banyak isyarat al-qur’an tentang masalah media ini. Antara lain Hamzah Ya’cub,

mengelompokkan media dakwah tersebut menjadi lima, yakni :

1. Lisan, adalah media pokok dalam menyampaikan dakwah islam kepada orang
lain.
2. Tulisan, adalah yang dilakukan dengan perantara tulisan, umpamanya buku-
buku, majalah, surat-surat kabar, buletin, risalah, kuliah-kuliah tertulis, pemplet,
pengumuman tertulis, spanduk, dan sebagainya.
3. Lukisan, Yakni gambar-gambar hasil seni, foto, film cerita dan sebagainya.
4. Audio-Visual, Yakni suatu cara penyampaian yang sekaligus merangsang
penglihatan dan pendengaran.
5. Akhlak, ialah perilaku yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari 2

1
Hamzah Ya’cub, Publistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership, (Bandung : Diponegoro,
1986) hal. 47
2
Op. Cit,., Hamzah, hal. 49
2

Secara langsung memang tidak ditemui dalam al-qur’an untuk menggunakan

media tulisan sebagai media dakwah. Tetapi secara tersirat dapat dipahami dari adanya

suatu surat yang bernama al-’Alaq.

           
           
      

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia


telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589], Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Qalam 15)3

Rasulullah SAW pun telah memberi contoh dengan memerintahkan menulis

surat yang ditujukan kepada kepala-kepala Negara Islam seperti surat beliau kepada

Kisrah di Persia, hercules di Bizantium, Mauqaqis di Mesir dan Nequs di Ethopia.

Antara lain berbunyi; Saya mengajak tuan memperkenankan penggilan Allah, peluklah

(Islam) supaya tuan selamat.4 Ini menunjukkan pula bahwa, dakwah Rasulullah SAW

selain dilaksanakan dengan metode lisan juga dengan tulisan (surat).

Selain dari itu, dalam sastra Indonesia kita juga mengenal berbagai macam jenis

karya sastra baik yang bersifat fiksi maupun non fiksi. Seperti puisi, sajak, langgam,

novel, dan lain sebagainya yang mengemas materi atau pesan-pesan dakwah sesuai

dengan kondisi mad’u sehingga pesan dakwah tersebut lebih mudah tersampaikan dan

3
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Al-Jumanatul ‘Ali, Seuntai Mutiara
Yang Maha Luhur, (Bandung; Penerbit J-ART, 2005) hal. 421

4
Salmadanis, filsafat Dakwah, (Jakarta: Penerbit Surau, 200) hal. 187
3

diterima, serta mampu mempengaruhi mad’u untuk menjadi lebih baik lagi sesuai

dengan hakekat dakwah. Untuk mendorong umat melaksanakan yang ma’ruf dan

menjauhi yang munkar, pada akhirnya dakwah mampu menjadi solusi bagi

permasalahan umat.

Dalam konteks da’wah sebagai solusi permasalahan umat yang didalamnya

penuh dengan nasehat keagamaan dan sosial serta teladan yang mengajak masyarakat

menghindari diri dari hal-hal yang negatif kepada hal-hal yang positif dalam ridha Allah.

Maka da’wah dilakukan secara profesional, sehingga dapat merangkul semua lapisan

masyarakat sekaligus menyentuh aspek akal dan rohaninya. Kemampuan profesional

dalam berda’wah semakin dituntut karena masyarakat selain semakin kritis juga

memiliki permasalahan yang kompleks sebagai akibat dari keberhasilan pembangunan

dibidang pendidikan, ekonomi dan pengaruh informasi global yang pesat yang dapat

mempengaruhi pola hidup masyarakat.

Esensi da’wah rujukannya sesuai dengan landasan Al-Qur’an dan Hadis, maka

gaya, bahasa, kemasan dan sebagainya merupakan aksidensi. Aksidensi ini ditentukan

oleh pengetahuan, pengalaman, metode, seni, sosial, budaya dan juga filsafat. Aksidensi

ini dibentuk oleh akal sedangkan esensi berasal dari naqal.

Berbeda-beda cara penyampaian pesan oleh da’i membawa kepada berbedanya

kemasan da’wah. Tetapi disamping perbedaan-perbedaan itu masing-masing

mengandung azas yang sama. Berbeda da’i berbeda metode, berbeda karakter, berbeda

keilmuan berbeda pula kemasan da’wahnya.


4

Salah satu sasaran utama da’wah ialah menegakkan moral masyarakat. Moral

ialah sesuatu yang dipandang baik oleh masyarakat, karena itu dituntut kepada

masyarakat untuk melaksanakannya. Ada dua sumber moral yaitu etika yang dibentuk

oleh akal dan akhlak yang dibentuk oleh naqal yang masuk kelapangan Agama.

Dalam buku Islam dan Pranata Sosial Kemasyarakatan bahwa Thoyib


mengemukakan

Konsep moralitas didasarkan pada kepercayaan dan prinsip-prinsip tertentu.


Dimensi moralitas dalam Islam amat luas menjangkau moralitas hubungan dengan
Tuhan, dengan sesama dan dengan alam sekitarnya. Moralitas hubungan dengan tuhan
dilandasi oleh cinta dan patuh. Moralitas hubungan dengan sesama manusia dilandasi
oleh saling menghormati dan saling menolong serta memberi contoh. Ini dapat disebut
takaran positif dan moralitas Islam. Ada juga takaran preventifnya seperti larangan
minum-minuman keras, larangan melakukan hubungan seks diluar perkawinan dan lain-
lain.5

Oleh karena itu, Allah mengutus Muhammad sebagai Rasul yang segala tingkah

laku perbuatannya bisa dijadikan teladan. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an :

            

    

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang

baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari

kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.(QS. Al-Ahzab: 21)6

5
Muhammad Toyib, Kepercayaan Dan Pemikiran Dalam Dimensi Moralitas Islam, bandung,
Mutiara Hikmah, 1987. hal. 76

6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Al-Jumanatul “Ali, Seuntai Mutiara
Yang Maha Luhur, Bandung, CV. Penerbit J-ART, 2002. hal. 421
5

Seiring dengan ayat Al-Qur’an di atas Rasulullah saw bersabda :

”Dari Iyad bin Himar r.a. Ia berkata ; Rasulullah saw, bersabda :

”Sesungguhnya Allah Ta’ala Mewahyukan Kepadaku supaya kalian bersopan santun,

sehingga tidak ada seseorang yang berlaku curang (jahat) pada yang lain, dan tidak

ada seseorang yang merasa tinggi dari yang lain”. Dikeluarkan oleh muslim.7

Firman Allah Swt dalam Surat Al-Ahzab di atas, memberikan gambaran akan

suri tauladan yang baik pada diri Rasulullah dan dapat dijadikan sebagai contoh bagi

umat Islam, terutama bagi para Da’i dalam menyebarkan dakwah Islamiyah. Ditegaskan

pula oleh Rasulullah dalam Haditsnya di atas bahwa sesungguhnya Rasulullah benar-

benar adalah utusan Allah yang membawa wahyu Allah SWT untuk kemudian

disampaikan pada para umatnya, agar umat Muslim dapat berlaku baik terhadap sesama.

Selain dari itu, risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, adalah norma-

norma yang tidak hanya mengajarkan kepada umatnya yang berbuat baik, tapi juga

anjuran untuk menjauhi perbuatan buruk bagi setiap bangsa, setiap zaman dimana pun

berada. Membangun etika pergaulan dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari pandangan

Al-Qur’an dan Hadits. Dasar yang menjadi pegangan bagi setiap muslim, pandangan

tersebut akan memberikan landasan normatif bagi praktisi sosial, dengan demikian

menurut praktis Islam, bila konsep tauhid dilaksanakan akan memberikan bimbingan

asasi dalam menetapkan batas-batas legitimasi politik, sosial dan moralitas oleh suatu

sistem komunikasi.

7
Muhammad Mahfudz, Hadits-Hadits Dakwah, CV. Rineka Putra, Bandung, 1997. hal. 23
6

Diantara beberapa banyak media, novel juga salah satu media yang bisa

dijadikan alat da’wah oleh para da’i dan da’iyyah yang menggeluti dunia sastra sebagai

jurnalis. Selain itu, novel juga merupakan salah satu bentuk media da’wah yang

dianggap komunikatif yang kehadirannya sangat akrab dengan masyarakat luas semua

lapisan tanpa mengenal kasta sosial.

Novel Ketika Cinta Bertasbih adalah satu dari sekian banyak cara da’wah dengan

menggunakan bahasa tulisan (bi al-kitabah) sebagai alatnya. Sebagaimana diketahui

karya sastra ini banyak diminati khalayak banyak, bagi seorang penggemar novel

disadari atau tidak kondisi psikisnya mudah sekali dipengaruhi oleh dahsyatnya buaian

bahasa tulisan yang ditulis oleh novelis, sebagai sastra Islami dan sehubungan dengan

disebutnya sebagai novel pembangun jiwa, yang menarik adalah kemampuan seorang

novelis dalam menyisipkan pesan-pesan moral yang secara halus dalam isi ceritanya.

Seperti yang telah diungkapkan oleh Prof. Laode M. Kamaluddin, Ph.D. dalam

prolognya pada novel Ketika Cinta Bertasbih, novel ini adalah novel sastra yang berhasil

memadukan da’wah, tema cinta, etika (adab) dan latar belakang budaya yang sangat

berbeda telah terukir didalamnya, serta memiliki visi pembangunan karakter bangsa8.

Prof. Laode M. Kamaluddin, Ph.D penikmat sastra dan doktor jebolan Jawa State

University, Amerika serikat ini pun juga mengomentari bahwa novel ketika cinta

bertasbih tidak hanya indah dan menarik, tapi juga penuh dengan nuansa Islam yang

sangat kental mengukuhkan novel ini sebagai media da’wah. 9 Banyak hikmah yang

8
Laode M. Kamaluddin, Prolog: Ketika Cinta Bertasbih (Buku 1 Dwilogi Pembangunan Jiwa),
Jakarta, Republika, 2008. hal. 10
9
Opcit, Kamaluddin
7

dapat dipetik, terutama ajaran islam yang menekankan kepada umat islam agar tidak

berlaku sombong dan tinggi hati, Contohnya saja Beliau sendiripun telah tersindir dalam

arti sesungguhnya, dengan tulisan Kang Abik di novel ini. Dalam cerita yang ada pada

babak ke-9 (Perjalanan ke Sayyeba), Kang Abik menulis:

Begitu delapan puluh coret berhenti, dari pintu depan banyak


penumpang yang turun. Dan di pintu belakang penumpang berjejal naik. Ia
melihat seorang dosen ikut berdesakan naik. Ia amati dengan seksama, ternyata
Prof. Dr. Hilal Hasouna, Guru Besar Ilmu Hadits. Ia selalu dibuat takjub oleh
sikap tawadhu’ dan kesahajaan para syaikh dan guru besar Universitas al
Azhar. Di Indonesia mana ada seorang guru besar yang mau berdesakan naik
bus.10
Selain pesan-pesan moral yang merupakan materi dakwah, novel ketika cinta

bertasbih juga memiliki fungsi sebagai buku bacaan ketika sedang santai, bosan dengan

waktunya (Borring Time). Pemilihan bidang yang diteliti dalam tulisan ini juga memiliki

alasan lain, setelah menilai dan melihat masyarakat secara umum terhadap objek

penelitian ini, yaitu Novel Ketika Cinta Bertasbih yang merupakan salahsatu karya

Habiburrahman El-Shirazy. Adapun pertimbangan-pertimbangan tersebut, bahwa pesan

dakwah yang disampaikan dengan media dan metode ini lebih terasa praktis dan tidak

memberatkan mad’u, mereka bebas membaca, memahami, menganalisa, mempelajari

serta menerima ataukah menolak pesan-pesan dakwah tersebut. Yang akan

menimbulkan pengaruh tersendiri kepadanya. Selain dari itu, pemilihan Novel Ketika

Cinta Bertasbih, karena ia merupakan karya langsung dari seorang novelis sekaligus

10
Habiburrahman El-Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih (Buku 1 Dwilogi Pembangun Jiwa, Jakarta,
Republika, 2008. hal. 183
8

da’i, ia sampaikan langsung nilai-nilai keislaman yang dipadukan dengan unsur seninya.

Dan bukan melalui tangan (perantara) ke-dua, ke-tiga, atau seterusnya yang disuguhkan

dalam filmnya, yang diprakarsai oleh Chaerul Umam.

Sastra Islami ini mempunyai nilai tambah yang sangat positif dibanding dengan

novel-novel yang lain (sastra sekuler). Hal ini dikarenakan ia tidak hanya memuat pesan

dakwah dalam nilai-nilai islami saja, tetapi juga mengandung nilai pendidikan, nilai-

nilai islam yang terjaga, nilai-nilai yang sederhana namun menginspirasi sekali, nilai-

nilai kesucian, nilai-nilai keikhlasan, dan sebagainya, dari uraian sebelumnya. Maka

peneliti bertujuan untuk mengungkapkan secara jelas tentang pesan-pesan dakwah yang

terdapat dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih, sehingga diterjemahkanlah ke dalam judul

penelitian yaitu ”Analisis Kritis Karya Habiburrahman (Studi Tentang Pesan-Pesan

Dakwah Dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih)”.

B. Batasan Masalah

Untuk menghindari keluasan dalam pembahasan ini serta kerancuan dan

kesalahan dalam masalah, maka penulis dalam hal ini membatasi dalam hal Analisis

Kritis Karya Habiburrahman El-Shirazy; Studi Tentang Pesan-Pesan Dakwah Dalam

Novel Ketika Cinta Bertasbih.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang telah dikemukakan diatas maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:


9

 Apa Saja Pesan-Pesan Dakwah Dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih

Karangan Habiburrahman El-Shirazy ?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum.

Adapun tujuan secara umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Analisis Kritis

Terhadap Karya Habiburrahman El-Shirazy Tentang Pesan-Pesan dakwah dalam novel

Ketika Cinta Bertasbih.

2. Tujuan Khusus.

Sedangkan tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui;

a. Gambaran Isi Novel Ketika Cinta Bertasbih Karangan Habiburrahman El-

Shirazy ?

b. Pesan-Pesan Dakwah Dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karangan

Habiburrahman El-Shirazy ?

3. Manfaat Penelitian.

1) Secara teoritis;

a. Menambah khazanah keilmuan mahasiswa STAIN Curup.

b. Memberi wawasan kepada pembaca mengenai bagaimana pesan-pesan

dakwah dalam novel Ketika Cinta Bertasbih.


10

2) Secara praktis penelitian ini adalah untuk;

a. Mengingatkan pembaca agar senantiasa berhati-hati dalam mengkonsumsi

tayangan-tayangan yang disajikan media-media elektronik atau bacaan-bacaan

lainnya.

b. Dijadikan sebuah peringatan dalam penggunaan media-media elektronik, cetak,

dan lainnya.

c. Dijadikan sebagai ilmu pengetahuan mengenai pesan-pesan dakwah dalam novel

Ketika Cinta Bertasbih.

1. Defenisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman terhadap judul penelitian diatas,

maka penulis akan menjelaskan beberapa istilah sebagai berikut :

Pesan adalah sesuatu yang disampaikan kepada orang lain berupa informasi,

anjuran, peringatan, dan lain sebagainya agar dapat dilaksanakan atau di realisasikan

oleh orang yang kita beri pesan tersebut. pesan juga dapat diartikan dengan

“sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima…dalam bahasa

Inggris pesan biasanya diterjemahkan dengan kata message, content atau

informasi”.11

Sedangkan Menurut WJS. Purwadarminta, pesan adalah: pesan, suruhan

(perintah, nasehat, permintaan, amanat) yang harus dilakukan atau disampaikan kepada

11
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2002. Hal. 24.
11

orang lain.12 Sedangkan menurut Onong Uchjana Effendi bahwa massage yaitu pesan

yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang dilambangkan oleh

komunikator.13 Pesan-pesan komunikator disampaikan melalui simbol-simbol yang

bermakna kepada penerima pesan.

Menurut AW. Wijaya bahwa pesan adalah keseluruhan dari apa yang

disampaikan oleh komunikator. Pesan seharusnya mempunyai inti (thema) sebagai

pengarah di dalam usaha mencapai perubahan sikap dan tingkah laku komunikan. 14

Pesan dapat disampaikan secara panjang lebar, namun yang perlu diperhatikan dan

diarahkan adalah tujuan akhir dari proses komunikasi.

Pada hakekatnya, pesan-pesan yang disampaikan dalam proses dakwah

bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadits. Statement ini sesuai dengan apa yang

dikatakan oleh Toto Tasmara bahwa pesan dakwah adalah semua pernyataan yang

bersumberkan al-Qur’an dan as-Sunnah baik tertulis atau lisan dengan pesan-pesan

(risalah).15

12
WJS. Purwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Balai Pustaka 1976, hlm.
745.
13
Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 1992, Hlm.18.
14
AW. Wijaya, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: PT Bina Aksara, 1986, hlm.14.
15
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987), hlm. 43.
12

Dakwah mengandung arti mengajak atau menyeruh untuk mempelajari ajaran

islam. 16
dakwah dari akar kata ini terangkai menjadi asal kata da’a-yad’u-da’wa, (fi’il

mu’tal naqis) yang berarti menyeru, memanggil, mengajak dan menjamu.17

Wahyu Ilahi dalam karangannya mengatakan bahwa dakwah adalah;

Kegiatan mengajak, mendorong dan memotivasi orang lain berdasarkan

bashirah untuk meniti jalan Allah dan Istiqomah di jalan-Nya, serta berjuang bersama

meninggikan agama Allah”18

Pesan-pesan dakwah adalah pernyataan-pernyataan yang terdapat dan bersumber

dari al-Qur’an dan as-Sunnah atau sumber lain yang merupakan interpretasi dari kedua

sumber tersebut yang berupa ajaran Islam.19

Dalam konteks penelitian ini pesan-pesan dakwah yang dimaksud adalah

pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam novel “Ketika cinta Bertasbih” karya

Habiburrahman El-Shirazy mengandung ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an

dan as-Sunnah yang bertema keimanan, hukum Islam dan akhlak yang bertujuan amar

ma’ruf nahi munkar

16
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka, 1990, Hal. 181
17
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir
Al-Qur’an, 1973. Hal.127.
18
Wahyu Ilahi, Pengantar Sejarah Dakwah, Jakarta, Rahmat Semesta, 2007. Hal. 1-2.
19
Opcit, Toto Tasmara, hlm. 43.
13

Novel adalah karya sastra yang berupa alur cerita dari sebuah penomena

kehidupan. Novel juga dapat diartikan dengan bentuk karya sastra yang di dalamnya

terdapat nilai-nilai budaya social, moral, dan pendidikan

Ketika Cinta Bertasbih maksudnya adalah ketika cinta memperlihatkan makna

dan esensi yang sesungguhnya, yang dilandaskan dengan kecintaan kepada Allah.

Penegasan istilah dimuka dapat merumuskan maksud judul secara keseluruhan

yaitu penelitian terhadap novel "Ketika Cinta Bertasbih" karya Habiburrahman El-

Shirazy yang di dalamnya tertuang pesan-pesan dakwah yang bersumber dari al-Qur’an

dan as-Sunnah yang dibatasi pada tema keimanan dan akhlak yang bertujuan amar

ma’ruf nahi munkar.

1. Metode penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian.

Penelitian ini adalah penelitian Kepustakaan (Lebrary Recearch) dengan

pendekatan kualitatif. yaitu metode yang digunakan untuk memaparkan, memberi

gambaran dengan penelitian yang berupaya menghimpun data, mengolah dan

menganalisis secara kualitatif, dan menafsirkan secara kualitatif. 20 Menurut John W.

Creswell;

“Metode pendekatan kualitatif merupakan sebuah proses investigasi. Secara

bertahap peneliti berusaha memahami fenomena sosial dengan membedakan,

membandingkan, meniru, mengkatalogkan, dan mengelompokkan objek studi”.21

20
Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, ,Jakarta, Logos, 1997. Hal.21.
21
Hamid Patilima, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Alfabeta, 2007. Hal. 58.
14

2. Sumber Data

Sumber data adalah data primer dan data sekunder. Dimana data primer

merupakan data yang di dapat dari sumber pertama yaitu isi novel Ketika Cinta

Bertasbih. Sedangkan data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih

lanjut dan telah disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain

misalnya dalam bentuk tabel-tabel diagram-diagram.22 Serta sumber-sumber pendukung

lainnya seperti hasil dari wawancara.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Metode Wawancara.

Wawancara (interview) merupakan salah satu metode pengumpulan bahan…

(data atau fakta). Pelaksanaannya bisa dilakukan secara langsung bertatap muka (face to

face) dengan orang yang diwawancarai (interviewer), atau secara tidak langsung seperti

melalui telepon, internet, atau surat (wawancara tertulis termasuk lewat e-mail dan

sms)23 yang dalam hal ini peneliti menggunakan media-media tersebut untuk melakukan

wawancara dengan pengarang novel Ketika Cinta Bertasbih, yaitu Habiburrahman El-

Shirazy.

Seperti yang diuraikan di atas, perkembangan teknologi memberikan

kemudahan bagi kita. Kita dapat memfungsikan media untuk mempermudah kita dalam

melaksanakan rutinitas sehari-hari, termasuk juga dalam hal ini wawancara. Dimana
22
Husein Umar, Metode Penelitian ; Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta : PT. rajagrapindo
Persada, 2005, Hal. 42.
23
Asep Syamsul, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 1988, hal.
35
15

wawancara tidak hanya dapat dilakukan dengan berhadapan langsung dengan yang

diwawancarai, tapi juga dapat dilaksanakan dengan komunikasi antara dua orang,

melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu 24melalui media-media

yang telah ada seperti halnya e-mail yang dalam hal ini peneliti gunakan untuk

memperoleh data tentang bagaimana pesan-pesan dakwah dalam Novel Ketika Cinta

Bertasbih dan hal-hal lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

b. Metode Dokumentasi.

Dokumentasi merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data

yang dibutuhkan dalam penelitian. Dokumentasi dalam penelitian ini dapat berupa buku,

majalah, artikel, dan sebagainya.

c. Analisis Data

Metode Induksi

Metode Induksi adalah metode yang digunakan penulis untuk memahami dan

menganalisa objek penelitian berdasarkan sumber-sumber khusus yang ada kemudian

dirumuskan kembali untuk mengambil kesimpulan secara umum.

2. Tinjauan pustaka

Sepengetahuan peneliti, Analisis Kritis Karya Habiburrahman El-Shirazy

(Studi Tentang Pesan-Pesan Dakwah Dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih) belum

24
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif; Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung: 2003, hal. 180
16

pernah diteliti oleh siapapun dan belum ditemukan baik itu di dalam literatur buku-buku

mata kuliah, skripsi, tesis maupun karya ilmiah lainnya.

3. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, yang berisi tentang ; latar belakang masalah, batasan

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian,

tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II: Landasan teori, yang memuat tentang : Pengertian Dakwah, Tujuan Dakwah,

Unsur-Unsur Dakwah, Pengertian Novel, Nilai-Nilai Novel, dan Dakwah Melalui Novel

BAB III : Biografi Habiburrahman El-Shirazy.

BAB IV : Laporan penelitian, memuat tentang ; Gambaran Isi Novel Ketika Cinta

Bertasbih dan Pesan-Pesan Dakwah Dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karangan

Habiburrahman El-Shirazy.

BAB V : Penutup, memuat tentang ; kesimpulan dan saran-saran.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai