Anda di halaman 1dari 78

PERLINDUNGAN HAK MEREK ANTARA GUDANG GARAM

DENGAN GUDANG BARU ATAS ADANYA DUGAAN

UNSUR PERSAMAAN PADA POKOKNYA

(ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR PERKARA

119PK/PDT.SUS-HKI/2017)

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:

MOHAMMAD REZKI SEPTIAWAN

No. Mahasiswa: 18410205

PROGRAM STUDI HUKUM PROGRAM SARJANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Maraknya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai topik perdebatan di

tingkat nasional, regional, bahkan dunia tidak lepas dari landasan World

Trade Organization (WTO). Kehadiran suatu ciptaan merupakan hakekat dari

Hak Kekayaan Intelektual. Kreasi ini bisa dalam seni, industri, sains, atau

campuran dari ketiganya.1

Hak kekayaam intelektual merupakan hak yang ada sebagai bentuk dari

program bakat serta kreatifitas manusia yang di sampaikan kepada lapisan

masyarakat secara umum dalam berbagai hal dan yang mempunyai kegunaan

untuk dapat menyongsong kehidupan umat manusia serta bernilai ekonomis.2

Hak Kekayaan Intelektual termasuk Hak Terkait (Trademark and

Related Rights) dan label Dagang yang meliputi:3

1. Desain Produk Industri (Industrial Design).

2. Varietas tanaman dilindungi oleh hak paten

3. Merek (Trademark, Service Marks and Trade Names).

4. Rancangan Tata Ruang Topografi Sirkuit Terkonsolidasi (Layout Designs

Topographics of Integrated Circuits).

5. Indikasi Geografis (Geographical Indications).

1
M Yahya Harahap, Tinjauan Merek secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia
Berdasarkan Undang-undang No.19 Tahun 1992, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 80-81.
2
Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT Alumni, Bandung, 2006,
hlm. 151.
3
Ridwan Khairandy, “Perlindungan Hukum Merek Terkenal di Indonesia”, Seminar
Nasional Perlindungan Hukum Merek dalam Era Persaingan Pasar Global, Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia,Yogyakarta, 1999, hlm. 4.

1
6. Lisensi perjanjian dalam pengelolaan praktik kecurangan dalam

persaingan (Control of Anti Competitive Practices in Contractual

Licences).

7. Perlindungan Informasi yang konfidensial (Protection of Undisclosed

Information).

Hak Kekayaan Intelektual termasuk merek dalam Undang-Undang

Merek dan Indikasi Geografis No. 20 Tahun 2016 pada pasal 1 ayat 1

(selanjutnya disebut UU MIG), bahwa mereka merupakan suatu iconic atau

ciri khas seperti angka, huruf, susunan warna, nama, susunan komponen atau

komposisi gambar yang di pergunakan untuk aktivitas jasa atau perdagangan.4

Merek juga dapat hadir di banyak bidang kehidupan lainnya, termasuk social

budaya, pendidikan, ekonomi, olahraga, bahkan politik. Merek sendiri juga

bisa diterapkan di berbagai bidang yang ada di kehidupan seperti, sosial,

ekonomi, budaya, pendidikan, politik hingga olahraga. Strategi dalam

memperkenalkan suatu merek atau barang sudah ada sejak ribuan tahun

lamanya. Namun, makna merek telah berubah secara signifikan.5

Awalnya, istilah brand (bahasa Inggris) berasal dari kata kerja brandr,

berarti "membakar", sedangkan di komunitas Skotlandia kuno, istilah merek

berarti "jauhkan tangan Anda". Ini berkaitan dengan tradisi lama dalam

mengidentifikasi hewan ternak, yang telah ada semenjak 2000 SM 6. Hal ini

4
Ibid.
5
Dwi Rezki Sri starini, Penghapusan Merek Terdaftar Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dihubungkan dengan TRIPS-WTO, PT. Alumni, Bandung,
2009, hlm. 47.
6
Ok. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004,
hlm. 338.

2
telah tergambarkan pada pengertian merek sendiri yang telah di publikasikan

pada kamus Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English edisi

tahun 2000, dimana menyatakan bahwasanya "merek adalah tanda yang dibuat

dengan logam panas, terutama pada hewan ternak untuk menunjukkan siapa

pemiliknya”.7

Pada awal mula transisi pada renggang abad ke-19 dan ke-20, merek-

merek di Indonesia berkembang pesat. Beragam produk dari indonesia sendiri

sebagaimana seperti kopi, teh, jamu, rokok hingga batik yang dimana

menggunakan gambar atau logo sebagai bentuk merek selama masa

penjajahan Belanda. Pada saat itu, tanda tersebut digunakan untuk

mengidentifikasi perancang, produsen, atau penyedia layanan tertentu. Pada

saat itu, fokus branding bukanlah untuk suatu perbedaan atau identitas saja

melainkan perbedaan dari masing-masing merek tertentu itulah yang menjadi

figus dari merek yang ada.8

Setelah itu, telah mulai digunakan merek sebagai media dalam

mengenali produk tertentu. Hal ini membuat merek berguna dalam acuan

ataupun gambaran suatu konsitensi kualitas serta meningkatkan suatu derajat

produk dengan memiliki makna pada setiap merek. Periode inilah yang

menyaksikan munculnya beberapa nama produk terkenal, antara lain

Twinings, Lipton, Indomilk, Blue Band dan berbagai macama lainnya. Dalam

keadaan seperti inilah, merek dapat memberikan kepada setiap kategori

7
Sudargo Gautama, Hak Milik Intelektual dan Perjanjian Internasional, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2001, hlm. 17.
8
Sentosa Sembiring, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual di
Bidang Hak Cipta Paten dan Merek, Yrama Widya, Bandung, 2002, hlm. 11.

3
produk yang di ciptakan oleh suatu instansi yang tidak hanya memberikan

efek kepada produsen saja.9

Merek menurut produsen, berguna sebagai cagaran dari mutu produksi

dari segi entitias dan kualitas serta kesenangan konsumen. Produsen membuat

suatu merek juga agar dapat mempromosikan suatu produk yang dari

perspektif yang ada kepada pembeli. Hasilnya, konsumen dapat menggunakan

merek tersebut untuk menentukan apakah kualitas produknya memuaskan atau

tidak. Akibatnya, merek terkenal berkualitas berpotensi untuk ditiru,

digandakan, dan dibajak. Hal ini menjadikan merek (brand) khususnya merek-

merek yang sudah dikenal di kalangan masyarakat sebagai intelektual aset

bisnis yang tak tergantikan bukan hanya sebagai pembeda antaran produk

yang satu dengan yang lainnya.10

Berdasarkan keadaan tersebut, tentunya Negara mempunyai tanggung

jawab dalam mempertahankan suatu brand yang terdaftar untuk mengindari

problematika dagang yang tidak sehat serta mendapatkan pertahanan hukum

yang di keluarkan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Pihak

produsen dapat memegang merek legal mereka menempuh Undang-Undang

terkait merek yang telah berulang kali berubah yang dimana dengan demikian

Negara dapat memberikan perlindungan hukum dan selanjutnya

dikeluarkannya UU MIG.11 Merek yang telah ada diwajibkan untuk terdaftar

pada suatu instansi yang memiliki hak dalam hal tersebut. Sebagaimana hal

9
Muhammad Djumhana, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori dan Prakteknya di
Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 21-22.
10
Siti Marwiyah, “Perlindungan Hukum Atas Merek Terkenal”, De Jure Jurnal Syariah &
hukum, Vol. 2 No. 1, 2010, hlm. 45.
11
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm. 38.

4
tersebut berwenang atas Direktorat Jenderal Hal Kekayaan Intelektual yang

dibawah pengayoman Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

(KemenKumHam) untuk mendapatkan perlindungan hukum dari Negara

Indonesia.12

Merek yang dimiliki tentunya harus berhak terdaftar dan melarang bagi

setiap orang untuk menggunakan merek yang dimiliki tanpa izin dari yang

punya. Merek-merek ternama, seperti Rokok Gudang Garam, Adidas, Polo

dan beberapa jenis lainnya terkadang dianggap sebagai barang yang sangat

berharga. Beberapa merek yang telah dipromosikan dan diiklankan juga

sepadan dengan biayanya. Misalnya, brand Coca-Cola memiliki nilai 39

miliar Dolar.13 Beberapa orang mungkin sementara berpendapat kalau Coca-

Cola sendiri memiliki rasa yang mirip dengan minuman bersoda yang lain.

Namun, Coca-Cola terkenal bukan karena dari segi rasa, dikarenakan dari

pengaruh promosi dan iklan yang ada.14

Akibatnya, banyak organisasi dengan brand terkemuka bekerja extra

agar menjaga pemilikan ilegas dari brand mereka terhadap peretasan,

pemilikan yang melanggar hukum serta pengecohan brand oleh pesaing

bisnis. Gagasan yang digunakan sebagai pedoman pendaftaran merek adalah

kewajiban pendaftar dengan niatan baik. Undang-Undang Merek juga

mengikuti asas sistem konstitutif, artinya asas ini mengatur terkait brand yang

mereka telah daftarkan duluan dari pengguna dengan maksud dan keigingan

12
Ibid.
13
David A. Burge, Patent and Trademark and Practice, John Wiley & Sons, Inc, Canada,
1999, hlm. 139.
14
Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm.
14.

5
yang baik sesuai pedoman yang telah ada harus dilindungi secara hukum15.

Namun demikian, apabila suatu brand yang telah terigstrasi ternyata

mempunyai kemiripan yang juga sama dengan yang lain secara sedemikian

rupa yang menyebabkan yang paling awal mendaftar brandnya lah

mendapatkan efek rugi yang sangat signifikan dari segi finansial maupun non-

finansial. Jika hal tersebut terjadi upaya yang dapat dilakan seperti menghapus

atau mebatalkan brand hingga dapat menuntut ganti rugi karena melanggar

hukum yang ada sebagai bentuk atas kerugian yang diciptkan. Hal ini tertuang

dalam UU MIG pasal Pasal 76 ayat (1), yang mengatur bahwa kelompok

berkepentingan mampu menyarankan pembatalan kepada brand plagiat

dengan berlandaskan penyabab yang tercantum dalam UU MIG Pasal 20 dan

21.16

Adapun satu dari berbagai kasus yang pernah terjadi, seperti pada kasus

yang tertimpa oleh PT. Gudang Garam dan Perusahaan Rokok Jaya Makmur

(PR Jaya Makmur) terkait kasus pembatalan merek. Hal ini diawali dengan

PT. Gudang Garam melalukan permohonan pengajuan terkait pembatalan

merek melalui Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Surabaya kepada PR.

Jaya Makmur dengan sebab terkait menciptakan rokok dengan merek yang

sama dengan PT. Gudang Garam. Hal ini disebabkan karena Gudang Garam

ingin menggunakan nama besarnya untuk mendapatkan keuntungan dan

ketenaran yang besar atas brand tersebut. PT. Gudang Garam juga tidak cuma

melalukan niat pembatalan brand, mereka juga mengadukan pelaporan

15
Ibid.
16
Muhamad Djumhana, Loc.Cit.

6
mengenai produsen merek Gudang Baru ke Polda Jatim melalui Direktur

Reserse Kriminal terkait masalah pidana dengan alibi produsen Gudang Baru

memakai nama yang identik dengan PT. Gudang Garam serta sudah

memperjual belikan rokok merek Gudang Baru yang membuat masalah ini

dilanjutkan dan diadili di Pengadilan Negeri Kepanjen.

Persoalan ini berlanjut sampai ke tahap kasasis dan Peninjauan Kembali

(PK) terkait keputusan Pengadilan Negeri Kec. Kepanjen, Jawa Timur. Pada

tahap pertama, perkara pidana menyampaikan terkait kepemilikan merek

Gudang Baru yang telah ilegal serta memiliki izin untuk memperjual belikan

rokok dengan merek tersebut. Namun, terdapat indikasi bahwa nama merek

tersebut merupakan plagiasi dari PT. Gudang Garam dan diperkuat dengan

keputusan Pengadilan Tinggi Surabaya yang memyebabkan masalah ini

menuju ke tingkat banding. Atas keputusan tersebut, brand Gudang Baru di

putuskan mendapatkan sanksi pidana atas tindakan yang telah mereka

lakukan. Begitu pula dengan perkara perdatanya pada pengadilan tahap

pertama. Dengan demikian merek Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri

Surabaya menjatuhkan keputusan kepada Gudang Baru divonis mempunyai

kesamaan dengan brand PT. Gudang Garam.

Kemudian dengan terjadinya keputusan tersebut, pemilik brand Gudang

Baru yakni H. Ali Kosain, S.E melalukan pengajuan kasasi terhadap

keputusan yang dijatuhinya. Hal ini bahwa sebabkan atas ketentuan dalam

Udang-Undang terkait Merek dapat diajukan kasasi terhadap putusan

Pengadilan Niaga yang dimana Mahkamah Agung dalam keputusan kasasi

7
tersebut menyampaikan permohonan pembatalan brand yang diperbuat PT.

Gudang Garam tidak hanya terkait problematika pendaftaran merek, karena

merek Gudang Baru sendiri sudah terdaftar sejak tahun 1995 oleh pemiliknya

sendiri yakni H. Ali Kosain, S.E dan sudah melakan perpanjangan pada tahun

2005 pada tanggal 21 Maret 2005 dengan nomor pendaftaran IDM000032226

dan Nomor IDM000042757 tertanggal 14 Juli 2005. Dengan keputusan inilah

menyebabkan batalnya putusan yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan terkait

menyampaikan merek Gudang Baru adalah hasil saduran dari merek PT.

Gudang Garam.

Akhirnya mereka pun menoolak dari hasil keputusan tersebut dan

pemilik dari Gudang Baru juga mengemukakan survei kembali terkait

keputusan pidana yang dijatuhkannya kepada Mahkamah Agung terkait

putusan Pengadilan Tinggi Surabaya. Akan tetapi, pada saat dilakukan survei

ulang, terjadinya penolakan permohonan survei kembali oleh majelis hakim

dengan alibi keputusan yang telah dikeluarkan Pengadilan Tinggi Surabaya

sudah valid dan tak dapat diganggu gugat berdasarkan evaluasi hukum yang

ada pada putusan Nomor 104 PK/Pid.Sus/2015.17

Berlandaskan dari uraian peneliti di atas, maka peneliti mencoba untuk

menganalisis upaya dalam mengatasi perbedaan pendapat dair brand Gudang

Baru dan PT. Gudang Garam dengan mengevaluasi keputusan evaluasi ulang

yang menolak persoalan evaluasi ulang PR. Jaya Makmur serta

mengkriminalkan merek Gudang Baru dan pemiliknya oleh hakum dan

nantinya aka dituangkan dengan wujud skripsi dengan judul,


17
Putusan Mahkamah Agung Nomor Perkara 4/Pdt.Sus-Hki/Merek/2021/Pn.Niaga Sby.

8
“PERLINDUNGAN HAK MEREK YANG TERJADI ANTARA

GUDANG GARAM DENGAN GUDANG BARU ATAS ADANYA

UNSUR PERSAMAAN PADA POKOKNYA (ANALISIS PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR 119PK/PDT.SUS-HKI/2017).

B. Rumusan Masalah

Dari penjabaran latar belakang masalah sebelumnya, dapat di rumuskan

hal-hal yang akan dikaji dalam penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana menentukan kriteria persamaan unsur pokok pada suatu merek

terkenal antara Gudang Garam dengan Gudang Baru?

2. Bagaimana dampak pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam

memutus sengketa antara merek Gudang Garam dengan Gudang Baru

pada Putusan MA Nomor 119PK/Pdt.Sus-HKI/2017?

C. Tujuan Penelitian

Dari kedua rumusan masalah di atas, maka dibuatlah tujuan penelitian

yaitu:

1. Mengetahui prosedur menentukan kriteria persamaan unsur pokok pada

suatu merek terkenal antara Gudang Garam dengan Gudang Baru.

2. Mengetahui dampak pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam

memutus sengketa antara merek Gudang Garam dengan Gudang Baru

pada Putusan MA Nomor 119PK/Pdt.Sus-HKI/2017.

9
D. Orisinalitas Penelitian

Penulis melakukan penelusuran dengan beberapa penelitian sebelumnya

yang memiliki kesamaan dan juga perbedaan untuk mengetahui keaslian

penelitian yang disajikan dalam narasi sebagai berikut:

1. Dania Agustina, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Merek Terkenal

Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan

Indikasi Geografis (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 162

K/Pdt.Sus-HKI/2014)”, Skripsi, Universitas Sriwijaya, 2018. Penelitian

Dania membahas mengenai analisa putusan MA No. 162

K/Pdt.Sus-HKI/2014. Sedangkan, penulis membahas mengenai analisa

putusan MA No. 119PK/Pdt.Sus-HKI/2017.18

2. Muhamad Ikbal Hajizi, “Analisis Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa

Merek Gudang Garam Dan Gudang Baru (Studi Kasus Putusan Nomor

104 PK/Pid.Sus/2015)”, Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, 2019. Penelitian Ikbal membahas mengenai upaya

menyelesaikan konflik brand/merek yang dimana jika dibereskan dengan

memanfaatkan dua komponen hukum yakni secara perdata dan pidana dan

dasar munculnya dissenting opinion oleh hakim besar Mahkamah Agung

dalam melalukan evaluasi ulang dari merek Gudang Baru pada putusan

Nomor 104 PK/Pid.Sus/2015. Sedangkan, penulis membahas analisa

Dania Agustina, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Merek Terkenal Ditinjau Dari
18

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis (Analisis Putusan
Mahkamah Agung Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014)”, Skripsi, Universitas Sriwijaya, 2018.

10
putusan MA terkait perlindungan hak merek diantara Gudang Baru dengan

PT. Gudang Garam.19

3. Restina Putri Abrianti, “Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah

Agung Nomor 162 K/Pdt.Sushki/2014 tentang Persamaan Merek Dagang

Antara Gudang Garam Dan Gudang Baru”, Jurnal Unesa, Vol. 1 No. 1,

September 2020. Penelitian Restina membahas mengenai analisis yuridis

terhadap putusan MA. Sedangkan, penulis membahas perlindungan hak

merek berdasarkan putusan MA.20

Bersandarkan dari pemaparan di atas, maka bisa disimpulkan

bahwasanya penelitian ini dilakukan bersifat autentik oleh Peneliti. Penelitian

ini belum dikaji oleh pihak lain. Penelitian bersumber dari pemikiran,

sehingga dapat dipertanggungjawabkan keasliannya demi menghormati asas

keilmuan berupa kejujuran, rasional, terbuka, dan objektif.

E. Tinjauan Pustaka

1. Hak Kekayaan Intelektual

Hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan artian forma; dari Hak

Kekayaan Intelektual (HKI) dan dikenal dengan Intellectual Eigendom

dalam bahasa Belanda. Intellectual Property atau Hak Kekayaan

Intelektual (HKI) adalah hak esensi yang tercipta berkat hasil upaya dan

pemikiran manusia berbentuk seperti inovasi dalam ilmu peradaban seperti

19
Muhamad Ikbal Hajizi, “Analisis Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Merek
Gudang Garam Dan Gudang Baru (Studi Kasus Putusan Nomor 104 PK/Pid.Sus/2015)”, Skripsi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2019.
20
Restina Putri Abrianti, “Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor
162 K/Pdt.Sushki/2014 Tentang Persamaan Merek Dagang Antara Gudang Garam Dan Gudang
Baru”, Jurnal Unesa, Vol. 1 No. 1, September 2020.

11
pengetahuan dan teknologi, sastra serta seni.21 Hak kekayaan intelektual

adalah hak berwujud, hak atas produk yang berasal dari kerja otak, dan

kerja rasio. Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa hak

kekayaan intelektual adalah komponen dari benda, khususnya benda tidak

berwujud22 Hanya mereka yang mampu menggunakan otaknya yang dapat

menciptakan hak kebendaan yang dikenal dengan Hak Kekayaan

Intelektual, yang bersifat eksklusif.23

Secara umumnya, hak dari kekayaan intelektuan di bagi menjadi dua

bagian, yakni hak cipta dan kekayaan industri. Dalam hal ini seperti

merek dagangan, rahasia pedangangan, desain industri serta beberapa hal

paten lainnya yang dimenjadi hal milik suatu industri. Adapula naungan

dibawah lingkup hal cipta seperti seni, sastra dan penemuan sains. Negara

indonesia yang dikenal dengan kuatnya komitmen dimiliki terhadap

perlindungan hak kekayaan intelektual telah ada sejak lama dan aktif

hingga saat ini baik dariregional maupun skala internasional. Dengan

kuatnya komitmen yang ada, tidak juga dapat menghilangkan adanya

timbul masalah penegakan hukum terkait kekayaan intelektual di

Indonesia. Namun, hingga saat ini Indonesia terus berupaya memberikan

yang terbaik kepada masyarakat bahwa Hak Kekayaan Intelektual menjadi

fokus utama bagi negara Indonesia hingga di tingkat Internasional. Pelajari

21
Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan dan Perannya di dalam Pembangunan,
Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 87.
22
Enny Milfa, “Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar”, Jurnal Hukum Samudra
Keadilan, Vol. 2 No. 1, Juni 2016, hlm. 67.
23
Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Rajawali
Pers, Jakarta, 2010, hlm. 9.

12
lebih lanjut tentang peran aktif ini dan pola kerja di aspek HKI yang sudah

dikembangkan dan ditetapkan di dalam WTO.24

Hak kekayaan intelektual selalu mencakup tiga komponen, yaitu

sebagai berikut :25

a. Menjadi pemilik eksklusif hak hukum.

b. Hak-hak ini berhubungan antar usaha manusia berdasarkan kemahiran

kognitif.

c. Kualitas akademik ini bernilai ekonomi.

Secara teori, perlindungan hukum atas hak kekayaan intelektual

melindungi pencipta. Kemudian berkembang menjadi lembaga hukum

yang dikenal dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Sejak akhir abad

ke-19, negara-negara telah memperhatikan kerjasama formal dalam isu-isu

HKI.26 Secara terukur, bagian dari perjanjian tersebut telah mengatur

terkait proteksi Hak Kekayaan Industri atau “Industrial Property Right”.

Sedangkan sebagian besar lainnya menata terkait Hak Cipta. WIPO

(World Intellectual Property Organization) bertanggung jawab atas hal

ini.27

2. Merek
24
Taryana Soenandar, Perlindungan Hak Milik Intelektual Di Negara-negara Asean, Sinar
Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 7.
25
Rooseno Harjowidigdo, Mengenal Hak Cipta Indonesia Beserta Peraturan
Pelaksanaannya, PT Penebar Swadaya, Jakarta, 2004, hlm. 87.
26
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri di Indonesia Dalam Era
Perdagangan Bebas, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 116.
27
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, PT Citra
Aditya Bakti, Jakarta, 2007, hlm. 354.

13
Dalam pasal 1 UU MIG mendefinisikan merek merupakan simbol

yang bisa menampilkan gaya tersendiri berupa gambar, ilustrasi, nama,

logo, susunan pola yang termuat dalam bentuk 2 atau 3 dimensi. Dari

gabungan antara komponen tersebut menciptakan perbedaan yang bisa

dibedakan antara produk barang atau jasa yang dihasilkan bagi tiap

perpusahaan yang diawasi oleh badan hukum.28 Selanjutnya, sebagaimana

disebutkan dalam UU MIG Pasal 1 ayat 5, hak atas merek mempunyai

pengertian tersendiri, yakni suatu wewenang istimewa oleh pemilik merek

yang telah tergistrasi diberikan oleh pihak Negara dalam jangka waktu

yang ada dengan memanfaatkan merek tersebut itu atas kepetingan pribadi

atau dapat memberikan wewenang kepada orang lain dalam

mempergunakannya.29

Merek merupakan simbol yang memberikan pembeda dari jasa atau

barang antara industri satu dengan yang lainnya. Brand atau Merek dalam

sebuah kelompok barang/jasa jangan sampai mempunyai unsur identik

secara keseluruhan atau konsep sebagai lambang pembeda. Yang

dimaksud dengan persamaan secara menyeluruh adalah apabila ada

kesamaan asal-usul, sifat, teknik pembuatan, dan tujuan pemakaian.

Sedangkan kesetaraan diartikan sebagai memiliki kesamaan asal, isi,

proses pembuatan, dan tujuan penggunaan.30 Merek layanan dan Merek

dagang adalah contoh merek yang tercakup dalam UU MIG. Merek


28
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
29
Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006,
hlm. 54.
30
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan
Dimensinya Hukumnya di Indonesia, PT Alumni, Bandung, 2003, hlm. 307.

14
dagang merupakan hal yang digunakan dalam suatu barang yang diperjual

belikan kepada orang lain untuk dapat memberikan pembeda dengan

merek lain yang telah disahkan oleh badan hukum.31 Merek jasa

merupakan hal yang digunakan dalam suatu barang yang diperjual belikan

kepada orang lain untuk dapat memberikan pembeda dengan jasa lain yang

telah disahkan oleh badan hukum.32

Penggunaan brand atau merek melayani berbagai kegunaan,

termasuk berikut:33

a. Simbol identifikasi digunakan untuk memberikan pemebda terhadap

produksi yang dibuat oleh produsen yang bekerja sama Dan instansi

hukum dengan pembuatan yang dibuat oleh produsen atau instansi

hukum lain.

b. Media advertensi, membuat layak dengan menyampaikan undang-

undang lain untuk mempromosikan hasil produksi mereka.

c. Jaminan atas kualitas produk.

d. Mengidentifikasi negara sumber darai barang atau jasa yang telah

dibuat.

3. Hak Atas Merek

31
Karlina Perdana, “Kelemahan Undang-Undang Merek Dalam Hal pendaftaran Merek
(Studi Atas Putusan Sengketa Merek Pierre Cardn)”, Private Law Journal, Vol. 5 No. 2, April
2017, hlm. 193.
32
R.M. Suryodiningrat, Aneka Hak Milik Perindustrian dan Hak Paten, Tarsito, Bandung,
2004, hlm. 8.
33
R. Djubaedillah, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 78.

15
Ketika suatu brand digunakan secara resmi, yaitu pada saat

didaftarkan, pemilik merek memperoleh kepemilikan atas brand tersebut.

Menurut UU MIG, hak merek sendiri merupakan hal yang istiemewa yang

telah diberikan dari Negara kepada sang pemilik yang sudah mendaftarkan

mereknya dalam list umum untuk kisaran penggunaan dalam waktu

tertentu untuk menggunakan mereknya sendiri dan dapat digunakan oleh

orang lain atas izin pemilik .34 Selain ditentukan dengan alasan lainnya,

seseorang, kelompok individu, atau badan hukum disebut sebagai pihak

berdasarkan UU MIG.35

Hak merek dijelaskan bahwa wewenang yang dimiliki pemilik

disebakan karena hal tersebut merupakan hak yang bersifat pribadi dari

perspektif pemilik untuk dapat digunakan sendiri atau orang lain dengan

izin dari pemilik dan digunakan sebaik-baiknya untuk hal yang baik pula. 36

Seseorang yang mempunyai merek dapat menyerahkan otorisasi pada

orang lain dengan bentuk lisensi, yang mencakup pemberian izin pada

orang lain dalam menggunakan merek tersebut sembari cara seragam

seperti yang dilakukannya.37

Karena hak seseorang atas suatu merek bersifat eksklusif, maka

mencegah pihak lain dapat digunakan merek yang dipunyainya dengan

ilegal tanpa perizinan disebabkan karena sebagian dari apa yang telah
34
Ahmadi Miru, Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 11.
35
M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2011, hlm. 85.
36
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta, 2007,
hlm. 112.
37
Gatot Supramono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Rineka
Cipta, Pekanbaru, 2008, hlm. 42.

16
dimiliki harus dilindungi dan dijaga.38 Terkait hak merek, merek juga

memiliki sifat yang mutlak. Aritnya bahwa pemengang yang memiliki

wewenang mempunyai kemampuan dalam memberikan gugatan di

pengadilan jika kalau terdapat tuntutan pidana terkait wewenang merek

yang ia miliki. Merek juga bisa seperti individu atau sekolompok orang

bahkan layaknya seperti badan hukum (merek memiliki sifat kolektif)39.

Perlindungan hukum atas hak merek sangat dibutuhkan. Inilah

alasannya :40

a. Wujud memberikan kejelasan hukum kepada pendiri merek, pemilik,

dan pemegang merek.

b. Wujud untuk mencegah pelanggaran dan pelanggaran merek dagang.

c. Memberikan insentif kepada masyarakat umum untuk mendorong

mereka mendaftarkan merek.

F. Definisi Operasional

1. HKI atau Hak Kekayaan Intelektual merupakan prangkat hukum yang

bersifat melindungi pemilik terkait dari ciptaan kreatif dan wujud inovasi

karya intelektual serta memberikan hak dan wewenang kepada pemilik

untuk digunakan demi mendapatkan manfaat di bidang ekonomi dan hak

milik serta di bidang lainnya adalah contoh dari hak kekayaan intelektual.

38
Dwi Agustine Kurniasih, “Perlindungan Hukum Pemilik Merek Terdaftar dari Perbuatan
Passing Off (Pemboncengan Reputasi) Bagian II”, Media HKI, Vol. 6 No. 1, Februari 2009, hlm.
447.
39
Desmayanti, “Tinjauan Umum Perlindungan Merek Terkenal Sebagai Daya Pembeda
Menurut Perspektif Hukum di Indonesia”, Jurnal Universitas Trisakti, Vol. 24 No. 1, Juni 2017,
hlm. 28.
40
R. Murjiyanto, “Konsep Kepemilikan Hak Atas Merek di Indonesia (Studi Pergeseran
Sistem “Deklaratif” ke dalam Sistem “Konstitutif””, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum Faculty of
Law, Vol. 24 No. 1, Maret 2017, hlm. 205.

17
2. Merek merupakan simbol yang bisa menampilkan gaya tersendiri berupa

gambar, ilustrasi, nama, logo, susunan pola yang termuat dalam bentuk 2

atau 3 dimensi. Dari gabungan antara komponen tersebut menciptakan

perbedaan yang dapat membedakan produk barang atau jasa yang

dihasilkan bagi tiap oleh yang diawasi oleh badan hukum.

3. Wewenang atas merek merupakan suatu hal yang telah diberikan kepada

pemilik yang telah melakukan pendaftaran mengunakan nama merek yang

telah diciptakan oleh Negara serta dapat mengizinkan atas wewenang

kepada orang ketiga untuk digunakan dengan izin dari pemilik dari periode

waktu tertentu.

G. Metode Penelitian

1. Tipologi Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni hukum

normatif. Penelitian hukum normatif sendiri merupakan jenis penelitian

terkait fokus dalam mengkaji suatu penelitian secara kepustakaan dengan

berbahan hukum primer, sekunder, dan tersier.41

2. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan adalah pandangan peneliti terkait pemilihan

ruangan bahasan yang diperlukan dapat memberikan aspek kejelasan

pemaparan sebuah makna dalam penelitian. Adapun metode pendekatan

yang peneliti gunakan pada penelitian ini yakni pendekatan kasus dan

perundang-undangan. Pendekatan kasus digunakan untuk menelaah terkait

permasalahan yang bersangkut paut dengan problematika yang dihadapi


41
Bachtiar, Metode Penelitian Hukum, Unpam Press, Tangerang, 2019, hlm. 80.

18
serta sudah menjadi putusan pengadilan (inkracht). Pendekatan

perundang-undangan digunakan untuk membahas permasalahan

kekosongan norma.42

3. Sumber Bahan Hukum

a. Bahan hukum primer yakni suatu kekuatan yang bersifat mengikat

secara yuridis. Contohnya seperti perjanjian atau kesepakatan,

peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Adapun bahan

hukum primer dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

2) Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis Nomor 20 Tahun

2016; dan

3) Peraturan-peraturan yang mengatur tentang merek seperti

Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Nomor 67 Tahun 2016.

b. Bahan hukum sekunder yakni sesuatu yang bersifat tidak mengikat

secara yuridis dan tidak mempunyai ikatan yang kuat. Adapun bahan

hukum sekunder dalam penelitian ini berupa literatur buku, jurnal, dan

data elektronik.

c. Bahan hukum tersier merupakan komponen apendiks data sekunder

dan primer. Adapun sumber hukum tersier dalam skripsi ini yakni

“KBBI” atau Kamus Besar Bahasa Indonesia.43

42
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori
Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2016, hlm. 156.
43
Suteki, Metodologi Penelitian Hukum: Filsafat, Teori, dan Praktik, Rajagrafindo
Persada, Bandung, 2018, hlm. 130.

19
4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan

studi pustaka untuk menunjang referensi penelitian. Jenis pengumpulan

data ini disebut Teknik pengumpulan sekunder yang berarti upaya peneliti

dalam menyatukan data antara basis studi dokumen dan studi pustaka.44

5. Analisis Data

Kaidah atau metode analisis yang dilakukan dalam penelitian ini

yakni berupa analisis data kualitatif. Kaidah ini bekerja dengan

menguraikan pembahasan penelitian berdasarkan data-data yang didapat.

Melalui mekanisme kerja metode ini, Peneliti bisa memetik kesimpulan

berdasar pada data dan pandangan pribadi.45

H. Kerangka Skripsi

Penelitian berjudul, “Perlindungan Hak Merek Antara Gudang Garam

dengan Gudang Baru Atas Adanya Dugaan Unsur Persamaan Pada Pokoknya

(Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor Perkara

119PK/Pdt.Sus-HKI/2017)” terdiri dari 4 BAB. Setiap BAB mempunyai

tujuan yang saling bersinkronisasi dalam menjawab permasalahan dari

penelitian ini.

BAB I terdiri atas latar belakang masalah tentang permasalahan singkat

mengenai perlindungan wewenang merek antara Gudang Baru dengan Gudang

Garam terkait tindakan pidana plagiasi pada pokoknya; rumusan masalah;

44
Ibid.
45
I Made Pasek Diantha, Op.Cit., hlm. 160.

20
tujuan penelitian; orisinalitas penelitian; tinjauan pustaka; definisi operasional;

dan metode penelitian.

BAB II berupa kajian umum yang menelaah secara lengkap perihal

tinjauan pustaka pada BAB sebelumnya. BAB II membantu dalam menjawab

permasalahan mengenai perlindungan hak merek antara Gudang Garam

dengan Gudang Baru terkait tindakan pidana plagiasi pada pokoknya

sebagaimana tertera di BAB III.

BAB III membahas jawaban atas permasalahan mengenai perlindungan

hak merek antara Gudang Garam dengan Gudang Baru terkait tindakan pidana

plagiasi pada pokoknya sesuai penelitian ini. Jawaban terhadap permasalahan

dalam BAB ini berkaitan dengan penjabaran di BAB II. Kemudian, akan

diringkas secara singkat, padat, dan jelas dalam bentuk kesimpulan di BAB

IV.

BAB IV berupa kesimpulan peneliti dan juga saran dari hasil atas

jawaban-jawaban dari bab sebelumnya mengenai perlindungan hak merek

antara Gudang Garam dengan Gudang Baru terkait tindakan pidana plagiasi

pada pokoknya dalam penelitian ini. Kesimpulan sebagai bentuk rangkuman

atas jawaban masing-masing rumusan masalah. Kemudian, saran sebagai

bentuk acuan bagi Pembaca yang hendak melanjutkan atau menyempurnakan

penelitian yang telah dilakukan saat ini untuk kedepan nantinya.

21
BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Kerangka Konseptual

1. Merek

Definisi merek menurut Prof. R. Soekardono merupakan suatu

simbol (Bahasa Jawa : Tengger atau ciri khas) yang digunakan untuk

mempersonalisasikan suatu produk tertentu yang dimana harus dapat

dipersonalisasikan asal usul dari produk tersebut untuk menjaminkan

mutu serta identitas produk tersebut yang dibandingkan dengan produk

lainnya dengan tujuan untuk diperjualan belikan dan diawasi oleh

badan hukum.

Disisi lain, ada juga definisi dari merek menurut R.M

Suryodiningrat bahwa merek merupakan suatu produk yang diciptakan

oleh suatu instansi dalam bentuk kemasan dengan ditambahkan suatu

kiasan baik lisan maupun tertulis sebagai bentuk ciri khas yang

membedakan dengan produk lainnya; merek tersebut dikenal sebagai

Merek Perusahaan.

Ada juga merek menurut Kotler dan Keller, merupakan simbol,

kata, desain, nama ataupun campuran dari berbagai macam unsur

tersebut yang dibuat untuk memberikan kesan dan ciri khas yang dapat

membedakan dengan produk atau jasa lainnya dari para kompetitor.

22
Brand atau merek sangat penting dalam bisnis saat ini.

Beberapa fungsi merek antara lain :

a. Keunggulan dari suatu simbol berguna untuk dapat menjadi

pembeda (distingtive function). Brand atau merek dimanfaatkan

seperti simbol berguna sebagai tanda pembeda yang

mengindetifikasi suatu produk atau jasa dengan yang

diperdagangankan oleh para kompetitor lainnya.

b. Kegunaan penjaminan kualitas (quality product function) Kualitas

barangnya yang diperoleh konsumen akan meninggalkan kesan di

benak konsumen. Akibat pengaruh kualitas, merek berfungsi

merek berfungsi layaknya seperti agunan kepada pembeli atau

konsumen yang dapat menggambarkan entitas dan kualitas yang

akan diberikan.

c. Kegunaan dari daya pikat serta promosi (promotion and

impression function) dari brand atau merek berguna sebagai daya

pikat dalam mengambil minat serta fokus pembeli. Merek dibuat

tentunya secara khas dan unik dengan menambahkan elemen-

elemen yang ada seprti warna yang menarik dan gemar dilihat oleh

kosumen. Disisi lain, iklan dan mempromosikan merek untuk suatu

produk atau jasa sangat diperlukan untuk menyebarkan informasi

terkait jenis produk atau jasa yang kita memiliki sehingga

23
konsumen dapat memanfaatkan media untuk mengetahui merek

dari produk atau jasa sesuai kebutuhan masyarakat konsumen46.

Adapun kegunaan lainnya dari merek seperti : (a). melindungi

kompetisi yang sehat; (b) menjaga serta membagikan wewenang

hukum terhadap konsumen; (c) membolehkan pengusaha dapat

memperlebar jangkauan pasarnya; (d) membandingkan kualitas dari

produk yang ada; (e) mempromosikan jasa atau barang (f)

mempromosikan brand instansi yang membuat jasa atau produk

tersebut47.

Adapun merek sendiri terbagi menjadi tigas jenis, yakni merek

dagang, kolektif dan layanan. Merek dagang merupakan suatu merek

berfungis untuk dapat memberikan identitas pembeda dari produk yang

diperdangangkan oleh kompetitior lain dan diawasi oleh badan pihak

hukum dari produk lain yang identik. Merek kolektif merupakan

mereka yang berguna sebagai identik dari untuk jasa atau barang agar

dapat dibedakan dari jasa atau produk sejenisnya dan dilindungi oleh

badan hukum. Merek jasa sendiri juga merupakan merek yang

berfungsi untuk dapat menjadi simbolis pembedan antara jasa atau

produk yang diperjual belikan oleh seseorang maupun golongan

masyarakat lainnya dan diawasi serta dilindungi oleh hukum.

46
Suyud Margono, Hak Milik Industri, Pengaturan dan Praktik di Indonesia, Chalia
Indonesia, Bogor, 2011, hlm. 51-52
47
Hery Firmansyah, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,
2011, hlm. 33

24
2. Persamaan Pada Pokoknya

Adapun hal yang dimaksudkan terkait “kesamaan pada

prinsipnya” tertuang pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

Pasal 6 ayat (1) terkat Merek, yakni suatu kesamaan yang timbul

karena adanya hal yang terlihat dari dua merek yang berbeda yang

dapat menyebabkan adanya perspektif kesamaan baik dari segi warna,

bentuk, ilustrasi hingga kombinasi antar elemen yang digunakan yang

termuat dalam merek tersebut48.

Suatu brand atau merek diklasifikasikan memiliki kesamaan

pada hakekatnya jika dari suatu merek yang ada memiliki unsur identic

di dalamnya yang dengan sengaja meniru dari brand yang dimiliki oleh

pihak lain dengan sedemikian rupa dari instrumen warna, kata-kata

bahkan kombinasi elemen yang ada dalam tampilan merek tersebut.

Jika hal ini terjadi, konsumen akan memiliki asumsi bahwa brand atau

merek tersebut memiliki kesamaan bahkan plagiasi dari merek lain.49.

Sebuah merek dianggap memiliki kesamaan dalam gagasan "a

likelihood of confusion" merek tersebut jika orang percaya datangnya

dari suatu instansi yang sama dengan dengan instansi lain dalam hal ini

memiliki kemiripan. Hal ini disebabkan ada asosiasi (a likelihood of

association) atau “similarity in essence” dalam pengertian ini jika hal

itu menimbulkan kekeliruan (a likelihood of confusion) hal tersebut

48
Arus Akbar Silondae dan Wirawan B. Ilyas, Pokok-Pokok Hukum Bisnis, Salemba
Empat, Jakarta, 2011, hlm. 212.
49
Agung Indriyanto, dan Irnie Mela Yusnita, Aspek Hukum Pendaftaran Merek, Rajawali
Pers, Jakarta, 2017, hlm. 112.

25
akan menciptakan suatu merek yang dipublikasikan bersifat plagiasi

dan publik akan merasa disesatkan.

Pengertian “a likelihood of confusion” mengacu pada

ketidaktauan dan kebingungan yang terjadi oleh konsumen terkait asal

muasal dari suatu merek jasa atau barang tersebut yang telah

digunakan. Skema ini mempunyai dampak yang dapat menimbulkan

kesalahpahaman oleh masyarakat dalam mengingat suatu simbol

maupun tanda yang ada pada merek tertentu. Namun, jika kita

asumsikan terkait adanya kesamaan asosiasi (probability of

association) tidak semerta-merta membuat terjadinya kebingungan dari

merek tersebut (a likelihood of confusion), ini berarti adanya kesamaan

asosiasi bisa digunakan untuk menjelaskan ruang lingkup pada

kesamaan yang mengundang kebingungan konsumen.

Kesamaan yang membuat kebingungan bagi konsumen

sebaiknya dapat di perhatikan, dikarenakan hal ini dapat terkait dalam

keadaan kasus yang menjerat. Dampaknya, konsumen dalam

mengenali suatu merek dengan tingkat kesamaan dengan merek

lainnya dapat memberikan kesan yang buruk bagi seluruh merek atau

brand yang ada dan hal ini harus dapat lebih diwaspadai serta

diperhatikan. Dalam praktiknya, ECI mengizinkan negara-negara

anggota di Uni Eropa untuk bernegosiasi apakah dasar yang dapat

memungkinan terjadinya kebingunan di naungan Undang-Undang

terkait merek dengan alibi konsintesi pengawasan Undang-Undang

26
Persaingan (Undang-Undang Antimonopoli atau Undang-Undang

Persaingan), jika di kemudian hari ditemukan pernyataan yang

menyesatkan.

Suatu ketentuan menetapkan terkait ajuan registrasi brand atau

merek dapat di tangguhkan atau di tolak jika kalau merek atau brand

tersebut diketahui pada dasarnya diperbandingkan atas merek atau jasa

lainnya yang memiliki keserupaan atau tidak serupa. Hal ini terkait

atas gagasan kemungkinan kebingungan, yang terjadi ketika ada

kesejajaran pada intinya yang menimbulkan kebingungan pelanggan

tentang asal usul suatu merek barang atau jasa, dengan mayoritas

konsumen mengira kalau merek yang diproduksi instansi atau

perusahaan yang serupa dengan alibi merek tersebut menyerupai. Akan

tetapi, jika suatu merek memiliki kesamaan pada prinsipnya, cukup

untuk menganggap bahwa ada persamaan asosiasi (a likelihood of

association) tanpa membingungkan komunitas pelanggan50.

Suatu merek dinilai memiliki “kemiripan prinsip” dengan

merek lain berdasarkan standar yang lebih luas dari keseluruhan teori.

Dianggap terwujud dalam arti “similarity in essence” (mirip) jika dapat

menyerupai dengan brand atau merek lainnya berdasarkan :

a. Kesamaan ucapan bunyi. Pada dasarnya suatu persamaan sering

terjadi karena bunyi uncapan, seperti pada kasus Salonpas dan

Senoplas. Jika dilihat dari kedua merek tersebut hampir memiliki

50
Rahmi Jened, Hukum Merek Trademark Law Dalam Era Globalisasi dan Integrasi
Ekonomi, Prenadamedia Group, Jakarta, 2015, hlm. 183-184.

27
pengucapan bunyi yang sama. Rechtbank Den Haag pada tanggal 8

Desember.

b. Kesamaan makna. Hal ini terjadi pada dasarnya akibat dari

kesamaan makna. Contoh kasusnya seperti Jualo (Juanlo dalam

bahasa Korea artinya Mangkok) dengan Mangkok Merah. Putusan

Mahkamah Agung No. 352/Sip/1975 tanggal 2 Januari 1982.

c. Kesamaan penampilan. Hal ini terjadinya karena perkembangan

kesamaan penampilan seperti bentuk, gambar atau tipografi.

Contoh kasusnya seperti 739 dengan 234 (brand rokok) serta

merek surya untuk rokok dengan merek surya untuk kopi.

Dalam Untuk mengevaluasi persamaan brand atau merek,

aspek-aspek yang menyusun merek harus dianggap suatu unsur

kesatuan kohesif dengan tidak adanya maksud memecah bagian dari

merek yang ada. Evaluasi memperhitungkan karakteristik fenotik,

estetika, dan intelektual dari sebuah merek.

a. Persamaan Secara Fonetik

Kesamaan fonetik merupakan persamaan antara ucapan

bunyi terhadap sebuah kata. Suku kata, struktur kata, dan intonasi

kata semuanya harus dipertimbangkan saat mengembangkan

persamaan fonetik merek. Bunyi suku kata sangat mempengaruhi

ada atau tidaknya kesamaan fonetis terhadap merek atau brand;

kesamaan secara fonetik dapat sering ditentukan dalam nama,

merek, kata atau slogan, di mana kesamaan bunyi dapat terjadi

28
selama pengucapan. Dibawah ini merupakan penjelasan terkait

komponen-komponen merek :

1) Unsur Kata

Komponen kata dari merek dapat mencakup beberapa

kata. Biasanya, istilah kunci dalam merek berfungsi sebagai

pembeda di antara merek lain yang sebanding. Terkait dalam

menentapkan kesamaan komponen kata dengan merek instansi

lain, pertama kita perlu perhataikan kata atau dibagian mana

yang memiliki kesamaan serta kata mana yang sekiranya dapat

menjadi pembeda antar merek satu dengan lainnya. Kita

ketahui bahwa setiap orang mempunyai perspektif berbeda

terkait adanya kesamaan konstituen kata.

2) Nama Orang

Termasuk dalam hal memustukan keadaan kesamaan

merek dengan milik orang lain, serta kepastian penggunaan

kata (tunggal dan majemuk), nama pribadi seseseorang yang

dapat dijadikan sebagai merek. Tidak dianggap sama jika

susunan huruf pada merek dengan nama seseorang berbeda dan

menghasilkan bunyi yang berbeda.

b. Persamaan Secara Visual

Kesamaan visual adalah kesamaan merek yang didasarkan

pada kesamaan aspek grafis seperti warna dan cara mengetik

merek. Tentukan apakah ada kesamaan visual dengan melihat

29
merek secara keseluruhan, bukan membaginya menjadi potongan-

potongan. Kemiripan visual biasanya diterapkan pada merek yang

bersifat eksotis terhadap aspek ilustratif seperti warna, susunan

kata, logo, nama dan kombinasi dari elemen-elemen yang ada.

1) Persamaan visual antara merek kata

Kemiripan optis atau visual antar word mark adalah

adanya kemiripan susunan huruf merek, yang sedikit

disesuaikan agar terlihat berbeda. Suara yang dikeluarkan

dalam pengucapan merek berbeda, namun tampilan visual

komunitas konsumen terkadang memiliki kesamaan..

2) Persamaan visual antara merek figuratif

Merek figuratif merupakan salah satu bagian yang

menggabungkan aspek logo, lukisan, atau skema warna. Jika

masyarakat konsumen hilang karena kesamaan unsur-unsur di

atas seperti warna, lukisan, nama, maupun komponen-

komponen yang dapat dijadikan sebagai merek yang dianggap

mempunyai kesamaan.

c. Persamaan Secara Konseptual

Kesamaan makna atau hubungan antar merek disebut

sebagai kesamaan konseptual. Menemukan hubungan konseptual

membutuhkan pemahaman yang lebih gramatikal, karena

seringkali bentuk bahasa atau pengolahan bahasa berbeda namun

30
memiliki makna yang sama. Dalam hal kesamaan konseptual,

penekanannya adalah pada makna merek.

3. Pendaftaran Merek

Dewasa ini undang-undang mewajibkan merek untuk

didaftarkan, maka dari itu pendaftaran merek itu sangat penting.

Dengan mendaftarkan merek, seseorang dapat menggunakannya untuk

memblokir permintaan dari pihak ketiga untuk barang atau jasa yang

identik atau berbeda yang memiliki konsep yang sama atau secara

keseluruhan. Jika terjadi perselisihan di kemudian hari, ini juga dapat

berfungsi sebagai bukti hukum merek terdaftar51.

Penggunaan sistem pemerintahan dipertahankan dalam UU

Merek No. 15 Tahun 2001. Sistem seperti ini mengikuti asas first to

file, artinya brand/merek yang telah didaftarkan menjadi milik orang

pertama yang mendaftar. Selain itu, merek tidak akan bisa meregistrasi

jika mendapati unsur plagiasi baik di keseluruhan merek atau

kesamaan utama dengan merek-merek yang telah terdaftar

sebelumnya. Negara dengan sangat tegas untuk tidak memberikan izin

kepada merek dagang barang atau jasa yang menjiplak merek pihak

lain.

Sistem konstitutif menyediakan keamanan pada brand yang

telah didaftarkan dari tindakan yang melanggar hak atas merek

tersebut. Perlindungan ini dapat dilakukan dengan cara meminta ganti

51
Venantia Sri Hadiarianti, Memahami Hukum Atas Karya Intelektual, Universitas Katolik
Indonesia Atma Jaya, Jakarta, 2015, hlm. 56

31
rugi, memberitahu kepada kepolisian setempat untuk dituntut secara

hukum, dan meminta pembatalan merek terdaftar. Dengan demikian,

sistem konstitutif berperan penting dalam menjaga keamanan dan

keberlangsungan merek yang telah didaftarkan.52.

Berikut tuntunan permohonan merek yang ditulis pada Undang

Undang Merek Dagang Tahun 2001 Pasal 7 Undang-Undang Nomor

15:

a. Memberikan surat permohonan yang ditujukan ke Direktorat

Jenderal secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang isinya

berupa:

1) Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon;

2) Tanggal, bulan dan tahun lahir pemohon;

3) Nama lengkap kuasa beserta alamat nya apabila permohonan

diajukan melalui kuasa;

4) Nama negara dan tanggal permintaan pertama merek jika

diajukan dengan hak prioritas;

5) Warna, jika merek yang didaftarkan memuat unsur warna

b. Pemohon atau penasihatnya menandatangani permohonan.

c. Pemohon mungkin satu orang, sekelompok orang, atau badan

hukum.

d. Bukti pembayaran biaya pemohon.

52
Karlina Perdana, Kelemahan Undang-Undang Merek Dalam Hal Pendaftaran Merek
(Studi Atas Putusan Sengketa Merek Pierre Cardn), Privat Law, Vol. 5, No 2 Juli 2017, hlm. 85.

32
e. Jika lebih dari satu pemohon secara bersama-sama berhak atas

merek dan mengajukan permohonan, semua nama pemohon

diberikan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat

mereka.

f. Permohonan yang ditandatangani oleh salah satu pemohon yang

berhak atas merek harus disertai persetujuan tertulis dari pemohon

yang mewakilinya.

g. Dalam hal permohonan diajukan dengan kuasa, surat kuasa harus

ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas merek.

h. Kuasa ialah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.

Berasaskan Undang-Undang Merek Dagang Pasal 15 Nomor

15 Tahun 2001, Permohonan diberi tanggal penerimaan jika seluruh

Pasal 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 diikuti. Perkiraan tanggal penerimaan

ditulis oleh Direktorat Jenderal.

Menurut Pasal 18 Undang-Undang Merek Dagang No. 15

tahun 2001, Departemen Umum akan mengecek terhadap isi

permohonan merek dagang yang diajukan. Penilaian terhadap isi ini

mengikuti ketentuan Pasal 4, 5 dan 6 UU. Selain itu, berdasarkan Pasal

20 Undang-Undang Merek No.15 Tahun 2001, jika pemeriksa

mendapatkan bahwa permohonan merek boleh diberikan berdasarkan

hasil pemeriksaan substantif, maka permohonan tersebut akan

dipublikasikan di Jurnal Merek Resmi dengan persetujuan dari General

Manager. Hal ini menunjukkan bahwa proses pendaftaran merek

33
melalui content due diligence sangat penting untuk menjamin

keabsahan merek yang didaftarkan.

4. Merek-Merek Yang Tidak Dapat Didaftarkan

Pada kenyataannya merek-merek yang ada di Tanah Air tidak

mudah untuk didaftarkan, ada sebagian merek yang sulit lolos untuk

masuk ke dalam list pendaftaran. Suatu brand dagang tidak dapat

didaftarkan karena pemilik merek mendaftarkan merek tersebut

dengan niatan yang buruk. Pelanggar adalah orang yang tidak jujur

dalam mendaftarkan mereknya, yang bermaksud untuk menyalin,

meniru dan melaporkan keberhasilan merek tertentu untuk

keuntungannya sendiri, menciptakan kecurangan serta menipu atau

mengelabui pembeli. Dengan catatan, individu ataupun lembaga

hukum yang mendaftarkan brand itu adalah manusia.

Untuk mendapatkan hak merek dagang, persyaratan berikut

harus dipenuhi: (a) tidak bertentangan dengan hukum, peraturan, nilai

moral agama, budi pekerti atau ketertiban bersama yang berlaku; (b)

memiliki karakter yang khas; (c) tidak mewakili atau menyerupai

nama, foto, atau nama selebritas atau entitas apa pun kecuali diizinkan;

(d) tidak menguraikan atau berhubungan dengan jasa atau barang

lainnya yang dimintakan pendaftaran; (e) bukan milik umum; (f)

Bukanlah merek yang tidak memenuhi persyaratan pendaftaran jika ,

misalnya :

34
a. Merupakan gambar/lukisan/logo yang sangat polos dan bersifat

autentik, seperti garis yang melengkung atau titik-titik yang

banyak. Terlalu kompleks, seperti komposisi puisi atau benang

kusut;

b. Mengandung unsur gambar/lukisan/logo yang menyinggung

ketertiban umum dan kesusilaan Negara. Misalnya terdapat

kata/kalimat atau lukisan/gambar yang menghina kesopanan,

kemuliaan, atau kepekaan agama;

c. Gambar/lukisan/logo yang menjelaskan keterangan atau terkait

dengan produk yang ditandai oleh tanda itu. Seperti gambar oranye

untuk sirup jeruk, misalnya, terdiri dari rasa jeruk;

d. Tanda yang sudah ada di domain publik. Sebagai contoh, ibu jari ;

e. Tanda-tanda istilah yang banyak dikenali oleh khalayak ramai.

Misalnya, pohon beringin atau banteng.

Wajar jika Permohonan Merek ditolak jika merek tersebut

hampir sama atau persis dengan jasa atau barang yang sama karena

salah satu alasan berikut: (a) lainnya telah diperbaiki; (b) pihak lain

memiliki merek terkenal; atau (c) terkait dengan letak geografis dari

sebuah brand.

Adapun yang dimaksudkan dengan serupa ialah kesamaan yang

terdapat pada unsur pembeda antara dua merek. Persamaan

mendasarnya, menurut ilmu hukum, yaitu:

a. Kemiripan pada isinya yang menyangkut bunyi.

35
b. Kemiripan pada pokoknya karena pertambahan kata.

c. Indikasi Geografis.

d. Kemiripan pada gambar.

e. Kemiripan yang berkaitan dengan interpretasi sesungguhnya.

Penguji merek memantau "daya pembeda" suatu brand dari

daya pembedanya: (a) Adanya unsur pembeda yang signifikan pada

sebuah brand menghasilkan daya pembeda yang kuat dan (b) Dan

sebaliknya, jika unsur diferensiasi sebuah brand kurang maka dapat

dikatakan daya pembeda nya lemah. Perlindungan merek mengacu

pada perlindungan terhadap daya pembeda merek, yang berkaitan

dengan penentuan ada tidaknya kemiripan secara prinsip dengan merek

pihak lain.

Benar, unsur-unsur merek dapat mempengaruhi kekuatan daya

pembeda sebuah merek. Jika merek tersebut memiliki unsur yang unik

dan tidak mencakup hasil produk entah berupa jasa atau benda dari

brand lain, maka brand tersebut akan memiliki perlindungan tingkat

tinggi. Namun, jika merek tersebut berupa jasa atau benda yang sama

atau identik dengan merek lain, maka kekuatan daya pembeda merek

tersebut akan tidak kuat dan kemungkinan penolakan merek tersebut

lebih besar pula. Jadi seyogyanya, para pendaftar merek harus lebih

memperhatikan factor dari merek itu apakah mempunyai factor

pembeda yang tinggi dan mendapat perlindungan yang optimal apa

tidak.

36
Ada dua alasan mengapa Direktur Jenderal Hak Kekayaan

Intelektual menentang jika terdapat perusahaan yang ingin

mendaftarkan mereknya, yaitu penolakan mutlak dan penolakan relatif.

Penolakan mutlak terjadi karena alasan yang bersifat objektif, umum,

dan universal. Setiap pemeriksa merek harus memahami dan

mengetahui penolakan ini, yang dapat menjadi dasar penolakan merek

yang terdaftar menurut hukum di banyak negara. Di sisi lain,

penolakan relatif bersifat sangat subyektif dan tergantung pada

keterampilan dan pengalaman pemeriksa. Aturan penolakan ini tidak

berlaku secara universal.

Aspek pembeda harus kuat, keunikan merek satu harus berbeda

dengan merek lain agar dapat menjadi pembeda yang, serta harus

memiliki unsur pembeda tersendiri saat membuat merek. Apa yang

membuat orang lain sulit untuk meniru, meniru, dan bahkan mengikuti

merek tersebut. Menggunakan nama pendiri perusahaan adalah salah

satu ide untuk mengembangkan merek yang berbeda. Ini menyulitkan

orang lain untuk mengklaim nama tersebut di masa mendatang53.

5. Perbuatan Melawan Hukum

Frase yang berbunyi “perbuatan melawan hukum” sering

digunakan oleh orang-orang Belanda, namun mereka menyebut istilah

tersebut sebagai onrechtmatige daad. Padalah, frase “Perbuatan

melawan hokum” sebenranya tidak pernah menjadi satu-satunya istilah

53
Iswi Hariyani dkk, HAKI dan Warisan Budaya, Gadjah Mada, University press,
Yogyakarta, 2017, hlm. 119-120

37
yang orang gunakan untuk menerjemahkan onrechtmatige daad;

ketentuan tambahan meliputi:

a. Aksi yang melawan hukum;

b. Perilaku yang melanggar asas-asas hukum;

c. Tindakan melawan hukum;

d. Penyelewengan perdata; dan

e. Perbuatan yang melanggar hukum.

Padahal, ungkapan-ungkapan itu khususnya berasal dari aturan

pasal 1365 KUHP Perdata, yang menegaskan jika seluruh perbuatan

yang melanggar aturan Negara Republik Indonesia yang menyebabkan

masyarakat sengsara, maka orang yang dengan sengaja menyebabkan

kesengsaraan yang dilanda masyarakat Indonesia maka harus

membayar ganti rugi. 

Pengertian melawan hukum, telah diatur dalam Pasal 1365

KUH Perdata, merupakan kemajuan signifikan dalam teori hukum.

Pada awalnya, istilah "perbuatan melawan hukum" hanya merujuk

pada tindakan yang melanggar hukum. Namun, dalam kasus terkenal

Lindenbaum melawan Cohen, Hoge Raad memperluas definisi tersebut

untuk mencakup tindakan yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi

juga kurang hati-hati dan tidak sopan dalam hubungan antara individu

dan terhadap properti orang lain. Dengan demikian, pengertian

melawan hukum menjadi lebih luas dan memberikan perlindungan

38
yang lebih baik bagi masyarakat serta memperkuat prinsip keadilan

dalam hukum perdata.

Kemudian, untuk lebih memperjelasnya, syarat-syarat yang

dipenuhi untuk menetapkan apakah kegiatan tersebut ilegal, yaitu:

a. Ada perbuatan yang disengaja maupun tidak sengaja, yang

dimaksudkan dengan hal itikad baik maupun itikad tidak baik,

artinya setiap tingkah laku tidak berbuat atau berbuat;

b. Adanya hubungan timba balik antara perilaku melawan aturan

negara dengan kemalangan;

c. Terdapat penyelewengan (schuld);

d. Perilaku itu jelas dalam melawan hukum;

e. Terdapat kerugiannya.

Semenjak putusan Hoge Raad di kasus Lindenbaum melawan

Cohen pada tahun 1919 lalu, pelanggaran hokum terus mengalami

beberapa perubahan. Hingga akhirnya saat ini, frasa “perbuatan

melawan hokum” telah ditafsirkan dengan berbagai tafsiran seperti

berikut:

1) . Perbuatan yang bersifat gugatan maka kewajiban hukum yang

berlaku harus dipenuhi oleh pelaku. Kewajiban hukum dapat

berupa kewajiban yang diatur dalam hukum tertulis maupun tidak

tertulis, termasuk tindakan kriminal seperti pencurian,

penggelapan, penipuan, dan pengrusakan

39
2) Melanggar prinsip moralitas, yang berarti bertentangan dengan

moral, selama diakui sebagai norma hukum dalam kehidupan

masyarakat. Utrech menjelaskan bahwa kesusilaan merujuk pada

semua norma yang ada dalam masyarakat, yang bukan merupakan

hukum, kebiasaan, atau agama.

3) Mengabaikan segala hak individu orang lain berarti melawan

otoritas hukum khusus seseorang. Suatu tindakan dianggap sebagai

gugatan jika secara langsung melanggar hak moral orang lain.

Menurut pandangan saat ini, gugatan harus ada berdasarkan hukum

tertulis atau tidak tertulis, di mana semua pelanggaran adalah non-

kekerasan dan tidak memiliki dasar hukum. 

4) Tidak sama antara norma-norma yang berperan dalam tata tertib

sosial terhadap individu dan orang lain. Oleh karena itu, segala

kebutuhan bagi diri pribadi dan keluarga seyogyanya

diperhitungkan sebaik mungkin sehingga keperluat tersebut tepat

dan layak oleh masyarakat.

Perbuatan melawan hukum adalah segala aktivitas yang kontra

terhadap aturan hukum dan norma-norma yang digunakan dalam

masyarakat, baik tertulis maupun tidak tertulis. Perbuatan tersebut

harus memenuhi beberapa unsur, seperti adanya perbuatan yang

dilakukan oleh seseorang, adanya kerugian atau kerusakan yang

timbul, hubungan timbal balik antara kerugian yang disebabkan dan

aktivitas yang dilakukan, serta unsur kesalahan atau kelalaian oleh

40
pelaku perbuatan. Selain itu, perbuatan melawan hukum juga dapat

merujuk pada tindakan yang melanggar kesusilaan dan aturan moral

yang berlaku dalam masyarakat54.

6. Ganti Rugi

Menurut konsep kerugian Yahya Harahap, kompensasi adalah

“kerugian nyata” atau “fietelijke nadeel” yang bisa terjadi karena

kelalaian. Kerugian yang sebenarnya ditentukan dengan

membandingkannya dengan keadaan yang tidak dilaksanakan oleh

debitur. Pak J.H. Nieuwenhuis menawarkan definisi kerugian yang

lebih luas, diterjemahkan oleh Djasadin Saragih, seperti berkurangnya

harta suatu pihak karena tindakan (tindakan atau pembiaran) pihak lain

yang bertentangan dengan norma. Sejalan dengan yang dipahami

Nieuwenhuis dengan pelanggaran norma adalah pelanggaran tugas dan

tindakan melawan hukum.55.

Ada dua upaya hukum terkait perbuatan melawan aturan, ganti

rugi umum dan ganti rugi khusus, dalam KUHP Perdata yang sebagai

landasan hukum perdata di Indonesia. Menurut Munir Fuady, ganti

rugi umum adalah upah yang diberikan dalam semua situasi, seperti

situasi wanprestasi dan situasi yang melibatkan perikatan lain, seperti

yang disebabkan oleh perbuatan melawan aturan negara. Bagian

keempat buku ke-3 KUHPerdata pasal 1243 sampai dengan 1252

54
Susanti Adi N, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan Praktik serta
Penerapan Hukumnya, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2014, hlm. 569-570.
55
Merry Tjoanda, Wujud Ganti Rugi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Jurnal Sasi Vol. 16 No. 4 Bulan Oktober 2010. hlm. 44

41
mengatur tentang ketentuan ganti rugi umum. Untuk mengganti

kerugian yang disebabkan oleh perjanjian tertentu, Anda harus

membayar kompensasi yang bisa disebut sebagai ganti rugi khusus.

Pada Pasal 1365 sampai dengan 1380 KUHP Perdata, selain bentuk

umum ganti kerugian yang dimaksud dalam pasal 1242-1252 KUH

Perdata, terhadap ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum.56.

Kita dapat membedakan dua jenis kerugian, yakni:

a. Kerugian materiil

Kerugian materill adalah jenis benda yang dapat

dinominalkan dan diberi nama, seperti biaya sekolah, barang

berharga atau uang dan sebagainya.

b. Kerugian immateriil

Sedangkan kerugian immaterial bersifat abstrak dan tidak

dapat diukur secara langsung dengan nominal. Ketakutan, trauma,

kekecewaan, rasa sakit, dan kerugian immaterial lainnya adalah

contohnya.

7. Itikad Tidak Baik

Pemohon yang bermaksud baik di dalam buku Undang-Undang

merupakan mereka yang dengan jujur ingin melabeli brand mereka dan

tidak bermaksud untuk menjiplak merek pihak lain untuk keperluan

iklan mereka sendiri atau membuat nuansa persaingan tidak sehat.

56
Rivo Krisna Winastri, Tinjauan Normatif Terhadap Ganti Rugi Dalam Perkara
Perbuatan Melawan Hukum yang Menimbulkan Kerugian Immateriil (Studi Kasus Putusan
Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta No 568/1968.G). Diponegoro Law Journal, Vol. 6, No 2,
2017, hlm. 12

42
Pengertian dari definisi di atas, yang mana pemohon beritikad baik

telah ada di dalam kitab Undang-undang no 15 tahun 2001 tentang

merek. Pemerintah disini memastikan apabila brand tersebut sudah

terdaftar dengan sah dan tidak akan merugikan konsumen atau pihak

lain.

Seseorang yang bertindak jujur di pengadilan dikatakan

bertindak dengan itikad baik. Kedudukan wewenang (bezit) diatur

dalam Pasal 530 KUHPerdata, yang juga menentukan sikap dan

perilaku jujur dalam menjalankan segala tindakan dan perbuatan dalam

masyarakat. Dari sudut pandang objektif, ini berarti bahwa dalam

menepati perjanjian itu maka patut didasarkan pada standar ketaatan,

atau yang dianggap layak di masyarakat atau kepatutan. Pasal 1338

ayat 3 KUH Perdata yang mengamanatkan agar akad dilaksanakan

dengan berniat baik, memuat pernyataan tentang itu. Dengan kata lain,

Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata menegaskan jika niat (itikad) baik itu

ditinjau dari segi obyektif tidak terdapat pada kondisi mental manusia

melainkan pada perbuatan atas dasar kesadaran oleh pihak A dan pihak

B untuk menjalankan perikatan yang dibuat di halaman yang sama.

Akibatnya, itikad buruk dapat didefinisikan sebagai ketidakjujuran dan

tindakan apa pun yang melanggar standar itikad baik.

Persamaan merek pada pokoknya juga termasuk pada saat

registrasi ke pemerintah dengan niatan secara tidak baik. Dalam

membuat suatu merek banyak sekali huruf-huruf yang bisa dijadikan

43
sebuah kata, tetapi ada kalanya suatu merek dibuat sangat mirip dan

hanya berbeda 1 huruf saja dengan merek yang sudah terdaftar terlebih

dahulu.

B. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka teori untuk pokok bahasan yang

sedang dibahas. Hubungan antara variabel dan masalah yang akan diteliti

dijelaskan dalam kerangka ini. Kerangka Teoritis, yang mencakup konsep,

teori, sudut pandang, dan kesimpulan yang relevan.

1. Teori Perlindungan Hukum

Menurut Satjipto Rahardjo, maksud utama dari perlindungan

hukum yaitu untuk melindungi HAM yang telah diingkari oleh orang

lain. Perlindungan hak hukum manusia harus dilakukan sesegera

mungkin sehingga penduduk bisa merasakan seluruh hak hukum yang

ada. Perasaan aman dan tentram dalam menjalankan aktivitas

kehidupan sangat dibutuhkan oleh penduduk sebuah negara, maka dari

itu perlindungan hukum ada untuk menjaga keadilan dan

keseimbangan dalam masyarakat.

Teori perlindungan hukum Fitzgerald Salmond berpendapat

bahwa karena melindungi kepentingan tertentu dalam aliran

kepentingan mengharuskan pembatasan kepentingan pihak lain,

hukum mempunyai tujuan untuk mempadu-padankan dan

menyelaraskan berbagai keperluan sosial.

44
Perlindungan hukum merupakan serangkaian tindakan hukum

yang wajib dilakukan oleh para penegak keadilan agar memberikan

rasa tentram dan nyaman kepada individu, baik secara fisik maupun

emosional, dari berbagai gangguan yang mungkin datang dari kubu

mana pun.57. Ungkapan tersebut disampaikan oleh CST Kansil yang

dikutip di dalam buku Satjipto Raharjo.

Seorang pakar hukum bernama Philipus M. Hadjon, menggaris

bawahi jika jenis pelayanan perlindungan hukum ada 2. Pertama

layanan penegakan hukum preventif dimana perlindungan ini badan

hukum sebagai insturmen keadilan memiliki peluang untuk

mengusulkan keberatan atau pernyataan sebelum pemerintah

menjatuhkan keputusan. Tujuannya agar tidak terjadi perbedaan

pendapat. Kedua, tujuan lembaga penegak hukum yang representatif

adalah untuk menyelesaikan konflik. Kategori perlindungan hukum ini

meliputi pemrosesan perlindungan hukum dari pengadilan negeri

Indonesia juga pengadilan tata usaha negara.

Beberapa hal diperjelas oleh gagasan perlindungan hukum

dalam menegakkan hukum perlindungan merek. Pertama,

perlindungan preventif, yaitu pertahanan yang diberikan terhadap

merek terkenal dan merek sebelum kejahatan atau pelanggaran hukum

dilakukan. Kedua, Perlindungan Represif adalah pembelaan hukum

yang diberikan kepada merek dalam hal terjadi pelanggaran merek

atau kejahatan.
57
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 53

45
2. Teori Kepastian Hukum

Kelsen mendefinisikan hukum sebagai seperangkat norma dan

adapun norma didefinisikan sebagai statement yang mempertegas

komponen "harus" (das sollen) dengan memasukkan berbagai

pedoman mengenai yang harus dan tidak harus dilakukan. Norma

adalah hasil dari perilaku manusia yang disengaja. Hukum yang

memuat hukum-hukum umum berfungsi sebagai pedoman bagaimana

individu harus bertingkah laku dalam masyarakat, baik dengan

sesamanya maupun dengan masyarakat. Peraturan tersebut menjadi

kendala bagi masyarakat ketika harus memberatkan atau menjalankan

aktivitas terhadap manusia. Dengan terbentuknya peraturan tersebut

serta penerapannya akhirnya menciptakan kepastian hukum.58.

Kepastian hukum, menurut Sudikno Mertukusumo,

memastikan hukum dijalankan dengan benar. Ketertiban merupakan

hal yang penting karena memberikan keyakinan bagi seseorang dalam

menjalankan kegiatan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu, kepastian hukum menjadi bagian penting dalam

keteraturan masyarakat, karena memberikan kepastian dan ketertiban

yang dibutuhkan.59.

Ada dua makna yang berbeda dalam kepastian hukum.

Pertama, ketika aturan bersifat umum memberikan informasi kepada

individu tentang tindakan yang diizinkan atau tidak diizinkan. Kedua,

58
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 158
59
Sudikno Mertokusomo, Penemuan Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2009, hlm. 21

46
ketika hukum melindungi individu dari tindakan sewenang-wenang

pemerintah, karena tanpa adanya aturan umum, individu tidak akan

mengetahui apa yang diperbolehkan atau dilarang. Kepastian hukum

dapat ditemukan melalui konsistensi putusan ketua hakim dengan

putusan hakim lain dalam kasus yang sejenis, serta dalam ketentuan-

ketentuan undang-undang.

3. Teori yang Berhak Atas Pemegang Merek

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

menyatakan dengan jelas jika “Hak atas Merek adalah hak eksklusif

yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar

dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan

menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada

pihak lain untuk menggunakannya”.

4. Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual

Berbagai teori perlindungan hak kekayaan intelektual telah

dipaparkan oleh ahli, termasuk teori penghargaan, pemulihan, insentif,

dan teori. Berdasarkan prinsip pengakuan, seseorang yang

menciptakan penemuan atau invensi wajib untuk dilindungi dan diberi

nilai apresiasi atas hasil pekerjaannya. Kemudian, menurut teori

pemulihan, pencipta atau penemu yang mengeluarkan energi, waktu,

dan uang untuk menciptakan atau menemukan harus diberi kesempatan

untuk menutup investasi mereka. Lalu berikutnya, Teori Insentif

47
menyatakan bahwa insentif sangat penting untuk menarik minat,

tenaga, dan dana dalam mengembangkan inovasi kreatif dan

menciptakan hal-hal baru, sehingga kegiatan penelitian dapat terus

berlangsung. Sementara itu, teori risiko mengklaim jika kekayaan

intelektual merupakan suatu berkat yang bisa menghasilkan resiko bagi

orang tersebut, sehingga sebuah kewajiban bagi negara untuk

melindungi segala aktivitas yang menghasilkan resiko tersebut.

Argumen yang dikemukakan menunjukkan bahwa mazhab hukum

alam yang sangat menitik beratkan unsur tiap individu dan penerapan akal

sehat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap landasan filosofis

perlindungan hak kekayaan intelektual. Berdasarkan pemikiran tersebut,

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dipahami atas proses penciptaan karya

dengan memanfaatkan bakat intelektual manusia. Orang yang

menciptakannya secara alami akan memilikinya (perolehan alami). Tata

cara untuk memperoleh hak ini didasarkan atas doktrin hukum Romawi

yang dikenal dengan “suum cuique tribuere”, yang menjamin bahwa

barang yang diterima adalah milik si penerima. Hukum kemudian

melangkah lebih jauh pada tingkat tertinggi hubungan properti, menjamin

setiap kepemilikan eksklusif dan penikmatan barang yang diproduksi

dengan bantuan negara60.

60
Avid Ativyanty, Analisis Yuridis Terhadap Sengketa Merek Lameson dan Flameson
Terkait Merek yang Memiliki Persamaan Pada Pokoknya Untuk Barang Sejenisnya, Fakultas
Hukum Universitas Negeri Semarang, 2016, hlm. 20

48
BAB III

PEMBAHASAN

A. Menentukan Tolak Ukur Kesamaan Unsur Pokok Pada Suatu Merek

Terkenal Antara Gudang Garam Dengan Gudang Baru

1. Menentukan Kriteria Persamaan Unsur Pokok Pada Suatu Merek

Penjelasan perihal "Persamaan pada Pokoknya" dapat

ditemukan dalam buku UU Merek dan IndikasiGeografis Nomor 20

Pasal 21 (1) Tahun 2016. Konsep "Persamaan pada Pokoknya"

merujuk pada kesamaan yang terdapat pada unsur kunci antara dua

merek yang berbeda, sehingga membuat konsep menjadi jelas.

Kesamaan tersebut dapat mencakup bentuk, cara penyisipan, struktur

tekstual, dan kombinasi unsur, serta kesamaan nada pada kedua simbol

tersebut.

Mahkamah Agung Republik Indonesia mengeluarkan

Keputusan No. Sesuai dengan PK/PDT/1992/2279 tanggal 6 Januari

tahun 1998, dimana suatu brand yang memiliki kesamaan baik

substansi maupun isi dikatakan memiliki kesamaan unsur (similarity of

element), kesamaan bentuk(Similarity of form), kesamaan kombinasi

(Similarity of combination), dan kesamaan komposisi (Similarity of

composition). Tim Lindsey, seorang pakar Hukum menemukan solusi

terbaik untuk menentukan apakah dua merek memiliki kesamaan pada

hakekatnya adalah dengan membandingkannya, dengan

49
memperhatikan aspek-aspek penting dan kesan kesamaan di antara

keduanya61.

Pada prinsipnya kesamaan dapat dinilai secara visual, fonetis,

dan kognitif. Secara visual dapat dikuantifikasi dari segi visual brand,

baik itu colour (warna), placement technique (teknik penempatan),

shape (bentuk), atau combination (kombinasi) sehingga memunculkan

unsur identik yang bisa menyebabkan pelanggan bingung, tertipu, atau

disesatkan tentang asal usul merek satu merek ke merek lainnya.

Secara fonetis dapat dikenali dari huruf-huruf yang digunakan untuk

menuliskan merek tersebut, sedangkan secara konseptual dapat

diidentifikasi dengan konsep merek secara keseluruhan.

2. Persamaan Unsur Pokok Merek Antara Gudang Garam Dengan

Gudang Baru

a. Gudang Garam

PT. Gudang Garam Tbk. Awalnya bukan merupakan

perusahaam besar seperti sekarang ini. Dulunya perusahaan ini

hanyalah sebuah usaha kecil-kecilan yang dirintis oleh Surya

Wonowidjojo di kediamannya, di Kediri, Jawa Timur, Indonesia.

Gudang Garam adalah merek rokok yang diproduksi oleh

perusahaan ini. Usaha yang dirintis oleh Surya (sebelumnya Tjoa

Ing Hwie) ini awalnya hanya membuat rokok-rokok kretek linting

yang biasa dijumpai yang dikenal dengan SKL (Rokok Kretek

61
Casavera, 15 Kasus Sengketa Merek di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009, hlm.
197

50
Linting) dan SKT (Rokok Kretek Tangan). Namun karena

banyaknya keuntungan yang didapat dan konsumen yang semakin

banyak pula, akhirnya Gudang Garam membuka cabang di Gura

pada tahun 1960. Mulai dari saat itu, Gudang Garam menjadi

perusahaan yang sangat besar seperti sekarang ini sehingga

namanya sekarang sebagai PT. Gudang Garam Tbk.

Seiring dengan pertumbuhan bisnis yang meningkat, PT.

Gudang Garam membangun Gedung I dan Gedung II sebagai

fasilitas produksi di tanah seluas 1.000 m2 pada bulan September

1968. Pada tahun 1969, perusahaan yang awalnya merupakan

usaha rumahan kecil tersebut berkembang menjadi sebuah firma.

Dengan peningkatan produksi yang pesat, PT. Gudang Garam

secara legal ditetapkan sebagai Perseroan Terbatas (PT) pada saat

itu. Dukungan dari pemerintah melalui pembiayaan modal ke

perusahaan untuk menunjang perusaahan tersebut menjadi lebih

kuat.

Perusahaan PT. Gudang Garam Tbk masih

mempertimbangkan berbagai inovasi yang berbeda dari pembuatan

rokok-rokok sebelumnya. Dalam meningkatkan produksi rokok

kreteknya mereka mermproduksi jenis rokok baru yaitu produksi

Sigaret Kretek Mesin (SKM). Tapi itu belum semuanya; di tahun

berikutnya, Gudang Garam Tbk berhasil memasukkan tujuh

sahamnya di bursa saham Jakarta dan Surabaya dan

51
mengkonversinya dari PT (Perseroan Terbatas) menjadi sebuah

industri publik. .

PT. Produk Gudang Garam Tbk mengalami peningkatan

diversifikasi produk, seperti terlihat dari pembuatan Kretek Mild di

tahun 2002 sebagai buah hasil perkembangan termutakhir. Selain

itu, area produksi juga telah meluas, tidak hanya terkonsentrasi di

kota Kabupaten dan Kediri, tetapi juga mencakup Pasuruan. Hal ini

menyebabkan perusahaan ini tetap eksis dan menjadi merek rokok

kretek yang paling populer di Indonesia.

Ternyata selain sukses produksi rokok di dalam negeri, PT.

Gudang Garam Tbk mampu melebarkan sayap produksi mereka

hingga ke luar negeri, seperti Malaysia, Jepang, dan Brunei

Darussalam. Hal ini mampu membuat perusahaan besar

menancapkan pasak yang sangat dalam di Indonesia sehingga

menjadi pelopor produsen rokok terbesar di Nusantara.

Hasil produksi dari perusahaan ini yang banyak dipasaran

antara lain Gudang Garam Merah, Djaja, GG International, GG

Surya, GG Mild dan berbagai produksi lainnya. Perkembangan

positif ini tentu saja tidak akan dilewatkan PT. Gudang Garam

Tbk, yang kemudian berhasil menjadi sponsor Piala Dunia Sepak

Bola tahun 1958-1966 dan Piala Dunia 2010 dengan tujuan untuk

memasuki pasar internasional. 

52
Selain jenis rokok diatas, perusahaan ini juga berhasil

menghasilkan rokok rendah tar dan nikotin (LTN) juga rokok

lintingan tangan klasik. PT. Gudang Garam Tbk memiliki dan

menjalankan pabrik percetakan kemasan rokok, serta empat

perusahaan operasional, yaitu:

1) PT. Surya Pamenang, sebagai indsutri penghasil kertas karton

sebagai bungkus rokok;

2) PT. Surya Madistrindo, industry cabang yang mendistribusikan

hasil produksi Persero;

3) PT. Surya Air, sebagai pemasok maskapai perusahaan;

4) PT. Graha Surya Media, sebagai fasilitator entertaiment.

Sebagai terkemuka di Indonesia, PT. Gudang Garam Tbk

bertujuan untuk menjadikan perusahaan ini sebagai korporasi

nomor 1 yang mengharumkan nama negara dengan tanggung

jawab dan konsistensinya dalam menciptakan keuntungan bagi

orang-orang kaya yang mempunyai saham sangat besar di

Indonesia. Pada bulan Juni 1990, PT. Gudang Garam Tbk

menyelenggarakan penawaran saham perdana (IPO) dan saham

terakhir dikeluarkan pada Mei 1996 melalui stock split dan

mendapatkan bonus untuk setiap saham yang yang disebar. Seluruh

keuntungan dari saham yang terjual nantinya tersebut akan

digunakan untuk memenuhi kebutuhan perseroan, terutama dalam

memperkuat posisi keuangan.

53
Berlandaskan informasi langsung dari pemilik perusahaan,

Putusan Mahkamah Agung di No. 119 PK/Pdt.Sus-HKI/2017,

disebutkan penggugat menentang keras pendaftaran merek Gudang

baru yang ditambahkan dalam bentuk lukisan dengan nama

tergugat dan kesamaan hakiki. Dengan merek milik Penggugat

Gudang Garam, terdaftar dalam Daftar Niaga Umum Direktur

Jendral Kekayaan Intelektual dengan nomor pendaftaran

IDM000384516, IDM00034489, IDM000344493 dan

IDM000014007. Pada dasarnya persamaan merek Gudang Garam

(penggugat) dengan merek Gudang Baru (tergugat) dan lukisan

tergugat terlihat dari bentuk dan susunan huruf, gaya penulisan,

ejaan, suara berbicara, susunan warna dan cara melukis

Gambar/lukisan Tergugat sangat jelas persamaannya.

b. Gudang Baru

Tahun 1976 menjadi awal bagi Perusahaan Rokok Jaya

Makmur dalam meproduksi sebuah merek rokok yang bernama.

Pendiri perusahaan, Saman Hoedi (almarhum), mebangun sebuah

Perusahaan Rokok Bintang Sayap Insan yang meluncurkan merek

rokok INSAN SKT (Rokok Kretek). Saman Hoedi terkenal karena

upayanya yang mulia dalam membantu masyarakat sekitar dengan

memberikan makanan, pakaian, dan lapangan kerja. Perusahaan ini

juga memberdayakan sekitar 125 orang dari komunitas setempat

dengan menawarkan pekerjaan.

54
Pada 1980-an, ia mulai menempatkan putra sulungnya, Ali

Kosin, sebagai penanggung jawab masa depan perusahaan ini

setelah menyadari permintaan pasar yang terus meningkat. Ia

mendirikan dua perusahaan tembakau bernama PR dalam selamg

10 kemudian. Lalu di tahun 1992, ketika perusahaan tersebut

mengalami pertumbuhan pesat, Jaya Makmur dan sutradara utama

film H.SR dan SE Ali Kosin. H., direktur utama Putra Jaya. Ali

Utman, SE.

Di bawah arahan administrasi Gudang Baru, manajemen

pengolahan dikelola secara professional oleh mereka. Gudang Baru

Internasional dan Gudang Baru Putih adalah dua merek rokok

perusahaan. Perusahaan ini terus mempelajari bagaimana

menghasilkan rokok mutakhir dan enak dengan harga terjangkau.

Dengan rahmat Tuhan, perusahaan mulai memproduksi SKM

(Rokok Kretek Mesin) di tahun-tahun kemuditan tepatnya di tahun

1995 kemudian mereka melebarkan sayap perusahaan mereka

dalam menjual rokok dalam kancah internasional.

Dengan berdirinya perusahaan ini, mereka telah

memberikan banyak kontribusi dalam membuat pendapatan negara

meningkat dengan membayar ongkos pajak dan ongkos ekspor-

impor, serta mewujudkan beribu lowongan pekerjaan bagi pemuda-

pemudi Indonesia, dengan lebih dari 2.500 karyawan, menurut PR.

55
Jaya Makmur siap mengalahkan pelaku-pelaku usaha rokok

lainnya di Indonesia.

Berdasarkan pernyataan dari Penggugat yang

terdokumentasikan dalam putusan perkara nomor 119PK/Pdt.Sus-

HKI/2017, penggugat bersikeras untuk menolak dengan

pendaftaran brand Gudang Baru yang juga mencantumkan

pengecatan mengenai nama tergugat. Penggugat berpendapat

bahwa pendaftaran merek Gudang Baru dengan penambahan

pengecatan tidak diserahkan dengan niat baik atau maksud baik.

Berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh pemilik PT. Gudang

Garam sebagaimana tertuang di putusan perkara 119PK/Pdt. Sus-

HKI/2017 Penggugat dengan tegas menampik pendaftaran Merek

Gudang Baru ditambah Pengecatan dengan nama Tergugat sebab

nyata-nyata hal itu tidak dilakukan dengan itikad baik.

Ternyata usulan tergugat untuk membubuhkan tanda baru pada

lukisan tersebut terinspirasi dari merek Gudang Garam yang

didaftarkan penggugat di Tanah Air sejak puluhan tahun yang

teregistrasi dengan nomor 93232. Dengan niat jahat tersebut, tergugat

mendaftarkan gudang baru. Merek bersama dengan lukisan dengan

maksud memanfaatkan reputasi merek dari perusahaan Gudang Garam

yang telah didirikan dengan cermat selama beberapa dekade dengan

usaha, upaya dan visi yang besar dalam bentuk pubilisitas dan

56
investasi yang besar sehingga kami dapat membuat banyak lapangan

kerja di Indonesia.

Gugatan tersebut dilandasi oleh UU No.15 Pasal 4 Tahun 2001

tentang Merek, yang mana dengan khusus menyebut bahwa “Merek

tidak dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang diajukan oleh

Pemohon yang beritikad buruk”.

Karena Merek Gudang Baru dan Pengecatan asas Tergugat

telah dijatuhi gugatan karena maksud menipu dan mengelabui

masyarakat umum, seolah-olah Merek dan rokok produksi Gudang

Baru ditambah Pengecatan atas nama Tergugat berasal dari Penggugat

juga tidak jelas dari mana istilah Gudang Baru dan gambar itu berasal,

kecuali dipengaruhi oleh merek Gudang Garam Penggugat. Akibatnya

Gudang Baru dan Tanda Lukis atas nama Tergugat harus dibatalkan

demi hukum sesuai ketentuan Undang-Undang yang berlaku.

B. Dampak Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Dalam Memutus

Sengketa Antara Merek Gudang Garam Dengan Gudang Baru Pada

Putusan MA Nomor 119PK/Pdt.Sus-HKI/2017

1. Kasus Posisi

Mahkamah Agung membuat Yurisprudensi 119PK/Pdt.Sus-

HKI/2017 merupakan putusan dengan tujuan menjatuhkan dalam

pemeriksaan (PK) sengketa brand perusahaan dagang antara brand

Gudang Garam dengan Gudang Baru. Selaku penguasa dari PR Jaya

Makmur, mereka telah memproduksi berbagai varian rokok dari

57
perusahaan ini dan sejak tahun 1995. Perusahaan berlokasi di Jalan

Probolingo Nomor 162, Desa Panarkan, Kepangjen, Malang, Jawa

Timur, Indonesia. Putusan ini merupakan hasil gugatan di Mahkamah

Agung yang menyelesaikan sengketa merek antara kedua belah pihak.

Penggugat merupakan penguasa serta pemegang izin sah

terhadap logo brand dagang Gudang Garam serta variasinya yang

sudah ada di Negara Kita dengan nomor pendaftaran setidaknya 79

untuk berbagai kelas barang dan jasa, terutama kelas 34 untuk rokok

tembakau. Sebagai pemegang izin, penggugat mempunyai kekuasaan

dalam memakai merek dagang tersebut juga melindungi kepentingan

komersialnya dalam kategori produk ini. Dengan pendaftaran merek

dagang tersebut, penggugat memiliki hak hukum yang kuat untuk

mencegah penggunaan atau pelanggaran merek dagang oleh

perusahaan lain dalam kelas barang atau jasa yang sama.

Putusan Mahkamah Agung Rl Nomor 217 K/Sip/1972

berbunyi “suatu Merek mempunyai persamaan dengan Merek lain, jika

bentuk atau susunannya, atau bunyinya dan bagi masyarakat telah

menimbulkan kesan, jadi tidak perlu 100% sama”.

Menurut Ketentuan Mahkamah Agung Rl Nomor 2279

K/Pdt/1992, tanggal 6 Januari 1998, “tanda yang mempunyai

persamaan secara keseluruhan atau pada pokoknya dapat dikatakan

mempunyai persamaan bentuk, persamaan komposisi, persamaan

kombinasi, dan persamaan unsur”.

58
Keputusan Hakim oleh MA Republik lndonesia Nomor 2451

K/Pdt/1987 tanggal 13 April 1991 dan Keputusan Hakim MA

Republik lndonesia Nomor 1053 K/Sip/ 1982 tanggal 22 Desember

1982 menyebutkan jika “bahwasanya untuk menentukan ada tidaknya

persamaan kedua Merek sengketa, haruslah dilihat secara keseluruhan

dan bukan dengan cara merinci satu persatu unsur-unsur atau bagian

bagian yang menjadi Merek tersebut, artinya penilaian adanya

persamaan pada pokoknya adalah berdasarkan adanya kesan yang total

(total indruk), bukan dengan Ada perbedaan di area merek. Ada

kesamaan umum antara merek Gudang Garam milik penggugat dengan

merek Gudang Garam yang baru (seperti huruf, tata letak, Gaya

penulisan, ejaan, produksi suara, susunan warna, susunan gambar dan

lukisan, dll.). Produk yang dicakup adalah bahwa merek Gudangaram

yang baru menampilkan lukisan tambahan atas nama tergugat atau

berada dalam kelas dan kategori yang sama atau serupa dengan brand

Gudang Garam yang mempunyai hal bagi penggugat. Oleh karena itu,

brand dagang baru Gudang Garam akan mencakup lukisan-lukisan lain

milik tergugat dan lukisan-lukisan yang memiliki hubungan dekat

dengan penggugat.

Karena pendaftaran Merek Gudang Baru dan lukisan dengan

nama yang bersangkutan (Tergugat) tidak diragukan lagi dilakukan

dengan itikad tidak baik. Maka dari itu perusahaan lawan sebagai

Penggugat yang telah terverifikasi di tanah air dengan nomor registrasi

59
93232 sejak tahun 1969 menjadi inspirasi bagi ide Penggugat untuk

mengembangkan merek Gudang Garam Baru dan gambar tersebut

dengan watak jahat seperti itu.

Tergugat telah meregistrasi brand Tertuntut dan warna terkait

yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari reputasi Gudang

Garam sebagai Penggugat. Penggugat telah mengembangkan merek

Gudang Garam selama puluhan tahun dengan upaya besar, investasi,

promosi yang besar, dan visi untuk menciptakan lapangan kerja baru.

Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar.

Dalam perkara Giojien Co Brand, Jurisprudensi Mahkamah

Agung No. 021 K/HaKI/2003 menyatakan bahwa “Perbuatan itikad

buruk Tergugat dalam mendaftarkan Merek Gio Jeans Co adalah

upaya Tergugat untuk menyesatkan masyarakat tentang asal usul

barang, dan merupakan tindakan yang tidak dapat dibiarkan untuk

mencapai tujuan.".

Berlandaskan pada Undang-Undang yang berbunyi: “Merek

tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan Pemohon

yang beritikad tidak baik”. Kutipan tersebut berasal dari Kitab

Undang-Undang Pasal 4 No. 15 tahun 2001 mengenai Merek Dagang.

Ternyata pendaftaran Merek Gudang Baru tersebut

dimaksudkan dengan maksud kurang jujur (tujuan ketidakjujuran)

yaitu untuk menipu dan mengelabui masyarakat umum, seolah-olah

Merek dan produk Gudang baru yang ditambahkan Pengecatan atas

60
nama Tergugat datang. dari Penggugat. Juga tidak diketahui asal usul

istilah Gudang Baru dan Lukisan, kecuali merupakan turunan dari

brand dagang Gudang Garam Penggugat. Akibatnya, sesuai Pasal 68

UU Nomor 15 Tahun 2001, Merek dan Pengecatan Gudang Terdakwa

harus dicabut.

Oleh sebab itu, ketentuan Undang-Undang Merek no. 15 tahun

2001 Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b, secara khusus menyatakan:

“Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek

tersebut bukan merupakan merek terdaftar”.

2. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Dalam Memutus

Sengketa Antara Merek Gudang Garam Dengan Gudang Baru

Pada Putusan MA Nomor 119PK/Pdt.Sus-HKI/2017

Yurisprudensi oleh MA Republik Indonesia Nomor

119PK/Pdt.Sus-HKI/2017 menegaskan jika setelah pengambilan

keputusan langsung dari Mahkamah Agung pada tanggal 22 bulan

April tahun 2014 terhadap putusan tersebut, tergugat kasasi menurut

perkataannya sendiri adalah penggugat. Pada tanggal 5 Desember

2016, Penuntut Umum telah diperiksa oleh Panitera Pengadilan Negeri

Surabaya/PNS berdasarkan Surat Kejaksaan tertanggal 1 November

2016, sesuai dengan Surat Peninjauan Kembali Nomor

.../PK/HaKI/2016/PN Niaga Surabaya. Permohonan yang telah

diajukan tersebut mengacu pada juncto nomor 162

K/Pdt.Sus-HKI/2014 dan juncto nomor 04/HKI-Merek/2013/PN Niaga

61
Surabaya. Permohonan yang memiliki landasan yang kuat tersebut

diterima oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Niaga Surabaya pada hari

yang sama. 

Pada tanggal 20 Januari dan 27 Februari 2017, Peninjauan

Kembali disampaikan kepada Terdakwa dan Turut Tergugat. Lalu

pada tanggal 16 Februari 2017, Kantor Catatan Sipil

Surabaya/Pengadilan Niaga telah menerima pembenaran peninjauan

kembali yang ditanggapi oleh tergugat.

Permintaan peninjauan kembali a quo dan dalih terkait sudah

ada usaha komunikasi dengan hati-hati kepada rekanan, dan telah

diajukan dalam persyaratan dan berlandaskan hal-hal yang ditentukan

oleh undang-undang, akhirnya banding dengan resmi disetujui oleh

MA.

Peninjauan kembali dilakukan karena Mahkamah Agung

berpendapat :

a. Adanya Novum

1) Bukti Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia PK-I

Nomor 104 PK/PID.SUS/2015, tanggal 10/11/2015, yang

diumumkan ke pihak ketiga yaitu tanggal 20/09/2016 ke

Kejaksaan Negeri Kepanjen pada esok harinya kepada

terdakwa;

62
2) Bukti PK-II : Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan

Nomor 739/ O.5.43/Euh.3/03/2016 Kepala Kejaksaan Negeri

Kepanjen, tanggal 29/03/2016;

3) Bukti PK-III : Berita Acara Pelaksanaan Putusan Pengadilan

Kejaksaan Negeri Kepanjen, tertanggal 11/04/2016.

Meski bukti PK-I, PK-II, PK-III ditemukan dan

dikumpulkan pada Oktober 2016, namun bukti ini sangat

menentukan, jika lebih dipertimbangkan dan diketahui dalam tahap

pengujian, pastinya menimbulkan keputusan yang berbeda.

1) Bukti PK I, PK II dan PK III menjadi alat bukti hukum yang

sangat penting dan memegang peranan penting dalam perkara

ini. Bukti ini menunjukkan bahwa terdakwa memiliki res

judicata permanen (kracht van weisde) serta bersifat final and

binding terhadap putusan pidana yang berkekuatan hukum

tetap. Hal ini terkait dengan objek yang diajukan dalam

permohonan PK ini;

2) Hakim Kasasi dalam Putusannya Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/

2014, tanggal 22 April 2014, halaman 34, secara tegas dalam

pertimbangannya, mengakui pentingnya putusan pidana yang

berkekuatan pasti dan tetap (final and binding) yang sekarang

ini diajukan sebagai novum dalam permohonan peninjauan

kembali ini, yang antara lain Hakim Kasasi mempertimbangkan

sebagai berikut :

63
a) Tentang adanya kesamaan dalam isinya;

 Jika dicermati tanda dan lukisan yang Tergugat pakai,

terlihat jelas bahwa unsur plagiasi tidak ditemukan pada

tata letak tempat, bentuk merek, atau suara yang dapat

menyebabkan kebingungan. Itu berarti, secara

pandangan Judex Facti mengenai adanya unsur plagiat

pada dasarnya tidak sah secara formal;

 Mengenai putusan pidana pengadu/tertuduh kasasi,

bersifat ambigu (tidak jelas) apakah putusan itu

memiliki efek last res judicata.

Dalam pertimbangannya, para hakim Pengadilan Kasasi

secara jelas mengakui pentingnya putusan pidana yang memiliki

kekuatan hukum yang jelas dan tetap. Ini berarti jika suatu putusan

pidana telah ditetapkan dengan akibat hukum yang jelas dan tetap,

maka putusan pelepasannya bisa berbeda. Selain itu, bukti-bukti

PK-I, PK-II, dan PK-III menunjukkan bahwa tergugat telah

beritikad tidak baik, dan bahwa produk GUDANG GARAM dan

merek dagang pemohon peninjauan kembali, serta produk dan

merek GUDANG GARAM membuktikan adanya kesamaan yang

signifikan antara GUDANGN BARU Dibuat oleh terdakwa untuk

peninjauan kembali. Artinya, Putusan PK dalam perkara pidana

merek telah memuat kebenaran formal maupun materiil tentang

perkara a quo.

64
b. Keputusan yang saling bertabrakan.

Menurut pendapat hukum Hakim Kasasi yang disampaikan

oleh calon PK dalam putusan MA 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014, 22

April 2014, halaman 34, diasumsikan dengan 2 hal:

1) Ada niat/itikad baik Termohon PK;

2) Tidak adanya kesamaan dalam pokoknya merek dan Gambar

GUDANG BARU Termohon PK dalam merek dan Gambar

GUDANG GARAM Pemohon Peninjauan Kembali (Pemohon

PK);

Sedangkan putusan pidana merek berupa Putusan

Mahkamah Agung RI dalam tingkat PK tanggal 10 November

2015 Nomor Register 104 PK/ Pid.Sus/2015 (bukti PK-I) telah

menyimpulkan bahwa:

1) Termohon Peninjauan Kembali telah terbukti menurut hukum

secara legal dan meyakinkan telah bersalah melakukan perilaku

pidana “dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek

yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik

Pemohon Peninjauan Kembali”;

2) Ada kesamaan dalam lukisan antara merek GUDANG

GARAM Pemohon PK dengan merek GUDANG BARU

Termohon PK; Oleh sebab itu, dengan adanya Yurisprudensi

Mahkamah Agung Nomor 104 PK/Pid.Sus/2015, tanggal 10

November 2015, yang memuat kebenaran materiil maupun

65
formal bahwa Termohon PK memiliki itikad buruk dalam

menggunakan produk dan mereknya GUDANG BARU, dan

juga merek serta gambar GUDANG BARU Termohon PK

mengandung unsur plagiat pada pokoknya dengan merek

GUDANG GARAM kepunyaan Pemohon PK.

Maka demikian, dengan adanya Yurisprudensi Mahkamah

Agung No. 104 PK/Pid.Sus/2015, tanggal 10 November 2015,

yang memuat kebenaran materiil maupun formal bahwa Termohon

PK terbukti beritikad tidak baik dalam menggunakan produk dan

mereknya GUDANG BARU, juga merek serta gambar GUDANG

BARU Termohon PK mengandung unsur plagiat pada pokoknya

dengan merek GUDANG GARAM punya Pemohon PK.

c. Adanya kekhilafan Majelis Hakim atau kekeliruan nyata

1) Majelis Hakim Kasasi diabaikan fakta bahwa merek GUDANG

GARAM yang digunakan oleh Pemohon Peninjauan Kembali

(PK) telah menjadi merek terkenal (facta notoir). Meski brand

GUDANG GARAM menjadi yang paling populer dan dikenal

masyarakat selama ini, namun reputasinya juga dibangun

melalui promosi yang kuat dan berskala besar, terutama

melalui media sosial, dan langganannya di banyak negara dan

negara. dunia sejak tahun 1989, termasuk Brunei Darussalam,

Brasil, Malaysia, Argentina, Singapura, Jepang, Chili, Taiwan,

Qatar, Filipina, Saudi Arabia, Paraguay, Korea Selatan, dan

66
banyak negara di benua Eropa. Batasan yang terkenal itu dapat

diukur dalam Pasal 6 ayat 1 huruf b Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 15 Tahun 2001.

2) Sedangkan dari segi reputasi, termohon PK percaya diri,

meniru atau menyalahi merek pemohon PK, serta menyesatkan

masyarakat dan menyesatkan konsumen. Yang berarti bahwa

Majelis kasasi keliru dan salah menyatakan bahwa tergugat

kasasi beritikad baik dalam memasarkan produknya dan merek

GUDANG BARU. Padahal berdasarkan PK-I terbukti PK

termohon beritikad tidak baik dengan menggunakan produk

merek GUDANG BARU tanpa izin.

3) Bersumber dari alat bukti baru (bukti PK-I), Mahkamah Agung

menilai bahwa merek dan produk GUDANG BARU tergugat

PK pada prinsipnya sama dalam bentuk dan cara pembubuhan

merek pada merek tersebut. Barang PK; Selanjutnya, terdakwa

PK yang terbukti melakukan pelanggaran penggunaan merek,

dianggap beritikad baik oleh Pengadilan Kasasi;

4) Majelis Hakim Kasasi tidak menafsirkan ketentuan dalam

Undang-Undang Nomor 15 Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b

Tahun 2001 tentang Merek, yang secara tegas menyatakan

bahwa Direktorat Jenderal menolak segala jenis tuntutan jika

brand itu:

67
a) Terdapat kesamaan atas prinsip merek atau secara

keseluruhan dengan merek pihak ketiga yang sudah ter-

registrasi sebelumnya dalam sebuah jasa atau produk yang

serupa;

b) Terdapat kesamaan dalam prinsip maupun secara

keseluruhan dengan brand dagang terkenal yang dimiliki

oleh brand lain yang hasilnya merupakan sesuatu yang

identik.

Kasus-kasus ini terdaftar di Pengadilan tersebut ternyata

cukup rumit untuk dipahami oleh Majelis Hakim Kasasi. Beliau

berusaha untuk memahami aturan-aturan mengenai merek yang

sebagai satu kesatuan kolektif, sehingga harus teliti jika terdapat

sedikit perbedaan. Sementara itu, dari beraham kasus hukum yang

berubah-ubah tersebut, Mahkamah Agung berpendapat tidak perlu

sama 100%, tetapi membuat satu pendapat atau komposisi warna,

persamaan dan kombinasi, persamaan dan putih, dengan cara dari.

hidup / tampil sama.

Peninjauan kembali dapat dilatarbelakangi karena

Mahkamah Agung setelah melakukan pemeriksaan secara

menyeluruh terhadap memori peninjauan kembali dan memori

keberatan, menemukan adanya kekeliruan dalam putusan Judex

Juris (hakim pada sidang sebelumnya).

68
Dengan permohonan Peninjauan Kembali yang diterima,

Terdakwa dalam proses persidangan tersebut diwajibkan untuk

menanggung biaya perkara di semua tahapan-tahapan peradilan.

Selain itu, pada sidang Peninjauan Kembali, acuan hukum yang

dipakai ialah Undang-Undang soal Merek No. 15 Tahun 2001,

Undang-Undang Yurisdiksi No. 48 Tahun 2009, serta prinsip-

prinsip unggul dalam pengadilan hukum. Perlu dicatat bahwa

acuan hukum yang relevan adalah Undang-Undang Peradilan No.

14 Tahun 1985 yang telah mengalami perubahan dengan Undang-

Undang No. 5 Tahun 2004, dan telah mengalami perubahan kedua

dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009.

MENGADILI

1. Menyetujui petisi dari pihak Peninjauan Kembali yaitu PT. GUDANG

GARAM, Tbk. untuk dilakukan nya peninjauan kembali tersebut;

2. Mengurungkan Putusan Mahkamah Agung yang tertera dalam Surat

Putusan No. 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014 tanggal 22 April 2014;

MENGADILI ULANG

1. Mengabulkan seluruh tuntutan dari Penuntut;

2. Menyetujui kalau Merek Gudang Garam milik Penggugat merupakan

merek dagang termasyhur;

3. Menegaskan bahwa Gudang baru menambahkan tanda "Lukisan Baru"

dengan nama tergugat (Gudang Garam) pada lukisan yang didaftarkan

dengan nomor pendaftaran IDM000032226 dengan tanggal pendaftaran

69
21/3/2005 dan nomor pendaftaran IDM000042757. Pendaftaran yang

untuk tanggal 7/14/2005 memunculkan berbagai tipe. Barang kelas 34

yang memiliki kesamaan mendasar dengan brand Gudang Garam milik

penggugat dengan nomor pendaftaran IDM000384516, IDM00034489,

IDM000344493 dan IDM000014007;

4. Mengutarakan bahwa Gudang Baru membuktikan bahwa ia memasukkan

merek dan lukisan Gudang Garam yang baru dengan maksud untuk

menjiplak karena mau menggusur penggugat dengan reputasi merek

Gudang Garam yang sudah dikenal di kalangan masyarakat;

5. Pembatalan registrasi dari brand Gudang Baru dan Lukisan dengan nomor

pendaftaran tergugat IDM000032226 teregistrasi pada tanggal 21/03/2005,

nomor pendaftaran IDM000042757 terdaftar pada tanggal 14/06/2005

untuk variasi produk 34 buah dari list brand Direktorat Jenderal Hak Milik

Intelektual memiliki segala konsekuensi hukum.

Setelah berbagai metode penyelesaian sengketa yang dilakukan, alhasil

didapatkannya lah kekuatan hukum tetap yang menunjukkan bahwa putusan

Mahkamah Agung Surabaya masih berlaku, sebagai pemilik merek dagang

Gudang Baru, Peninjau Kembali untuk membayar pengadilan di semua

tingkatan. penyidikan dan pemeriksaan ulang yang dikenakan penyidikan

senilai Rp. 10.000.000,00 ( Sepuluh Juta Rupiah ).

Akhirnya, keputusan pun diambil oleh hakim akan mencapai sasaran

yang diinginkan dalam sistem hukum itu sendiri. Keputusan hakim setidaknya

harus mencapai tiga tujuan utama hukum, yaitu memastikan keadilan,

70
memberikan keshaihan hukum, dan mewujudkan nilai-nilai yang dijunjung

tinggi. Namun, dalam praktiknya, sangat sulit untuk mencapai 3 tujuan utama

hukum tersebut secara serempak dalam sebuah vonis majelis hakim. Di

kehidupan sebenarnya, konflik kerap kali ada antara keyakinan hukum dan

nilai-nilai, keadilan dan kebenaran, atau antara keadilan dan nilai-nilai. Seperti

yang disarankan oleh Profesor Ahmad Ali, S.H., jika terjadi situasi seperti ini,

dianjurkan untuk memprioritaskan sila pertama, yaitu memberikan keutamaan

pada keadilan di atas keuntungan atau kepatuhan terhadap hukum.

Hasil penetapan nomor 119PK/PDT.SUS-HKI/2017 adalah seluruh

putusan akhir yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Surabaya tidak berlaku

lagi, merek dagang “Gudang Garam” dimiliki oleh Surya Wonowidjojo dan As

pemilik, merek “Gudang Garam” masih merupakan merek dagang legal dan

terdaftar di Direktur Jendral Hak Kekayaan Intelektual, dan Surya

Wonovidjojo berkuasa penuh dalam memakai merek “Gudang Garam” pada

hasil produk nya.

71
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sehubungan dari berbagai ulasan daripada bab sebelumnya adapun

penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Penjelasan yang diberikan didalam UU Pasal 21 ayat (1) No. 20 Tahun

2016 Mengenai Merek dan Indikasi Geografis menyatakan jika

"persamaan pada pokoknya" merujuk pada kesamaan yang terjadi

karena adanya faktor yang lebih mencolok antara dua merek, sehingga

mengakibatkan terjadinya kesamaan baik dalam bentuk, penempatan,

penulisan, kombinasi unsur, maupun bunyi ujaran yang terdapat ada di

kedua brand tersebut. Susunan huruf serta bentuk huruf, ejaan, bunyi

ujaran, gaya penulisan, komposisi warna, dan penempatan

gambar/lukisan semuanya menunjukkan hubungan yang kuat secara

prinsip antara Penggugat (Gudang Garam) dan Tergugat (Gudang

Baru).

2. Terdakwa melunasi biaya perkara di semua tahap pengadilan dan

Peninjauan Kembali sejumlah Rp. 10.000.000,00 setelah mengetahui

bahwa putusan PN Surabaya dikuatkan dalam putusan tersebut.

sepuluh juta rupiah ($10.000,00) untuk peninjauan kembali. Keputusan

No. memiliki akibat hukum. 119PK/PDT. Putusan akhir Pengadilan

Tinggi Negeri Surabaya semuanya tidak berlaku lagi, dan Surya

Wonowidjojo adalah pemilik sah dari merek dagang "Gudang Garam,"

72
menurut SUS-HKI/2017. Surya Wonowidjojo berhak menggunakan

merek Gudang Garam untuk produknya karena merupakan pemilik

merek tersebut yang masih dilindungi undang-undang oleh Direktorat

Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

B. Saran

Peneliti dapat membuat rekomendasi berikut berdasarkan temuan

diatas:

1. Setiap penuntut/penggugat yang ingin megajukan gugatan di

pengadilan harus terlebih dahulu mengumpulkan bukti yang relevan

untuk mendukung perkara gugatan tersebut. Untuk meyakinkan para

hakim/juri bahwa adanya pelanggaran merek dagang.

2. Majelis Hakim perlu menyampaikan pendapatnya atau dasar hukum

yang mereka gunakan, karena alasan yang mereka gunakan justru

dapat menimbulkan masalah baru bagi para pihak yang terlibat dan

memerlukan pengaturan lebih mendalam mengenai undang-undang

demilkian terkait intervensi Pasal 76 UU No. 15 Tahun 2001 soal

Merek dan Pasal 24 No. 15 Tahun 2001, yang berlaku bagi brand

dalam tahap pendaftaran. 

73
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, PT


Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2007.
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2013
Agung Indriyanto, dan Irnie Mela Yusnita, Aspek Hukum Pendaftaran Merek,
Rajawali Pers, Jakarta, 2017
Ahmadi Miru, Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.
Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra Wacana Media,
Jakarta, 2010.
Arus Akbar Silondae dan Wirawan B. Ilyas, Pokok-Pokok Hukum Bisnis, Salemba
Empat, Jakarta, 2011
Avid Ativiyanti, Analisis Yuridis Terhadap Sengketa Merek Lameson dan
Flameson Terkait Merek yang Memiliki Persamaan Pada Pokoknya Untuk
Barang Sejenisnya, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, 2016
Bachtiar, Metode Penelitian Hukum, Unpam Press, Tangerang, 2019.
Casavera, 15 Kasus Sengketa Merek di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009
David A. Burge, Patent and Trademark and Practice, John Wiley & Sons, Inc,
Canada, 1999
Dwi Rezki Sri starini, Penghapusan Merek Terdaftar Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dihubungkan dengan
TRIPS-WTO, PT. Alumni, Bandung, 2009
Gatot Supramono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia,
Rineka Cipta, Pekanbaru, 2008.
Hery Firmansyah, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Pustaka Yustisia,
Yogyakarta, 2011
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi
Teori Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2016.
Iswi Hariyani dkk, HAKI dan Warisan Budaya, Gadjah Mada, University press,
Yogyakarta, 2017
M Yahya Harahap, Tinjauan Merek secara Umum dan Hukum Merek di
Indonesia Berdasarkan Undang-undang No.19 Tahun 1992, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2006
M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2011.
Muhammad Djumhana, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori dan Prakteknya di
Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003

74
Ok. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2004
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta
R. Djubaedillah, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.
R.M. Suryodiningrat, Aneka Hak Milik Perindustrian dan Hak Paten, Tarsito,
Bandung, 2004.
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan
Dimensinya Hukumnya di Indonesia, PT Alumni, Bandung, 2003.
Rahmi Jened, Hukum Merek Trademark Law Dalam Era Globalisasi dan
Integrasi Ekonomi, Prenadamedia Group, Jakarta, 2015
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri di Indonesia Dalam Era
Perdagangan Bebas, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2004.
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta,
2007.
Ridwan Khairandy, “Perlindungan Hukum Merek Terkenal di Indonesia”,
Seminar Nasional Perlindungan Hukum Merek dalam Era Persaingan
Pasar Global, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,Yogyakarta,
1999.
Rooseno Harjowidigdo, Mengenal Hak Cipta Indonesia Beserta Peraturan
Pelaksanaannya, PT Penebar Swadaya, Jakarta, 2004.
Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights),
Rajawali Pers, Jakarta, 2010.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000
Sentosa Sembiring, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan
Intelektual di Bidang Hak Cipta Paten dan Merek, Yrama Widya,
Bandung, 2002.
Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan dan Perannya di dalam
Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.
Sudargo Gautama, Hak Milik Intelektual dan Perjanjian Internasional, PT Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2001
Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
2003.
Sudikno Mertokusomo, Penemuan Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2009
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan
Praktik serta Penerapan Hukumnya, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2014
Suteki, Metodologi Penelitian Hukum: Filsafat, Teori, dan Praktik, Rajagrafindo
Persada, Bandung, 2018.
Suyud Margono, Hak Milik Industri, Pengaturan dan Praktik di Indonesia, Chalia
Indonesia, Bogor, 2011

75
Taryana Soenandar, Perlindungan Hak Milik Intelektual Di Negara-negara
Asean, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.
Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT Alumni, Bandung,
2006
Tommy Hendra Purwaka, Perlindungan Merek, Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
Jakarta, 2018
Venantia Sri Hadiarianti, Memahami Hukum Atas Karya Intelektual, Universitas
Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, 2015
Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2006.

Jurnal
Dania Agustina, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Merek Terkenal
Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan
Indikasi Geografis (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 162
K/Pdt.Sus-HKI/2014)”, Skripsi, Universitas Sriwijaya, 2018.
Desmayanti, “Tinjauan Umum Perlindungan Merek Terkenal Sebagai Daya
Pembeda Menurut Perspektif Hukum di Indonesia”, Jurnal Universitas
Trisakti, Vol. 24 No. 1, Juni 2017.
Dwi Agustine Kurniasih, “Perlindungan Hukum Pemilik Merek Terdaftar dari
Perbuatan Passing Off (Pemboncengan Reputasi) Bagian II”, Media HKI,
Vol. 6 No. 1, Februari 2009.
Enny Milfa, “Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar”, Jurnal Hukum
Samudra Keadilan, Vol. 2 No. 1, Juni 2016.
Karlina Perdana, “Kelemahan Undang-Undang Merek Dalam Hal pendaftaran
Merek (Studi Atas Putusan Sengketa Merek Pierre Cardn)”, Private Law
Journal, Vol. 5 No. 2, April 2017.
Karlina Perdana, Kelemahan Undang-Undang Merek Dalam Hal Pendaftaran
Merek (Studi Atas Putusan Sengketa Merek Pierre Cardn), Privat Law,
Vol. 5, No 2 Juli 2017
Merry Tjoanda, Wujud Ganti Rugi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Jurnal Sasi Vol. 16 No. 4 Bulan Oktober 2010
Muhamad Ikbal Hajizi, “Analisis Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Merek
Gudang Garam Dan Gudang Baru (Studi Kasus Putusan Nomor 104
PK/Pid.Sus/2015)”, Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
2019.
R. Murjiyanto, “Konsep Kepemilikan Hak Atas Merek di Indonesia (Studi
Pergeseran Sistem “Deklaratif” ke dalam Sistem “Konstitutif””, Jurnal
Hukum Ius Quia Iustum Faculty of Law, Vol. 24 No. 1, Maret 2017.
Restina Putri Abrianti, “Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung
Nomor 162 K/Pdt.Sushki/2014 Tentang Persamaan Merek Dagang Antara
Gudang Garam Dan Gudang Baru”, Jurnal Unesa, Vol. 1 No. 1,
September 2020.

76
Rivo Krisna Winastri, Tinjauan Normatif Terhadap Ganti Rugi Dalam Perkara
Perbuatan Melawan Hukum yang Menimbulkan Kerugian Immateriil
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta No
568/1968.G). Diponegoro Law Journal, Vol. 6, No 2, 2017
Siti Marwiyah, “Perlindungan Hukum Atas Merek Terkenal”, De Jure Jurnal
Syariah & hukum, Vol. 2 No. 1, 2010

Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek.

Putusan Pengadilan
Putusan MA Nomor Perkara 119PK/Pdt.Sus-Hki/Merek/2021
Putusan MA Nomor Perkara 119PK/PDT.SUS-HKI/2017

77

Anda mungkin juga menyukai