Anda di halaman 1dari 8

Volume 7; No.

2 (November, 2020): 76-83 Jurnal Public Health

FAKTOR RESIKO KEJADIAN STUNTING PADA BALITA


USIA 12-59 BULAN
Shantrya Dhelly Susanty
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Fort De Kock Bukittinggi
Jl. Seokarno Hatta No. 11, Manggis Ganting, Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi
*E-mail Korespondensi: shantryadhelly@fdk.ac.id

Info Artikel Abstract


Masuk: 05 Juni 2021 Stunting is one of the nutritional problems that occur in Indonesia.
Revisi: 05 Juni 2021 Stunting is a condition of undernutrition seen from height for age
Diterima: 07 Juni 2021 (TB/U) less than -2SD. This study used a cross-sectional design and
was carried out from May 06 to May 27, 2019. The population in this
study were all toddlers aged 12-24. 59 months. Based on bivariate
Keywords: analysis, there was a significant relationship between exclusive
Exclusive breastfeeding, breastfeeding (p-value 0.0005, OR 8.9), nutritional consumption of
nutritional consumption of pregnant women (p-value 0.0005, OR 6) and knowledge of maternal
pregnant women and nutrition (p-value 0.0005, OR 6 ,7) with the incidence of stunting. It
nutritional knowledge of can be concluded that the most related to the incidence of stunting is
stunting mothers. exclusive breastfeeding. to health workers to play an active role in
providing knowledge about the importance of exclusive breastfeeding
for 6 months. To mothers to pay attention to the nutritional intake of
children to avoid the causes of stunting.

Abstrak
Kata kunci: Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi yang terjadi di
ASI eklusif, konsumsi gizi ibu Indonesia. Stunting adalah keadaan gizi kurang yang dilihat dari
hamil dan pengetahuan gizi tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2SD..Penelitian ini
ibu menggunakan desain Crossectional dan dilaksanakan pada tanggal
stunting.. 06 Mei sampai 27 Mei 2019. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua balita yang berusia 12-59 bulan.Berdasarkan analis bivariat
ada hubungan yang bermakna antara ASI eklusif (pvalue 0,0005, OR
8,9), konsumsi gizi ibu hamil (pvalue 0,0005, OR 6) dan
pengetahuan gizi ibu (pvalue 0,0005, OR 6,7) dengan kejadian
stunting. Dapat disimpulkan yang paling berhubungan dengan
P-ISSN: 2407 - 2664 kejadian stunting yaitu ASI eklusif. kepada petugas kesehatan untuk
berperan aktif memberikan pengetahuan penting nya ASI eklusif
selama 6 bulan. Kepada ibu untuk memperhatikan asupan gizi anak
agar terhindar dari penyebab stunting.

PENDAHULUAN mengalami stunting (UNICEF, 2013).


Stunting merupakan salah satu Masalah gizi ini terutama stunting pada
permasalahan gizi yang terjadi di Indonesia. balita dapat menghambat perkembangan
Stunting ini menggambarkan status gizi anak, dengan dampak negatif yang akan
kurang yang bersifat kronik pada masa berlangsung dalam kehidupan selanjutnya
pertumbuhan dan perkembangan sejak seperti penurunan intelektual, rentan
awal kehidupan. Keadaan ini terhadap penyakit tidak menular,
dipresentasikan dengan nilai z-score tinggi penurunan produktivitas hingga
badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 menyebabkan kemiskinan dan risiko
standar deviasi (SD) berdasarkan standar melahirkan bayi dengan berat lahir rendah
pertumbuhan menurut WHO (WHO, 2010). (UNICEF, 2012; dan WHO,2010 : Ni’mah
Secara global, sekitar 1 dari 4 balita Khoirun, et al. 2015).
Shantrya Dhelly Susanty| Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-59 Bulan
(76-83)

Penyebab kejadian stunting pada Laweh kecamatan Bukit Barisan kabupaten


balita dapat terjadi sejak dini, yaitu dengan 50 kota pada tahun 2017 mencapai 22,7 %
trisemester pertama kehamilan yang dapat dan pada tahun 2018 meningkat menjadi
menyebabkan pengurangan pertumbuhan 29,8 % ( Riskesdas 2010).
pada kerangka (skeletal) dan jaringan lunak. Berdasarkan survei awal yang telah
Kemudian gangguan pertumbuhan akan dilakukan, peneliti mendapatkan data anak
dilanjutkan setelah bayi lahir sampai usia 2 yang mengalami stunting diwilayah kerja
atau 3 tahun. Status gizi pada ibu hamil Puskesmas Banja Laweh Kabupaten 50 Kota
sangat mempengaruhi keadaan kesehatan yaitu sebanyak 65 balita, yang rentang
dan perkembangan janin. Gangguan usianya 12 – 59 bulan.
pertumbuhan dalam kandungan dapat
menyebabkan berat lahir rendah (WHO, METODE PENELITIAN
2014 : Lamit Astuti , 2015). Desain penelitian yang digunakan
Pada tahun 2015 di dunia dalam penelitian ini adalah cross sectional
diperkirakan 156 juta anak (23% dari dengan pendekatan kuantitatif. Desain ini
seluruh anak) mengalami stunting. dipilih karena kegunaan dari desain study
Prevalensi stunting tertinggi di wilayah cross sectional, yaitu untuk memperoleh
Afrika WHO (38%) diikuti dengan wilayah gambaran pola penyakit dan determinan –
Asia Tenggara (33%). Lebih dari tiga determinannya pada populasi sasaran untuk
perempat dari seluruh balita dengan mempelajari hubungan antara penyakit atau
stunting berada di wilayah Afrika WHO (60 karakteristik lain terkait status kesehatan
juta anak) atau di wilayah Asia Tenggara dengan variabel yang ingin di teliti pada
WHO (59 juta anak). (Dalam penelitian satu waktu (Aschengaru dan Seage,2003 :
Palino Inoci L, et al. 2017) Anisa 2012).
Indonesia terdiri dari 34 provinsi Desain cross sectional adalah suatu
dan 20 provinsi diantaranya mempunyai desin penelitian epidemiologi yang
prevalensi stunting di atas rata-rata mempelajari prevalensi, distribusi, maupun
prevalensi nasional. Nusa Tenggara Timur hubungan penyakit dan paparan (faktor
merupakan provinsi yang memiliki penelitian) dengan cara mengamati status
prevalensi stunting tertinggi dan Kepulauan paparan , penyakit, atau suatu karakteristik
Riau merupakan provinsi yang memiliki kesehatan lainnyasecara serentak, pada
prevalensi stunting terendah, sedangkan individu – individu dari suatu populasi
Sumatera Barat berada pada urutan ke-17. dalam suatu saat (Murti, 2003 : Siagian
Di Indonesia, berdasarkan hasil riset 2010.
kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013,
terdapat 37,2% balita yang mengalami HASIL dan PEMBAHASAN
stunting. Diketahui dari jumlah presentase
tersebut, 19,2% anak pendek dan 18,0% Tabel 1
sangat pendek. Prevalensi stunting ini Distribusi Frekuensi Stunting Diwilayah
mengalami peningkatan dibandingkan hasil Kerja Puskesmas Banja Laweh
Riskesdas tahun 2010 yaitu sebesar 35,6%,
Sebanyak 14 provinsi termasuk kategori No Kejadian Frekuen %
berat, dan sebanyak 15 provinsi termasuk Stunting si
kategori serius (Riskesdas 2013). 1 Tidak 98 53,3
Di Sumatera Barat tercatat stunting
penderita stunting sebanyak 32,8% atau 2 Sunting 86 46,7
berada di atas toleransi maksimal angka Jumlah 184 100
stunting yang ditetapkan WHO sebesar 20% Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat
atau seperlima dari jumlah anak . dari 184 responden terdapat 98 (53,3%)
Sedangkan di kabupaten 50 kota yang berada pada tinggi badan normal.
berdasarkan data dari dinas kesehatan,
prevalensi angka kejadian stunting tertinggi
berada diwilayah kerja puskesmas Banja

77
Shantrya Dhelly Susanty| Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-59 Bulan
(76-83)

Tabel 2 Analisis Bivariat


Distribusi Frekuensi ASI Eklusif Di Wilayah
Kerja Puskesmas Banja Laweh Tabel 5
Hubungan Asi Eklusif Dengan Kejadian
No ASI Frekuen % Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Banja
Eklusif si Laweh
1 Tidak ASI 125 67,9
eklusif
2 ASI 59 32,1
Eklusif
Jumlah 184 100
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat
dari 184 responden terdapat 125 (67,9%)
yang tidak ASI eklusif.

Tabel 3 Hasil analisa hubungan antara ASI


Distribusi Frekuensi Konsumsi Gizi Ibu Eklusif dengan kejadian Stunting : dari 125
Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Banja ibu yang tidak memberikan ASI Eklusif,
Laweh terdapat 77 (61,6%) balita yang mengalami
stunting, sedangkan dari 59 ibu yang
No Konsumsi Frekue % memberikan ASI eklusif, terdapat 9 (15,3%)
Gizi Ibu nsi balita yang mengalami stunting.
Hamil Dengan uji statistik diperoleh nilai p
1 Tidak 96 52.2 = 0,0005 maka dapat disimpulkan bahwa
Baik ada hubungan antara ASI Eklusif dengan
2 Baik 88 47,8 kejadian Stunting di wilayah kerja
Jumlah 184 100 Puskesmas Banja Laweh . Dengan perolehan
nilai OR = 8,912 artinya ibu yang tidak
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat
memberikan ASI Eklusif memiliki peluang
dari 184 responden terdapat 96 (52,2%)
8,9 kali untuk Stunting dibandingkan
responden yang memiliki konsumsi gizi ibu
dengan ibu yang memberikan ASI Eklusif.
hamil tidak baik.
Menurut widuri (2013), ASI eklusif
adalah air susu ibu yang wajib diberikan
Tabel 4
atau disusukan kepada bayi yang baru lahir
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Gizi Ibu
sampai bayi berusia 6 bulan, tampa
Di Wilayah Kerja Puskesmas Banja Laweh
diberikan tambahan apapun pada bayi
tersebut. Selama ASI eklusif ibu tidak perlu
No Pengetahu Frekue %
memberikan tambahan apapun bagi bayi,
an Gizi Ibu nsi
baik air putih, sari buah, maupun susu
1 Tidak Baik 87 47,3 formula. Selama 6 bulan pertama bayi benar
2 Baik 97 52,7 – benar mendapat air susu ibu saja. Air susu
Jumlah 184 100 ibu yang di berikan secara eklusif tersebut
Berdasarkan tabel 5.4 dapat di lihat banyak mengandung zat gizi yang
dari 184 responden terdapat 97 (52,7%) bermanfaat bagi bayi, karena kurang lebih
responden dengan pengetahuan gizi tidak dihari 1-3 air susu ibu itu mengandung
baik. kolostrum. Kolostrum sangat bermanfaat
bagi bayi.
Menurut Arifin (2012), menyatakan
bahwa faktor risiko kejadian stunting pada
anak usia 6 sampai 59 bulan adalah berat
saat lahir, asupan gizi balita, pemberian ASI,
riwayat penyakit infeksi, pengetahuan gizi
ibu, pendapatan keluarga, dan jarak
Shantrya Dhelly Susanty| Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-59 Bulan
(76-83)

kelahiran serta dari beberapa faktor Tabel 6


tersebut faktor yang paling dominan Hubungan Konsumsi Gizi Ibu Saat Hamil
menyebabkan stunting adalah pemberian Dengan Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja
ASI eksklusif. Puskesmas Banja Laweh
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Rahmad dkk (2013). Di kota
banda aceh dengan menggunakan desain
chi-square yang menunjukkan bahwa
proporsi anak balita yang mengalami
stunting terjadi pada balita yag tidak
diberikan ASI eklusif terlihat dari nilai p=
0,0002 (p< 0,05) hal ini berarti kejadian
stunting pada anak balita di kota banda aceh
disebabkan oleh pemberian Asi yang tidak
eklusif. Dengan nilai OR 4,2 (CI 95%; 1,8 – Hasil penelitian diperoleh bahwa
10,0) artinya anak balita yang tidak ASI konsumsi ibu hamil yang tidak baik terdapat
eklusif mengalami stunting beresiko 4 kali 66,7% balita stunting. Jumlah ini jauh lebih
lebih besar di banding dengan anak yang besar di bandingkan dengan konsumsi gizi
mendapatkan ASI eklusif. ibu hamil yang baik hanya 25,0% balita
Penelitian ini tidak sejalan dengan stunting. Dengan nilai p =0,0005 dan nilai
penelitian vaozia (2016). Di desa menduran OR = 6,000. Yang artinya ibu yang tidak
kecamatan brati kabupaten grobongan mengkonsumsi gizi yang baik saat hamil
dengan menggunakan desain case control memiliki peluang 6 kali belih beresiko untuk
yang menunjukan bahwa riwayat mendapatkan balita yang stunting.
pemberian ASI eklusif bukan merupakan Menurut Fikawati (2015),
faktor risiko kejadian stunting pada balita. kehamilan merupakan salah satu investasi
Dengan persentase balita yang tidak ASI yang perlu dipersiapkan, dalam proses ini
eklusif sebanyak 44,4% pada kelompok gizi memiliki peran penting untuk
kontrol dan 66,7% pada kelompok kasus. menunjang pertumbuhan dan
Menurut asumsi peneliti adanya perkembangan janin. Studi membuktikan
hubungan ASI eklusif dengan kejadian bahwa ibu dengan status gizi kurang dapat
stunting pada balita di wilayah Kerja menyebabkan gangguan pertumbuhan
Puskesmas Baja Laweh tahun 2019. janin, melahirkan bayi dengan berat badan
Ditemukannya dari 125 responden yang lahir rendah dan selanjutnya dapat
tidak memberikan ASI eklusif terdapat 77 berdampak pada malnutrisi antar generasi.
balita yang mengalami stunting, hal ini di Selama proses kehamilan kebutuhan energi
buktikan dengan ditemukan nya balita yang dan zat gizi ibu meningkat seiring
stunting memiliki TB/U 84,92 cm, yang bertambahnya usia kehamilan. Ibu di
seharusnya balita pada usia tersebut anjurkan untuk menerapkan pola makan
memiliki tinggi badan rata – rata 93,72 cm gizi seimbang dan mengkonsumsi sesuai
menurut standar TB/U dari Kemenkes RI. dengan anjuran dari angka kebutuhan gizi
Hal ini di sebabkan balita yang mengalami (AKG).
stunting berasal dari ibu yang semasa Menurut penelitian Nurlenika
hamilnya memiliki konsumsi gizi yang tidak (2017), di puskesmas Wonosari Gunung
baik. Serta kurangnya kesadaran ibu Kidul menyatakan bahwa ada hubungan
tentang pentingnya ASI eklusif selama 6 asupan yodium pada ibu hamil dengan
bulan bagi tumbuh kembang balita. kejadian stunting pada balita. Dengan nilai
Sebaiknya ibu memeperhatikan asupan gizi signifikacy p = 0,001 dan nilai koefisien
mulai dari masa kehamilan sampai 0,393.
pemberian ASI eklusif pada balita, agar Menurut penelitian Ernawati dkk
terhindar dari resiko kejadian stunting (2013), di Kabupaten Bogor meneytakan
bahwa ibu hamil yang mengkonsumsi

79
Shantrya Dhelly Susanty| Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-59 Bulan
(76-83)

protein di bawah rata –rata (< 58%AKG) Hasil penelitian diperoleh bahwa ibu
memiliki 1,6 kali beresiko untuk yang memiliki gizi tidak baik terdapat
mempunyai anak stunting di usia 12 bulan. 70,1% balita yang stunting. Jumlah ini jauh
Menurut penelitian Syafa’ah (2013), lebih besar dibandingkan dengan ibu yang
di Puskesmas Bendo Sari Kabupaten mempunyai pengetahuan gizi yang baik
Sukoharjo, menyatakan bahwa ada hanya terdapat 25,8% balita yang stunting.
hubungan yang signifikan antara asupan fe Dengan nilai p= 0,0005 dan OR 6,757
ibu hamil dengan panjang badan lahir artinya ibu yang memiliki pengetahuan gizi
pendek (stunting). Diperoleh nilai p = 0,000 yang tidak baik memiliki peluang 6,7 kali
dan OR 0,567 dengan uji regresi tunggal lebih besar untuk resiko kejadian Stunting
bahwa asupan fe lebih besar memberikan dibandingkan dengan ibu yang memiliki
pengaruh terhadap panjang badan lahir pengetahuan gizi yang baik.
pendek yaitu sebesar 56,7%. Pengetahuan gizi ibu merupakan
Menurut asumsi peneliti adanya salah satu faktor yang menentukan
hubungan antara konsumsi gizi ibu saat konsumsi pangan seseorang. Orang yang
hamil yang tidak baik dengan kejadian mempunyai pengetahuan gizi yang baik
stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Banja akan mempunyai kemampuan untuk
Laweh tahun 2019. Ditemukannya dari 96 menerapkan pengetahuan gizi dalam
responden yang memiliki status gizi yang pemilihan dan pengolahan pangan sehingga
tidak baik di saat hamil terdapat sebanyak dapat diharapkan asupan makanannya lebih
64 balita yang mengalami stunting. Hal ini di terjamin, baik dalam menggunakan alokasi
buktikan dengan ditemukan nya balita yang pendapatan rumah tangga untuk memilih
stunting memiliki TB/U 84,44 cm, yang pangan yang baik dan mampu
seharusnya balita pada usia tersebut memperhatikan gizi yang baik untuk
memiliki tinggi badan rata – rata 93,39 cm anaknya, serta pengetahuan orang tua
menurut standar TB/U dari KEMENKES RI. tentang gizi dapat membantu memperbaiki
Hal ini di sebabkan karena ibu kurang status gizi pada anak untuk mencapai
mengkonsumsi makanan yang mengandung kematangan pertumbuhan (Gibney dkk,
nilai gizi yang tinggi sejak masa kehamilan. 2009 : Salman et, al. 2017).
Seperti kurangnya konsumsi protein, Hasil penelitian ini sejalan dengan
yodium, dan tablet fe selama hamil. penelitian Ni’mah (2015), di wilayah kerja
Sehingga janin mngalami perkembangan puskesmas Tanah Kali Surabaya dengan uji
yang tidak sesui dengan usia kehamilan chi-square yang menunjukkan bahwa ibu
yang seharusnya. Sebaiknya ibu balita stunting (61,8%) memiliki
mengkonsumsi makanan yang mempunyai pengetahuan gizi yang lebih rendah
nilai gizi tinggi seperti konsumsi zat gizi dibandingkan dengan balita normal.
mikro dan makronutrien sejak dari awal pengetahuan gizi ibu merupakan faktor
kehamilan. Agar anak terhindar dari resiko yang berhubungan dengan kejadian stunting
kejadian stunting. pada balita didapatkan nilai p = 0,015
dengan OR 3,877.Yang artinya ibu yang
Tabel 7 berpengetahuan rendah memiliki 3,8 kali
Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu Dengan beresiko balita stunting dibandingkan
Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja dengan ibu yang memiliki pengetahuan gizi
Puskesmas Banja Laweh yang baik.
Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian Salman dkk (2017) di
kecamatan talang jaya kabupaten gorontal
dengan desain chi-square yang menayatakan
bahwa semakin baik pengethuan gizi ibu
maka semakin baik pula status gizi anak
balitanya. Sebaliknya jika pengetahuan gizi
ibu buruk maka status gizi balitanya juga
akan buruk. Dengan α = 0,1 didapatkan nilai
Shantrya Dhelly Susanty| Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-59 Bulan
(76-83)

X2 hitung lebih Kecil dari X2 tabel maka 2. Diketahui distribusi frekuensi ASI eklusif
tidak ada hubungan antara pengetahuan gizi di wilayah Kerja Puskesmas Banja Laweh
ibu dengan kejadian stunting pada balita. tahun 2019 dari 184 responden terdapat
Menurut asumsi peneliti adanya 125 (67,9%) balita yang tidak ASI eklusif.
hubungan pengetahuan gizi ibu dengan 3. Diketahui distribusi frekuensi gizi ibu
kejadian stunting pada balita diwilayah hamil di wilayah Kerja Puskesmas Banja
kerja Puskesmas Banja Laweh tahun 2019. Laweh tahun 2019 dari 184 responden
Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya terdapat 96 (52,2%) konsumsi ibu yang
balita yang stunting memiliki TB/U 85,54 tidak baik di saat hamil.
cm yang seharusnya balia pada usia 4. Diketahui distribusi frekuensi
tersebut memiliki tinggi badan rata – rata pengetahuan gizi ibu di wilayah Kerja
93,27 cm menurut standar TB/U dari Puskesmas Banja Laweh tahun 2019 dari
KEMENES RI. Pengetahuan gizi ibu sangat 184 responden terdapat 97 (52,7%)
menentukan status gizi pada balita, karena pengetahuan gizi ibu sudah baik.
ibu yang mempunyai pengetahuan tentang 5. Diketahui adanya hubungan ASI eklusif
gizi yang baik jauh lebih mengerti untuk terhadap kejadian stunting (61,6%)
memperhatikan makanan yang akan di dengan pvalue 0,0005 dan OR = 8,912
konsumsi oleh anaknya. Pengetahuan ibu 6. Diketahui adanya hubungan konsumsi
yang sudah baik tentang gizi tidak gizi ibu hamil terhadap kejadian stunting
menjamin untuk anaknya tidak stunting, (66,7%) dengan pvalue 0,0005 dan OR =
karena lebih dari sebagian ibu yang 6,000
mempunyai pengetahuan baik tentang gizi 7. Diketahui adanya hubungan
tidak menerapkan kepada anaknya untuk pengetahuan gizi ibu terhadap kejadian
mengkonsumsi dan mengolah makanan stunting (70,1%) dengan pvalue 0,0005
yang memiliki nilai gizi tinggi, sehingga ibu dan OR = 6,757.
membiarkan anaknya memakan apa saja
yang diinginkan oleh anak dan tidak Ucapan Terimakasih
memperhatikan gizi apa yang dibutuhkan Terima kasih diucapkan kepada
untuk pertumbuhan anak. Puskesmas Banja Laweh, Universitas Fort
Hal ini tidak menutup kemungkin de Kock, dan kepada tim pembantu
bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan penelitian.
yang baik tentang gizi memiliki resiko untuk
mendapatkan anak yang stunting. REFERENSI
Seharusnya ibu yang sudah memiliki
pengetahuan yang baik tentang gizi lebih Anisa, P. (2012). Faktor - faktor yang
pemperhatikan dan menerapakan makanan berhubungan dengan kejadian
apa yang seharusnya di konsumsi mulai dari stunting pada balita usia 25-60 bulan
masa kehamilan sampai anak diberikan ASI dikelurahan kalibaru Depok . Depok :
eklusif dan dan memantau pertumbuhan Universitas Indonesia Kesehatan
anak secara dini. Masyarakat .
Al-Rahmad,H.A., Miko,A., & Hadi,A.(2013).
SIMPULAN Kejadian stunting pada anak balita
Berdasarkan hasil penelitian yan ditinjau dari pemberian asi
dilakukan yang dilakukan terhadap 184 eklusif,MP-ASI, status imunisasi dan
responden diwilayah kerja puskesmas Banja karakteristik keluarga. Aceh :
Laweh tahun 2019, dapat disimpulan Poltekes Kemenkes.
sebagai berikut : Dalimunthe, S. M. (2014). Faktor risiko
1. Diketahui distribusi frekuensi kejadian stunting pada anak umur 6-24 bulan
stunting di wilayah Kerja Puskesmas dikecamatan penanggalan kota
Banja Laweh tahun 2019 dari 184 Subulussam provinsi Aceh . Medan :
responden terdapat 98 (53,3%) balita STIKes Helvetia .
yang tidak mengalami stunting. Enawati,F., Rosmalina,Y., & Permanasari, Y.
(2013). pengaruh asupan protein ibu

81
Shantrya Dhelly Susanty| Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-59 Bulan
(76-83)

hamil dan panjang badan bayi lahir Universitas Indonesia Fakultas


terhadap kejadian stunting pada Kesehatan Masyarakat.
anak usia 12 bulan. Bogor : Pusat Palino, I. L., Masjid, R., & Ainurafiq. (2016).
Teknologi Terapan Kesehatan. Determinan kejadian stunting pada
Fikawati, S., Syafiq, A., & Karima, K. (2015). balita usia 12-59 bulan diwilayah
Gizi Ibu Dan Bayi. Jakarta: PT Raja kerja Puskesmas Pauwatu Kota
Grfindo Persada. Kediri . Kediri: Universitas Halu Eleo
Hanum, F. (2014). Hubungan tinggi badan Fakultas Kesehatan Masyarakat.
ibu,konsumsi pangan dan status gizi Pormes, W. E., Rompas, S., & Ismanto, A. Y.
pada balita . Bogor : Institut (2014). Hubungan pengetahuan
Pertanian Bogor. orang tua tentang gizi di TK perdang
Hapsari, W. (2018). Hubungan pendapatan Manado. Manado: Universitas Sam
keluarga, pengetahuan ibu tentang Ratulangi Fakultas Kedokteran .
gizi, tinggi badan orang tua, tingkat Riskesdas, (2013). Status gizi anak balita.
pendidikan ayah dengan kejadian Rochmawati, Marleniwati, & Waliyo, E.
stunting pada ank umur 12-59 bulan . (2016). Gizi kurus (wasting) pada
Surakarta: Fakultas Kedokteran . balita di Wilayah kerja Puskesmas
Lamid, A. (2015). Masalah kependekan Kota Pontianak. Pntianak :
(stunting) pada anak balita : analisis Universitas Muhammadyah Fakultas
prospek penanggunalangannya di Ilmu Kesehatan.
Indonesia. Bogor: PT IPB Press. Ruhana, A. Istikomah, N., & Prijadi, B.
Lestari, W., Margawati, A., & Rahfiludin, M. (2016). pengaruh waktu terhadap
(2014). Faktor risiko stunting pada asam amino turin pada ASI. Cilendek:
anak umur 6-24 bulan di kecamatan Universitas Brawijaya Fakultas
Penanggalan kota Subulussam Kedokteran.
provinsi Aceh. Subulussam: STIKes Salman, Arbie, F. Y., & Humalungo, Y. (2017).
Helvetia Medan. Hubungan pengetahuan gizi ibu
M.thaha, I. l. (2010). Peran mikronutrien dengan kejadian stunting pada anak
dalam perbaikan kualitas imunitas balita. Gorontalo : Politeknik
penderita multi drug resisten TB. Kesehatan.
Unas Fakultas Kesehatan Siagian, A. (2010). Epidemiologi Gizi. Medan:
Masyarakat. PT Erlangga .
Ni'mah, C., & Muniroh, L. (2015). Hubungan Syafa'ah,H., (2016). hubungan status gizi dan
tingkat pendidikan ,tingkat asupan gizi ibu hamil trisemester
pengetahuan dan pola asuh ibu IIIdengan panjang bayi lahir.
wasting dan stunting pada balita Surakarta : Universitas
keluarga miskin. Surabaya: Muhammadiyah Fakultas ilmu
Universitas Air Langga Fakultas kesehatan.
kesehatan Masyarakat. Vaozia, S., & Nuranto. (2016). faktor risiko
Ni'mah, K., & Nadiroh, S. R. (2015). Faktor kejadian stunting pada anak usia 1-3
yang berhubungan dengan kejdian tahun. Grobongan: Universitas
stunting pada balita. Surabaya: Diponegoro Fakultas Kedokteran.
Universitas Airlangga Fakultas Welina, W. F., Martha, Katasurya, &
Kesehatan Masyarakat. Rafilludin, M. (2016). faktor risiko
Nurlenika. (2017). hubungan asupan garam stunting pada anak umur 12-14
beryodium pada ibu saat hamil bulan. Semarang: Universitas
dengan kejadian stunting pada balita Diponegoro Fakultas Kesehatan
usia 24-59 bulan. Yogyakarta : Masyarakat.
Universitas 'Aisyyah Fakultas Ilmu WHO. (2014). Penurunan Jumlah stunting
Kesehatan. pada anak dibawah lima tahun.
Oktariana, Z., & Sudarti, T. (2013). Faktor Widuri, H. (2013). Cara mengelola ASI
risiko kejadian stunting pada balita eklusif bagi ibu bekerja. Gosyen Publising.
(24-59 bulan) di Sumatera. Depok :
Shantrya Dhelly Susanty| Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-59 Bulan
(76-83)

Wijayanti, R. D., & Sumarmi, S. (2016). Yusrina, A., & Devy, S. R. (2016). Faktor yang
Pertumbuhan anak dari ibu yang mempengaruhi niat ibu memberikan ASI
yang mendapatkan suplemen anti eklusif. Surabaya : Universitas Airlangga
mikronutrien dan anak dari ibu yang Fakultas Kesehatan Masyarakat.
mendapatkan suplemen besi float
selama hamil. Probolinggo:
)
Universitas Airlangga Fakultas
Kesehatan Masyarakat.

83

Anda mungkin juga menyukai