LAPORAN PRAKTIKUM
DOSEN PENGAMPU:
OLEH
JURUSAN FISIKA
2020
A. TUJUAN
Mengamati sinyal dalam domain waktu dan domain frekuensi dengan menggunakan
library FFT
B. LANDASAN TEORI
2.1 Transformasi Fourier
Satu bentuk transformasi yang umum digunakan untuk merubah sinyal dari domain
waktu ke domain frekuensi adalah dengan transformasi Fourier:
∞
X ( ω )=∫ x ( t ) e
− jωt
dt (1)
−∞
Persamaan ini merupakan bentuk transformasi Fourier yang siap dikomputasi secara
langsung
dari bentuk sinyal x(t). Sebagai contoh, anda memiliki sinyal sinus dengan frekuensi 5 Hz
dan amplitudo 1 Volt. Dalam domain waktu anda akan melihat seperti pada Gambar 1 bagian
atas. Sementara dalam domain frekuensi akan anda dapatkan seperti pada bagian bawah.
Untuk memperoleh hasil seperti gambar tersebut anda dapat memanfaatkan library fft yang
tersedia pada Matlab.
C. PERALATAN
PC multimedia yang sudah dilengkapi dengan OS Windows
Perangkat Lunak Matlab yang dilengkapi dengan Tool Box DSP
D. PROSEDUR KERJA
4.1. Fenomena Gibb
1. Membangkitkan sebuah sinyal sinus dengan cara seperti berikut
%File name: fen_Gibb.m
t=-3:6/1000:3;
N=input('Jumlah sinyal ');
c0=0.5;
w0=pi;
xN=c0*ones(1,length(t));
for n=1:2:N
theta=((-1)^((n-1)/2)-1)*pi/2;
xN = xN + 2/n/pi*cos(n*w0*t +theta);
end
plot(t,xN)
xlabel('waktu')
ylabel('x(t)')
2. Menjalankan lagi program dengan cara memberi jumlah masukan sinyal yang berbeda,
misalnya 3, 5, 7, dst. Apa yang akan didapatkan?
3. Dari langkah percobaanini, fenomena apa yang didapatkan tentang sinyal persegi ?
Apa kaitannya dengan sinyal sinus?
>> fenomena_Gibb
jumlah sinyal=3
>> fenomena_Gibb
jumlah sinyal=5
>> fenomena_Gibb
jumlah sinyal=7
Pembahasan:
Puncak dari ketiga grafik cenderung konstan, kurang lebih sama dengan total nilai 9%
melompat. Dari percobaan diatas dengan perubahan jumlah sinyal yang semakin banyak,
menunjukka bahwa jika jumlah sinyal masukan semakin banyak, maka sinyal persegi
yang terbentuk dari penjumlahan sinyal sinus akan semakin banyak jumlah sinyal.
Sehingga semakin banyak sinyal sinus yang dijumlahkan, gelombang yang terbentuk
dari sinyal mendekati sempurna membentuk persegi.
Fs=100;
t=(1:100)/Fs;
f=5;
s=sin(2*pi*f*t);
subplot(2,1,1)
plot(t,s)
xlabel('time')
S=fft(s,512);
w=(0:255)/256*(Fs/2);
subplot(2,1,2)
plot(w,abs(S(1:256)))
xlabel('frequency')
sinyal tunggal f = 5
sinyal tunggal f = 5 A = 2
Fs=100;
t=(1:100)/Fs;
f=5;A=2;
s=A*sin(2*pi*f*t);
subplot(2,1,1)
plot(t,s)
xlabel('time')
S=fft(s,512);
w=(0:255)/256*(Fs/2);
subplot(2,1,2)
plot(w,abs(S(1:256)))
xlabel('frequency')
Sinyal tunggal f = 10 A = 4
Fs=100;
t=(1:100)/Fs;
f=10;A=4;
s=A*sin(2*pi*f*t);
subplot(2,1,1)
plot(t,s)
xlabel('time')
S=fft(s,512);
w=(0:255)/256*(Fs/2);
subplot(2,1,2)
plot(w,abs(S(1:256)))
xlabel('frequency')
Sinyal tunggal f = 20 A = 5
Fs=100;
t=(1:100)/Fs;
f=20;A=5;
s=A*sin(2*pi*f*t);
subplot(2,1,1)
plot(t,s)
xlabel('time')
S=fft(s,512);
w=(0:255)/256*(Fs/2);
subplot(2,1,2)
plot(w,abs(S(1:256)))
xlabel('frequency')
Pembahasan:
Pada pengamatan frekuensi sinyal tunggal, bentuk sinyal akan berubah sejalan dengan
diubahnya nilai frekuensi dan amplitudonya. Jika nilai amplitudo makin besar, maka
gelombang akan semakin rapat. Pergeseran puncak pada grafik kedua, menunjukkan
besarnya frekuensi tunggal.
Fs=100;
t=(1:400)/Fs;
f1=1;
s1=(2/pi)*sin(2*pi*f1*t);
f2=10;
s2=(2/3/pi)*sin(2*pi*f2*t);
s=s1+s2;
subplot(2,1,1)
plot(t,s)
xlabel('time')
S=fft(s,512);
w=(0:255)/256*(Fs/2);
subplot(2,1,2)
plot(w,abs(S(1:256)))
xlabel('frequency')
Kombinasi 2 sinyal f2 = 20
Fs=100;
t=(1:400)/Fs;
f1=1;
s1=(2/pi)*sin(2*pi*f1*t);
f2=20;
s2=(2/3/pi)*sin(2*pi*f2*t);
s=s1+s2;
subplot(2,1,1)
plot(t,s)
xlabel('time')
S=fft(s,512);
w=(0:255)/256*(Fs/2);
subplot(2,1,2)
plot(w,abs(S(1:256)))
xlabel('frequency')
Kombinasi 2 sinyal f2 = 25
Fs=100;
t=(1:400)/Fs;
f1=1;
s1=(2/pi)*sin(2*pi*f1*t);
f2=25;
s2=(2/3/pi)*sin(2*pi*f2*t);
s=s1+s2;
subplot(2,1,1)
plot(t,s)
xlabel('time')
S=fft(s,512);
w=(0:255)/256*(Fs/2);
subplot(2,1,2)
plot(w,abs(S(1:256)))
xlabel('frequency')
Pembahasan:
Hasil percobaan diatas, menunjukkan bahwa semakin besar nilai f2nya maka akan semakin
rapat grafik sinus penjumlahannya. Sehingga gelombang sinus yang terbentuk mendekati
sempurna. Puncak grafik kedua pada masing – masing percobaan menunjukkan besar
frekuensinya.
Fs=100;
t=(1:400)/Fs;
f1=1;
s1=(2/pi)*sin(2*pi*f1*t);
f2=3;
s2=(2/3/pi)*sin(2*pi*f2*t);
f3=5;
s3=(2/5/pi)*sin(2*pi*f3*t);
f4=7;
s4=(2/7/pi)*sin(2*pi*f4*t);
s=s1+s2+s3+s4;
subplot(2,1,1)
plot(t,s)
xlabel('time')
S=fft(s,512);
w=(0:255)/256*(Fs/2);
subplot(2,1,2)
plot(w,abs(S(1:256)))
xlabel('frequency')
Pengubahan f2 = 10. F3 = 20, f4 = 30
Fs=100;
t=(1:400)/Fs;
f1=1;
s1=(2/pi)*sin(2*pi*f1*t);
f2=10;
s2=(2/3/pi)*sin(2*pi*f2*t);
f3=20;
s3=(2/5/pi)*sin(2*pi*f3*t);
f4=30;
s4=(2/7/pi)*sin(2*pi*f4*t);
s=s1+s2+s3+s4;
subplot(2,1,1)
plot(t,s)
xlabel('time')
S=fft(s,512);
w=(0:255)/256*(Fs/2);
subplot(2,1,2)
plot(w,abs(S(1:256)))
xlabel('frequency')
e. Pengamatan Frekuensi Pada Kombinasi 6 Sinyal
Fs=100;
t=(1:200)/Fs;
f1=1;
s1=(2/pi)*sin(2*pi*f1*t);
f2=3;
s2=(2/3/pi)*sin(2*pi*f2*t);
f3=5;
s3=(2/5/pi)*sin(2*pi*f3*t);
f4=7;
s4=(2/7/pi)*sin(2*pi*f4*t);
f5=9;
s5=(2/9/pi)*sin(2*pi*f5*t);
f6=11;
s6=(2/11/pi)*sin(2*pi*f6*t);
s=s1+s2+s3+s4+s5+s6;
subplot(2,1,1)
plot(t,s)
xlabel('time')
S=fft(s,512);
w=(0:255)/256*(Fs/2);
subplot(2,1,2)
plot(w,abs(S(1:256)))
xlabel('frequency')
f. Pengamatan Frekuensi Pada Sinyal Audio
Figure 1
Figure 2
Perubahan pada
plot((abs(Y(1:4000))))
clear all;
[y,Fs]=wavread('iya gtu deh.wav');
Fs=16000;%nilai default Fs=16000
sound(y,Fs)
figure(1)
plot(y)
figure(2)
Y=fft(y);
plot((abs(Y(1:4000))))
Figure 1
Figure 2
F. Analisis
a. Pada percobaan fenomena gibbs yaitu pada deret fourier yang banyak digunakan utnuk
mneghampiri suatu fungsi periodic dan terintegralkan rieman di selang periodesasinya, tetapi
akan muncuk masalah ketika fungsinya memiliki titik diskontinuitas, ketika fouriernya
mengalami kelebihan dan kekurangan disekitar titik diskontinuitasnya.
b. Hubungan antara sinyal sinus dengan sinyal persegi adalah sinyal persegi terbentuk dari
penjumlahan sinyal sinus. Semakin banyak sinyal sinus yang dijumlahkan akan semakin rapat
sinyalnya. Sehingga, sinyal persegi yang terbentuk semakin mendekati sempurna.
c. Sinyal persegi tidak langsung digunakan memodulasi carrier karena sinyal carrier yang
dipilih harus sesuai dengan sinyal transmisi yang dipakai.
d. Mengamati audio
G. SIMPULAN
1. Semakin banyak jumlah sinyal yang ada, maka semakin banyak ripple yang terbentuk dan
bentuk sinyal persegi semakin mendekati sempurna.
2. Pada frekuensi sinyal tunggal, semakin besar nilai amplitudo dan frekuensinya, maka akan
semakin rapat gelombangnya.
3. Pada frekuensi kombinasi 2 sinyal, semakin besar nilai f2nya, maka akan semakin mendekati
sempurna bentuk gelombang sinusnya.