Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA BERAT (CKB)

Dosen pembimbing: Ns. Yannie M. Tail, S.Kep.,M.Kep

DISUSUN OLEH:

WISYE SANCES MARAYATE

201702088A

YAYASAN PEMEBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SORONG

2021
LAPORAN PENDAHULUAB
CEDRA LEPALA BERAT

1. DEFINSI
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala
paling sering dan penyakit neurologik yang serius di antara penyakit nuerologik dan
merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Brunner & Suddarth’s,
2002 )
Trauma / cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Trauma kapitis merupakan akibat kecelakaan baik kecelakaan lalu-lintas maupaun
kecelakaan lain seperti terjatuh, kejatuhan benda keras atau kecelakaan kerja.

2. ETIOLOGI
Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya :

a. oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak missal : kecelakaan,
dipukul, terjatuh dan luka tembak.
b. Trauma saat lahir missal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.

3. PATOFISIOLOGI
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya
kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah,  perdarahan, edema dan
gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat perubahan permeabilitas
vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat di golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala
primer dan cedera kepala sekunder.  Cedera kepala primer merupakan suatu proses
biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi
dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada
masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat
( fokal ) local, maupun difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada
bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan
difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya
bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma, misalnya Epidural Hematom yaitu
adanya darah di ruang Epidural diantara periosteum tengkorak dengan durameter,
subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan sub
arakhnoit dan intra cerebal hematom adalah berkumpulnya darah didalam jaringan
cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi karena
gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral
dan berakhir pada iskemia jaringan otak.(Tarwoto, 2007).

4. PATHWAY

Kecelakaan lalu lintas , Kecelakaan kerja, Kecelakaan olahraga


Jatuh, Trauma benda Kecelakaan rumah Trauma tembak dan
tumpul/tajam tangga pecahan bom .

Cedera Kepala

Terjadi benturan
Cidera kepala Cidera kepala benda asing
otak primer otak sekunder

Kontusio serebri Terdapat luka di kepala


Kerusakan sel otak

Gangguan
autoregulasi Rangsangan simpatis Rusaknya bagian kulit
kepala

gangguan metabolisme
Tahanan vaskuler sistemik & TD
meningkat Kerusakan
Asam laktat meningkat integritas jaringan
kulit
udem otak volume intrakranial meningkat

Ketidakefektifan perfusi Tekanan hidrostatik


Jaringan serebral

Kebocoran cairan kapiler

Oedema paru

Ketidakefektifan panbersihan
Penumpukan secret / cairan
jalan nafas

dispnea

Ketidakefektifan pola napas


5. MANIFESTASI KLINIK
Cedera kepala berat memiliki beragam gejala yang memengaruhi fisik maupun
psikologi penderitanya. Gejala-gejala tersebut meliputi:
a. Sulit berbicara
b. Memar dan bengkak di sekitar kedua mata atau di sekitar telinga.
c. Gangguan pada pancaindra, seperti kehilangan pendengaran atau mengalami
penglihatan ganda.
d. Muntah terus-menerus dan menyebur.
e. Sulit untuk dibangunkan
f. Bila fraktur, mungkin adanya caoran serebropinal yang keluar dari telinga atau
hidung. Bila fraktur tulang temporal.
g. Peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi nadi, peningkatan pernapasan.
h. Kejang.
i. Kehilangan kesadaran
j. Amnesia

6. KOMPILAKSI
a. Perdaraham intracranial
b. Kejang
c. Parese saraf cranial
d. Meningitis atau abses otak
e. Infeaksi pada luka atau sepsis
f. Edema cerebri
g. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peningkatan TIK
h. Kebeocoran cairan serebrospinal
i. Nteri kepala stelah penderita sadar.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.
b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi,  perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
c. MRI, untuk mendapatkan gambaran otak secara detail. Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan setelah kondisi pasien stabil
d. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
e. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
f. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
g. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
h. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.

8. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera
otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi atau
hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak. Pengatasan nyeri yang adekuat juga
direkomendasikan  pada pendertia cedera kepala (Tunner, 2000)
Penatalaksanaan umum adalah:
a. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
b. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
c. Berikan oksigenasi
d. Awasi TD
e. Lakukan resusitasi jantung paru ketika terjadi henti nafas dan henti jantung
f. Memberikan cairan infus ketika untuk mencegah syok hipopolemik akibat perdarahan.
g. Membebat tulang yang retak atau patah.
h. Menghentikan perdarahan
i. Awasi kemungkinan munculnya kejang
j. Bila nyeri yang sangat hebat dokter dapat memberikan obat anti nyeri

9. PENCEGAHAN
Cedera kepala berat cenderung terjadi secara tiba-tiba. Namun, ada beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko cedera di bagian kepala. Hal-hal tersebut
meliputi:
1. Gunakan perlengkapan yang aman ketika beraktivitas atau berolahraga.
2. Pastikan rumah terbebas dari benda berbahaya yang dapat menyebabkan jatuh, seperti
barang yang berserakan di lantai atau karpet yang licin.
3. Pastikan rumah aman untuk anak-anak dan pastikan jendela atau balkon tidak
terjangkau oleh anak-anak.
4. Selalu gunakan helm ketika mengendarai motor dan pasanglah selalu sabuk
pengaman ketika mengendarai mobil
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
CEDERA KEPALA BERAT (CKB)

1. PENGAKJIAN
a. Pengkajian primer
1) Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi  pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan  benda asing, fraktur tulang
wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea. Dalam hal
ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan
memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan
ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
2) Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk  pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi : fungsi yang baik dari
paru, dinding dada dan diafragma.
3) Circulation dan hemorrhage control
a) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan
oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan
informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan
nadi.  
b) Kontrol Perdarahan
4) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil.
5) Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.  

b. Pengkajian sekunder
1) Identitas : nama, usia, jenis kelamin, kebangsaan/suku, berat  badan, tinggi
badan, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, anggota keluarga, agama.
2) Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
3) Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,  puandreplegia, ataksia, cara
berjalan tidak tegang.
4) Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
5) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan impulsif.
6) Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
7) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan
fungsi.
8) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope, kehilangan
pendengaran, gangguan pengecapan dan  penciuman, perubahan penglihatan
seperti ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma,  perubahan status mental,
konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
9) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
10) Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi
nafas berbunyi)
11) Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak, tonus
otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan
dalam regulasi suhu tubuh.
12) Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti,  bicara berulang-ulang.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan trauma kepala
b. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi cairan.
c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan cedera medulla spinalis
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuuan dan kriteria hasil Intervensi


keperawatan
1 a. Ketidakefektifan NOC: NIC:
perfusi jaringan  
serebral Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV dan
berhubungan selama 3 x 24 jam masalah kesadaran klien
dengan trauma teratasi dengan kriteria hasil : Rasional : Untuk
kepala 1. Tekanan darah dalam mengetahui keadaan
batas normal umum pasien sebagai
2. Bruit pembuluh darah standar dalam penentuan
besar tidak terdengar intervensi
Berkomunikasi dengan 2. Kaji karakkteristik nyeri (
jelas dan sesuai dengan intensitas lokasi ,
usia serta kemampuan frekuensi, dan faktor
3. Menunjukkan perhatian, mempengaruhi
konsentrasi dan orientasi Rasional : penurunan dan
kognitif tanda gejala neurulogis
4. Menunjukkan memori atau kegagalan dalam
jangka panjang dan saat pemulihan merupakan
ini awal pemulihan dalam
5. Mampu mengolah pemantauan TIK
informasi 3. Kaji CRT dan GCS
6. Mampu membuat Rasional : untuk
keputusan yang tepat. mengetahui tingkat
kesadaran dan potensial
peningkatan TIK
4. Kaji tanda peningkatan
TIK (Kaku kuduk, muntah
proyekti dan penurunan
kesadaran )
Rasional : untuk
mengetahui potensial
peningkatan TIK
5. Anjurkan orang terdekat
keluarga untuk bicara
dengan klien walaupun
hanya lewat sentuhan
Rasional : ungkapan
keluarga yang
menyenangkan memberi
efek penurunan TIK dan
efek relaksasi bagi klien
6. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi
obat-obat neurologis
Rasional : sebagai terapi
terhadap kehilangan
kesadaran

 
2 Ketidak efektifan NIC :
bersihan jalan nafas NOC: 1. Kaji Tanda Tanda Vital
berhubungan dengan Rasional : untuk
akumulasi cairan. Setelah dilakukan tindakan mengetahui tingkat
selama 1x 24 jam masalah perkembangan kesehatan
teratasi dengan kriteria hasil : pasien.
1. Kemudahan bernapas 2. Ajarkan tehnik batuk
2. Frekuensi dan irama efektif
pernapasan dalam batas Rasional : memudahkan
normal pasien mengeluarkan secret
Menunjukkan jalan napas 3. Auskultasi suara nafas
yang paten sebelum dan sesudah
tindakan suction
Rasional: adanya bunyi
nafas tambahan
menunjukkan adanya
gangguan pada sistem
pernafasan
4. Kaloborasi pemberian
terapi nebulizer
Rasional : Pemberikan terapi
nebulizer dapat menormalkan
kembali saluran pernafasan
yang terganggu akibat adanya
lendir

3 Ketidak efektifan pola NIC:


nafas berhubungan NOC: 1. Identifikasi etiologi atau
dengan cedera medulla Setelah dilakukan tindakan factor pencetus contoh
spinalis selama 3x 24 jam diharapkan kolaps spontan, trauma,
masalah teratasi dengan keganasan, infeksi
kriteria hasil: Rasional : Pemahaman
1. Kemudahan bernapas penyebab kolaps paru perlu
2. Menunjukkan jalan nafas untuk pemasangan selang
yang paten dada yang tepat dan memilih
3. Tanda – tanda vital tindakan terapeutik lain.
dalam batas normal 2. Evaluasi fungsi pernapasan,
cacat kecepatan atau
pernapasan serak, dispneu,
keluhan “lapar udara”,
terjadinya sianosis,
perubahan tanda vital.
Rasional : Distres
pernapasan dan perubahan
pada tanda vital dapat terjadi
sebagai akibat stress
fisiologi dan nyeri atau
dapat menunjukkan syok
sehubungan dengan hipoksia
atau perdarahan.
3. Auskultasi bunyi bapas
Rasional : adanya bunyi
nafas tambahan
menunjukkan tanda tanda
gangguan pada sistem
pernafasan
4. Pertahankan posisi
nyaman, biasanya dengan
peninggian kepala tempat
tidur
Rasional : Meningkatkan
inspirasi maksimal,
meningkatkan ekspansi paru
5. Kolaborasi pemberian
oksigen tambahan melalui
kanula/ masker sesuai
indikasi
Rasional : Alat dalam
menurunkan kerja napas;
meningkatkan penghilangan
distress respirai dan sianosis
sehubungan dengan
hipoksemia.
 
4 Kerusakan integritas 1. kaji kerusakan, ukuran
kulit berhubungan NOC: kedalaman, warna dan
dengan kerusakan Setelah dilakukan tindakan kondisi sekitar area luka
selama 3x 24 jam diharapkan
jaringan masalah teratasi dengan Rasional : untuk mengetahui
kriteria hasil: seberapa besar kerusakan
Integritas kulit membaik jaringan kulit
2. bersihkan dengan NCL atau
pembersihan non toksik
Rasional : agar tidak terjadi
inflamasi akibat dari cairan
pembersih luka
3. rawat luka dengan
pertahankan teknik steril
Rasional : mengurangi
resiko infeksi dan cegah
kerusakan jaringan semakin
luas
4. Bandingkan dan catat
perubahan luka
Rasional : mengertahui
adanya perubahan pada luka
5. dokumentasi lokasi, ukuran
dan penampilan luka
Rasional : sebagai bahan
acuan untuk intervensi
selanjutnya
6. Kolaborasi pemberian obat
antibiotik sesuai indikasi
Rasional: mebantu mecegah
terjadinya infeksi dan
penyebaran oragnisme ke
jaringan sekitar.

DAFTAR PUSTAKA
Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional Nanda,NIC – NOC 2015 jilid 2 dan jilid
3.
Nugroho, Critical Care Nursing, 2013
Ikawati Sulies, 2011 . Farmakterapi Sistem Syaraf Pusat Bursa Ilmu Yogyakarta
Marton,Gallow,Hudak, 2012.,Keperawatan Kritis Edisi 8 EGC,Jakarta

Anda mungkin juga menyukai