Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

MINGGU KE-2

ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK KEGAWATDARURATAN


MATERNAL NEONATAL PADA KEHAMILAN EKTOPIK
TERGANGGU (KET) DI RSUP PERSAHABATAN
JAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Asuhan Kebidanan


Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal

DISUSUN OLEH :
SHOPIATUN FATHONA
NIM. P0 1740522019

PEMBIMBING AKADEMIK :

ROLITA EFRIANI,SST,M.Keb.
NIP.199308272020122010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


PROGRAM PROFESI JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTKES BENGKULU
TAHUN AKADEMIK 2022/2023

HALAMAN PENGESAHAN

i
HALAMAN PENGESAHAN
ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK KEGAWATDARURATAN
MATERNAL NEONATAL PADA KEHAMILAN EKTOPIK
TERGANGGU (KET) DI RSUP PERSAHABATAN
JAKARTA

Disusun Oleh :
Shopiatun Fathona
NIM. P01740522019

Telah disetujui oleh pembimbing pada tanggal ....................

Menyetujui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Rolita Efriani,SST,M.Keb. Syamsiah,AMKeb.SKM


NIP.199308272020122010 NIP. 198111222005012001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Diah Eka Nugraheni, SST., M.Keb


NIP. 198012102002122002

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan ini.
Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas Praktik Asuhan
Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal. Laporan ini terwujud atas
bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :

1. Bunda Yuniarti, SST, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes


Kemenkes Bengkulu
2. Bunda Diah Eka Nugraheni, S.ST, M.Keb selaku Ketua Prodi Profesi Bidan
Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bengkulu
3. Bunda Rolita Efriani, SST, M.Keb. selaku dosen pembimbing akademik
4. Ibu Syamsiah, AMKeb.SKM selaku pembimbing lahan
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, penulis menyadari
bahwa penulisan laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir
kata, penulis berharap semoga laporan komprehensif ini bermanfaat bagi semua
pihak.

Bengkulu, Juni 2023

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………..... ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………….iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………iv
BAB I TINJAUAN TEORI
A. Konsep Kehamilan...........................................................................................1
B. Konsep Kehamilan Ektopik Terganggu...........................................................8
BAB II ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL
NEONATAL PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA
Asuhan kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Pada Bayi dengan
Asfiksia ...............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….16

iv
BAB I

TINJAUAN TEORI

A.Konsep Kehamilan

1. Definisi kehamilan

Ibu hamil adalah seorang wanita yang sedang mengandung yang dimulai
dari konsepsi sampai lahirnya janin. Kehamilan adalah waktu transisi, yaitu
masa antara kehidupan sebelum memiliki anak yang sekarang berada dalam
kandungan dan kehidupan nanti setelah anak itu lahir (Ratnawati,
2020).Kehamilan merupakan penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan
dilanjutkan dengan nidasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya
bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 9
bulan menurut kalender internasional. Maka, dapat disimpulkan bahwa
kehamilan merupakan bertemunya sel telur dan sperma di dalam atau diluar
Rahim dan berakhir dengan keluarnya bayi dan plasenta melalui jalan lahir
(Yulaikhah, 2019).

2. Tanda dan Gejala Kehamilan

Menurut Firman ( 2018 ; 102 ) tanda dan gejala kehamilan adalah :

a. Tanda pasti kehamilan

1) Denyut jantung janin terdengar

2) Teraba bagian-bagian janin dan gerakan janin

3) Telihat janin pada hasil USG

1
b. Tanda Kemungkinan Hamil

1) Uterus membesar

Terjadi perubahan dalam bentuk, besar, dan konsistensi dari


rahim. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahwa uterus membesar
dan bentuknya makin lama makin bundar.

2) Tanda Hegar

Konsistensi rahim dalam kehamilan berubah menjadi lunak,


terutama daerah ismus. Pada minggu-minggu pertama ismus uteri
mengalami hipertrofi seperti korpus uteri.

3) Tanda Chadwick

Perubahan warna menjadi kebiruan atau keunguan pada vulva,


vagina, dan serviks. Perubahan warna ini disebabkan oleh pengaruh
hormon estrogen.

4) Tanda Piscaseck

Uterus mengalami pembesaran, kadang–kadang pembesaran tidak


rata, tetapi di daerah uterus lebih cepat tumbuhnya.

3. Fisiologi Kehamilan

Menurut Prawirohardjo ( 2014 ; 174 ) fisiologi kehamilan adalah :

a. Rahim atau uterus

Pada perempuan tidak hamil uterus mempunyai berat 70 gram. Selama


kehamilan, uterus rata-rata pada akhir kehamilan dengan berat rata-rata
1100 gram.

2
b.Vagina (liang senggama)

Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hyperemia terlihat jelas


pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga pada vagina
akan terlihat bewarna keunguan yang dikenal dengan tanda Chadwicks.

c. Ovarium

Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan folikel


baru juga ditunda. Hanya satu korpus luteum yang dapat ditemukan di
ovarium. Folikel ini akan berfungsi maksimal selama 6- 7 minggu awal
kehamilan dan setelah itu akan berperan sebagai penghasil progesterone
dalam jumlah yang relative minimal.

d. Sistem Kardiovaskuler

Pada kehamilan uterus akan membesar dan akan menekan vena kava
inferior dan aorta bawah ketika dalam posisi terlentang. Penekanan vena
kava inferior ini akan mengurangi darah balik ke vena jantung.
Akibatnya terjadinya penurunan preload dan cardiac output sehingga
akan menyebabkan terjadinya hipotensi arterial yang dikenal dengan
sindrom supine dan pada keadaaan yang cukup berat akan
mengakibatkan ibu kehilangan kesadaran.

Penekanan aorta ini akan juga akan mengurangi aliran darah


uteroplasenta ke ginjal. Selama trimester terakhir posisi terlentang akan
membuat fungsi ginjal menurun jika dibandingkan posisi miring. Karena
alasan inilah tidak dianjurkan ibu hamil dalam posisi terlentang pada
akhir kehamilan.

e.Payudara

Perkembangan payudara tidak dapat dilepaskan dari pengaruh hormone


saat kehamilan, yaitu estrogen, progesterone. Jika payudara makin
membesar, striae seperti diperut akan muncul.

3
f.Sistem respirasi

Terjadi desakan diafragma karena dorongan rahim yang membesar pada


umur hamil 32 minggu. Sebagai kompensasi terjadinya desakan rahim
dan kebutuhan O2 yang meningkat dan akan kembali hampir seperti
sedia kala setelah persalinan.

g. Traktus urinarius

Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan tertekan oleh


uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan sering kemih.
Keadaan ini akan hilang dengan makin tuanya kehamilan bila uterus
keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan, jika kepala janin
sudah mulai turun ke pintu panggul, keluhan itu akan timbul kembali.

h. Kulit

Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi


kemerahan, kusam, dan kadang-kadang juga akan mengenai daerah
payudara dan paha. Perubahan ini dikenal dengan nama striae
gravidarum. Perubahan di garis tengah perut menjadi kecoklatan yang
disebut linea nigra. Dan kadang muncul dalam ukuran variasi pada wajah
dan leher yang disebut cloasma gravidarum.

i. Metabolisme

Diperkirakan selama kehamilan berat badan akan bertambah 12,5 kg.


Pada kehamilan normal akan terjadi hipoglikemia puasa yang disebabkan
oleh kenaikan kadar insulin, hiperglikemia postprandial dan
hiperinsulinemia.

4
4. Keluhan Pada Waktu Kehamilan

Menurut Rahayu ( 2017 ; 28 ) Keluhan pada waktu hamil :

a. Mual muntah

Disebabkan oleh respon terhadap hormon dan merupakan pengaruh


fisiologis. Untuk penatalaksanaan khusus bisa dengan diet.

b. Sakit Kepala

Sakit kepala yang menunjukan suatu masalah yang serius adalah sakit
kepala yang hebat, yang menetap, dan tidak hilang dengan istirahat.
Kadang disertai penglihatan yang kabur dan terbayangbayang yang
merupakan gejala preeklamsi.

c. Sekret Berlebihan

Merupakan hal fisiologis ( karena pengaruh estrogen ).

d.Nocturia ( sering BAK )

Disebabkan oleh tekanan uterus pada kandung kemih atau kepala turun
ke rongga panggul.

e. Pegal–pegal

Disebabkan oleh progesteron dan relaksasin (yang melunakkan jaringan


ikat) dan postur tubuh yang berubah serta peningkatan berat badan yang
dibawa rahim.

f. Kaki Bengkak

Dikarenakan adanya perubahan hormonal yang menyebabkan retensi


cairan dan tekanan dari pembesaran uterus pada vena pelvic ketika
duduk/pada kava inferior ketika berbaring.

5
g. Nyeri perut bagian bawah

Disebabkan oleh progesteron dan relaksasin (yang melunakkan jaringan


ikat ) dan postur tubuh yang berubah serta peningkatan berat badan yang
dibawa rahim.

h. Konstipasi

Disebabkan karena peningkatan kadar progesterone menyebabkan


peristaltic usus menjadi lambat dan penurunan motilitas sebagai akibat
dari relaksasi otot-otot polos usus besar penyerapan air dari kolon
meningkat.

5. Tanda Bahaya kehamilan

a. Tanda bahaya kehamilan (trimester I )

Menurut Yefi (2018 : 9) tanda bahaya kehamilan trimester I :

1) Perdarahan Pada kehamilan

Perdarahan semacam ini mungkin suatu tanda terjadinya


keguguran (abortus). Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup luar kandungan sebagai batasan
usia kehamilan kurang dari 20 minggu. ( Prawirohardjo, 2014 ; 460 ).

2) Hiperemesis gravidarum

Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada


wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada
umumnya menjadi buruk karena terjadi dehidrasi.

3) Nyeri abdomen

Nyeri abdomen merupakan keluhan yang sering ditemukan pada ibu


hamil. Yang dimaksud dengan nyeri ini adalah setiap keadaan ditandai

6
rasa nyeri, otot perut tegang, dan nyeri yang memerlukan tindakan
bedah emergensi.(Prawirohardjo, 2014 ; 659)

4) Anemia

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan keadaan


hemoglobin dibawah 11 gr% .

b. Tanda Bahaya Kehamilan Trimester II

Menurut Yefi (2018) dan Kemenkes RI (2016) tanda bahaya kehamilan


trimester II adalah :

1) Preeklamsia

Hipertensi dengan tekanan darah sama dengan atau lebih dari 140/90
mmHg. Ditandai dengan bagian ektremitas dan wajah bengkak, sakit
kepala, penglihatan mata menjadi kabur dan adanya protein dalam
urin positif. (Prawirohardjo, 2014 ; 532 ).

2) Bayi kurang bergerak seperti biasa

Gerakan janin yang kurang dari 10 kali per 12 jam

3) Anemia

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan


keadaanhemoglobin dibawah 11 gr%.

c. Tanda Bahaya Kehamilan Trimester III

Menurut Kemenkes RI (2016 ; 8 ) tanda bahaya kehamilan III adalah

1) Perdarahan Pervaginam

Perdarahan baik berupa bercak maupun mengalir yang bisa


disebabkan solusio plasenta (perdarahan disertai nyeri perut), atau
plasenta previa (perdarahan tidak disertai nyeri perut).

7
2) Preeklamsia

Hipertensi dengan tekanan darah sama dengan atau lebih dari


140/90 mmHg. Ditandai dengan bagian ektremitas dan wajah
bengkak, sakit kepala, penglihatan mata menjadi kabur dan adanya
protein dalam urin positif. (Prawirohardjo, 2014 ; 532 ).

3) Bayi kurang bergerak seperti biasa

Gerakan janin yang kurang dari 10 kali per 12 jam

4) Keluar air ketuban dari jalan lahir

Keluarnya cairan tanpa disadari oleh klien melalui jalan lahir dan
berbau khas.

B. Konsep Kehamilan Ektopik Terganggu

1. Definisi kehamilan ektopik terganggu

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan
ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan
peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan
ektopik dapat terjadi diluar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga
perut, tetapi dapat juga terjadi didalam rahim misalnya dalam cervix, pars
interstitialis tuba atau dalam tanduk rudimenter rahim. Sebagian besar
kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula
dan isthmus (Dewi, 2016).

Terjadinya Kehamilan ektopik terganggu dapat terjadi secara tiba-tiba


pada seluruh kasus kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik terganggu
merupakan suatu kegawatdaruratan dalam obstetri yang perlu penanganan
segera. Perlunya diagnosis dini maupun observasi klinis sangat diperlukan
mengingat pentingnya kelangsungan hidup ibu maupun prognosis
reproduksi selanjutnya (Dewi dan Risilwa, 2017).

8
2. Patofisiologi

Salah satu fungsi saluran telur yaitu untuk membesarkan hasil konsepsi
(zigot) sebelum turun dalam rahim, tetapi oleh beberapa sebab terjadi
gangguan dari perjalanan hasil konsepsi dan tersangkut serta tumbuh dalam
tuba. Saluran telur bukan tempat ideal untuk tumbuh kembang hasil
konsepsi. Disamping itu penghancuran pembuluh darah oleh proses
proteolitik jonjot koreon menyebabkan pecahnya pembuluh darah.
Gangguan perjalanan hasil konsepsi sebagian besar karena infeksi yang
menyebabkan perlekatan saluran telur. Pembuluh darah pecah karena tidak
mempunyai kemampuan berkontraksi maka perdarahan tidak dapat
dihentikan dan tertimbun dalam ruang abdomen. Perdarahan tersebut
menyebabkan perdarahan tuba yang dapat mengalir terus ke rongga
peritoneum dan akhirnya terjadi ruptur, nyeri pelvis yang hebat dan akan
menjalar ke bahu.

Ruptur bisa terjadi pada dinding tuba yaitu darah mengalir antara 2
lapisan dari mesosalping dan kemudian ke ligamentum latum. Perubahan
uterus dapat ditemukan juga pada endometrium. Pada suatu tempat tertentu
pada endometrium terlihat bahwa sel-sel kelenjar membesar dan
hiperskromatik, sitoplasma menunjukkan vaskularisasi dan batas antara sel-
sel kurang jelas. Perubahan ini disebabkan oleh stimulasi dengan hormon
yang berlebihan yang ditemukan dalam endometrium yang berubah menjadi
desidua. Setelah janin mati desidua mengalami degenerasi dan dikeluarkan
sepotong demi sepotong. Pelepasan desidua ini disertai dengan perdarahan
dan kejadian ini menerangkan gejala perdarahan pervaginam pada
kehamilan ektopik terganggu (Dewi, 2016: 47-48).

3. Klasifikasi

Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi


dari kehamilan ektopik (Tarigan, 2016), dapat dibedakan menurut :

9
a. Kehamilan tuba merupakan kehamilan ektopik pada setiap bagian tuba
fallopi.Merupakan bagian jenis terbanyak gestasi ekstra uterin yang
paling sering terjadi sekitar 95% dari kehamilan ektopik. Kehamilan tuba
akan menghasilkan salah satu dari ketiga hal ini :

1) Kematian hasil konsepsi dalam stadium dini : hasil konsepsi ini


kemudian bisa di absorpsi seluruhnya atau tetap tinggal sebagai mola
tuba.

2) Abortus tuba, yaitu hasil akhir yang paling sering ditemukan, bersama-
sama hasil konsepsi (dan kemungkinan pula darah) akan dikeluarkan
dari tuba untuk masuk ke dalam uterus atau keluar ke dalam kavum
peritoneum.

3) Ruptura tuba : erosi dan akhirnya rupture tuba terjadi kalau hasil
konsepsi terus tumbuh hingga melampaui kemampuan peregangan
otot tuba.

b. Kehamilan ovarial merupakan kehamilan pada ovarium, perdarahan


terjadi bukan saja disebabkan oleh pecahnya kehamilan ovarium tetapi
juga rupture tuba korpus luteum, torsi dan endometriosis. Meskipun daya
akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada daya
akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya mengalami ruptur pada
trimester awal.

c. Kehamilan uterus merupakan kehamilan pada uterus tidak pada tempat


yang tepat, pada endometrium kavum uteri sebab implantasi terjadi pada
kanalis servikalis (gestasi pada servikal uteri), diverticulum (gestasi pada
invertikulum uteri), kurnua (gestasi pada kornu uteri), tanduk rudimenter
(gestasi pada tanduk rudimenter).

d. Kehamilan servikal adalah jenis dari kehamilan ektopik yang jarang


terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan tumbuhnya

10
hasil konsepsi, serviks mengembang. Kehamilan serviks jarang melewati
usia gestasi 20 minggu sehingga umumnya hasil konsepsi masih kecil.

e. Kehamilan Abdominal terbagi menjadi dua yaitu :

1) Primer, dimana impantasi sesudah dibuahi langsung di peritoneum


atau cavum abdominal.

2) Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain


misalnya didalam saluran telur atau ovarium yang selanjutnya
berpindah ke dalam rongga abdomen oleh karena terlepas dari tempat
asalnya. Hampir semua kasus kehamilan abdominal merupakan
kehamilan ektopik sekunder akibat rupture atau aborsi kehamilan tuba
atau ovarium ke dalam rongga abdomen. Walaupun ada kalanya
kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang
terjadi, yang lazim ialah bahwa janin mati sebelum tercapai maturitas
(bulan ke 5 atau ke 6) karena pengambilan makanan kurang sempurna.

f. Kehamilan Heterotopik adalah kehamilan intrauterin yang dapat terjadi


dalam waktu berdekatan dengan kehamilan ektopik. Kehamilan
heterotopik dapat di bedakan atas :

1) Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu kehamilan


yang dapat berlangsung dalam waktu yang sama dengan kehamilan
intrauterin normal.

2) Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic Pregnancy) yaitu


terjadinya kehamilan intrauterin setelah lebih dahulu terjadi kehamilan
ektopik yang telah mati atau pun ruptur dan kehamilan intrauterin
yang terjadi kemudian berkembang seperti biasa.

g. Kehamilan interstisial yaitu implantasi hasil konsepsi terjadi dalam pars


interstitialis tuba. Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan kornual
(kahamilan intrauterin, tetapi implantasi plasentanya di daerah kornu,
yang kaya akan pembuluh darah. Karena lapisan miometrium di sini

11
lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-kira pada bulan ke 3 atau
ke 4.

h. Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba


yang pecah (bagian yang berada di antara kedua lapisan peritoneum
visceral yang membentuk ligamentum latum).

i. Kehamilan tubouterina merupakan kehamilan yang semula mengadakan


implantasi pada tuba pars interstitialis, kemudian mengadakan ekstensi
secara perlahan-lahan ke dalam kavum uteri.

j. Kehamilan tuboabdominal berasal dari tuba, dimana zigot yang semula


mengadakan implantasi di sekitar bagian fimbriae tuba, secara berangsur
mengadakan ekstensi ke kavum peritoneal.

k. Kehamilan tubaovarial digunakan bila kantung janin sebagian melekat


pada tuba dan sebagian pada jaringan ovarium.

4. Tanda dan gejala

Gambaran kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak khas dan


penderita maupun petugas medis biasanya tidak mengetahui adanya
kelainan dalam kehamilan. Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-
gejala sebagai berikut:

a. Amenorhoe

b. Nyeri perut bagian bawah

c. Gejala kehamilan muda

d. Level hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG) rendah

e. Perdarahan pervaginam berwarna coklat tua

f. Pada pemeriksaan pervagina terdapat nyeri goyang bila serviks


digoyangkan dan kavum douglasi menonjol karena ada pembekuan darah.

12
Gejala dan tanda kehamilan ektopik sangat berbeda-beda dari perdarahan
banyak tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala tidak jelas,
sehingga sukar membuat diagnosisnya, gejala dan tanda bergantung pada
lamanya kehamilan ektopik, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan,
derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil
(Norma dan Mustika, 2018: 72).

5. Faktor Yang Mempengaruhi Kehamilan Ektopik Terganggu

Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki tetapi


sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Berdasarkan beberapa literatur,
faktor risiko dari kehamilan ektopik terganggu adalah

a. Umur

Istilah umur diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur


dalam satuan waktu dipandang dari segi kronologik, individu normal
yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik
sama (Dorlan 2010 dalam Ekasari, 2015). Penyebab kematian maternal
dari faktor reproduksi diantaranya adalah usia ibu. Dalam kurun
reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20 tahun sampai dengan 30 tahun.

Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia


dibawah 20 tahun ternyata dua sampai lima kali lebih tinggi daripada
kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun. Kematian
maternal meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun
(Prawirohardjo, 2014).

Hamil di usia kurang dari 20 tahun memiliki risiko tinggi


terjadinya komplikasi dalam kehamilan oleh karena organ reproduksi
yang belum matang dan masih dalam masa pertumbuhan (Komariah dan
Nugroho, 2020).

13
Ketidakmatangan organ reproduksi mempermudah terjadinya infeksi
menularseksual sehingga menyebabkan rusaknya organ-organ reproduksi
seperti penyempitan saluran pada tuba yang dapat meningkatkan kejadian
kehamilan ektopik terganggu (Dewi, 2016).

Hamil diusia lebih dari 35 tahun juga memiliki risiko tinggi terjadinya
komplikasi oleh karena fungsi reproduksi wanita sudah terjadi penurunan
(Komariah dan Nugroho, 2020). Semakin bertambahnya usia maka
semakin tinggi risiko terjadinya kehamilan ektopik terganggu yang
mengakibatkan penurunan aktivitas mioelektrik tuba. Dalam hal ini
gerakan peristaltik tuba menjadi lamban, sehingga implantasi zigot
terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri (Asyima, 2018).

Hal ini sesuai dengan penelitian Triana (2019) menyatakan bahwa ibu
yang mengalami kehamilan ektopik terganggu lebih banyak pada ibu
yang berumur < 20 dan >35 tahun yaitu 66,7%. Berdasarkan uji statistik
terdapat hubungan antara umur ibu dengan kejadian kehamilan ektopik
terganggu yaitu didapatkan nilai p sebesar 0,024 < α 0,05. Sejalan dengan
penelitian Asyima (2018), semakin bertambahnya umur akan berisiko
terkena kehamilan ektopik terganggu. Dari hasil uji statistik dengan
menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p 0,038 < α 0,05, artinya ada
hubungan umur ibu dengan kejadian kehamilan ektopik terganggu.

Hasil penelitian Triana (2019) berbeda dengan hasil penelitian Tarigan


(2016), umur rata-rata ibu dengan kehamilan ektopik terganggu adalah
32-33 tahun. Hasil penelitian Triana (2019) juga tidak sejalan dengan
penelitian Yadavet al. (2017), mayoritas kejadian kehamilan ektopik
terganggu pada umur 25-34 tahun. Umur 20-35 tahun merupakan usia
produktif seorang wanita untuk hamil sehingga risiko terjadinya
komplikasi kehamilan seperti kehamilan ektopik terganggu menjadi lebih
tinggi.

14
Menurut Nirmalasari dkk (2018), kelompok umur 25 – 49 tahun
merupakan kelompok seksual aktif dan mobilitas pada kelompok umur
tersebut juga tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Hendri dkk. (2013),
didapatkan kecenderungan peningkatan risiko infeksi menular seksual
seperti clamidya trakomatis dan penyakit radang panggul pada rentang
usia menikah antara 20-35 tahun sekitar 64%. Hal ini dapat
mengakibatkan peningkatan kejadian kehamilan ektopik terganggu oleh
karena infeksi dapat mengakibatkan adhesi atau perlengketan pada tuba,
oklusi atau penyumbatan tuba, fimbria phimosis atau hidrosalping.
Hidrosalping adalah suatu kondisi yang terjadi ketika tuba fallopi terisi
dengan serosa atau cairan sehingga mengakibatkan pembengkakan pada
tuba (Aisyah dan Amanda, 2019).

b. Gravida

Gravida adalah jumlah total kehamilan ibu, termasuk kehamilan


intrauterine normal, abnormal, abortus, kehamilan ektopik, dan mola
hidatidosa.

Jenis gravida pada ibu antara lain (Prawirohardjo, 2014):

1) Primigravida: wanita yang hamil untuk pertama kalinya.

2) Multigravida: wanita yang sudah pernah hamil lebih dari satu kali.

3) Grandemultigravida: wanita yang sudah pernah hamil lima kali atau


lebih. Semakin meningkatnya jumlah kehamilan akan meningkatkan
risiko terjadinya kehamilan ektopik terganggu, hal ini dikaitkan
dengan riwayat kehamilan terdahulu seperti riwayat abortus dan
riwayat kehamilan ektopik terdahulu yang merupakan faktor risiko
terjadinya kehamilan ektopik terganggu.

Hal ini sejalan dengan penelitian Prasanna, et.al (2016) yang


menemukan bahwa kejadian kehamilan ektopik terganggu paling
banyak terjadi pada multigravida 84% dan penelitian Santoso (2016)

15
yang menemukan kejadian kehamilan ektopik paling banyak pada
gravida kedua yaitu 34,34% dibandingkan gravida pertama yaitu
32,2%. KET dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada rahim yang
tidak ditangani atau kerusakan dinding rahim terutama pada abortus
berulang (Dewi,2016). Hal ini sejalan dengan penelitian Sariroh dan
Primariawan (2015) bahwa kehamilan ektopik terganggu sebagian
besar disebabkan oleh kerusakan pada tuba atau tersumbatnya tuba.
Selain karena infeksi menular seksual dan penyakit radang panggul,
kerusakan pada tuba bisa diakibatkan oleh endometriosis dan fibroid.

c. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita


oleh ibu. Riwayat kesehatan yang merupakan faktor risiko terjadinya
kehamilan ektopik terganggu meliputi:

1) Riwayat infeksi menular seksual

Infeksi menular seksual oleh bakteri Chlamydia Trakomatis dapat


mengakibatkan kerusakan pada tuba yang dapat meningkatkan
kejadian kehamilan ektopik terganggu (Aisyah dan Amanda, 2019).
Penyakit menular seksual seperti klamidia, gonorea dan sebagainya
yang timbul karena infeksi bakteri inilah, hasil konsepsi yang
seharusnya menempel pada rahim gagal mencapai rahim dan justru
tumbuh dan berkembang ditempat lain (Pratiwi, 2019: 144). Bila
penyakit tersebut tidak diobati akan menimbulkan adhesi perituba,
oklusi tuba, fimbria phimosis atau hidrosalping (Aisyah dan Amanda,
2019).

2) Penyakit radang panggul

Penyakit radang panggul juga akan sangat mempengaruhi


perjalanan hasil konsepsi sehingga tidak dapat mencapai rahim untuk
berkembang (Pratiwi, 2019:144). Penyakit radang panggul meliputi

16
salpingitis, endosalpingitis dan endometritis menyebabkan aglutinasi
silia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran, pembentukan
kantong-kantong buntu, dan tertekuknya tuba.Berkurangnya silia
mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil
zigot pada tuba falopii (Dewi, 2016: 46).

d. Riwayat kebidanan yang lalu

Riwayat kebidanan yang lalu merupakan riwayat kehamilan,


persalinan dan masa nifas. Riwayat kebidanan yang lalu yang merupakan
faktor risiko kehamilan ektopik terganggu dari berbagai sumber meliputi:

1) Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya dan riwayat operasi tuba


Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya dan riwayat operasi tuba juga
dapat mengakibatkan hasil konsepsi menuju rahim terhambat (Pratiwi,
2019: 144). Hal ini berkaitan dengan kegagalan memperbaiki patensi
tuba akibat kegagalan operasi tuba sebelumnya (Dewi, 2016: 46).

2) Riwayat operasi caesar

Riwayat operasi caesar dapat mengakibatkan komplikasi untuk


kehamilan selanjutnya yaitu dapat membentuk jaringan parut sehingga
meningkatkan kejadian kehamilan ektopik terganggu (Suryawinata
dkk., 2019). Jaringan parut pada opersi Caesar menyebabkan hasil
konsepsi menempel diluar endometrium kavum uteri khususnya pada
riwayat opersai caesar berulang.

3) Riwayat abortus

Riwayat abortus juga dapat meningkatkan risiko terjadinya


kehamilan ektopik karena terjadinya infeksi pada rahim yang tidak
ditangani atau kerusakan dinding rahim terutama pada abortus
berulang (Dewi, 2016). Infeksi yang tidak ditangani dengan baik dapat
menyebabkan perlengketan perituba yang dapat menyebabkan kinking
pada tuba (sumbatan akibat saluran tuba yang terbelit) dan

17
menyempitkan lumen sehingga meningkatkan risiko kehamilan
ektopik (Prawirohardjo, 2014).

4) Riwayat kontrasepsi

Salah satu faktor risiko kehamilan ektopik terganggu adalah


kegagalan penggunaan alat kontrasepsi. Kontrasepsi merupakan
metode untuk mencegah kehamilan namun masih bisa terjadinya
kegagalan dari penggunaannya. Beberapa kegagalan alat kontrasepsi
yang memiliki risiko kehamilan ektopik terganggu adalah tubektomi
(sterilisasi tuba), Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), kontrasepsi
darurat (EC) estrogen dosis tinggi, dan minipills yang hanya
mengandung progestin (Aling dkk., 2014). Kegagalan tubektomi
menyebabkan sperma dan sel telur masih dapat bertemu namun
kerusakan pada tuba dapat mengakibatkan terhambatnya hasil
pembuahan untuk bernidasi pada endometrium kavum uteri (Khairani,
2018).

Kegagalan AKDR berkaitan dengan faktor mekanis yaitu


terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi kedalam kavum uteri.
Kegagalan alat kontrasepsi yang mengandung estrogen tinggi atau
hanya progesteron berkaitan dengan faktor fungsional yaitu
berubahnya motilitas tuba karena perubahan hormon estrogen dan
progesterone (Dewi, 2016).

5) Riwayat merokok

Wanita hamil yang dalam masa kehamilannya terpajan asap rokok


berisiko lebih tinggi untuk mengalami komplikasi. Wanita hamil yang
terpajan asap rokok memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
mengalami kehamilan ektopik (Dewi, 2016: 55). Berdasarkan hasil
penelitian Kristianingsih dan Halimah (2018), ada hubungan
keterpaparan asap rokok dengan kejadian kehamilan ektopik pada ibu
hamil dengan nilai p value 0,035 dengan nilai OR 3,657. Hal ini

18
disebabkan karena bahan kimia yang terkandung di dalam rokok
(Protein PROKR1) mengakibatkan terhambatnya kontraksi otot di
tuba fallopi sehingga mengganggu perpindahan dari ovum yang telah
dibuahi ke dalam endometrium kavum uteri (Fitriany dkk., 2014).

6. Diagnosis

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu dapat ditegakkan melalui


beberapa pemeriksaan meliputi pengkajian data subjektif (anamnesa),
dan data objektif (Pemeriksaan umum, pemeriksaan fisik, kebidanan, dan
penunjang)

a. Pengkajian data subjektif

1) Biodata: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,


alamat istri dan suami (Norma dan Mustika, 2018: 74-75).

2) Keluhan utama: amenore dapat disertai dengan tanda-tanda hamil


muda (morning sickness, mual muntah, dan ngidam), adanya nyeri
abdomen (nyeri dapat menjalar ke seluruh abdomen, diafragma,
dan nyeri pada saat buang air besar), dan perdarahan pervaginam
khas berwana kecoklatan (Norma dan Mustika, 2018: 76).

3) Riwayat haid: umur menarche, frekuensi atau siklus menstruasi,


lamanya menstruasi, dismenorrhea atau keluhan saat menstruasi,
dan Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) untuk menghitung usia
kehamilan (Norma dan Mustika, 2018: 79).

4) Riwayat pernikahan: ibu menikah berapa kali, lamanya, umur


pertama kali menikah (Norma dan Mustika, 2018: 79).

5) Riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya: sering ditemukan


riwayat operasi caesar, riwayat operasi tuba oleh karena riwayat
kehamilan ektopik sebelumnya, riwayat abortus berulang
(Suryawinata dkk, 2019).

19
6) Riwayat kehamilan sekarang: berapa kali periksa dan dimana,
keluhankeluhan dan tanda-tanda bahaya yang dirasakan. (Norma
dan Mustika, 2018: 80)

7) Riwayat penyakit: sering ditemukan riwayat keputihan lama,


infeksi menular seksual seperti clamidya, gonorhoe, dan bakteri
atau virus lainnya, riwayat penyakit radang panggul (Pratiwi,
2019).

8) Riwayat kontrasepsi: jenis kontrasepsi yang dipakai oleh ibu


sebelum hamil, sudah berapa lama ibu menggunakan alat
kontrasepsi tersebut, apa yang ibu keluhkan selama menggunakan
alat kontrasepsi tersebut. Hal tersebut untuk menilai risiko alat
kontrasepsi yang dipakai (Norma dan Mustika, 2018: 80).

9) Kebiasaan berbahaya bagi kehamilan seperti merokok baik perokok


aktif maupun pasif, minum jamu dan obat-obatan terlarang
(Pratiwi, 2019: 55).

b. Pengkajian data objektif

1)Pemeriksaan umum: Keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital


bervariasi tergantung tingkatan syok, lama dan jumlah perdarahan
(Norma dan Mustika, 2018: 82).

2) Pemeriksaan fisik: (Norma dan Mustika, 2018: 83)

a) Pada konjungtiva ditemukan pucat tergantung lama dan jumlah


perdarahan.

b) Pada abdomen:

(1) Inspeksi: apakah ada luka bekas operasi, apakah abdomen


tampak distensi atau perut tegang.

20
(2) Palpasi: Nyeri tekan pada abdomen, posisi nyeri tekan bisa
lebih keras disatu sisi tergantung lokasi kehamilan ektopik
terganggu.

3) Pemeriksaan Kebidanan:

a) Pemeriksaan inspekulo: tampak perdarahan sedikit sampai sedang


berwarna kecoklatan.

b) Pemeriksaan dalam: tidak ada pembukaan portio, adanya nyeri


goyang portio, dan kavum douglas menonjol.

4) Pemeriksaan penunjang (Dewi, 2016: 53-54)

a) Laboratorium: haemoglobin, hematokrit, sel darah putih, dan tes


kehamilan.

b) Pemeriksaan ultrasonografi (USG): tidak adanya kantong


kehamilan dalam kavum uteri, adanya kantung kehamilan diluar
kavum uteri, adanya massa komplek di rongga panggul.

c) Laparoskopi.

d) Laparotomi : harus dilakukan pada kasus kehamilan ektopik


terganggu dengan gangguan hemostasis ( tindakan diagnosis dan
definitif), diagnosa pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.

e) Kuldosintesis.

7. Penatalaksanaan

Penanganan kehamilan ektopik terganggu mempertimbangkan


beberapa hal yaitu kondisi ibu, keinginan ibu untuk mempertahankan
fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomis organ
pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter, dan kemampuan
teknologi fertilisasi in vitro setempat. Paham keadaan kondisi ibu buruk
yaitu dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi. Pada

21
kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah
biasanya ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari
pembedahan. Kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi
dini dan pengakhiran kehamilan adalah tata laksana yang disarankan
(Dewi, 2016: 51).

22
BAB II
KONSEP ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN
MATERNAL NEONATAL

A. Pengkajian Data Subjektif


1. Identitas
a. Nama : Ny…
Dikaji dengan masa yang jelas, lengkap, untuk menghindari adanya
kekeliruhan atau untuk membedakan dengan klien atau pasien lainnya
(Kemenkes RI, 2017).
b. Umur : … Tahun
Umur yang dianjurkan untuk hamil adalah 20-35 tahun. Apabila usia
ibu <20 Tahun ataupun >35 tahun maka kehamilan ibu nantinya
termasuk kedalam kehamilan resiko tinggi (Kemenkes RI, 2017).
c. Agama :…
Ditanyakan untuk mempermudah bidan ketika memberikan konseling
terkait makanan yang boleh dimakan sesuai dengan agama (Kemenkes
RI, 2017).
d. Pendidikan pasien :…
Ditanyakan agar mempermudah ketika bidan hendak memberikan
konseling pada pasien. Pada kasus ini pendidikan pasien mulai dari SD-
Peruguruan Tinggi (Kemenkes RI, 2017).
e. Pekerjaan pasien:…
Pekerjaan seseorang akan menggambarkan aktivitas dan tingkat
kesejahteraan ekonomi yang akan didapatnya. Pada kasus ini pekerjaan
ibu dapat bekerja ataupun ibu rumah tangga. Kaji apakah ibu bekerja di
tempat yang dapat mempengaruhi perencanaan kehamilannya seperti
terpapar gas anastesi, dan bahan pelarut organik (Kemenkes RI, 2017).
f. Alamat pasien:…
Hal ini ditujukan untuk mempermudah kunjungan rumah yang perlu
bidan lakukan (Kemenkes RI, 2017).

23
2. Keluhan utama
Ibu mengatakan saat ini sedang hamil anak ke… dan ini sudah masuk usia
kehamilan… mg. Ibu mengeluh nyeri di perut bagian bawah, lemas dan
keluar darah kental berwarna kecoklatan.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Ibu mengatakan tidak sedang atau sedang menderita penyakit menular
seperti : HIV/AIDS, TB, Hepatitis dan lain-lain serta penyakit menurun
seperti : jantung, DM, hipertensi dan lain-lain
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Ibu mengatakan tidak pernah atau pernah menderita penyakit menular
seperti: HIV/AIDS, TB, Hepatitis dan lain-lain serta penyakit menurun
seperti : jantung, DM, hipertensi dan lain-lain
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarga ibu ataupun suami tidak ada yang sedang
dan pernah memiliki penyakit menular tertentu seperti : HIV/AIDS, TB,
Hepatitis dan lain-lain serta penyakit menurun seperti : jantung, DM,
hipotensi/ hipetensi dan lain-lain.
4. Riwayat menstruasi
Ibu mengatakan usia pertama kali menstruasi pada usia… tahun dengan
siklus...hari, banyaknya....ganti pembalut setiap hari
5. Riwayat pernikahan
Ibu mengatakan usia menikah pertama kali....tahun, status pernikahan
sah/tidak, lama pernikahan...tahun, ini adalah suami yang ke…
6. Riwayat KB
Ibu mengatakan setelah menikah ibu menggunakan KB dengan
jenis...selama...

24
7. Pola kebutuhan sehari-hari
a. Nutrisi :
1) Makan :… kali/hari
2) Minum: … gelas/hari
b. Pola istirahat :...jam/hari
c. Kebersihan : mandi… kali/hari dan ganti pakaian dalam… kali/hari
d. Eliminasi : BAB ... per hari dan BAK ... per hari
e. Aktivitas :…
8. Riwayat Psikososial dan Sosial
a. Tanggapan ibu terhadap keadaan dirinya : Khawatir/tenang
b. Ketaatan ibu beribadah: Taat/Tidak taat
c. Pengetahuan ibu tentang penyakit yang diderita : Tidak
mengetahui/mengetahui
d. Hubungan sosial ibu dengan keluarga : Baik/tidak baik
e. Penentu pengambil keputusan dalam keluarga : Suami/…
9. Riwayat psikososial dan budaya
Meningkatnya beban pikiran memicu peningkatan sekresi hormone
adrenalin. Meningkatnya sekresi hormon adrenalin menyebabkan
penyempitan pembuluh darah dan mengurangi elastisitas pembuluh darah.
Kondisi ini menyebabkan aliran hormon estrogen ke organ-organ tertentu
termasuk vagina terhambat sehingga asam laktat yang dihasilkan berkurang.
Berkurangnya asam laktat menyebabkan keasaman vagina berkurang
sehingga bakteri, jamur, dan parasit penyebab keputihan mudah
berkembang (Marhaeni, 2016).
B. Pengkajian Data Objektif
Data ini diperoleh melalui pemeriksaan fisik secara inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi, pemeriksaan darah dalam dan pemeriksaan laboratorium.

1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik, cukup, kurang.
Kesadaran : Composmentis, apatis, somnolent, sopor, koma.

25
Tanda-tanda Vital Tanda-tanda vital normal pada remaja (usia 12 – 18
tahun), sebagai berikut :
a. TD : Normalnya TD diastolik 60 – 70 mmHg, TD sistolik 90 – 110
mmHg.
b. Suhu : Normalnya 36 – 37˚C.
c. Nadi : Normalnya 60 – 100 kali/menit. (reguler/ ireguler)
d. RR : Normalnya 12 – 16 kali/menit.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Rambut berwarna hitam, bersih, tidak ada ketombe
b. Muka : Tidak terdapat odema
c. Mata : Konjungtiva merah muda tidak anemis, sklera putih tidak
ikterik
d. Hidung : Simetris, bersih, tidak ada pembesaran polip.
e. Telinga : Simetris, bersih.
f. Mulut : Simetris, tidak pucat, tidak terdapat caries gigi
g. Leher : Simetris, tidak ada pembekaan vena jugularis, kelenjar tiroid,
dan kelenjar limfe.
h. Dada : Simetris, hiperpigmentasi areola, puting susu menonjol, tidak
ada nyeri tekan, belum ada pengeluaran.
i. Abdomen : Ada/tidak bekas operasi, ada/tidak linea alba dan striae
gravidarum dan nyeri perut bagian bawah.
1) Leopold I
Untuk menentukan tinggi pundus uteri dan menentukan bagian apa
yang terletak di fundus uteri apakah kepala atau bokong pada letak
membujur atau teraba kosong jika letaknya melintang (Manuaba,
2013:169).

26
Tabel TFU Aturan Spiegelberg

Umur Kehamilan Ukuran Sentimeter


22-28 minggu 24-25 cm di atas simfisis
28 minggu 26,7 cm diatas simfisis
30 minggu 29,5-30 cm di atas simfisis
32 minggu 29,5-30 cm di atas simfisis
34 minggu 31 cm di atas simfisis
36 minggu 32 cm di atas simfisis
38 minggu 33 cm di atas simfisis
40 minggu 37,7 cm di atas simfisis

Tabel Perkiraan TFU terhadap Umur Kehamilan

Tinggi Fundus Uteri Umur Kehamilan


Setinggi simfisis pubis 12 minggu
Pertengahan antara simfisis pubis dan umbilicus 16 minggu
1 – 2 jari dibawah umbilicus 20 minggu
1 – 2 jari diatas umbilicus 24 minggu
1/3 bagian antara umbilikus dan prosesus xifoideus 28 - 30 minggu
(3 jari di atas umbilikus)
2/3 bagian antara umbilikus dan 32 minggu
prosesus xifoideus (3 – 4 jari di bawah px)
1 jari di bawah Px 36 - 38 minggu
2 – 3 jari di bawah Px Minggu

Taksiran berat janin menurut Johnson Tausak, yaitu: (TFU dalam


cm)–n x 155=.....gram, bila kepala diatas atau pada spina ishiadica
maka n=12, bila kepala dibawah spina ishiadica maka
n=11(Pantikawati, 2013: 123).
2) Leopold II
Tangan pemeriksa diturunkan ke samping. Untuk menentukan
bagian mana janin yang berada di bagian samping. Jika agak keras
artinya punggung janin. Dapat juga kepala atau bokong jika
letaknya melintang.
3) Leopold III
Pemeriksaan menghadap kaki pasien . Untuk menentukan bagian
janin yang ada dibawah (presentasi).
4) Leopold IV
Pemeriksaan menghadap kaki pasien. Untuk menentukan bagian
janin yang ada dibawah (presentasi) bagian terendah janin tersebut,

27
kepala dan bokong dan seberapa jauh masuknya kedalam rongga
pelvis (Manuaba, 2013:169).
5) DJJ
a) Janin sehat jumlah detak jantungnya sekitar 120-140 x/menit.
b) Di atas 160 x/menit menunjukkan takikardia, permulaan
asfiksia.
c) Tidak teratur tetapi jumlah sama, menunjukkan gangguan
keseimbangan asam basa atau kurang O2 .
d) Kurang dari 100 x/menit menunjukkan asfiksia berat.
j. Genetalia : Tidak ada oedema, varises vagina, terdapat pengeluaran
darah merah kecoklatan.
k. Anus : Tidak ada hemoroid.
l. Ektermitas: Simetris, tidak ada odema, reflek patella (+).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa dalam urin, untuk memastikan adanya DM. kemungkinan
glukosuria yang terjadi setelah makan, disebabkan intoleransi insulin,
tetapi keadaan ini cepat menjadi normal.
b. Protein urin, peningkatan protein urin terdapat pada penderita
preeklamsi, penyakit jantung, nefritis, dan sistitis. Hasil >3 g/24 jam
dianggap sebagai indikasi pre-eklamsia ringan sampai sedang, dan 5 g
/ 24 jam dianggap sebagai preeklamsia berat.
c. Pemeriksaan darah, pada pemeriksaan darah rutin dapat
menggambarkan keadaan gizi. Pada pemeriksaan TORCH, untuk
mengetahui adanya kumpulan penyakit yang dapat memberikan gejala
yang sama, misal kelainan congenital, retardasi mental, dan abortus
berulang.
d. Pemeriksaan USG
Kegunaannya :
1) Diagnosis dan konfirmasi awal kehamilan
2) Penentuan umur gestasi dan penafsiran ukuran fetal

28
3) Mengeta hui posisi plasenta
4) Mengetahui adanya IUFD
C. Analisa
Ny ……Usia … G…P….Ab…Uk...minggu, Janin T/H/I, letak kepala,
punggung kanan/ punggung kiri, dengan keadaan ibu dan janin baik.
D. Rencana Tindakan (P)
Penanganan kehamilan ektopik terganggu mempertimbangkan beberapa
hal yaitu kondisi ibu, keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi
reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomis organ pelvis,
kemampuan teknik bedah mikro dokter, dan kemampuan teknologi fertilisasi
in vitro setempat. Paham keadaan kondisi ibu buruk yaitu dalam keadaan
syok, lebih baik dilakukan salpingektomi. Pada kasus kehamilan ektopik di
pars ampularis tuba yang belum pecah biasanya ditangani dengan
menggunakan kemoterapi untuk menghindari pembedahan. Kehamilan
ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi dini dan pengakhiran
kehamilan adalah tata laksana yang disarankan (Dewi, 2016: 51).

29
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S. dan Amanda, S.S. 2019. Infeksi Chlamydia Trachomatis pada Saluran
Genital, Tuba Fallopi, dan Serviks. J. Teknosains, 13(2): 145-148.
Aling, D.M.R., Kaeng, J.J dan Wantania, J. 2014. Hubungan Penggunaan
Kontrasepsi dengan Kejadian Kehamilan Ektopik Terganggu di BLU RSUP
Prof. DR. R. D. Kandou Manado Periode 2009-2013. Jurnal EClinic, 2(3).
Asyima. 2018. Hubungan Paritas dan Umur Ibu Terhadap Kejadian Kehamilan
Ektopik Terganggu (KET) di RSUD Syekh Yusuf Gowa Tahun 2018. Jurnal
Kesehatan Delima Pelamonia, 2(2):87-92
Dewi, N.A.T., 2016. Patologi dan Patofisiologi Kebidanan. Nuha Medika.
Yogyakarta.
Ekasari, W.U. 2015. Pengaruh Umur ibu, Paritas, Usia Kehamilan, dan Berat
Lahir Bayi Terhadap Asfiksia Bayi pada Ibu Preeklampsia Berat. UNSPasca
Sarjana.
Firman F. 2018. Obstetri Fisiologi: Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Kemenkes RI. 2016. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : kemenkes dan JICA
( Japan International Cooperation Agency .
Kemenkes RI. 2017. Data dan Informasi Kesehatan Profil Kesehatan Indonesia
2016.
Khairani,Y.2018.EpidemiologiKehamilanEktopik.https://www.alomedika.com/
penyakit/obstetrik-danginekologi/kehamilan-ektopik/epidemiologi. diakses
tanggal 1 Februari 2021.
Komariah, S. dan Nugroho, H. 2019. Hubungan Pengetahuan, Usia Dan Paritas
Dengan Kejadian Komplikasi Kehamilan Pada Ibu Hamil Trimester III Di
Rumah Sakit Ibu Dan Anak Aisyiyah Samarinda. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Uwigama, 5(2): 83-93. Kristianingsih, A. dan Halimah, A.
2018. Hubungan Keterpaparan Asap Rokok Dengan Kejadian Kehamilan
Ektopik di RSIA Anugerah Medical Center Kota Metro Tahun 2016. Jurnal
kebidanan, 4(1): 30-33.
Manuaba, ida bagus Gde. 2013. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan
keluarga berencana. Jakarta : EGC.
Norma, N dan Dwi, M., 2018. Asuhan Kebidanan Patologi Teori dan Tinjauan
Kasus Dilengkapi Contoh Askeb. Edisi 3. Nuha Medika. Yogyakarta.

30
Pantikawati Ika dan Saryono.2013. Asuhan Kebidanan I (Kehamilan). Yogyakarta
: Nuha Medika.
Pratiwi, A.M., 2019. Patologi Kehamilan: Memahami Berbagai Penyakit dan
Komplikasi Kehamilan. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu kebidanan. Yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo. Jakarta.
Prasanna, B., Jhansi, CB., Swathi, K., Mahaboob, V. 2016. A Study on Risk
Factors and Clinical Presentation of Ectopic Pregnancy in Woman
Attending a Tertiary Care Centre. IAIM, 3(1): 90-96.
Ratnawati, A. (2020). Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: PUSTAKA
BARU.
Santoso, B. 2016. Analisis Faktor Risiko Kehamilan Ektopik. Jurnal Ners, 6(2):
164-168. Sariroh, W. dan Primariawan, R.Y. 2015. Tingginya Infeksi
Chlamydia Trachomatis pada kerusakan Tuba Fallopi Wanita Infertil.
Majalah Obstetri dan Ginekologi. 23(2): 69-74.
Suryawinata, A. dan Islamy, N. 2019. Komplikasi pada Kehamilan dengan
Riwayat Caesarian Section. Jurnal Agromedicine , 6(2): 364–369.
Tarigan, G.Y., 2016. Karakteristik Pasien Kehamilan Ektopik Terganggu di RSUP
H. Adam Malik Medan Periode Tahun 2012 -2015. Repositori Institusi
Universitas Sumatera Utara.
Triana, A. 2019. Hubungan Umur dan Paritas Ibu Hamil Dengan Kejadian
Kehamilan Ektopik Terganggu di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Journal
of Health Sciences, 8(1): 1-5.
Yadav, A., Prakash, A., Sharma, C., Pegu, B., dan Saha, M.K. 2017. Trends of
ectopic pregnancies in Andaman and Nicobar Islands. International Journal
of Reproduction, Contraception, Obstetrics and Gynecology. 6(1): 15-19.
Yefi. 2018. Buku Ajar Tanda Bahaya Kehamilan.
https://nanopdf.com/download/buku-ajar-yefi-wordpresscom_pdf : 16
Januari 2018.
Yulaikhah, L. (2019). Buku Ajaran Asuhan Kebidanan Kehamilan. In Journal of
Chemical Information and Modeling (Vol. 53).PRESS.

31

Anda mungkin juga menyukai