A. Latar Belakang
Perkembangan kondisi ketenagakerjaan di Aceh sangat variatif. Bila dilihat dari
jumlah penduduk usia kerja, terjadi peningkatan jumlah penduduk yang bekerja dari
tahun 2016 hingga 2021. Peningkatan jumlah tersebut berimplikasi terhadap
meningkatnya jumlah penduduk usia kerja di Aceh yang juga memiliki tren yang
meningkat dari 3,51 juta orang menjadi 3,95 juta orang. Namun demikian, tren positif
tersebut tidak terjadi pada jumlah pengangguran yang terus mengalami peningkatan di
tahun 2020 dengan jumlah sebesar 167 ribu orang atau dengan Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) sebesar 6,59 persen. Kemudian pada tahun 2021 jumlah pengangguran
kembali menurun menjadi 158,86 ribu orang atau TPT sebesar 6.30 persen.
Indonesia memang menyumbang pekerja migran cukup tinggi. Data Badan
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menunjukkan penempatan pekerja
migran Indonesia sebesar 36.218 orang pada semester I tahun 2021. Dalam enam bulan
tersebut, penempatan pekerja migran tertinggi terjadi pada Maret 2021, yakni 7.072
orang. Sedangkan, penempatan pekerja migran terendah terjadi pada Februari 2021,
yakni 4.234 orang. Rendahnya jumlah itu seiring dengan adanya Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro di Jawa-Bali pada bulan kedua tahun
perilisan data dari BP2MI. (BP2MI, 2021).
Kekurangan dokumen bagi pekerja kapal perikanan yang ingin bekerja keluar negeri
memberikan peluang kepada perusahaan-perusahaan swasta untuk melakukan praktik
perbudakan bagi para Awak Kapal Perikanan Indonesia yang akan bekerja ke luar negeri.
Beberapa informasi hasil sharing yang dilakukan dengan beberapa mitra, kekurangan
dokumen kelengkapan sering kali dijadikan peluang bagi calo untuk memanfaatkan para
pencari pekerjaan dan kemudian bermuara pada praktek-praktek perbudakan di kapal
perikanan asing.
Rumoh Transparansi bersama dengan Greenpeace Indonesia telah melakukan
kajian terkait standarisasi pengawasan ketenagakerjaan dan pelayanan pengurusan
dokumen kelengkapan pelatihan dan perizinan bagi para pekerja migran awak kapal
perikanan (AKP) asal indonesia di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara sebagai Provinsi
Pembanding, yang mana dalam hasil kajian tersebut diketahui bahwa pengawasan
ketenagakerjaan untuk awak kapal perikanan migran masih sangat lemah, hal ini
dibuktikan dengan tidak tersedianya data pilah terkait awak kapal perikanan yang
bekerja diatas kapal perikanan asing sehingga membuat peluang mereka untuk menjadi
korban perbudakan semakin besar. Tidak hanya di sektor pengawasan ketenaga,
pelayanan pengurusan kelengkapan dokumen pelatihan dan perizinan bagi awak kapal
perikanan migran juga masih belum cukup maksimal dimana dari hasil temuan kajian ini
masih terdapat proses pelayanan yang belum sesuai dengan standar yang berlaku.
Dari kondisi di atas, Rumoh Transparansi bermaksud untuk melancurkan hasil
kajian tersebut sehingga dokumen ini nantinya dapat digunakan oleh publik dan instansi
terkait sebagai referensi untuk melakukan upaya perbaikan sehingga dapat
meminimalisir terjadinya perbudakan di atas kapal perikanan baik lokal maupun asing.
B. Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meluncurkan (launching) hasil Kajian tentang
standarisasi pengawasan ketenagakerjaan dan pelayanan pengurusan dokumen
kelengkapan pelatihan dan perizinan bagi para pekerja migran awak kapal perikanan
(AKP) asal indonesia di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara sebagai Provinsi Pembanding.
No Lembaga Jumlah
26 MaTA 1 Orang
09.10 - 09.20 Kata Sambutan dan Pembukaan Acara Kepala Dinas Kelautan
dan Perikanan Aceh
10.15 - 10.30 Paparan 3. Upaya BP3MI Aceh dalam Kepala BP3MI Aceh
menekan potensi Perbudakan di atas
Kapal Perikanan Asing