Anda di halaman 1dari 65

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RISIKO

PERILAKU KEKERASAN DIRUMAH SAKIT JIWA Prof. Dr. V. L.

RATUMBUYSANG KALASEY

Usulan Penelitian Karya Tulis Ilmiah

Program Studi Diploma Tiga Kesehatan Jurusan Keperawatan

Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado

Diajukan oleh

Talitha Febyola Thania Kakahis

711440120032

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO

2023
LEMBAR PERSETUJUAN
Usulan Peneliti KTI
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Risiko Perilaku Kekerasan
Dirumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Kalasey

Yang diajukan oleh


Talitha Febyola Thania Kakahis
NIM. 711440120032

Telah Disetujui Oleh :

Pembimbing I

Hendrik Damping S.pd, M.pd


NIP. 19660128 199003 1 002

Pembimbing II

Tinneke Tololilu S.Kep, Ns, M.Kep


NIP. 19730811 199803 2 001
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI............... .......................................................................................... iv

DAFTAR TABEL................................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………..vi

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................

A. Latar Belakang ...................................................................................

B. Rumusan Masalah ..............................................................................

C. Tujuan Penelitian ...............................................................................

1. Tujuan Umum .............................................................................

2. Tujuan Khusus .............................................................................

D. Manfaat Peneliti …...............................................................................

1. Manfaat Teoritis………………………………………………

2. Manfaat Praktis....................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................

A. Konsep Dasar Skizofrenia…….....................................................................

1. Definisi

Skizofrenia………………………………………………..

2. Etiologi

Skizofrenia………………………………………………..
3. Kriteria Skizofrenia………………………………………………..

4. Pemeriksaan

Penunjang……………………………………………

5. Penatalaksanaan…………………………………………………...

B. Konsep Dasar Risiko Perilaku Kekerasan.............................................. ..

1. Definisi………………………………………………………………

2. Etiologi………………………………………………………………

3. Pohon Masalah………………………………………………………

4. Rentang Respon Marah………………………………………………

5. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan……………………………….

C. Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa................................................. ……….

1. Pengkajian …………………………………………………………..

2. Analisa Data…………………………………………………………

3. Diagnosa Keperawatan………………………………………………

4. Rencana Keperawatan……………………………………………….

5. Implementasi Keperawatan………………………………………….

6. Evaluasi Keperawatan……………………………………………….

BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................

A. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian…………………………………………………….

2. Variabel Penelitian………………………………………………...

3. Definisi Operasional……………………………………………….
4. Populasi dan Sample……………………………………………….

5. Instrumen Penelitian……………………………………………….

6. Teknik Pengumpulan Data………………………………………..

7. Pengelolaan dan Analisa Data…………………………………….

B. Jalannya Penelitian………………………………………………….

C. Biaya Penelitian…………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................

LAMPIRAN …………………………………………………………….…………
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang dialami seseorang bahwa orang

itu sehat psikologi dan sosial dapat dilihat ketika menjalin hubungan

interpersonal bisa memuaskan, emosional yang posotif, punya konseptual diri

yang positif, serta koping yang efektif (Videbeck, 2018).

Resiko Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan

untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologi. Resiko perilaku

kekerasan juga merupakan hasil darih marah yng ekstrim (kemarahan) atau

ketakutan (Panik) sebagai respon terhadap perasaan terancam, baik berupa

ancaman serangan fisik ataupun konsepdiri (Pardede, 2020). Skizofrenia yang

tidak terawatt dapat membuahkan masalah emosional perilaku kesehatan,

hukum dan keuangan yang berdampak disetiap sendi kehidupan (Suharta,

2020).

Menurut World Health Organization (WHO), 2010 Memperkirakan dari

seluruh orang didunia terdapat 450 juta yang mengalami gangguan mental.

Dimana perkiraaan peluang penduduk yang akan mengalami gangguan jiwa

pada usia tertentu yaitu 25%. Saat ini presentasi pada orang dewasa yang
mengalami ganguan jiwa yaitu 10%.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari Kementrian

Republik Indonesia (2018) pada penduduk Indonesia orang yang menderita

ganguan jiwa berat prevalensinya 7% permil, prevalensi 9% gangguan mental

emosional penduduk Indonesia. DiBali terdapat pasien dengan gangguan jiwa

berat dengan presentase 10,5% itu menjadi kasus gangguan jiwa berat

terbanyak yang ada di Indonesia. Terjadi peningkatan sejak 2013 yaitu 1,7%,

gangguan mental emosional 6%, dan tahun 2018 gangguan jiwa berat naik

menjadi 7%. Sulawesi utara mengalami peningkatan sejak 2013 dari 0,8%

menjadi 7,4% pada tahun 2017 dari 2.750.320 warga Sulawesi Utara ada

sekitar 687.580 orang yang berpotensi mengalami gangguan jiwa.

Hasil penelitian yang dilakukan Prasetya, (2018) intervensi pada pasien

dengan perilaku kekerasan dapat dilakukan dengan pemberian teknik

mengontrol perilaku kekerasan dengan pemberian SP I cara fisik yaitu relaksasi

tarik nafas dalam serta penyaluran energy, SP II dengan pemberian obat, SP III

ver bal atau sosial, SP IV Spiritual. Intervensi tersebut dilakukan kepada pasien

melalui jadwal kegiatan sehari dalam upaya mengevaluasi kemampuan pasien

mengontrol risiko perilaku kekerasan. Menurut penelitian yang dilakukan

Wardhani, (2020) penanganan pasien risiko perilaku kekerasan dapat dilakukan

dengan farmakologi dan difokuskan pada aspek positif, intelektual, emosional,

dan spiritual.

Berdasarkan data pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Jiwa Prof.

Dr.V.L.Ratumbuysang Kalasey pada tahun 2022 rata-rata pasien rawat inap di


RSJ Prof. Dr.V.L.Ratumbuysang Kalasey sebanyak 164 orang dan pada januari

2023 rata-rata pasien rawat inap di RSJ Prof. Dr.V.L.Ratumbuysang Kalasey

sebanyak 135 orang dengan presentase 48% yang mengalami halusinasi,

presentase 23% yang mengalami harga deficit perawatan diri, presentase 11%

yang mengalami harga diri rendah, presentase 9% yang mengalami risiko

perilaku kekerasan, presentase 6% yang mengalami isolasi social. presentase

2% yang mengalami perilaku kekerasan, presentase 1% yang mengalami

waham.

Berdasarkan latar belakang diatas, perlu dilakukan penelitian dirumah

sakit jiwa Ratumbuysang Kalasey untuk menjelaskan Asuhan Keperawatan

Jiwa pada pasien dengan Risiko Perilaku Kekerasan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Uraian masalah pada latar belakang diatas, dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut : “ Bagaimana Penerapan Asuhan Keperawatan Pada

Klien dengan Risiko Perilaku Kekerasan (RPK)?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

penerapan Asuhan keperawatan pada klien dengan Risiko Perilaku

Kekerasan (RPK).

2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji klien dengan resiko perilku kekerasan.

b. Merumuskan diagnosis keperawatan pada klien dengan resiko perilaku

kekerasan.

c. Menyususn perencanaan keperawatan pada klien dengan resiko perilaku

kekerasan.

d. Melakukan Implementasi keperaatan pada klien dengan resiko perilaku

kekerasan.

e. Mengevaluasi klien dengan resiko perilaku kekerasan menggunakan

teknik asertif.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dapat menambah wawasan tentang penerapan asuhan keperawatan pada

klien dengan resiko perilaku kekerasan (RPK).

2. Manfaat Praktis

a. Institusi Pendidikan

Sebagai sumber bacaan meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan

khususnya pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan dan dapat

menambah pengetahuan bapi pembaca.

b. Bagi Peneliti

Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

dan menambah wawasan tentang penerapan asuhan keperawatan, dan

meningkatkan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan


khususnya pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan (RPK).

c. Bagi Tempat Penelitian

Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat

khususnya untuk salah satu bahan acuan untuk melakukan penelitian yang

akan datang.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Skizofrenia

1. Definisi Skizofrenia

Skizofrenia berasal dari dua kata yaitu “Skizo” yang berarti retak

atau pecah (spilt), dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian

skizofrenia ialah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan

kepribadian (splitting of personality), Hawari (2018). Skizofrenia adalah

suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir

serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek atau

emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama

karena waham dan halusinasi, asosiasi terbagi-bagi sehingga menimbulkan

inkoherensi (Dereja , 2016). Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosa

yang sering dijumpai di mana-mana sejak dahulu kala. Sebelum Kraepelin

tidak ada kesatuan pendapat mengenai berbagai gangguan jiwa yang

sekarang dinamakan skizofrenia (Sutejo, 2016).


2. Etiologi Skizofrenia

Menurut Videbeck (2020) terdapat dua faktor penyebab skizofrenia,

yaitu :

a. Faktor predisposisi

1) Faktor biologis

a) Faktor genetik

Faktor genetik ialah faktor utama pencetus dari skizofrenia.

Anak yang memiliki orang tua biologis penderita skizofrenia tetapi

diadopsi pada saat lahir oleh keluarga tanpa riwayat skizofrenia

masih memiliki risiko genetik dari orang tua biologis mereka. Hal

ini dibuktikan dengan penelitian bahwa anak yang memiliki satu

orang tua penderita skizofrenia memiliki resiko 15%, angka ini

meningkat sampai 35% jika kedua orang tua biologis menderita

skizofrenia.

b). Faktor Neuroanatomi

Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita

skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatif lebih sedikit. Hal ini

dapat memperlihatkan suatu kegagalan perkembangan atau

kehilangan jaringan selanjutnya. Computerized Tomography (CT

Scan) menunjukkan pembesaran ventrikel otak dan atrofi korteks

otak. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)

menunjukkan bahwa ada penurunan oksigen dan metabolisme


glukosa pada struktur korteks frontal otak. Riset secara konsisten

menunjukkan penurunan volume otak dan fungsi otak yang

abnormal pada area temporal dan frontal individu penderita

skizofrenia.

Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah

sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada penderita skizofrenia

terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel terlihat

melebar, penurunan massa abu-abu, dan beberapa area terjadi

peningkatan maupun penurunan aktivitas metabolik. Pemeriksaan

mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam

distribusi sel

otak yang timbul pada massa prenatal karena tidak ditemukannya

sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.

c). Neurokimia

Penelitian neurokimia secara konsisten memperlihatkan

adanya perubahan sistem neurotransmitters otak pada individu

penderita skizofrenia. Pada orang normal, sistem switch pada otak

bekerja dengan normal. Sinyal-sinyal persepsi yang datang dikirim

kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan sehingga

menghasilkan perasaan, pemikiran, dan akhirnya melakukan

tindakan sesuai kebutuhan saat itu. Pada otak penderita skizofrenia,

sinyal-sinyal yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak

berhasil mencapai sambungan sel yang dituju.


2). Faktor psikologis

Skizofrenia terjadi karena kegagalan dalam menyelesaikan

perkembangan awal psikososial sebagai contoh seorang anak yang

tidak mampu membentuk hubungan saling percaya yang dapat

mengakibatkan konflik intrapsikis seumur hidup. Skizofrenia yang

parah terlihat pada ketidakmampuan mengatasi masalah yang ada.

Gangguan identitas, ketidakmampuan untuk mengatasi masalah

pencitraan, dan ketidakmampuan untuk mengontrol diri sendiri

juga merupakan kunci dari teori ini.

3) Faktor sosiokultural dan lingkungan

Faktor sosiokultural dan lingkungan menunjukkan bahwa

jumlah individu dari sosial ekonomi kelas rendah mengalami gejala

skizofrenia lebih besar dibandingkan dengan individu dari sosial

ekonomi yang lebih tinggi. Kejadian ini berhubungan dengan

kemiskinan, akomodasi perumahan padat, nutrisi tidak memadahi,

tidak ada perawatan prenatal, sumber daya untuk menghadapi

stress, dan perasaan putus asa.

b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi dari skizofrenia antara lain sebagai berikut :

1) Biologis
Stressor biologis yang berbuhungan dengan respons

neurobiologis maladaptif meliputi : gangguan dalam komunikasi

dan putaran umpan balik otak yang mengatur proses balik

informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam

otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif

menanggapi stimulus.

2) Lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara

biologis berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan

terjadinya gangguan pikiran.

3) Pemicu gejala

Pemicu merupakan prekursor dan stimuli yang sering

menimbulkan episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasanya

terdapat pada respon neurobiologis maladaptif yang berhubungan

dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu.

3. Kriteria Skizofrenia

Menurut zuraida (2017), seorang dikatakan menderita skizofrenia

bila mengalami dua atau lebih gejala yang telah berlangsung selama

sekurang-kurangnya satu bulan lamanya. Menurut Hawari (2018), gejala-

gejala skizofrenia yaitu:


a. Delusi atau waham: yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak

masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa

keyakinan itu tidak rasional, namun pasien tetap meyakini

kebenarannya.

b. Halusinasi: yaitu pengalaman panca indera tanpa rangsangan

(stimulus). Misalnya pasien mendengar suara-suara atau bisikan-

bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara atau bisikian

itu.

c. Kekacauan alam pikir: yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya.

Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.

d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara

dengan semangat dan gembira berlebihan, yang ditunjukkan dengan

perilaku kekerasan.

e. Merasa dirinya “orang besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan

sejenisnya.

f. Pikiran penuh dengan ketakutan sampai kecurigaan atau seakan-akan

ada ancaman terhadap dirinya.

g. Menyimpan rasa permusuhan.

h. Gejala negatif: seperti afek yang terganggu, ketiadaan pembicaraan,

ketiadaan gerakan dan sikap menarik diri yang berlebihan.

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk pasien skizofrenia

(Townsend, 2018), yaitu:

a. Neuropatologi

Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi

neuropatologi. Secara umum didapatkan :

1) Atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus

temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital,

korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh

2) Berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).

b. Pemeriksaan neuropsikologik

Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia.

1) Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada

atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui

secara rinci pola defisit yang terjadi

2) Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang

ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti

gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan

pengertian berbahasa.

c. CT scan:

1) Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya

selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi


kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya

merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada

penyakit ini

2) Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel

berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan

status mini mental.

d. MRI

1) Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler

(Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini

merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan

kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah

subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta

pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.

2) MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit

alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran

(atropi) dari hipokampus.

e. EEG

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis.

Sedang pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat


pada lobus frontalis yang non spesifik.

f. PET (Positron Emission Tomography)

Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan:

1) Penurunan aliran darah

2) Metabolisme O2

3) Dan glukosa didaerah serebral

4) Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini

sangat

berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi danselalu dan sesuai

dengan hasil observasi penelitian neuropatologi.

g. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)

Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer.

Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit

kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara

rutin.

h. Laboratorium darah

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita

alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan

penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin,

B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat,

serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara selektif.


5. Penatalaksanaan

Adapun jenis pengobatan pada pasein skizofrenia ( Maramis, 2018 ),

adalah sebagai berikut:

a. Farmakoterapi

Indikasi pemberian obat psikotik pada skizofrenia adalah untuk

mengendalikan gejala aktif dan juga untuk mencegah kekambuhan.

Strategi pengobatan tergantung pada fase penyakit apakah akut atau

kronis. Fase akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami

atau yang kambuh) yang perlu segera diatasi. Tujuan pengobatan disini

adalah mengurangi gejala psikotik yang parah. Dengan fenotiazin biasanya

waham dan halusinasi hilang dalam waktu 2-3 minggu. Biarpun tetap

masih ada waham dan halusinasi, pasien tidak begitu terpengaruh lagi dan

menjadi lebih kooperatif, mau ikut serta dalam kegiatan lingkungannya

dan mau turut terapi kerja.

b. Elektro Convulsive Terapi (ECT)

ECT baik hasilnya pada jenis katatonik terutama stupor, terhadap

skizofrenia simplex efeknya mengecewakan, bila gejala hanya ringan

lantas diberi ECT, kadang-kadang gejala menjadi lebih berat.

c. Psikoterapi dan rehabilitasi

Psikoterapi suportif atau kelompok dapat membantu pasien serta

memberikan mimbingan yang praktis dengan maksud mengembalikan


pasien kembali ke masyarakat. Terapi perilaku dan latihan keterampilan

sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, merawat diri sendiri,

latihan praktis dan komunikasi interpersonal.

B. Konsep Dasar Risiko Perilaku Kekerasan

1. Definisi

Perilaku kekerasan merupakan bentuk perilaku yang bertujuan

untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan

definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal,

diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku

kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang

berlangsung kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan.

Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan

ditujuhkan pada diri sendiri/orang lain secara verbal dan pada

lingkungan. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk

perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun

psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk

pada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut

dengan perasaan marah (Depkes RI, 2006, Berkowitz, 1993 dalam

Dermawan dan Rusdi, 2013).

2. Etiologi

Beberapa factor-faktor yang mempengaruhi risiko perilaku


kekerasan adalah sebagai berikut :

1. Faktor predisposisi :

a) Psikologis menjadi salah satu factor penyebab karena kegagalan

yang dialami dapat menimbulkan seseorang menjadi frustasi yang

kemudian dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan.

b) Perilaku juga mempengaruhi perilaku kekerasan, kekerasan yang

didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka perilaku tersebut

diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut dijadikan perilaku

yang wajar.

c) Sosial budaya dapat mempengaruhi karena budaya yang pasif-

agresif dan control social yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan

akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang wajar.

d)Bioneurologis beberapa pendapat bahwa kerusakan pada sistem

limbik,nlobus frontal, lobos temporal, dan ketidakseimbangan

neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan.

2.factor presipitasi

secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,

baik injuri fisik, psikis, atau ancaman konsep diri.

1) Ekspresi diri dimana ingin menunjukkan eksistensi diri atau symbol

solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng

sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.

2) Ekspresi diri tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social

ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta

tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung

melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

4) Adanya Riwayat perilaku anti social meliputi penyalagunaan obat dan

alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat

menghadapi rasa frustasi.

5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,

perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan

keluarga.

3. Pohon masalah

Risiko mencederai diri

Perilaku Kekerasan

Gangguan harga diri rendah

Koping individu tidak efektif Koping keluarga tidak efektif

Pohon Masalah

Dikutip dari (Azizah, et al,2016)


4. Rentang Respon Marah

Respon marah berfluktuasi sepanjang respon adaptif dan malapdatif

Respon adaptif Respon

maladaptive

Asertif Pasif Perilaku kekerasan

Dalam setiap orang terdapat kapasitas berperilaku pasif, asertif, dan

agresif/perilaku kekerasan (Stuart dan Laraia, 2005 dalam Dermawan dan

Rusdi 2013).

1) Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu menyatakan

atau mengungkapkan rasa mara atau tidak setiuju tanpa menyalahkan

dan menyakiti orang lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan

kelegaan pada individu.

2) Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu

menyatakan atau mengungkapkan perasaan marah yang sedang

dialami, dilakukan dengan tujuan menghindari suatu ancaman nyata.

3) Agresif/Perilaku kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan yang

sangat tinggi atau ketakutan(panik).

Stres, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan

kemarahan yang dapat mengarah pada perilaku kekerasan. Respon marah

bisa diekspresikan secara eksternal (perilaku kekerasan) maupun internal

(depresi dan penyakit fisik).


Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruksif, menggunakan

kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang

lain, akan memberikan perasaan lega, menurunkan ketegangan sehingga

perasaan marah dapat teratasi. Apabila perasaan marah diekspresikan

dengan perilaku biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara

demikian tidak menyelesaikan masalah, bahkan menimbulkan kemarahan

yang berkepanjangan dan perilaku destruktif.

Perilaku yang asertif seperti mrenekan rasa marah dilakukan individu

seperti pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari perasaan marahnya

sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan

menimbulkan perasaan destruktif yang ditunjukkan kepada diri sendiri.

(Dermawan dan Rusdi 2013).

5. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan

Menurut (Damaiyanti 2014) tanda dan gejala yang ditemui pada

klien melalui observasi atau wawancara tentang perilaku kekerasan adalah

sebagai berikut :

1) Muka merah dan tegang

2) Pandangan tajam

3) Mengatupkan rahang dengan kuat

4) Mengepalkan tangan

5) Jalan mondar-mandir

6) Bicara kasar

7) Suara tinggi, Menjerit atau berteriak


8) Mengancam secara verbal atau fisik

9) Melempar atau memukul benda atau fisik

10) Merusak benda atau barang

11) Tidak memiliki kemampuan mencegah/mengendalikan perilaku

kekerasan.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Data-data tersebut dikelompokkan menjadi faktor

predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap dtressor, sumber

koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien. Data-data yang

diperoleh selama pengkajian juga dapat dikelompokkan menjadi data

subjektif dan data objektif. (Deden dan Rusdi, 2013).

Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap

pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan

atau masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis,

psikologis,social dan spiritual dalam (Azizah, et al,2016).

Menurut Nurhalimah (2016) penyebab terjadinya perilaku

kekerasan dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep stres adaptasi

Struart yang meliputi faktor predisposisi (faktor yang

melatarbelakangi) dan faktor presipitasi (faktor yang memicu adanya

masalah).
a. Faktor Predisposisi

Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku

kekerasan, meliputi :

1.) Faktor Biologis

Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor

herediter yaitu adanya anggota keluarga yang sering memperlihatkan

atau melakukan perilaku kekerasan, adanya anggota keluarga yang

mengalami gangguan jiwa, adanya riwayat penyakit atau trauma

kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA (narkotika, psikotropika, dan

zat adiktif lainnya). Sedangkan menurut Sutejo (2017) dari faktor-

faktor tersebut masih ada teoroi-teori yang menjelaskan tiap faktor.

a.) Teori dorongan naluri (Instinctual drive theory)

Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh

suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat. Penelitian neurobiologi

mendapatkan bahwa adanya 13 pemberian stimulus elektris ringan

pada hipotalamus (yang berada di tengah sistem limbik) binatang

ternyata menimbulkan perilaku agresif.

b.) Teori psikomatik (Psycomatic theory)

Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respon psikologi

terhadap stimulus eskternal maupun internal. Sehingga sistem

limbik memiliki peran sebagai pusat untuk mengekspresikan

mauun menghambat rasa marah.


2.) Faktor Psikologi

a.) Frustation aggresion theory

Menerjemahkan bahwa bila usaha seseorang untuk

mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul

dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku

yang dirancang untuk melukai orang atau objek. Hal ini dapat

terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal

atau terhambat. keadaan frustasi dapat mendorong individu untuk

berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui

perilaku kekerasan.

b.) Teori Perilaku (Behaviororal theory)

Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat

dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung.

Reinforcement yang diterima saat melakukan kesalahan sering

menimbulkan kekerasan di dalam maupun di luar rumah.

c.) Teori Eksistensi (Existential theory) Salah satu kebutuhan dasar

manusia adalah bertindak sesuai perilaku. Apabila kebutuhan

tersebut tidak dipenuhi melalui perilaku konstruktif, maka individu

akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.

3.) Faktor Sosial Budaya

Teori lingkungan sosial (social environment theory)

menyatakan bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap


individu dalam mengekspresikan marah. Norma budaya dapat

mendukung individu untuk berespon asertif atau agresif. Perilaku

kekerasan dapat dipelajari secara langsung melalui proses

sosialisasi (Social learning theory). Social learning theory

menerjemahkan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon

yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi,

dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar

kemungkinan untuk terjadi. Sehingga seseorang akan berespon

terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan

respon yang dipelajarinya. Pembelajaran tersebut bisa internal

maupun eksternal. Contoh internal : orang yang mengalami

keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi 15

lebih agresif dibandingkan mereka yang tidak menonton film

tersebut; seorang anak yang marah karena tidak boleh beli es krim

kemudian ibunya memberinya es agar si anak berhenti marah, anak

tersebut akan belajar bahwa bila ia marah maka ia akan

mendapatkan apa yang ia inginkan. Contoh eksternal : seorang

anak menunjukan perilaku agresif setelah melihat seorang dewasa

mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah

boneka. Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan.

Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif

mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga

dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan


cara yang aserif.

b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada seiap individu

bersifat unik, berbeda satu orang dengan yang lain. Faktor ini

berhubungan dengan pengaruh stresor yang mencetuskan perilaku

kekerasan bagi setiap individu. Stresor tersebut dapat merupakan

penyebab yang berasal dari dalam maupun dari luar individu.

Stresor dari dalam berupa kehilangan relasi atau hubungan dengan

orang yang dicintai atau berarti seperti kehilangan keluarga,

sahabat yag dicintai, kehilangan rasa cinta, kekhawatiran terhadap

penyakit, fisik dan lain-lain. Sedangkan stresor dari luar berupa

serangan fisik, kehilangan, kematian, lingkungan yang terlalu ribut,

kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan.

c. Faktor Risiko

Menurut Nanda (dalam Sutejo 2017) menyatakan

faktorfaktor risiko dan risiko perilaku kekerasan terhadap diri

sendiri (risk for self-directed violence) dan risiko perilaku

kekerasan terhadap orang lain (risk for other-directed violence).

1.) Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for

selfdirected violence)

a.) Usia ≥ 45 tahun


b.) 15-19 tahun

c.) Isyarat tingkah laku (menulis catatan cinta yang sedih

menyatakan pesan bernada kemarahan kepada orang tertentu

yang telah menolak individu tersebut, dll)

d.) Konflik mengenai orientasi seksual

e.) Konflik dalam hubungan interpersonal

f.) Pengangguran atau kehilangan pekerjaan (masalah

pekerjaan) g.) Terlibat dalam tindakan seksual autoerotik

h.) Sumber daya personal yang tidak memadai

i.) Status perkawinan (sendiri, menjanda, bercerai)

j.) Isu kesehatan mental (depresi, psikosis, gangguan

kepribadian, penyalahgunaan zat

k.) Pekerjaan (profesional, eksekutif, administrator, atau

pemilik bisnis, dll)

l.) Pola kesulitan dalam keluarga (riwayat bunuh diri, sesuatu

yang bersifat kekerasan atau konfliktual)

m.)Isu kesehatan fisik

n.) Gangguan psikologis

o.) Isolasi sosial

p.) Ide bunuh diri

q.) Rencana bunuh diri

r.) Riwayat upacara bunuh diri berulang

s.) Isyarat verbal (membicarakan kematian, menanyakan


tentang dosis mematikan suatu obat, dll)

2.) Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other

violence)

a.) Akses atau ketersediaan senjata

b.) Alterasi (gangguan) fungsi kognitif

c.) Perilaku kejam terhadap binatang

d.) Riwayat kekerasan masa kecil, baik secara fisik, psikologis,

maupun seksual

e.) Riwayat penyalahgunaan zat

f.) Riwayat menyaksikan kekerasan dalam keluarga

g.) Impulsif

h.) Pelanggaran atau kejahatan kendaraan bermotor (seperti

pelanggaran lalu lintas, pengguanaan kendaraan bermototr

untuk melampiaskan amarah)

i.) Bahasa tubuh negatif (seperti kekauan, mengepalkan

tinju/ukulan, hiperaktivitas, dll)

j.) Gangguan neurologis (trauma kepala, gangguan serangan,

kejang, dll)

k.) Intoksikasi patologis

l.) Riwayat melakukan kekerasan tidak langsung (kencing

dilantai, menyobek objek di dinding, melempar barang,

memecahkan kaca, membanting pintu, dll)


m.) Pola perilaku kekerasan terhadap orang lain (menendang,

memukul, menggigit, mencakar, upaya perkosaan,

memperkosa, pelecehan seksual, mengencingi orang, dll)

n.) Pola ancaman kekerasan (ancaman secara verbal terhadap

objek atau orang lain, menyumpah serapah, gestur atau catatan

mengancam, ancaman seksual, dll)

o.) Pola perilaku kekerasan antisosial (mencuri, meimnjam

dengan memaksa, penolakan terhadap medikasi, dll)

d. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan dapat ditemukan

dengan wawancara melalui pertanyaan sebagai berikut :

1. Coba ceritakan ada kejadian apa/apa yang menyebabkan

anda marah?

2. Coba anda ceritakan apa yang anda rasakan ketika marah?

3. Perasaan apa yang anda rasakan ketika marah?

4. Sikap atau perilaku atau tindakan apa yang dilakukan saat

anda marah?

5. Apa akibat dari cara marah yang anda lakukan?

6. Apakah dengan cara yang digunakan penyebab marah

anda hilang?

7. Menurut anda apakah ada cara lain untuk

mengungkapkan kemarahan anda?


Setelah dilakukan wawancara dan observasi, muncul data

subyektif dan data subyektif dari hasil wawancara dan observasi.

1.) Data Subyektif

a) Ungkapan berupa ancaman

b) Ungkapan kata-kata kasar

c) Ungkapan ingin memukul/ melukai

2.) Data Objektif

a) Wajah memerah dan tegang

b) Pandangan tajam

c) Mengatupkan rahang dengan kuat

d) Mengepalkan tangan

e) Bicara kasar

f) Suara tinggi, menjerit atau berteriak

g) Mondar-mandir

h) Melempar atau memukul benda/orang lain

e. Mekanisme Koping

Perawat perlu mempelajari mekanisme koping untuk

membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang

konstruksif dalam mengeksprisikan marahnya. Secara umum

mekanisme koping yang sering digunakan antara lain mekanisme

pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, depresi,

denial, dan reaksi formasi.


f. Perilaku

Klien dengan gangguan perilaku kekerasan memiliki beberapa

perilaku yang perlu diperhatikan. Perilaku klien dengan gangguan

perilaku kekerasan dapat membahayakan bagi dirinya sendiri,

orang lain, maupun lingkungan sekitar.

Adapun perilaku yang harus dikenali dari klien gangguan

risiko perilaku kekerasan, antara lain :

1.) Menyerang atau menghindar

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan

sistem syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin

yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah

merah, pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik

gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat,

konstipasi, kewaspadaan meningkat, disertai ketegnagan otot

seperti ; rahang terkatup, tangan mengepal, tubuh menjadi kaku

dan disertai reflek yangcepat.

2.) Menyatakan secara asertif

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam

mengekspresikan kemarahannya yaitu perilaku pasif, agresif,

dan asertif. Perilaku asertif meru[akan cara terbaik individu

untuk mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang

lain secara fisik maupun psikologis. Dengan perilaku tersebut


juga dapat mengembangkan diri.

3.) Memberontak

Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat

konflik perilaku untuk menarik perhatian orang lain.

4.) Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri

sendiri, orang lain, maupun lingkungan.

g. Obat Psikofarmaka Pasien Perilaku Kekerasan

1.) Trazodon (tablet dosis 50, 100, 150, 300 mg)

2.) Karbamazepin (reaksi amuk) (tablet dosis 100 200 mg)

3.) Propanolol (dapat efektifdalam menurnkan ledakan

kekerasan dan agresif (dosis 80-800 mg/hari)

4.) Benzodiazepine

5.) Chlorpromazine

6.) Lithium

2. Analisa Data

Setelah mendapatkan data, selanjutnya adalah membuat analisa

data. Berikut contoh analisa data pada perilaku kekerasan :

Analisa Data.Sumber (Nurhalimah, 2016)

No Data Masalah

1. Data Suyektif : Perilaku kekerasan


Pasien mengatakan ia memukul ibunya

dengan sapu dan mengeluarkan kata kasar

dan tidak pantas karena tidak dibelikan

motor.

Data Obyektif :

 Suara keras

 Tangan mengepal

 Wajah mererah dan tegang

 Pandangan tajam

 mengatupkan rahang dengan kuat

 Mengepalkan tangan

 Bicara kasar

 Nada suara tinggi

3. Diagnosa Keperawatan

setelah dilakukan pengkajian dan analisa data selanjutnya adalah

penegakan diagnosa keperawatan dan pembuatan pohon masalah.

Diagnosis keperawatan risiko perilaku kekerasan dirumuskan jika

klien saat ini tidak melakukan perilaku kekerasan, tetapi pernah

melakukan perilaku kekerasan dan belum mampu mengendalikan

perilaku kekerasan tersebut

Menurut (Yusuf, A.Fitryasari, Nihayati,2015) yaitu :

1. Resiko Mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


berhubungan dengan perilaku kekerasan.

2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

Diagnosa keperawatan ialah identifikasi atau penilaiaan terhadap

pola respons klien baik actual maupun potensial dan merupakan dasar

pemilihan intervensi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh

perawat yang bertanggung jawab. (Muhith, 2015. Stuart 2016).

4. Rencana Keperawatan

Perencanaan keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan

terdiri dari penentuan prioritas masalah, menuliskaan tujuan dan

kriteria hasil juga menentukan intervensi keperawatan. Kegiatan ini

menggambarkan tujuan dan kriteria hasil dan tindakan yang akan di

lakukan dengan merujuk Standar Luaran Keperawatan Indonesia

(SLKI) dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Sesuai

tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 SLKI dan SIKI pada pasien Perilaku Kekerasan

Diagnosa Tujuan dan riteria hasil Intervensi


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
Resiko Perilaku Setelah di lakukan tindakan Pencegahan perilaku
kekerasan (D.0146) keperawatan diharapkan kekerasan (I.14544)
Kontrol Diri (L.09076) Observasi
membaik dengan kriteria hasil: - Monitor adanya
benda yang
1. Verbalisasi ancaman berpotensi
kepada orang lain membahayakan
menurun (mis. Benda tajam,
tali)
2. Verbalisasi umpatan - Monitor keamanan
menurun barang yang
3. Perilaku menyerang dibawah oleh
pengunjung
menurun
- Monitor selama
4. Perilaku melukai diri pengunaan barang
sendiri/orang lain yang dapat
menurun membahayakan
5. Perilaku merusak (mis. Pisau cukur)
lingkungan sekitar Terapeutik
menurun - Pertahankan
6. Perilaku agresif/amuk lingkungan bebas
dari bahaya secara
menurun
rutin
7. Suara keras menurun - Libatkan keluarga
8. Bicara ketus menurun dalam perawatan
9. Veebalisasi keinginan Edukasi
bunuh diri menurun - Anjurkan
10. Verbalisasi ancaman pengunjung dan
bunuh diri menurun keluarga
untukmendukung
11. Verbalisasi ancaman
keselamatan pasien
bunuh diri menurun - Latihan cara
12. Perilaku merencanakan mengungkapkan
bunuh diri menurun perasaan secara
asertif
- Latihan mengurangi
kemarahan secara
verbal dan
nonverbal (mis.
relaksasi, bercerita)
Gangguan presepsi Setelah di lakukan tindakan Manajemen Halusinasi
sensorik (D.0085) keperawatan diharapkan (I.09288)
Persepsi Sensori (L.09083) Observasi
membaik dengan kriteria hasil: - Monitor perilaku
yang mengindikasi
1. Verbalisasi mendengar halusinasi
bisikan menurun - Monitor isi
2. Verbalisasai melihat halusinasi (mis.
Kekerasan atau
bayangan menurun
membahayakan
3. Verbalisasai diri)
merasakan sesuatu Terapeutik
melalui indra perabaan - Pertahankan
menurun lingkungan yang
aman
4. Verbalisasai merasakan - Diskusikan
sesuatu melalui indra perasaan dan
penciuman menurun respons terhadap
halusinasi
5. Verbalisasi merasakn
Edukasi
sesuatu melalui indra
- Anjurkan
pengecepan menurun memonitor sendiri
6. Distorsi Sensori situasi terjadinya
menurun halusinasi
7. Perilaku persepsi - Anjurkan
sensori menurun melakukan distraksi
8. Menarik diri menurun (mis.Mendengarkan
musik, melakukan
9. Melamun menurun
aktivitas dan teknik
10. Curiga Meurun relaksasi)
11. Mondar-mandir - Ajarkan pasien dan
menurun keluarga cara
12. Respons sesuai mengontrol
stimulus meningkat halusinasi
Kolaborasi
13. Konsentrasi meningkat
- Kolaborasi
14. Orientasi meningkat
pemberian obat
antipsikotik dan
antiansietas, jika
perlu
Harga Diri Rendah Setelah di lakukan tindakan Manajemen Perilaku
Kronis (D. 0086) keperawatan diharapkan Harga (I.12463)
Diri (L.09069) membaik Opservasi
dengan kriteria hasil: - Mengidentifikasi
harapan untuk
1. Penilaian diri positif mengendalikan
meningkat perilaku
2. Penerimaan penilaian Terapeutik
positif terhadap diri - Batasi jumlah
sendiri meningkat pengunjung
3. Postur tubuh - Bicara dengan nada
Menampakkan wajah rendah dan tenang
meningkat - Hindari bersikap
4. Perasaan malu menyudutkan dan
menurun menghentikan
5. Perasaan bersalah pembicaraan
menurun - Hindari sikap
mengancam dan
berdebat
Edukasi
- Informasikan
keluarga bahwa
keluarga sebagai
dasar pembentukan
kognitif

Stategi Pelaksaan Tindakan Keperawatan

SP 1 :

1. Membina hubungan saling percaya

2. Mengidentifikasi penyebab marah

3. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan

4. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang telah dilakukan

5. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

6. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan

7. Membantu pasien mepraktikkan latihan cara mengontrol fisik 1 (tarik

nafas dalam ketika marah)

8. Membantu pasien membuat jadwal kegiatan

SP 2 :

1. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang

lalu

2. Mengevaluasi latihan pasien (latihan nafas dalam)

3. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 2: Pukul

bantal dan Kasur

4. Membantu pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian


SP 3 Pasien :
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik
3. Mengungkapkan perasaan dengan baik.
4. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal

SP 4
1. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
2. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal
3. Latihan sholat/berdoa
4. Buat jadwal latihan sholat/berdoa

SP 5
1. Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
2. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang
sudah dilatih.
3. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu
minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan pengunaan obat dan
akibat berhenti minum obat.
4. Susun jadual minum obat secara teratur
5. Mengevaluasi kegiatan dari SP 1-SP 5
6. Mengakiri kegiatan

5. Implementasi

Tindakan keperawatan merupakan standart asuhan yang

berhubungan dengan aktivitas keperawatan profesional yang dilakukan

oleh perawat, dimana implementasi dilakukan pada pasien dan

keluarga berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat. Pada situasi

nyata, implementasi sering kali jauh berbeda dengan rencana

Dalam Sujarwo (2018) mengatakan pengobatan pasien perilaku


kekerasan melalui asuhan keperawatan dengan strategi pelaksanaan

(SP) pada pasien seperti diskusi mengenai cara mengontrol perilaku

kekerasan secara fisik, obat, verbal, dan spiritual. Mengontrol perilaku

kekerasan secara fisik dapat dilakukan dengan cara melakukan nafas

dalam, pukul bantal atau kasur. Mengontrol secara verbal dengan cara

menolak dengan baik, meminta dengan baik, dan mengatakan dengan

baik. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual dengan

shalat dan berdoa. Serta mengontrol perilaku kekerasan dengan minum

obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar pasien, benar

nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan

benar dosis obat).

6. Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang dilakukan dengan membandingkan

respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang telah

ditentukan. Resiko perilaku kekerasan diharapkan tidak terjadi perilaku

kekerasan, klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat

mengenal risiko perilaku kekerasannya, klien dapat mengontrol risiko

perilaku kekerasan dengan jangka waktu 24 jam Pasien diharapkan

mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan,

perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, serta akibat dari perilaku

kekerasan yang dilakukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara

membandingkan hasil akhir yang sudah diamati dan tujuan atau


kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan (Sutejo 2017).

1) Evaluasi dapat dilakukan dengan cara menggunakan pendekatan


SOAP sebagai berikut:

a. S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang


telah dilaksanakan,

b. O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang


telah dilaksanakan,
c. A : Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah
baru, atau ada data yang kontradiksi terhadap masalah yang ada.

d. P : Tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respon pasien rencana


tindak lanjut dapat berupa hal rencana dilanjutkan (jika masalah
tidak berubah) atau rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah
dilaksanakan semua tindakan terapi hasil belum memuasakan)
(Anggit, 2021)

2) Evaluasi keperawatan pada pasien perilaku kekerasan menggunakan


pendekatan SOAP sebagai berikut:

a. S : Pasien mengatakan baik-baik saja, dan mau diajarkan cara


mengontrol marah
b. O : Pasien kooperatif, tatapan mata tajam ada kontak mata. Pasien
mampu mempraktekan teknik relaksasi nafas dalam
c. A : Tujuan tercapai apabila respon pasien sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditentukan, tujuan belum tercapai apabila
respon pasien tidak sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
d. P : Pertahankan kondisi pasien apabila tujuan tercapai, lanjutkan
perencanaan apabila terdapat tujuan yang belum mampu dicapai
oleh pasien (Rohmah, 2016).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian deskriptif dengan rancangan “ Studi Kasus”, yaitu mencari

fakta dengan penjelasan yang benar, bertujuan untuk mendeskripsikan

secara sistematis, aktual dan akurat, menggambarkan atau melukiskan

hubungan antara fakta, ciri dan fenomena yang diteliti. Dan memaparkan
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kini yang kemudian

dilaksanakan dalam penerapan asuhan keperawatan jiwa.

2.Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini menggunakan mono variable.

3.Definisi Operasional

1. Asuhan keperawatanadalah proses keperawatan yang diberikan

pada pasien Risiko perilaku kekerasan yang meliputi tahap

pengkajian keperawatan, diagnose keperawatan, intervensi

keperawatan, implementasi keperawatan, dan sampai tahap

evaluasi keperawatan.

2. Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang

menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau

orang lain atau lingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual,

dan verbal.

4.Populasi dan Sample

1. Populasi

Populasi yang digunakan adalah pasien yang mengalami

gangguan jiwa.
2. Sample

Sample yang diambil adalah pasien yang mengalami

gangguan jiwa dengan ,masalah risiko perilaku kekerasan diRSJ

Prof. Dr.VL.Ratumbuysang Kalasey

5.Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini

menggunakan format pengkajian asuhan keperawatan jiwa, format Analisa

data, format perencanaan keperawatan, format implementasi dan evaluasi

keperawatan, serta alat-alat pendukung untuk menunjang pemeriksaan

fisik maupun kesehatan klien.

6.Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Melakukan tanya jawab langsung dengan klien untuk

memperoleh data terhadap informasi pasien.

2. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Melakukan pengamatan pada pasien dari pengkajian sampai

evaluasi dan melakukan pemeriksaan fisik disertai dengan

pembuatan catatan perkembangan dari setiap tindakan yang

dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah dibuat.


3. Dokumentasi

Mengetahui dan mengumpulkan data dari status pasien, bukti

hasil pemeriksaan, serta bukti laporan yang berkaitan dengan klien

untuk mendokumentasikan hasil pemeriksaan diagnosis dan

pemeriksaan penunjang lainnya.

7. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan dan Analisa data merupakan kemampuan

menghubungkan data-data yang terkait dengan konsep-konsep teori yang

relevan dengan kesimpulan akhir yaitu menentukan masalah Kesehatan

dan keperawatan dari klien.

Pengolahan data yang di lakukan dalam penelitian ini yaitu dengan

melihat dan mengidentifikasi hasil dari pengkajian yang dilakukan pada

pasien dengan masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan,

penentuan diagnose sesuai dengan pengkajian yang didapatkan dari

pasien, penyusunaan perencanaan tindakan keperawatan, implementasi

yang berisi tindakan yang dilakukan, dan evaluasi yang berisi hasil dari

perawatan yang dilakukan. Setelah melakukan pengkajian dengan

menggunakan komunikasi dua arah dengan pasien dan keluarga pasien

didapatkan data subjektif dan data objektif. Setelah didapatan data

subjektif dan objektif kemudian dilakukan penyusunan data dalam

analisa data untuk mendapatkan prioritas masalah keperawatan yang


dialami oleh pasien, setelah masalah keperawatan ditemukan maka

permasalahan tersebut diangkat untuk dijadikan diagnosa keperawatan.

Setelah diagnosa diangkat maka selanjutkan penyusunan rencana yang

berupa intervensi, kemudian akan di laksanakan dalam implementasi

yang akan dilakukan selama 3 hari. Setalah itu akan ditarik kesimpulan

dalam evaluasi keperawatan. Penyajian data ditampilkan dalam bentuk

table dan naratif.

B. Jalannya Penelitian

Tabel 3.1 Jalannya Penelitian

Rencana Kegiatan Waktu Pelaksanaan Kegiatan

Tahun

2022 2023

10 11 12 1 2 3 4 5
1 Mengajukan judul proposal

2 Melakukan survey data

3 Konsultasi BAB 1 , BAB 2, BAB 3

4 Revisi
BAB 1 , BAB 2, BAB 3

5 Pengesahan proposal

6 Ujian proposal

7 Revisi

8 Mengajukan etical clearance

9 Melakukan penelitian

10 Pengesahan laporan

11 Pengesahan KTI

12 Ujian KTI

13 Perbaikan
14 Pengesahan KTI pada dosen pembimbing

C .Biaya Penelitian

Tabel 3.1 Biaya Penelitian

No Kegiatan Volume Satuan Unit Jumlah


Cost (Rp)
(Rp)

1 Penyusunan proposal 4 Pkt 25.000 100.000


Penggandaan
proposal

2 Pengadaan baliho 1 Bh 60.000 60.000

3 ATK dan
Penggandaan

a. Kertas 2 Rim 53.000 106.000

b. Foto copy dan jilid 1 Pkt 150.000 150.000


c. Tinta printer 3 Bh 48.000 144.000

4 Penyusunan

Penggandaan laporan 4 Pkt 60.000 240.000


KTI

5 Pembayaran Etichal 1 unit 100.000 100.000


Clearance

6 Transporasi 15 Kl 15.000 225.000


penelitian

7 Konsumsi 4 Pkt 100.000 400.000

8 Bantuan untuk pasien 1 Pkt 50.000 50.000

Jumlah 1.115.000
DAFTAR PUSTAKA

Fajar Rinawati, M. A. (2016, November 1). Analisa Faktor-Faktor Penyebab

Gangguan Jiwa Menggunakan Pedekatan Model Adptasi Stress Struart.

Jurnal Ilmu Keperawatan Vol 5, 34-36.

http://ejurnaladhkdr.com/index.php/jik/article/view/112

Azizah Lilik, dkk. (2016). Buku Ajar Kesehatan Jiwa . Yogjakarta: Indomedia

Pustaka.http://rsjiwajambi.com/wpcontent/uploads/2019/09/Buku_Ajar_

Keperawatan_Kesehatan_Jiwa_Teori-dan-Aplikasi-Praktik-Klinik-1.pdf

Saswati, N. (2016, Juli 2). Pengaruh Penerapan Standart Asuhan Keperawatan

Perilaku Keperawatan. Jurnal Keperawatan Sriwijaya Volume -Nomer 2,

1-7. file:///C:/Users/U%20S%20E%20R/Downloads/1-7.pdf
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan

(2016).Modul Konsep Dasar Keperawatan. Kementrian Kesehatan RI.

RE Anita.(2018, juli 18). Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Utama Resiko

Perilaku Kekerasan . Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya.

http://repository.stikeshangtuahsbylibrary.ac.id/44/1/kti%20jiwa%20rpk

%20anita%20rosa%20elvita%20152.0003.

Ardita, W.R. (2019). Upaya Penurunan Resiko Perilaku Kekerasan Dengan Cara

Fisik: Pukul Bantal Pada Pasien DiRSJD dr. Arif Zainudin Sukarta,

Institusi Teknologi Sains dan Keseahatan PKU Muhammadiyah

Sukarakarta.http://repository.itspku.ac.id/119/.

Anisa, L,D. Budi, S.A.S. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pasien Resiko

Perilaku Kekerasan. Institusi Poltekkes Kemenkes Semarang.

https://ejournal.poltekkessmg.ac.id/ojs/index.php/jnj/article/view/7578/

pdf . Vol.5 No.2,

Ismaya. A, Asti. D.A. (2019). Penerapan Terapi Musik Klasik Untuk Meurunkan

Tanda dan Gejala Pasien Resiko Perilaku Kekerasan Dirumah Singgah

Dosaraso Kebumen, Universitas Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Muhammadiyah Gombong.

http://repository.urecol.org/index.php/proceeding/article/view/584

Kemenkes RI, (2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia.

Madhani, A. Kartina, I. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Resiko

Perilaku Kekerasan, Universitas Kusuma Husada Sukarakarta.


https://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/922/1/P17D%20NASPUB

%2019%2020_%20ANGGIT%20MADHANI_P17160.

Mauila, A, Aktifah, N. (2021). Gambaran Penerapan Terapi Assertiveness

Training terhadap Penurunan Resiko Perilaku Kekerasan Klien

Skizofrenia, Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan.

https://jurnal.umpp.ac.id/index.php/prosiding/article/view/830.

Pardede, A.J, Hulu, P.E. (2019). Pengaruh Behaviour Training Terhadap Risiko

Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Prof.

Dr. Muhammad Ildren Provsu Medan. Universitas Sari Mutiara.

https://journalpress.org/proceeding/ipkji/article/view/51

LAMPIRAN

Lampiran 1

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA


XI. Aspek medik

XII. Data focus

XIII. Analisa data


No Data Masalah Etiologi

XIV. Pohon masalah

XV. Diagnose keperawatan

XVI. Rencana keperawatan


Diagnose Tujuan dan kriteria Intervensi
keperawatan hasil

XVII. Implementasi dan Evaluasi


No Hari/ tanggal Implementasi Evaluasi
DX
Lampiran 2
Catatan keperawatan dan perkembangan

No. RM :
Nama :
Tanggal lahir :

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


No Hari/ Pukul Implementasi dan Evaluasi
DX Tanggal Evaluasi (SOAP)
Lampiran 3
INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN)

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
Nomor HP :

Telah mendapat keterangan secara terinci dan jelas mengenai :


1. Penelitian yang berjudul “…………………………………………………”
2. Perlakuan yang akan diterapkan pada subyek
3. Manfaat ikut sebagai subyek penelitian
4. Bahaya yang akan timbul
5. Prosedur Penelitian

dan prosedur penelitian mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai


segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Oleh karena itu saya
bersedia/tidak bersedia*) secara sukarela untuk menjadi subyek penelitian dengan
penuh kesadaran serta tanpa keterpaksaan.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari pihak
manapun.

Peneliti, Responden,

………………..………. ……………………………
Saksi,

…………………………..

Anda mungkin juga menyukai