Anda di halaman 1dari 4

Agus SAlim Sang Diplomator

Siapa yang tak kenal sosok pahlawan dengan gaya yang sangat mudah dikenali,
lelaki berkacamata, berkumis dan berjanggut putih serta selalu berpeci dialah Haji
Agus Salim, Sang Diplomat kita, yang dijuluki oleh Bung Karno sebagai The
Grand OldMan.

Lelaki Minang kelahiran Koto Gadang Agam ini memiliki keahlian berbicara
dalam tujuh bahasa asing, dikenal sebagai tokoh yang pandai berdiplomasi.

Karier diplomatik Haji Agus Salim sudah dimulai sejak usia muda, yaitu ketika
bekerja di Konsulat Belanda di Jeddah. Pada 1930, Agus Salim kembali
memperoleh kesempatan menghadiri pertemuan internasional di Belanda. Pada
forum itu, ia mempersiapkan pidatonya secara tertulis dalam bahasa Belanda.

Tapi, ketua sidang memintanya untuk berbicara dalam bahasa Perancis. Seketika
itu, ia berpidato dalam bahasa Perancis dengan lancar tanpa melihat teks.

Para delegasi dari negara lain pun terpukau mendengarkan pidatonya.

Berkat penampilan Agus Salim di forum internasional tersebut, nama Indonesia


ikut terangkat.

Kepiawaiannya berdiplomasi itulah membuat dia dipercaya sebagai Menteri Muda


Luar Negeri dalam beberapa masa kabinet. Sesudah pengakuan kedaulatan Agus
Salim ditunjuk sebagai penasehat Menteri Luar Negeri.

Pada saat menjabat Menteri Muda Luar Negeri Agus Salim diutus untuk
melakukan pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara
Arab, terutama Mesir pada tahun 1947.

Dalam buku untuk memperingati 100 tahun Agus Salim, AR Baswedan bercerita:

Empat lelaki dengan pakaian lusuh dan wajah lelah dari negara baru bernama
Indonesia tiba di gerbang imigrasi Mesir, mereka hanya membawa barang
seadanya karena harus menembus blokade Belanda.

Mereka juga diutus Presiden Soekarno untuk membalas kunjungan Muhammad


Abdul Mun’im, Konsul Jendral di Mumbai, India yang langsung datang ke
Yogyakarta bertaruh nyawa menembus Mesir blokade Belanda, untuk
menyerahkan surat penugasan beliau selain sebagai Konjen Mesir di India juga
sebagai Dubes Mesir untuk Indonesia.

Pengakuan resmi Mesir sadalah yang pertama atas sebuah negara atas kedaulatan
Republik Indonesia. Dan ini bukan hanya dilakukan dalam bentuk lisan, tapi secara
tertulis serta dengan cara mengutus seseorang sebagai duta besar.

Keempat lelaki ini lalu menyodorkan empat secarik kertas yang juga sama
lusuhnya yang berisi keterangan siapa mereka dan cap Republik Indonesia.
Indonesia kala itu sebagai negara yang baru berdiri memang belum sempat
menerbitkan paspor.

Melihat kertas lusuh dengan bercap Indonesia itu, maka petugas imigrasi Mesir
tentu saja mengernyitkan kening melihatnya. Dia malah terlihat melotot dan
dengan ketus bertanya apa maksud mereka dan apa arti kertas itu.

Maka H Agus Salim dan AR Baswedan bergantian menyahut dengan bahasa Arab
yang fasih, dan ini membuat para petugas imigrasi mengernyitkan kening. Setelah
bicara begitu, kini tapi tatapannya yang tadinya terkesan marah dan melotot
berubah. Sekarang berubah menjadi terpana.

Melihat itu, H Agus Salim pun segera meneruskan perkataannya, “Kami dari
Indonesia, sebuah negara baru di Asia Tenggara”.

Nah, sepertinya karena mendengar  H Agus Salim berbicara dalam bahasa Arab
yang fasih, sang petugas kembali bertanya, “Kalian muslim?”,

‘Ya!”, jawab keempat lelaki ini serentak.

Setelah itu, ada pernyataan balik yang ditimpali H Agus Salim, “Anda tahu siapa
yang memenuhi Makkah di musim haji?”

Petugas itu tertawa, “Ahlan wa sahlan, saudaraku, selamat datang di Mesir!”

Kini sikap dingin para petugas imigrasi Mesir langsung berubah. Bahkan, ada yang
tertawa, menjabat tangan, bahkan memeluk keempat  lelaki berpakian lusuh asal
sebuah negara baru di Asia Tenggara yang bernama Indonesia. 

Ada juga kisah diplomasi rokok kretek yang diceritakan Anak beliau siti Aisyah:
saat Agus Salim menghadiri acara penobatan istri Pangeran Philip, yakni Ratu
Elizabeth, yang naik tahta menggantikan ayahnya, diceritakan bahwa saat itu Agus
Salim bersama Sri Paku Alam IX diutus pemerintah RI menghadiri acara
penobatan tersebut.

Kala itu Agus Salim pertama kalinya bertemu dengan Sang Pangeran di acara
jamuan makan malam di Buckingham Palace. Ketika itu pemandangan yang dilihat
Agus Salim membuatnya terusik. Sebab Pangeran Pihilip lebih sibuk melayani
para tamu dari para bangsawan serta tokoh elite di Ingrris.

Padahal waktu itu tamu-tamu yang hadir merupakan orang-orang ternama dari
negaranya seperti Raja Arab Saudi dan Putra Mahkota Jepang saat itu, Akihito.
Melihat Pangeran Philip yang canggung terjebak dalam lingkaran obrolan dengan
para bangsawan dan tokoh elite Inggris, Agus Salim lantas menghampiri pangreran
sembari melambai-lambaikan rokok kretek yang telah disulutnya seraya bertanya,
“Apakah Paduka mengenal bau rokok ini?”. "Rasanya saya tidak mengenal aroma
ini Tuan,” jawab Pangeran Philip menimpali Agus Salim.

“Inilah yang menyebabkan bangsa Paduka beramai-ramai mendatangi negeri


saya,” balas Agus Salim.

Sang Pangeran tertawa lalu langsung teringat dengan para tamu kenegaraan dari
seluruh penjuru negeri yang hadir di Buckingham Palace yang kala itu. Pangeran
Philip lalu mendatangi para tamu kehormatannya tersebut.

Saat pasangan kerajaan hendak meninggalkan Gedung Westminster Abbey,


Pangeran Philip tiba-tiba menghampiri Agus Salim untuk memperkenalkannya
kepada sang istri, Ratu Elizabeth, seraya berkata, “Gentleman ini berasal dari
Indonesia,”.

Ada juga kisah kesabaran dan kebijakan beliau, Agustanzil Sjahroezah cucu beliau
bercerita:

Suatu hari di tahun 1920-an. Haji Agus Salim pernah mendapat penghinaan dari
orang-orang komunis. Secara sengaja beberapa aktivis muda Syarekat Islam (SI)
Merah, datang ke sebuah rapat yang menghadirkan HAS sebagai pembicara
utamanya. Tak ada niat untuk menyimak pidato HAS. Mereka hanya ingin berniat
membuat suasana rapat tersebut kisruh.

Setiap HAS (yang memiliki jenggot panjang laiknya kambing tua) berbicara, maka
anak-anak muda kiri tersebut serempak menyahutinya dengan suara:
'embeeekkkkkk'. Satu kali didiamkan. Begitu juga yang kedua kali. Namun begitu
kali ketiga embikan berjamaah itu terdengar, dengan tenang tetiba HAS
mengangkat tangan. Bahasan pidatonya berbelok.

"Tunggu sebentar. Bagi saya,adalah suatu hal yang sangat menyenangkan bahwa
kambing-kambing pun berkenan datang ke ruangan ini untuk mendengarkan pidato
saya. Hanya sayang sekali, mereka kurang mengerti bahasa manusia sehingga
menyela dengan cara yang kurang pantas. Jadi saya sarankan, agar sementara,
mereka tinggalkan ruangan ini untuk sekadar menikmati rumput di lapangan.
Sesudah pidato yang saya tujukan kepada manusia ini selesai, silakan mereka
kembali masuk dan saya akan pidato dalam bahasa kambing khusus untuk mereka.
Perlu diketahui, dalam Islam, kambing pun memiliki haknya sendiri. Karena saya
menguasai banyak bahasa, maka saya akan memenuhi hak mereka."

Anda mungkin juga menyukai