Anda di halaman 1dari 11

Drs.

Muslim Ilyas

BAGINDO AZIZ CHAN


(1910- 1947)

RIWAYAT DAN PERJUANGANNYA

Pemerintah kota padang


2005

Haya satu Tanah Air yang dapat kusebut Tanah Airku


Ia makmur karena usaha, dan usaha itu ialah usahaku

--------------------------------------------- Rene de Clereq


Untuk : Budi dan Widia, anakku

PEMERINTAH KOTA PADANG

Kata Sambutan

Tiap tahun, pada tanggal 19 Juli, rakyat Kota padang khusunya,


Masyarakat Sumatera Barat pada umumnya, memperingati hari
bersejarah, gugurnya Pahlawan Nasional Bagindo Aziz Chan. Gugurnya
Bagindo Aziz Chan pada tanggal 19 Juli 1947, mengawali Agresi Militer
Belanda Pertama ke daerah Republik Indonesia.

6 Agustus Kota Padang diperingati sebagai hari lahirnya Kota Padang


lambang semangat heroik rakyat Padang menentang kolonialisme
Belanda pada tahun …..

Setelah 38 tahun yang lalu Sdr. Drs. Muslim Ilyas menulis tentang
kepahlawanan Bapak Wali Kota Padang, Bagindo Aziz Chan, tahun 2005
ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

Kini Padang Kota Tercinta memulai babak baru dalam Pembangunan


yang berwawasan …………………., Program Wali Kota Padang, Bapak
Fauzi Bahar bersama warganya untuk tetap meneruskan perjuangan para
pendahulu, dengan tekad, Kubela dan Kujaga
Kata Pengantar

Dalam menulis riwayat dan Perjuangan seseorang, kita akan


terbentur kepada hal-hal yang sulit kita hindari, karena kita cendrung
mengingat dan melukiskan hal yang baik saja. Sedangkan pada sisi lain,
sejarah seharusnya melukiskan fakta seobjektif mungkin. Hal tersebut
tidak luput dari kenyataan yang dihadapi oleh penulis.
Perjuangan kemerdekaan melahirkan banyak pahlawan yang dikenal,
maupun yang tidak dikenal, yang dicatat maupun dilupakan. Bagindo
Aziz Chan adalah contoh salah seorang pahlawan yang dilahirkan oleh
perjuangan kemerdekaan itu.
Buku ini sengaja ditulis untuk mengabadikan dan melukiskan jasa
perjuangan almarhum Bagindo Aziz Chan, agar tidak tidak dilupakan dan
dijadikan pendorong kita belajar dari perjuangannya.
Bagindo Aziz Chan telah melaksanakan tugas yang dipikulkan
kepadanya untuk menegakkan kewibawaan Pemerintah Sipil Republik
Indonesia di kota Padang. Dalam melaksanakan tugasnya, ia banyak
mendapat bantuan dari teman seperjuangan dan masyarakat kota
Padang.
Penulisan ini banyak menemui kesulitan,
pertama, kuranya bahan-bahan tertulis,
kedua, pendeknya waktu untuk melakukan wawancara dengan para
pelaku, sehingga tidak dapat dilaksanakan seluruhnya untuk
mendapatkan fakta yang akurat, dan
ketiga, dari sebagian besar pertanyaan yang dikirimkan, sebagian tidak
dikembalikan jawabannya.
Oleh sebab itu penulis mengharapkan lagi sumbangan dari semua
pihak untuk melengkapi hal-hal yang berhubungan dengan buku
tenatang Bagindo Aziz Chan ini, sehingga pada kesempatan yang akan
datang buku ini lebih disempurnakan. Namun demikian, penulis telah
mencapai taget minimal untuk menyimpan data-data yang terkumpul.
Penulisan buku ini hanya dapat terlaksana, berkat dorongan dan
sponsor dari Bapak Wali Kota Padang, Kepala Daerah Kotamadia Padang,
Drs. Hasan Basri Durin.
Akhirnya, kata pengantar ini saya tutup dengan mengucapkan terima
kasih atas segala bantuan dari Bapak-bapak: Mr. St. Mohd. Rasyid, Buya
HAMKA, Nur Suhud Akhir, Chairul Harun yang telah memberikan
bahan-bahan tertulis. Ucapan yang sama disampaikan kepada Ibu Siti
Zaura Usman, Naimah Yahya, Nasrun A.S, Marah Alief, Kahar Mashoer,
Sitti Fatimah Usman, Lies Effendi yang telah memberikan bahan-bahan
berharga untuk menyusun buku ini.
Tak lupa pula penghargaan saya kepada semua pihak yang telah
membantu saya dalam semua tahap menuju ke arah penulisan dan
penerbitan buku ini.

Padang, 6 April 1973 MUSLIM ILYAS


DAFTAR ISI
Kata Sambutan Bapak Wali Kota Padang
Kata Pengantar
Daftar Isi
Halaman Bergambar
PENDAHULUAN
Bagian Pertama
1. Pertumbuhan dan Lingkungan
2. Liku-liku seorang non kooperator
3. Pendudukan Jepang
Bagian Kedua
1. Proklamasi Kemerdekaan dan Mendaratnya Sekutu
2. Siaran Pertama Wali Kota Bagindo Aziz Chan
3. Kehormatan pemerintah Sipil
4. Pertempuran dan Perswetujuan Linggajati
5. Kematian yang tragis

Bibliografi
KOTA PADANG, 20 JULI 1947.

Sejak jam 24.00 malam , suasana dalam kota Padang menyeram dan
menakutkan. Semua laki-laki dan anak kecil ditangkap NICA. Mereka
dikumpulkan di rumah Wali Kota, di jalan Belakang Olo. Kemudian
mereka ditumpukkan di Kompleks Tangsi Muara. Kecuali orang-orang
Nica dan kaki tangannya, tinggal lagi orang-orang perempuan dan anak-
anak diburu kecemasan setiap saat. Rumah-rumah penduduk dalam
keadan tertutup dan terkunci.
Secara paksa Belanda berusaha melenyapkan Pemerintah RI di
Kota Padang. Kepala Polisi dan Sekretaris Wali Kota, dua pimpinan resmi
Pemerintah RI di kota Padang ditangkap Belanda. Tragisnya,
penangkapan-penangkapan itu justru dilakukan ketika pada saat seluruh
kota dalam keadaan berkabung. Seorang pemimpin rakyat yang dicintai,
pucuk pimpinan RI dalam kota dan Ketua Pelaksana Hasil-hasil Putusan
Bersama Pemerintah RI –Belanda, sehubungan dengan Perjanjian
Linggarjati. Dengan darah dagingnya, ia berusaha menegakkan wibawa
dan kekuasan Pemerintah RI. , dan ia gugur dengan berlumuran darah
sore, hari Sabtu, 19 Juli 1947. Tokoh itu ialah Wali Kota Bagindo Aziz
Chan.
Beratus-ratus penduduk dan rekan seperjuangannya datang melayat
jenazah almarhum di rumah kediamannya di Belakang Olo, di rumah Dr.
Akmam. Pada saat itu pula serdadu Belanda menangkap semua laki-laki
dan memasukkan mereka di Tangsi Muara.
Hari sudah sore. Setelah melalui prosedur yang berbelit-belit dan
perdebatan yang alot dengan pihak Belanda, masalah Bagindo Aziz Chan
baru selesai sore hari.
Jenazah Bagindo Aziz Chan dapat dibawa dengan mobil ke Stasiun
Kereta Api Padang, untuk dimakamkan di Bukittinggi. Masalahnya, ialah
Belanda enggan melepaskan mayat itu di luar Kota Padang. Perjalanan
kereta api yang membawa jenazah itu tertahan lagi di Tabing. Belanda
menggeledah dan melakukan pemeriksaan lagi, sehingga perjalanan
membawa jenazah itu terlambat, jauh lama dari waktu yang semestinya.
Di sepanjang jalan yang dilalui rombongan jenazah, penduduk
berdesak-desak sambil menyampaikan penghormatan terakhir pada Wali
Kota, almarhum Bagindo Aziz Chan. Berita kematian yang mengejutkan
itu meluas dengan cepatnya di Sumatera Barat. Rakyat Sumatera Barat
berkabung.
Ketika rombongan jenazah sampai di pasar Usang, hari sudah malam.
Dari sini jenazah dipindahkan ke atas truk agar lebih cepat sampai di
Bukittinggi.

Di Bukittinggi, beratus-ratus orang yang menunggu janazah Wali


Kota Bagindo Aziz Chan telah menunggu sejak waktu zohor di stasiun.
Truk pembawa jenazah baru sampai pukul 20.00 malam.
Kematian Wali Kota Bagindo Aziz Chan sangat mengejutkan, tidak
hanya mendatangkan suasana berkabung yang mendalam di hati rakyat,
juga menjadi tanda tanya, kekhawatiran dan kecurigaan terhadap suasana
saat itu. Hubungan antara Pemerintah RI dengan Belanda menjadi
meruncing. Tindakan serdadu elanda semakin menyimpang dari jiwa
Perjanjian Linggarjati. R.I terakhir menyatakann bahwa yang berhak
menjaga keamanan di wilayahnya, Pulau Sumatera, Jawa dan Madura
menurut Perjanjian Linggarjati, antara Belanda dengan RI. Namun
Belanda menuntut agar pada tempat yang dianggapnya strategis,
dilakukan gandarmerie (penjagaan ) bersama. Permintaan ini tegas ditolak
Perdana Menteri Mr. Amir Syarifuddin. Pemerintah RI secara diam-diam
menyampaikan instruksi, agar di seluruh wilayah RI bersiap-siap
menghadapi segala kemungkinan yang terburuk sekali pun. Instruksi
rahasia itu beralasan sebab di mana-mana Belanda sibuk melakukan
kegiatannya mencurigakan penduduk. Kesibukan itu nampak dalam
mempersiapkan suatu peperangan. Dalam suasana segawat itulah berita
tentang gugurnya R.I terakhir menyatakan bahwa yang berhak menjaga
keamanan di wilayahnya, Pulau Sumatera, Jawa dan Madura menurut
mengejutkan setiap orang. Sejalan dengan itu informasi rahasia
menyatakan bahwa di Padang, Belanda merencanakan penangkapan
beberapa orang tokoh-tokoh Republik penting, sesuatu yang
menggambarkan perkembangan yang mengkhawatirkan.
Dalam suasana demikian, Residen Sumatera Barat, Mr. Sutan
Muhammad Rasyid memutuskan agar jenazah almarhum Bagindo Aziz
Chan dimakamkan malam itu juga. Iring-iringan pengantar jenazah
diterangi lampu-lampu obor bergerak dari rumah Djamalus Yahya, dekat
Stasiun, menuju ke Taman Bahagia di Atas Ngarai, tempat peristirahatan
almarhum terakhir. Di belakang tenda jenazah diikuti oleh barisan
pasukan TNI Divisi III Banteng, Barisan Polisi Istimewa ( kemudian
bernama Mobrig, lalu Brimob), barisan lasykar rakyat, pemimpin sipil dan
militer, penduduk dan keluarga almarhum yang merupakan pawai
dukacita yang mengharukan. Almarhum meninggalkan dua orang isteri
dan .. anak.
Penguburan dilakukan dengan upacara militer. Hadir pada saat itu,
antara lain Gubernur muda Sdumatera Tengah, Dr. M. Djamil, Residen
Mr. Sutan Muhd. Rasyid, anggota Dewan Ekseutif, Marzuki Yatim,
Komandan Divisi III Banteng, Kolonel Ismael Lengah, Komandan
Resimen II Kolonel Dahlan Djambek, Ketua Dewan Kelasykaran Sumatera
Tengah, Kolonel Syarif Usman, Komandan Lasykar Hizbullah Sumatera
Tengah, Agus Salim Murai, Komandan Lasykar Sabilillah, Anwar Muin,
dan tokoh lain seperti Chatib Suleiman, Hamka.
Upacara singkat tetapi mendalam. Hamka membacakan doa.
Sesudahnya Residen Sutan Muhd. Rasyid menyampaikan pidato singkat,
Aziz Chan telah gugur sebagai syuhada dan pengorbanannya tidak sia-
sia. Besarlah sesuatu bangsa yang mempunyai pahlawan seperti Aziz
Chan. Muhammad Rasyid mengingatkan hadirin terhadap soal-soal yang
lebih besar dengan menyitir pidato Presiden Amerika Serikat, Abraham
Lincoln yang sangat terkenal di Gettysburg tahun 1865, antara lain, That
this Nation under God shall have a new birth of freedom’. Bahwa bangsa yang
dilindungi Tuhan Yang Maha Kuasa mendapat kelahiran baru dari
kemerdekaannya dan That government by the people, for the people and of the
people shall not perish from earth. Bahwa Pemerintah dari rakyat, untuk
rakyat dan oleh rakyat tidak akan musnah dari muka bumi.
Hadirin terpekur memberikan penghormatan terakhir pada
almarhum. Tak ada tembakan salvo untuk menghindarkan anggapan
penduduk yang mengira telah terjadi pertempuran. .
Kira-kira pukul 02.00 malam, dini hari 21 Juli 1947, hujan pun turun
rintik-rintik, jenazah almarhum diturunkan dan dilepaskan ke
pembaringan terakhir oleh handai tolan, rekan dan sahabat seperjuangan,
sebagai kusuma bangsa dan negara.
Upacara penguburan diwarnai dengan provakasi perang. Pesawat
capung Belanda mendengaung-dengung di atas kepala hadirin, di atas
kota Bukittinggi di waktu malam, provakasi Belanda terhadap orang-
orangh berkabung itu ……… Malam itulah sesungguhnya Belanda secara
resmi melancarkan Agresi I ke seluruh wilayah Republik Indonesia.
Belanda mengkhianati Perjanjian Linggarjati untuk melenyapkan
Republik Indonesia yang masih muda.
Tentara Belanda telah mendapat instruksi rahasia melakukan aksi
militer yang akan diadakan pada tanggal 21 Juli itu. Tetapi pihak
Indonesia tidak mengetahuinya sama sekali sehingga sewaktu Bagindo
Aziz Chan dibawa keluar kota Padang, beliau tidak mengira, bahwa
Belanda akan mengambil nyawanya dengan cara pembunuhan yang
sangat kejam.
Wali Kota Padang Bagindo Aziz Chan adalah korban pendahuluan
Agresi Militer I Belanda ke daerah Republik Indonesia ……….

Tiap-tiap tehun kemudian diakukan upacara peringatan wafatnya


Bagindo Aziz Chan. Kepribadiannya, kepemimpinannya, hidup dan
matinya dijadikan sube inspirasi perjuangan. Keberanian dan
ketangguhannya menegakkan wibawa Pemerintah Sipil Republik
Indonesia di kota Padang yang menjadi medan pertempuran, membuat
Aziz Chan sebagaimpahlawan Bangsa dan Negaranya dan memang
demikian.
Kisah-kisah mengenai kehidupan dan perjuanagannya menjadi sumber
penulisan naskah-naskah sandiwara yang diapanggungkan di berbagai
kota di Sumatera Barat.
Banyak usaha yangdiakukan untuk mengabadikan jasa dan kepahlawan
Aziz Chan. Di depan Balai Kota Padang, kota tercinta dipajang sebuah
tugu bambu runcing dengan memahamatkan ucapan yang terkenal,
Lintasi mayat saya dulu, baru Belanda bisa meluaskan daerah”. Menurut
HAMKA mengatakan ucapan yang pernah disampaikannya, Entah kalau
mayat saya sudah terbujur barulah Padang akan saya tinggalkan’. Suatu ucapan
yang hanya bisa dimengerti, apabila rang sudah mempelajari dan
menghayati suasana perjuangan hidupnya yang bertalian rapat dengan
ucapan itu.
Pada kota-kota di Sumatera barat, Padang dan Bukittinggi,
misalnya, ada ‘jalan Bagindo Aziz Chan’ juga untuk menghormati jasa-jasa
dan pengorbanannya. Di kota Bandung Pemerintah memberikan sebuah
rumah kepada Nyonya Entis Aziz Chan, yang terletak di jalan Gajah No.
5. Di Taman Melati didirikan sebuah monumen Aziz Chan, karya pelukis
Wisran Hadi (desainer) dan pemahat Arby Samah.
Sduatu hal yang wajar dan patut dilakukan dengan tulus dan
ikhlas terhadap pahlawan kemerdekaan yang berarti bagi kemajuan
bangsanya, baik pejuang militer atau pejuang di bidang lainnya. Pribadi
yang besar dengan rela membaktikan hidupnya, bahkan dengan nyawa
sekali pun, tetaplah meruapakan sumber api inspirasi perjuanagan bagi
kemanusiaan dan kemasyarakatan. Sesungguhnya kisa-kisah yang
bernilai demikian patut diwariskan , sperti Peristiwa Situjuh Batur, di
mana gugur antara lain Chatib Suleiman. Kisah-kisah yang semacam ini
patut diingat dan dirasakan bagi setiap orang sesudahnya.
Sejauh mengenai Bagindo Aziz Chan, dapatdikatakan bahwa apada
umumnya orangmengenalnya, walau pun selintas. Namun sesungguhnya
tak berapa orang yang mengenal Bagindo Aziz Chan secara sungguh-
sungguh dan lengkap. Kehidupannya berbaur dengan peristiwa yang
dialaminya pada awal kemerdekaan. Mungkin terlalu muluk, terlalu
agung, kalau pun bukan telah hilang dan tak dikenal, tak ada
hubungannya kenyataan-kenyataan perjuangan insani dalam arti yang
riil.
Siapa dan bagaimana sikap dan kepribadian Bagindo Aziz Chan perlu
kita ketahui.

Anda mungkin juga menyukai