Anda di halaman 1dari 11

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI

MITIGASI BENCANA GEOLOGI

MAKALAH

OLEH :
GYNA CHRISTIN EKKE
D061201021

GOWA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tsunami adalah gelombang air besar yang diakibatkan oleh gangguan di

dasar laut, seperti gempa bumi. Tsunami merupakan bencana alam yang terjadi

karena adanya aktivitas geologi Bumi. Biasanya berlangsung setelah gempa

tektonik. Walau terjadi di laut, tsunami berbeda dengan ombak pada umumnya.

Sebab tsunami bergerak dengan kecepatan tinggi dan sanggup menerjang wilayah

yang berjarak ribuan kilometer dari pusatnya. Tsunami adalah gelombang transien

(berlangsung sangat cepat dan singkat) yang terjadi karena aktivitas tektonik atau

letusan gunung api dasar laut. Tingkat kedalaman laut sangat memengaruhi

gelombang tsunami. Karena kecepatan gelombangnya cenderung menurun seiring

berkurangnya kedalaman laut.

Risiko tsunami dapat dideteksi dengan sistem peringatan dini tsunami yang

mengamati gempa-gempa berkekuatan besar dan melakukan analisis data

perubahan air laut yang terjadi setelahnya. Jika dianggap ada risiko tsunami, pihak

berwenang dapat memberi peringatan atau mengambil tindakan seperti evakuasi.

Risiko kerusakan juga dapat dikurangi dengan rancangan tahan tsunami, seperti

membuat bangunan dengan ruang luas, serta penggunaan bahan beton bertulang,

maupun dengan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara menyelamatkan diri

dari tsunami, seperti pentingnya mengungsi dan menyiapkan rencana darurat dari

jauh-jauh hari. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui langkah mitigasi gempa

bumi agar tahu cara mengantisipasinya.


1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diangkat pada makalah ini, maka

rumusan masalah yang diambil pada makalah ini adalah :

1. Bagaimana karakteristik bencana alam tsunami

2. Bagaimana mitigasi bencana alam tsunami

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini, maka

tujuan penelitian yang diambil pada makalah ini adalah :

1. Mengetahui bagaimana karakteristik bencana alam tsunami

2. Mengetahui bagaimana mitigasi bencana alam tsunami


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tsunami

Tsunami, kata ini berasal dari Jepang, tsu berarti pelabuhan, nami berarti

gelombang. Tsunami biasa terjadi jika gempa bumi berada di dasar laut dengan

pergerakan vertikal yang cukup besar. Tsunami juga bisa teriadi jika terjadi

letusan gunungapi di laut atau terjadi longsoran di laut.

Tsunami adalah sebuah ombak yang terjadi setelah sebuah gempa bumi,

gempa laut, gunung berapi meletus, atau hantaman meteor di laut. Tsunami tidak

terlihat saat masih berada jauh di tengah lautan, namun begitu mencapai wilayah

dangkal, gelombangnya yang bergerak cepat ini akan semakin membesar. Tenaga

setiap tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Apabila

gelombang menghampiri pantai, ketinggiannya meningkat sementara kelajuannya

menurun.

Tsunami ditimbulkan oleh :

a) rectonic displacement atau pergeseran vertikal kerak bumi di dasar laut

dalam yang berkaitan dengan gempa bumi tektonik lepas pantai,

b) longsoran raksasa dari batuan tebing di dasar laut yang dipicu oleh gempa

bumi, seperti yang terjadi di teluk Sagami-Jepang pada tahun 1933, atau

c) letusan gunung berapi di laut, seperti gunung Krakatau padatahun 1883,

yang menewaskan 36.000 orang (Wiegel, 1970 : Newmark &

Rosenblueth, 1971; Dowrick, 1987).


Menurut Hendrajaya (1993), aktivitas gempa tektonik mampu

mempengaruhi aktivitas erupsi gunung berapi di jalur vulkanik daerah subduksi.

Sebagian besar tsunami yang teriadi di dunia disebabkarroleh pergeseran vertical

kerak bumi di dasar. laut dalam yang berkaitan dengan gempa bumi tektonik lepas

pantai. Perubahan dasar laut secara mendadak tersebut diikuti oleh perubahan

tempat massa air laut secara. mendadak pula, yang dapat menimbulkan

gelombang air laut yang sangat panjang (dapat mencapai 800 km) dengan periode

gelombang yang lama (dapat mencapai 60 menit). Gelombang tersebut menjalar

dengan kecepatan yang sangattinggi (dapat mencapai 800 km per jam) secara

frontal dengan arah tegak lurus terhadap bidang pergeseran dasar laut, yang

biasanya terjadi pada zona subduksi.

Setelah mengalami refraksi, defraksi, ataupun pendangkalan (shoaling),

gelombang tsunami yang mencapai pantai dapat berubah menjadi gelombang

pasang yang sangat tinggi sampai beberapa puluh meter di atas elevasi air pasang

normal tertinggi. Elevasi muka air laut tertinggi yang dapat dicapai oleh tsunami

yang running up ke pantai dikenal sebagai run-up elevation, sedangkan elevasi

terendah dikenal sebagai drawdown elevation

Gempa-gempa yang terjadi di lepas pantai banyak pula yang tidak menimbulkan

tsunami, karena magnirude-nya yang kecil atau pusat gempanya yang cukup

dalam.

2.2 Mitigasi Bencana Alam Tsunami

Mengingat tsunami menjalar secara frontal dengan arah tegak lurus

terhadap bidang subduksi, sedangkan secara garis besar zona subduksi di


Indonesia telah diketahui posisinya, maka secara garis besar pula teluk-teluk dan

pelabuhan-pelabuhan" yang potensial terhadap bahaya tsunami (yaitu yang

menghadap langsung ke zona subduksi) dapat tetapkan, dan trayek penjalaran

tsunami ke teluk-teluk atau pelabuhan-pelabuhan ,tersebut dapat diperkirakan.

Berdasarkan pemahaman atas mekanisme terjadinys tsunsmi karakteristik

gelombang tsunami, inventarisasi dan identifikasi kerusskan struktur bangunan

akibat tsunami, dan. beberapa pengalaman berharga yang diperoleh dari bencana

tsunami di masa lalu, beberapa alternatif upaya penanggulanggan bencana

tsunami yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut ini.

1. Penataan kembali (relocation) lahan pantai.

Pada tempat-tempat yang potensial terjadi tsunami, penataankembali

1ahanpantai harus dilakukan. Pembangunan pemukiman yang terletak terlalu

dekat dengan garis pantai harus dihindari. Daerah di sepanjang garis pantai

setebal 200 meter periu dihijaukan kembali dengan hutan mangrove dan

pohon-pohon besar lainnya seperti potion kelapa yang berlapis-lapis. Batu-

batu karang perlu dibiarkan tumbuh karena dapat berfungsi sebagai pemecah

gelorabang alami.

2. Melestarikan Hutan Mangrove.

Hutan mangrove, yang secara alami banya dijumpai di pantai-pantai daerah

tropik. pada umumnya terbentuk oleh pepohonan halofit - yaitu pohon-pohon

yang dapat bertahan hidup pada kondisi tanah yang tergenang terus menerus

dengan tingkat salinitas (kadar garam) yang tinggi - seperti pohon bakau

(Rhizophors mucronata), potion tanjang (Brugulera cylindrica), dan pohon


nipah. Hutan mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat, memiliki sistem

perakaran yang kust dan istimewa, dan selalu berdaun lebat sepanjang waktu

(Munir, 1992). Hutan mangrove dapat mercapai ketebalan sampal 200 meter

di garis pantal dan ketinggian pohon sampai 30 meter. Dengan kondisi seperti

itu hutan mangrove dapat berfungsi ideal sebagai perisai alami pelindung

pantal dari ancaman gelombang tsunami, angin kencang, maupun crosi.

Ironisnya daerah pantai yang telah dimanfaatkan oleh manusi a sebagai

pelabuhan, perkampungan nelayan, zona industri, maupun obyck pariwisata,

hutan mangrove tersebut justru dimusnahkan.

3. Pembuatan pemecah gelombang atau, overtopping seawall.

Salah satu metode untuk melindungi suatu daerah di tepi pantai dari

gelombang tsunami adalah dengan membuat pemecsh gelombang (break

water) di laut, seperti terlihat pada Gambar 6-a, atau overtopping seawall di

darat, seperti pada Gambar 6-b (Newmark & Rosenblueth, 1971; Wiegel,

1970). Kedua strukturtersebut harus.cukupkuat dan stabil untuk menahan gaya

hidrodinamik gelombang dan gaya-gaya lain yang timbul.

Cara ini memang cukup mahal namun pada kondisi tertentu cukup efcktif

untuk. mengurangi atau bahkan mencegah bencana yang diakibatkan oleh

gelombang tsunami.

4. Membuat struktur tahan tsunami.

Analisis secara rinci techadap kerusakan struktural bangunan akibat

gelombang tsunami dapat memberikan gambaran perkiraan mengenai

besardan karakteristik gaya hidrodinamik yang ditimbulkan oleh suatu


tsunami. Informasi ini amat diperlukan untuk 'mengembangkan pedoman

perancangan sistem strukurtatian tsunami. Beberapa pedoman praktis yang

dapat dipakai adalah :

a) sisi yang panjang dari struktur bangunan. sedapat mungkin diarahkan sejajar

dengan antisipasi arah penjalaran gelombang tsunami agar kekustan lateral

strukturpads arah tersebut relatif lebin besar, sementara gaya akibat tekaran air

yang bekerja relatif lebih kecil;

b) shear wall atau lateral bracing ditempatkan searah dengan perijalaran

gelombang tsunami;

c) Jantai terbawil dari bangunan bertingkat sebaiknya dibuat terbuka sama sckali,

atau dindingnya terbuat dari bahan yang mudah retak, agar gelombang

tsunami dapat lewat dengan leluasa schingga mengurangi beban borisontal

pada struktur, sementara lantai-lantai di atasnya digunakan untuk mengungsi

d) fondasi menerus terbuki memiliki ketahanan (resistance) yang jauh lebih baik

untuk menahan gerusan skibat arus air yangderas pada saatterjadi tsunami;

e) Sistem struktur juga harus tahan gempa, karena boleh jadi bangunan tersebut

akin terlanda gempa terlebih dahulu sebelum gelombang tsunami menyusul

datan;

f) Struktur juga diperhitungkan terhadap benturan benda keras akibat kapal, atsu

benda lain yang terlempar pada saat gelombang pasang menyerbu pantai.

5. Warning system.

Sistem peringatan (warning system) pada kondisi dan batas-batas tertentu

merupakan cara yang ekonomis untuk mitigasi ataupun mencegah korban j/wa
yang diakibaikan oleh tsunami (korban harta benda berupa porak porandanya

bangunan dan segala isinya tidak dipedulikan). Sebagai contoh, gempa buri

lepas pantai yang terjadi.di Chili beberapa tahun yang lalu, dapat diketahul

lebih dulu bahwa gelombang tsunami akan menjalar ke Hawall dan Jepang.

Karena jaraknya yang cukup jauh (meskipun kecepatannya mencapal 800

km/am), tsunami baru akan tiba dikedus temattersebur sekitar 10 dan 20 jam

kerudian, maka peringatan untuk mongungsi dapat diberikan dan pemerintah

setempstmaupun penduduk mempunyai cukup waktu untuk melakukannya.

Apabila pusat gempa bumi lepas pantal berjarak hanya beberapa ratus

kilometer dari pantai, seperti kondisi di Indonesia, sehingga waktu tempuhnya

hanya beberapa puluh menit, sistem warning merangtidak efcktif. Meskipun

demikian, penyuluhan kepada para warga yang bermukim di perkampungan

nelayan dan para pejabat sctempat tentang tanda-tanda nyata akan terjadi

tsunami, yaitu surutnya . secara mendadak dan drastis clevasi muka airlaut

yang di pantai-pantai landai ditandai dengan majunya genangan air laut

sampai ratusan meter ke arah laut amat perlu untuk dilakukan. Bila tanda-

tanda tersebut terjadi, para nelayan harus segera mengungsi/menjauh beberapa

ratus meter dari pantal karena beberapa puluh menit lagi gelombang pasang

tsunami dapat dipastikan akan datang menerjang pantai tersebut.


BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan makalah yang telah dibuat, dapat disimpulkan bahwa :

1. Tsunami, kata ini berasal dari Jepang, tsu berarti pelabuhan, nami berarti

gelombang. Tsunami dipergunakan untuk gelombang pasang yang

memasuki pelabuhan. Tsunami biasa terjadi jika gempa bumi berada di

dasar laut dengan pergerakan vertikal yang cukup besar. Tsunami juga

bisa teriadi jika terjadi letusan gunungapi di laut atau terjadi longsoran di

laut.

2. Mitigasi Bencana Alam Tsunami dapat dilakukan penataan kembali lahan

pantai, pelestariaan hutan mangrove, pembuatan struktur pemecah

gelombang atau overtopping seawall, membuat struktur tahan Tsunami,

dan warning system.


DAFTAR PUSTAKA

Dr. Ir. Bambang Suhendra, MSc. 1994; Bencana Tsunami dan Upaya

Penanggulangannya. Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia.

Priska Gardeni Nahak, Djunaedi dan Tedi Wonlele. 2010; Studi Perencanaan

Mitigasi Bencana Tsunami di Daerah Wisata Pantai Tablolong. Politeknik

Negeri Kupang.

Arief Mustofa Nur. 2006; Gempabumi, Tsunami dan Mitigasinya. Balai Informasi

dan Konservasi Kebumian Karangsambung.

Tubagus Solihuddin, Hadiwijaya L. Salim, Semeidi Husrin, August Daulat, dana

Dini Purbani. 2020; DAMPAK TSUNAMI SELAT SUNDA DI PROVINSI

BANTEN DAN UPAYA MITIGASINYA. Badan Riset dan Sumberdaya

Manusia, Kelautan, dan Perikanan

Arwin Datumaya, Sutopo Puryo, Tri NuR Adin. 2016; PENGURANGAN RISIKO

BENCANA GEMPABUMI DAN TSUNAMI DI PANGKALAN TNI-AU

PADANG AKIBAT MEGATHRUST MENTAWAI. Universitas Pertahanan

dan BNPB

Anda mungkin juga menyukai