Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Kesehatan Tujuh Belas (Jurkes TB) ISSN : 2715-0976

ANALISIS PENGELOLAAN OBAT PADA TAHAP DISTRIBUSI DAN PENGGUNAAN


OBAT DI INSTALASI FARMASI
RSUD SURAKARTA TAHUN 2016

Meliana Novitasari
Farmasi, Universitas Setia Budi
meliananovitasari26@gmail.com

ABSTRAK
Pengelolaan obat yang efektif dan efisien merupakan aspek penting yang berpengaruh pada
pelayanan kefarmasian. Tahap distribusi merupakan tahapan dari siklus pengelolaan obat yang
sangat penting dan kompleks, sedangkan tahap penggunaan obat dapat berpengaruh terhadap
kualitas pengobatan, biaya pengobatan dan pelayanan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
proses pengelolaan obat dan mengevaluasi pengelolaan obat pada tahap distribusi dan penggunaan
di Instalasi Farmasi RSUD Surakarta pada tahun 2016. Penelitian ini merupakan observasional
analitik dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) yang digambarkan secara deskriptif.
Pengambilan data secara retrospektif dan concurrent, dilakukan dengan observasi, wawancara
mendalam dan mengumpulkan data dari dokumen pendistribusian obat serta survei resep di RSUD
Surakarta. Data yang terkumpul dikelompokkan ke dalam data primer dan data sekunder, kemudian
diolah dengan menggunakan analisis persentase. Hasil analisis data dibandingkan dengan standard
Depkes (2008), WHO (1993) dan Pudjaningsih (1996). Berdasarkan penelitian, sistem distribusi obat
ke pasien yang digunakan di RSUD Surakarta adalah individual prescribing untuk rawat jalan,
sedangkan untuk rawat inap individual prescribing dan sistem floor stock. Hasil analisis
menunjukkan belum semua pengelolaan obat pada tahap distribusi dan penggunaan dikelola secara
efisien. Adapun indikator tahap distribusi yang belum efisien adalah persentase kecocokan jumlah
obat dengan kartu stok sebesar 98,24 %, persentase stok mati sebesar 2,3%, persentase obat
kadaluwarsa dan rusak sebesar 1,6% , rata-rata waktu yang digunakan melayani resep non racikan
33,10 menit, serta persentase obat yang dapat diserahkan di rawat jalan 95,10% dan rawat inap
95,95%. Sedangkan tahap penggunaan adalah peresepan obat dengan menggunakan nama generik
di rawat jalan 72,93% dan rawat inap 74,80%, persentase peresepan injeksi di rawat jalan sebesar
0,29% dan rawat inap 31,50%, serta persentase peresepan obat sesuai formularium rumah sakit di
rawat jalan sebesar 95,43% dan rawat inap sebesar 95,69%.

Kata kunci: distribusi, penggunaan, rawat inap, rawat jalan, Instalasi Farmasi RSUD Surakarta

Vol.1, No.1 November 2019 41


Jurnal Kesehatan Tujuh Belas (Jurkes TB) ISSN : 2715-0976
THE ANALYSIS OF DRUG MANAGEMENT ON DRUG DISTRIBUTION AND DRUG
USE IN RSUD PHARMACY INSTALLATION SURAKARTA, THESIS, PHARMACY
FACULTY, SETIA BUDI UNIVERSITY, SURAKARTA

Meliana Novitasari
Farmasi, Universitas Setia Budi
meliananovitasari26@gmail.com

ABSTRACT

Effective and efficient drug management is important aspect that affects the pharmacy services.
Distribution stage is the stage of the drug management cycle which is very critical and complex, while
the use of drugs can affect the quality of treatment, cost of treatment and pharmacy services. The
purpose of this study is to obtain an overview and analysis the managerial efficiency of distribution
stage and the use of drug in Pharmacy Installation Surakarta Hospital in 2016. This study is an
observational cross-sectional analytic approach (cross-sectional) which is explained descriptively.
The data are collected by retrospective and concurrent, with observation, interview and data
collection from the document distribution as well as prescription drugs surveys in Surakarta
hospitals. The collected data are grouped into primary data and secondary data, then they are
processed using percentage analysis. The results of the data analysis are compared to Depkes (2008),
WHO standard (1993) and Pudjaningsih (1996). Based on the research, drug distribution systems
for patients in RSUD Surakarta are an individual prescribing for outpatient, whereas individual
prescribing and floor stock system for inpatient. Analysis results show that drug management in the
distribution stage and the use of drugs have not been managed efficiently. The indicators which show
less efficient distribution stage are the percentage of the amount of drug compatibility with card
stock is 98.24%, the percentage of dead stock is 2.3%, the percentage of expired and corrupted drugs
is 1,6%, the average time spent on prescriptions of non concoction is 33.10 minutes, and the
percentage of drug that can be delivered is 95.10% for outpatient and 95.95% for inpatient.
Meanwhile, the use of drugs stage shows the use of prescription drugs by using generic names is
72.93% for outpatient and 74.80%, for inpatient, the percentage of injection drug is 0,29% for
outpatient and 31,50% for inpatient, the percentage of appropriate prescribing formulary in the
hospital is 95.43% for outpatient and 95.69% for inpatient.
Keywords: distribution, use, inpatient, outpatient, pharmacy installation of RSUD Surakarta

PENDAHULUAN upaya kesehatan penunjang. Selain itu, sarana


kesehatan dapat juga dipergunakan untuk
Kesehatan merupakan hak asasi kepentingan pendidikan dan pelatihan serta
manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan
hidup layak, baik menyangkut kesehatan dan teknologi di bidang kesehatan. Salah satu
pribadi maupun keluarganya sarana kesehatan yang menyelenggarakan
termasuk di dalamnya mendapat makanan, upaya kesehatan adalah rumah sakit. Upaya
pakaian, dan pelayanan kesehatan serta kesehatan tersebut diselenggarakan dengan
pelayanan sosial lain yang diperlukan. Upaya pendekatan, pemeliharaan, peningkatan
kesehatan bertujuan untuk memelihara dan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
meningkatkan kesehatan dan tempat yang (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif),
digunakan untuk menyelenggarakannya pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang
disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan kesinambungan (Siregar & Amalia 2004).
dasar atau upaya kesehatan rujukan dan/atau
Vol.1, No.1 November 2019 42
Jurnal Kesehatan Tujuh Belas (Jurkes TB) ISSN : 2715-0976
Rumah sakit merupakan institusi Subjek pada penelitian ini adalah
pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan semua unsur yang dianggap memiliki
karakteristik tersendiri yang di pengaruhi oleh pengetahuan dan pemahaman tentang aspek-
perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, aspek yang terkait dengan tujuan penelitian di
kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial RSUD Surakarta tahun 2016 terdiri dari
ekonomi masyarakat. Rumah sakit harus tetap Kepala Instalasi Farmasi, Kepala Gudang
mampu meningkatkan pelayanan kesehatan Farmasi RSUD Surakarta dan petugas
yang lebih bermutu dan terjangkau bagi distribusi rawat inap dan rawat jalan RSUD
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan Surakarta
masyarakat yang setinggi-tingginya dengan
menyelenggarakan pelayanan kesehatan Bahan
perorangan secara paripurna, menyediakan Bahan yang digunakan dalam
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat penelitian ini berupa dokumen yang
darurat, melakukan upaya kesehatan yang di berhubungan tahap distribusi meliputi laporan
laksanakan serasa serasi, terpadu, menyeluruh, persediaan obat, kartu stok, laporan keuangan,
dan berkesinambungan dengan tujuan untuk faktur, laporan pemusnahan obat kadaluarsa
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dan rusak, sedangkan pada tahap penggunaan
bagi masyarakat (Depkes RI, 2009) meliputi resep pasien di RSUD Surakarta.

METODOLOGI

Tabel I. Indikator Efisiensi Distribusi dan Penggunaan Obat di Rumah Sakit


Tahap Distribusi Indikator Tujuan Standar
a. Penyimpanan 1. Kecocokan antara fisik Mengetahui ketelitian petugas 100%
obat dengan kartu stok gudang
**
2. Turn Over Ratio** Mengetahui berapa kali 10-23 kali
perputaran modal dalam setahun
setahun
3. Sistem penataan Menilai sistem penataan 100%
gudang ** gudang FIFO/FEF
O
4. Persentase obat Mengetahui besarnya kerugian 0%
kadaluarsa dan rusak * rumah sakit
5. Persentase stok mati ** Mengetahui item obat selama 0%
3 bulan tidak terpakai
b. Pendistribusian 1 Rata-rata waktu yang Mengetahui tingkat kecepatan ≤ 60 menit
digunakan untuk pelayanan farmasi di rumah racikan, ≤
melayani resep ** sakit 30 menit
non racikan
2 Persentase obat yang Mengetahui cakupan 76-100 %
diserahkan ** pelayanan farmasi di rumah
sakit
Tahap 1. Persentase peresepan Mengukur kecenderungan 82-94%
Penggunaan obat dengan nama meresepkan obat generik
generik ***
2. Persentase peresepan Mengukur penggunaan ≤ 22,7%
antibiotik *** antibiotic
3. Persentase peresepan Mengukur penggunaan injeksi 17%
injeksi ***

Vol.1, No.1 November 2019 43


Jurnal Kesehatan Tujuh Belas (Jurkes TB) ISSN : 2715-0976
Tahap Distribusi Indikator Tujuan Standar
4. Persentase obat sesuai Mengetahui tingkat kepatuhan 100%
dengan formularium dokter dalam meresepkan obat
*** yang terdapat dalam
formularium rumah sakit
5. Persentase obat yang Mengukur tingkat kelengkapan 100%
dilabeli dengan benar informasi yang ditulis pada
*** etiket
6. Ketersediaan waktu Mengukur waktu yang -
konsultasi oleh digunakan oleh farmasis dalam
Apoteker*** memberikan informasi obat
Sumber : * Indikator Depkes (2008)
** Indikator Pudjaningsih (1996)
*** Indikator WHO (1993)

Prosedur penelitian Persentase obat yang sudah tidak bias


digunakan lagi karena menunjukkan waktu
Distribusi batas terakhir obat yang memenuhi syarat
Ditribusi adalah rangkaian kegiatan baku. Waktu kadaluarsa ditunjukkan pada
yang dilakukan di Instalasi Farmasi RSUD etiket dalam bulan dan tahun. Jika terdapat
Surakarta dalam rangka pengeluaran, obat kadaluarsa maka harus dimusnahkan dan
pelayanan, pengiriman, dan penyerahan nilainya adalah kerugian rumah sakit.
barang farmasi yang bermutu, terjamin
Waktu pelayanan resep
keabsahan serta tepat jenis dan jumlah kepada Lamanya waktu pelayanan resep yang
pasien rawat jalan dan rawat inap dimulai dari penerimaan resep sampai
Penggunaan penyerahan obat kepada pasien
Penggunaan adalah pemakaian obat
Persentase obat yang dapat diserahkan
oleh pasien dalam pelayanan proses terapi Perhitungan jumlah item obat yang dapat
serta menyangkut semua aspek yang diserahkan dari resep rawat jalan dan rawat
memperngaruhi pola pemakaian obat di inap di Instalasi Farmasi RSUD Surakarta.
Instalasi Farmasi RSUD Surakarta.
Persentase peresepan antibiotik
Kecocokan antara fisik obat dengan kartu Perhitungan item jumlah antibiotik dari
stok resep rawat jalan maupun rawat inap di
Kesesuaian antara jumlah fisik obat Instalasi Farmasi RSUD Surakarta.
dengan kartu persediaan yang berisikan data
Persentase peresepan obat dengan nama
pemasukkan, pengeluaran dan sisa obat yang
generik
digunakan di Instalasi Farmasi RSUD Perhitungan jumlah item obat dengan
Surakarta. nama generik dari resep rawat jalan maupun
Turn Over Ratio rawat inap di Instalasi Farmasi RSUD
Alat ukur untuk mengetahui berapa kali Surakarta.
perputaran modal dalam setahun di Instalasi
Persentase peresepan injeksi
Farmasi RSUD Surakarta. Perhitungan jumlah item sediaan injeksi
Sistem penataan gudang dari resep rawat jalan maupun rawat inap di
Suatu sistem yang digunakan untuk Instalasi Farmasi RSUD Surakarta.
penyimpanan dan penyaluran obat di Instalasi
Persentase obat sesuai dengan formularium
Farmasi RSUD Surakarta. Perhitungan jumlah item obat yang
Persentase stok mati sesuai dengan formularium rumah sakit dari
Persentase persediaan obat di instalasi resep rawat jalan maupun rawat inap di
farmasi yang selama 3 bulan berturut-turut Instalasi Farmasi RSUD Surakarta.
tidak digunakan di Instalasi Farmasi RSUD
Persentase obat yang dilabel dengan benar
Surakarta Perhitungan jumlah label/etiket berisi
Persentase obat kadaluarsa minimal nama pasien dan aturan minum/pakai
Vol.1, No.1 November 2019 44
Jurnal Kesehatan Tujuh Belas (Jurkes TB) ISSN : 2715-0976
obat yang diserahkan di Instalasi Farmasi kebijakan rumah sakit, fasilitas fisik dan
RSUD Surakarta. jumlah tenaga farmasi di instalasi farmasi yang
Ketersediaan waktu konsultasi melakukan pelayanan di RSUD Surakarta.
Waktu yang digunakan oleh farmasis Jumlah tenaga farmasi yang masih kurang dan
dalam memberikan informasi obat sesuai semakin meningkatnya jumlah pasien
jumlah kasus penyakit dari resep pasien rawat sehingga menyebabkan beban kerja tenaga
jalan dan rawat inap diInstalasi Farmasi RSUD farmasi di instalasi farmasi sehingga sistem
Surakarta. distribusi obat dengan peresepan individual
menjadi pilihan bagi pelayanan di rawat inap.
Proses distribusi dimulai dari penerimaan obat
HASIL PENELITIAN DAN dan perbekalan farmasi di gudang farmasi,
PEMBAHASAN kemudian akan dilakukan pencatatan pada
Penyimpanan buku penerimaan barang dan kartu stok,
penyimpanan, selanjutnya akan didistribusi ke
Sistem distribusi pada pelayanan unit-unit pelayanan kesehatan.
pasien rawat inap disesuaikan dengan

Tabel II. Hasil penelitian efisiensi distribusi dan penggunaan obat di IFRS RSUD

Tahap Distribusi Indikator Standar Hasil


a. Penyimpanan 1. Kecocokan antara 100% 98,24%
fisik obat dengan
kartu stok **
2. Turn Over Ratio** 10-23 kali setahun -

3. Sistem penataan 100% FIFO/FEFO 100%


gudang ** FIFO/FEFO
4. Persentase obat 0% 1,6%
kadaluarsa dan rusak
***
5. Persentase stok mati 0% 2,3%
**

b. Pendistribusian 1 Rata-rata waktu yang ≤ 60 menit racikan, 38,13 menit


digunakan untuk ≤ 30 menit non racikan dan
melayani resep ** racikan 33,10 menit
non racikan
2 Persentase obat yang 76-100 % Rajal 95,10%
diserahkan ** Ranap 95,95%
Tahap 1. Persentase peresepan 82-94% Rajal 72,93%
Penggunaan obat dengan nama Ranap 74,80%
generik ***
2. Persentase peresepan ≤ 22,7% Rajal 9,48%
obat antibiotik *** Ranap 20,98%
3. Persentase peresepan 17% Rajal 0,29%
obat injeksi *** Ranap 31,50%
4. Persentase obat sesuai 100% Rajal 95,43%
formularium *** Ranap 95,69%
5. Persentase obat yang 100% 100 %
dilabeli dengan benar
***
Vol.1, No.1 November 2019 45
Jurnal Kesehatan Tujuh Belas (Jurkes TB) ISSN : 2715-0976
Tahap Distribusi Indikator Standar Hasil
6. Ketersediaan waktu - -
konsultasi oleh
Apoteker***
Sumber : *Indikator Depkes (2008)
**Indikator apudjaningsi (1996)
***Indikator WHO (1993)
Indikator TOR (Turn Over Ratio)
bertujuan untuk mengetahui berapa kali
TAHAP DISTRIBUSI perputaran modal dalam setahun. Semakin
Persentase kecocokan antara fisik obat TOR rendah berarti masih banyak stok yang
dan kartu stok belum terjual sehingga akan menghambat
Indikator kecocokan antara fisik obat aliran kas serta berpengaruh terhadap
dan kartu stok bertujuan untuk mengetahui keuntungan. TOR semakin tinggi berarti
ketelitian petugas gudang dalam melakukan pengelolaan persediaan barang semakin
pendataan mulai dari penerimaan, efisien. Perhitungannya dengan membagi
penyimpanan, dan pengeluaran obat. nilai (Rp) harga pokok penjualan dalam
Pencatatan obat dimaksudkan agar setahun dengan nilai (Rp) rata-rata
perputaran obat benar-benar sesuai dengan persediaan akhir tahun.
kenyataan. Pengumpulan data secara Menunjukkan bahwa nilai TOR
concurrent secara cluster proporsional Instalasi Farmasi RSUD Surakarta pada
sebanyak 514 item jenis obat dari populasi tahun 2016 adalah sebesar 1,5 kali, masih di
obat yang tersedia di Instalasi Farmasi luar normal (lebih rendah) jika
RSUD Surakarta yaitu 781 item jenis obat. dibandingkan hasil Pudjaningsih (1996)
Dilakukan sampling terhadap kartu stok adalah 10-23 kali setahun.
berdasarkan bentuk sediaan (tablet, injeksi,
sirup, obat luar, infus). Sistem penataan gudang
Menunjukkan bahwa persentase Indikator sistem penataan gudang
kecocokan antara fisik obat dengan kartu bertujuan untuk menilai sistem penataan
stok adalah 98,24% item atau masih ada gudang berdasarkan sistem FIFO (First In
1,76% item obat yang tidak sesuai dengan First Out) dimana barang yang pertama
kartu stok. Jika dibandingkan hasil diterima harus pertama digunakan atau
penelitian Pudjaningsih (1996) yang dikeluarkan dan sistem FEFO (First
memberikan persentase 100%, maka Expired First Out) dimana barang yang
persentase kecocokan antara fisik obat memiliki batas kadaluarsa lebih pendek
dengan kartu stok di Instalasi farmasi atau lebih awal harus digunakan terlebih
RSUD Surakarta belum efisien. Penelitian dahulu. Hal ini berpengaruh dalam
serupa terkait persentase kecocokan jumlah pendistribusian perbekalan farmasi dengan
obat dengan kartu stok diantaranya adalah mutu yang terjamin serta mencegah
di RSUD Tarakan (Purwidyaningrum, terjadinya obat kadaluarsa dan rusak
2011) dengan hasil 93,27% dan RSUD Bau- sebelum terpakai. Data diperoleh dengan
Bau 92,63% (Sailan, 2014). Nilai ini jika melakukan pengamatan langsung dan
dibandingkan dengan hasil penelitian yaitu wawancara pada saat penelitian terhadap
98,24 % maka dapat dikatakan presentase obat-obatan yang dikeluarkan untuk
kecocokan jumlah obat dengan kartu stok di pelayanan.
RSUD Surakarta relatif lebih baik. Nilai Berdasarkan pengamatan dan
dari kedua rumah sakit tersebut masih di wawancara dengan kepala Gudang Instalasi
bawah RSUD Surakarta. Farmasi RSUD Surakarta di peroleh
keterangan bahwa sistem penataan obat di
gudang Instalasi Farmasi RSUD Surakarta
tidak menggunakan urutan abjad alpabhetis
TOR (Turn Over Ratio)
Vol.1, No.1 November 2019 46
Jurnal Kesehatan Tujuh Belas (Jurkes TB) ISSN : 2715-0976
dan semuanya telah menggunakan sistem menunjukkan bahwa persentase stok
FIFO/FEFO. mati sebesar 2,3 %. Jika dibandingkan hasil
Sistem penyimpana obat sudah penelitian Pudjaningsih (1996) adalah 0%,
FIFO/FEFO, penyimpanan berdasarkan maka persentase stok mati di Instalasi
bentuk sediaan, sifat dan tidak alpabhetis. Farmasi RSUD Surakarta belum efisien.
Karena berdasarkan pengalaman selama ini Penelitian yang dilakukan rumah sakit lain
lebih mudah dan lebih fleksibel. Lebih RSUD Karel Sadsuitubun Kabupaten
penting petugas itu, setiap barang punya Maluku tenggara memberikan hasil 5%
kode masing-masing di setiap kode raknya, (Wirdah dkk, 2013) dan RSUD Ajibarang
mau ditempatkan dimana saja asalkan ada Banyumas 6,77%. Nilai hasil penelitian
kodenya pasti bisa di temukan oleh petugas. adalah 2,3% berarti relatif baik bila
Untuk pengecekan paling lama 3 bulan dibandingkan dengan nilai kedua rumah
sekali untuk mengetahui barang mana yang sakit tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
mau ED atau yang sudah ED. Kalau bisa gudang IFRS RSUD Surakarta telah
sebelum ED sudah diketahui, Sehingga berusaha mengelola perbekalan farmasi
nantinya bisa dilakukan treatment sehingga stok mati dapat diminimalisir.
bagaimana cara agar meminta dokter untuk Akan tetapi masih diperlukan perbaikan
meresepkan jangan sampai ED. Kalau dengan hasil tersebut seperti menjalin
untuk rusak secara fisik mungkin lebih ke komunikasi antara IFRS dengan staf medis
suhu ruangan, kemudian suhu ruangannya lainnya agar patuh dalam peresepan obat
dibuat lebih ideal, suhu kamar. Untuk serta mengadakan obat yang benar-benar
pengecekan tidak ada check listnya, tapi dibutuhkan rumah sakit setempat.
petugas punya termometer dan kita bisa Adanya stok mati di Instalasi Farmasi
merasakan sendiri tentang kenyamanan RSUD Surakarta disebabkan karena obat
ruangan itu, kalau kita nyaman obat pasti diadakan tetapi tidak ada kasus atau
nyaman, standarnya kita sendiri. Kalau kita pemakaian, selain itu pola peresepan
merasa panas gerah obat nggak ideal juga. beberapa dokter yang terkadang berubah-
Selain ada termometer juga ada kita sendiri ubah, sehingga diperlukan perbaikan
sebagai ukurannya. dengan hasil tersebut seperti menjalin
diketahui bahwa penataan obat komunikasi antara IFRS dengan dokter
seluruhnya menggunakan sistem FIFO dan lainnya agar patuh dalam peresepan obat
FEFO. Jika dibandingkan hasil serta mengadakan pendistribusian obat
Pudjaningsih sebesar 100%, maka penilaian yang benar-benar di butuhkan rumah sakit.
pengelolaan obat di gudang farmasi RSUD
Surakarta pada indikator tersebut sudah Persentase obat kadaluwarsa
efisien. Indikator obat persentase obat
kadaluarsa dan rusak bertujuan untuk
Presentase stok mati mengetahui besarnya kerugian rumah sakit
Indikator persentase stok mati oleh adanya obat kadaluarsa. Adanya obat
bertujuan untuk mengetahui item obat kadaluarsa dapat disebabkan karena
selama 3 bulan berturut-turut tidak ketidaktepatan perencanaan dan kurangnya
digunakan di Instalasi Farmasi RSUD pengawasan terhadap mutu penyimpanan
Surakarta. Manfaat lainnya dengan sediaan farmasi memungkinkan terjadinya
indikator ini adalah dapat membantu kerusakan atau penurunan mutu sediaan
pengawasan petugas dan mambantu farmasi. Pengumpulan data secara
berjalannya komunikasi yang optimal retrospektif dari data obat kadaluarsa di
antara instalasi farmasi dengan staf medis Instalasi Farmasi RSUD Surakarta tahun
lainnya mengenai penggunann obat di 2016.
rumah sakit. Pengumpulan data secara menunjukkan bahwa persentase obat
retrospektif dari data dokumen tahun 2016 kadaluarsa dan rusak sebesar 1,6%. Jika di
dan kartu stok. bandingkan hasil penelitian Depkes (2008)
0%, maka presentase obat kadaluwarsa di

Vol.1, No.1 November 2019 47


Jurnal Kesehatan Tujuh Belas (Jurkes TB) ISSN : 2715-0976
Instalasi farmasi RSUD Surakarta belum racikan adalah 33,10 menit per lembar
efisien. Penelitian yang dilakukan rumah resep. Jika dibandingkan Pudjaningsih
sakit lain seperti RSUD Tarakan (1996) rata-rata waktu yang digunakan
memberikan hasil 0,49% untuk pelayanan resep racikan adalah ≤ 60
(Purwidyaningrum, 2011) dan RSUD Bau- menit, sedangkan non racikan adalah ≤ 30
Bau sebesar 0% (Sailan, 2014). Nilai hasil menit. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
penelitian adalah 1,6 % berarti belum target waktu penyediaan obat racikan dapat
efisien bila dibandingkan dengan nilai dipenuhi tetapi untuk non racikan belum
kedua rumah sakit tersebut. dapat dipenuhi sehingga dapat dikatakan
Berdasarkan wawancara dengan belum efisien.
Kepala Instalasi Farmasi RSUD Surakarta Lamanya waktu yang digunakan
adanya obat kadaluarsa disebabkan karena untuk melayani resep dikarenakan apotek
adanya beberapa faktor. rawat inap dan rawat jalan masih menjadi
Adanya obat kadaluarsa biasanya tidak satu, sehingga tenaga farmasi harus
bisa diretur karena diperoleh dari hasil melayani resep rawat inap dan rawat jalan
lelang dan tender sehingga sudah sesuai bersamaan. Serta pengambilan data pada
persyaratan misal obat oral ED lebih dari 2 saat peak time dimana resep dari beberapa
tahun tapi ternyata tidak terpakai. Juga tidak poli masuk bersamaan sehingga pelayanan
ada kasus atau pemakaian, biasanya untuk resep menjadi menumpuk. Tanggapan
obat-obat emergency (harus ada tetapi tidak petugas distribusi di rawat jalan dengan
selalu atau bahkan jarang terpakai).” adanya penumpukan resep karena sistem
Pengatasannya dengan melakukan pelayanan poliklinik yang tidak tepat
pengecekan obat secara rutin, melakukan waktu. Poliklinik mulai melayani pasien
perencanaan yang baik dengan mengadakan sekitar pukul 09.00 yang bersamaan dengan
obat yang benar-benar di butuhkan rumah waktu dokter selesai visite rumah sakit
sakit setempat. Jika dibandingkan hasil sehingga menyebabkan resep dari poliklinik
penelitian Depkes (2008) adalah 0%, maka masuk serentak.
persentase obat kadaluarsa di Instalasi Berdasarkan hasil wawancara
farmasi RSUD Surakarta belum efisien. kepala Instalasi Farmasi RSUD Surakarta,
pelayanan obat untuk pasien rawat inap dan
Rata-rata waktu yang digunakan untuk rawat jalan yang disatukan dalam satu
melayani resep apotek masih menjadi kendala dalam sistem
Indikator rata-rata waktu yang distribusi RSUD Surakarta dalam
digunakan untuk melayani resep bertujuan melakukan pelayanan obat yang maksimal.
untuk mengetahui tingkat kecepatan Hal ini menyebabkan lamanya antrian di
pelayanan farmasi di rumah sakit. Apotek di apotek sehingga seharusnya apotek dipisah
RSUD Surakarta buka selama 24 jam untuk mengurangi antrian, terutama untuk
dikarenakan apotek rawat inap dan rawat pengambilan obat rawat inap karena masih
jalan menjadi satu. Jam pelayanan rawat menggunakan individual prescribing.
jalan hari Senin sampai Sabtu dimulai pukul Selain itu, juga mengurangi beban kerja
09.00. Tetapi resep juga dapat dilayani di sehingga meningkatkan ketelitian dan
luar jam itu karena apotek ini buka selama kecermatan serta meminimalkan kesalahan.
24 jam. Pengumpulan data diperoleh secara Pengajuan revitalisasi gedung sudah di
concurrent dengan melakukan pengamatan ajukan dan sekarang masih dalam tahap
setiap harinya 30 pasien selama 6 hari kerja proses pembangunan, tetapi masih terdapat
dengan mencatat waktu resep masuk kendala pada desain rumah sakit sehingga
sampai waktu obat di berikan ke pasien. akan dilakukan perombakan besar-besaran.
Menunjukkan rata-rata waktu yang Jadi untuk masukan selanjutnya, jika
digunakan untuk pelayanan resep racikan di ruangan sudah memadai dan
Instalasi Farmasi rawat jalan RSUD memungkinakan untuk menambahka
Surakarta adalah 38,13 menit per lembar tenaga kesehatan sangan diharapkan untuk
resep, sedangkan rata-rata untuk non merekrut tenaga khususnya tenaga

Vol.1, No.1 November 2019 48


Jurnal Kesehatan Tujuh Belas (Jurkes TB) ISSN : 2715-0976
kesehatan bagian farmasi, agar waktu yang Indikator persentase peresepan obat
digunakan untuk melayani resep tidak generik bertujuan untuk mengukur
memakan waktu yang cukup lama sehingga kecenderungan meresepkan obat generik.
pasien dapat memperoleh obat dengan cepat Penulisan resep obat dengan nama generik
dan tepat. dimaksudkan sebagai indikator bahwa dokter
mengerti zat aktif sediaan obat yang diberikan
Persentase obat yang diserahkan sehingga dapat sebagai indikasi resep tersebut
Indikator persentase obat yang tepat indikasi, tepat obat, tepat regimen dosis.
diserahkan bertujuan untuk mengetahui Pemakaian obat dengan nama generik juga
cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit. dapat menghemat biaya yang dikeluarkan
Pengambilan data secara retrospektif pasien, selain itu dapat menghindari kekeliruan
dengan penelusuran resep tahun 2016 untuk petugas farmasi dalam pembacaan tulisan
rawat inap dan rawat jalan. Terbagi menjadi resep agar obat yang diambil tidak salah karena
3 kuartal yakni kuartal I (Januari-April), obat generik adalah obat dengan nama
kuartal II (Mei-Agustus), kuartal III generiknya. Pengambilan data secara
(September-Desember). Obat dari tiap retrospektif dengan penelusuran resep tahun
lembar resep yang tertulis dicocokkan 2016 masing-masing untuk rawat inap dan
dengan nota yang tercetak dari resep rawat jalan. Terbagi menjadi 3 kuartal yakni
tersebut. kuartal I (Januari-April), kuartal II (Mei-
Menunjukkan persentase obat yang Agustus), kuartal III (September-Desember)
diserahkan di rawat jalan adalah sebesar diambil sebanyak 100 resep.
95,10%, sedangkan pada rawat inap adalah menunjukkan persentase peresepan
sebesar 95,95%. Jika dibandingkan obat generik di rawat jalan adalah sebesar
Pudjaningsih (1996) sebesar 76-100%, hasil 72,93%, sedangkan di rawat inap adalah
penelitian ini menunjukkan hasil yang sebesar 74,80%. Jika dibandingkan indikator
sudah efisien. Penelitian yang dilakukan WHO (1993) adalah sebesar ≥82%. Hasil
rumah sakit lain yaitu RSUD Bau-Bau tersebut lebih rendah dibanding dengan
memberikan hasil presentase obat yang rekomendasi WHO sehingga persentase
diserahkan di rawat jalan 98,67% dan rawat peresepan obat generik belum efisien. Hal ini
inap 91,43% (Sailan, 2014). Presentase obat terjadi karena ada obat branded yang masuk
yang diserahkan di RSUD Biak sebesar dalam pengadaan melalui E-Katalog karena
95,48% pada rawat jalan dan 95,78% pada tidak ada generiknya. Selain itu adanya pasien
rawat inap (Makaba, 2014). Nilai penelitian bayar yang tidak selalu diresepkan obat
di RSUD Surakarta menunjukkan hasil generik serta adanya pasien BPJS yang tidak
yang efisien dibandingkan dengan nilai selalu mendapat generik. Pengatasannya
kedua rumah sakit tersebut. dengan melakukan komunikasi dengan dokter
untuk meresepkan obat generik kepada pasien
TAHAP PENGGUNAAN agar dapat dijangkau oleh pasien.
Tahap penggunaan merupakan tahap
penting yang menentukan keberhasilan Persentase peresepan antibiotik
pelayanan kesehatan secara langsung kepada Antibiotik merupakan zat yang
pasien. Pada tahap ini obat dari dihasilkan oleh mikroba, terutama fungi, yang
pengelolaannya di rumah sakit berpindah dapat menghambat pertumbuhan atau
tangan ke pasien sebagai konsumen akhir. membasmi mikroba jenis lain. Indikator
Meski berada pada siklus yang terakhir pada persentase peresepan antibiotik bertujuan
pengelolaan obat, informasi pada tahap untuk mengukur penggunaan antibiotik.
penggunaan sangat bermanfaat sebagai titik Antibiotik sering digunakan secara berlebihan
dimulainya tahap pertama dalam siklus sehingga dapat menyebabkan kerugian,
pengelolaan obat selanjutnya. diantaranya terjadi resistensi dan pemborosan
biaya terapi. Pengambilan data secara
Persentase peresepan obat dengan nama retrospektif dengan penelusuran resep tahun
generik 2016 masing-masing untuk rawat inap dan

Vol.1, No.1 November 2019 49


Jurnal Kesehatan Tujuh Belas (Jurkes TB) ISSN : 2715-0976
rawat jalan. Terbagi menjadi 3 kuartal yakni di rawat jalan RSUD Surakarta sebesar 0,29%,
kuartal I (Januari-April), kuartal II (Mei- hasil ini relatif baik dibandingkan dua rumah
Agustus), kuartal III (September-Desember) sakit lain pada pelayanan rawat jalan yakni RS
diambil sebanyak 100 resep. Panti Nugroho Sleman sebesar 0,33%
(Sudarmono dkk, 2011) dan RSUD Biak
Menunjukkan persentase peresepan (Makaba, 2014) sebesar 0,66%. Hal itu berarti
antibiotik di rawat jalan adalah sebesar 9,48 %, kesadaran masyarakat tentang berobat tidak
sedangkan di rawat inap adalah sebesar harus diinjeksi telah tinggi.
20,98%. Jika dibandingkan indikator WHO
(1993) adalah sebesar ≤ 22,7%. Penelitian Peresepan obat injeksi di rawat inap
yang dilakukan rumah sakit lain yakni RSUD sebesar 31,50%. Berdasarkan hasil
Bau-bau memberikan hasil presentase pengamatan tampaknya bagi pasien rawat inap
peresepan antibiotik rawat jalan sebesar adalah pasien yang sudah tergolong kedalam
26,58% dan rawat inap 25% (Sailan, 2014). kategori pasien gawat. Oleh karena itu
Presentase peresepan antibiotik di RSUD Biak presentase sediaan injeksi meningkat, sebagai
sebesar 31,33% pada rawat jalan dan 40,51% pasien gawat atau yang pasien tak sadarkan diri
pada rawat inap (Makaba, 2014). Nilai pastilah sediaan injeksi yang dianggap lebih
penelitian di RSUD Surakarta menunjukkan tepat dan cepat untuk penanganannya.
hasil yang relatif lebih efisien dibandingkan
nilai kedua rumah sakit tersebut. Hasil ini Persentase peresepan obat sesuai dengan
sudah sesuai dengan rekomendasi WHO formularium
artinya dokter tidak mudah meresepkan Formularium rumah sakit adalah
antibiotik untuk setiap diagnosis penyakit. himpunan obat yang diterima atau disetujui
pleh PFT untuk digunakan di rumah sakit dan
Persentase peresepan injeksi dapat direvisi pada setiap batas waktu yang
Indikator persentase peresepan injeksi ditentukan (Depkes, 2004). Formularium
bertujuan untuk mengukur penggunaan rumah sakit dapat digunakan untuk
injeksi. Dalam ketentuan WHO menegaskan mendukung berlangsungnya pengobatan yang
agar peresepan sediaan injeksi itu dilakukan rasional, meningkatkan efisiensi dan
seminimal mungkin. Artinya semakin kecil efektifitas anggaran yang tersedia dan
persepan sediaan injeksi semakin baik. memudahkan dalam melakukan pengelolaan
Pengambilan data secara retsrospektif dengan obat.
penelusuran resep tahun 2016 masing-masing Indikator persentase peresepan sesuai
untuk rawat inap dan rawat jalan. Terbagi dengan formularium bertujuan untuk
menjadi 3 kuartal yakni kuartal I (Januari- mengetahui tingkat kepatuhan dokter dalam
April), kuartal II (Mei-Agustus), kuartal III meresepkan obat yang terdapat dalam
(September-Desember) diambil sebanyak 100 formularium rumah sakit. Pengambilan data
resep. secara retsrospektif dengan penelusuran resep
tahun 2016 masing-masing untuk rawat inap
Menunjukkan persentase peresepan dan rawat jalan. Terbagi menjadi 3 kuartal
obat injeksi di rawat jalan adalah sebesar yakni kuartal I (Januari-April), kuartal II (Mei-
0,29%, sedangkan di rawat inap 31,50%. Hasil Agustus), kuartal III (September-Desember)
penelitian yang dilakukan oleh WHO diambil sebanyak 100 resep.
peresepan obat injeksi adalah seminal mungkin
baik pasien rawat jalan maupun rawat inap. Menunjukkan persentase peresepan
Pasien rawat jalan seharusnya tidak mendapat sesuai dengan formularium di rawat jalan
injeksi, namun dari hasil penelitian di RSUD sebesar 95,43% dan rawat inap sebesar
Surakarta didapatkan nilai sebesar 0,29%. Hal 95,69%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
ini karena terdapat beberapa resep di rawat WHO sebesar 100%. Hasil penelitian
jalan dari unit IGD yang terdapat peresepan menunjukkan bahwa peresepan sesuai
injeksi untuk penanganan cepat dimana formularium di RSUD belum efisien, namun
biasanya dilakukan observasi ± 6 jam baru cukup relatif tinggi meskipun belum mencapai
selanjutnya dapat dinyatakan sehat. Penelitian 100%. Hal ini menunjukkan bahwa dokter

Vol.1, No.1 November 2019 50


Jurnal Kesehatan Tujuh Belas (Jurkes TB) ISSN : 2715-0976
patuh terhadap formularium yang menjadi 1. persentase kecocokan jumlah obat
pedoman dalam peresepan obat di rumah sakit. dengan kartu stok sebesar 98,24 % item
atau masih ada 1,76% item obat yang
Dari hasil wawancara dengan Kepala tidak sesuai dengan kartu stok artinya
Instalasi Farmasi menjelaskan ada beberapa belum efisien.
dokter yang terkadang tidak meresepkan obat 2. Sistem penataan gudang 100% telah
sesuai formularium tapi tidak semuanya. menggunakan sistem FIFO dan FEFO.
Pengatasannya dengan melakukan komunikasi 3. Persentase stok mati sebanyak 33 item
dengan dokter untuk meresepkan obat sesuai atau sebesar 2,3% artinya belum
dengan formularium rumah sakit. efisien.
Persentase obat yang dilabeli benar 4. Persentase obat kadaluarsa dan rusak
sebesar 1,6% artinya belum efisien.
Pelabelan obat secara benar merupakan 5. Rata-rata waktu yang digunakan
bagian yang amat penting bagi petugas apotek melayani resep racikan 38,13 menit
karena hal tersebut berkaitan dengan sudah efisien dan non racikan 33,10
keselamatan pasien dalam penggunaan obat. menit artinya belum efisien.
Setiap petugas harus paham dan tidak boleh 6. Persentase obat yang dapat diserahkan
lalai terhadap informasi pokok yang harus di rawat jalan 95,10% dan rawat inap
ditulis pada etiket. Kelalaian petugas 95,95% berarti sudah efisien.
berpotensi akan tertukarnya obat dari satu Tahap penggunaan
pasien ke pasien lain dan hal ini amat 1. Persentase peresepan obat generik
berbahaya. untuk rawat jalan 72,93 % dan rawat
Dasil penelitian diperoleh tingkat ketepatan inap 74,80% artinya belum efisien.
pemberian label sebesar 100% dapat di 2. Persentase peresepan obat antibiotik
katakan sudah efisien, sesuai indikator WHO untuk rawat jalan 9,48% dan rawat inap
sebesar 100%. Sehingga semua sampel yang 20,98 % berarti sudah efisien.
diamati telah mengandung komponen minimal 3. Persentase peresepan obat injeksi
yang diisyaratkan oleh Instalasi Farmasi untuk rawat jalan 0,29% dan rawat inap
RSUD Surakarta. Label tersebut sudah ada 31,50%. Hasil ini menunjukkan bahwa
formatnya dan diisi oleh petugas IFRJ RSUD persentase peresepan injeksi belum
Surakarta dengan tulisan tangan yang jelas dan efisien untuk rawat jalan dan rawat
mudah dibaca. inap.
4. Persentase obat yang sesuai
Ketersediaan waktu konsultasi oleh formularium untuk 95,43% dan rawat
Apoteker inap 95,69%. Persentase obat yang
Indikator ketersediaan waktu sesuai formularium untuk rawat jalan
konsultasi oleh Apoteker bertujuan untuk dan rawat inap berarti belum efisien.
mengukur waktu yang digunakan oleh 5. Persentase obat yang dilabeli dengan
farmasis dalam memberikan informasi obat. benar di rawat jalan 100%, artinya
Namun dalam pelayanan tersebut tidak dapat sudah efisien.
dilakukan di RSUD Surakarta dikarenakan Pelaksanaan pengelolaan obat pada
masih terbatasnya petugas/ tenaga farmasi sistem distribusi dan penggunaan obat
sehingga menjadi salah satu kendala dalam di Instalasi Farmasi RSUD Surakarta
melakukan pelayanan farmasi klinik di rumah tentunya memerlukan manajemen
sakit. Jadi informasi yang diberikan kepada pendukung yang digunakan untuk
pasien baru sebatas cara minum/ aturan pakai membantu kelancaran dalam
obat yang diberikan ketika obat diserahkan pelaksanaan pengelolaan obat di rumah
kepada pasien. sakit. Berdasarkan wawancara dengan
Kepala Instalasi Farmasi RSUD
SIMPULAN Surakarta, Kepala Gudang dan petugas
Tahap distribusi distribusi rawat jalan dan rawat inap
diperoleh gambaran manajemen yang

Vol.1, No.1 November 2019 51


Jurnal Kesehatan Tujuh Belas (Jurkes TB) ISSN : 2715-0976
mendukung berlangsungnya di RSUD Surakarta yaitu organisasi,
pengelolaan obat terutama dalam sistem informasi, dan sumber daya
bidang distribusi dan penggunaan obat manusia.

DAFTAR PUSTAKA RSUD Tarakan Jakarta Pusat. Jurnal


Farmasi Indonesia. Hal 12-19 Vol 8
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. No.1
1993. SK Menteri Kesehatan Nomor : Peraturan Menteri Kesehatan Republik
436/Menkes/SK/VI/1993 Tentang Indonesia Nomor. 58 Tahun 2014,
Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Tentang Standar Pelayanan
Standar Kelayakan Medis. Jakarta. Kefarmasian di Rumah Sakit, hlm 3-4
Depkes RI, 2009, Undang-Undang No. 44 Quick, J.D, Rankin, J.R., Laing R.O.,
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, O’Connor, R.W., Horgerzeil, H.V.,
Jakarta: Departemen Kesehatan Dukes, M.N.G and Garnet, A.
Republik Indonesia. 1997.Managing Drug Supply 2nd
Keputusan Menteri Kesehatan Republik edition, 378- 482, Kumarian Press,
Indonesia No 58 tahun 2014 tentang West Harford.
Standar Pelayanan Kefarmasian di World Health Organization., 1993, Howto
Rumah Sakit. Investigate Drug Usein Health
Notoatmojo, S. 2002. Metodologi Penelitian Facilities, Selected Drugh
Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. UseIndicator, Action Programon
Purwidyaningrum, I., 2011, Analisis Distribusi Essential Drug, 46–52, WHO, Geneva
Obat Rawat Inap Di Instalasi Farmasi

Vol.1, No.1 November 2019 52

Anda mungkin juga menyukai