Anda di halaman 1dari 26

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. MUAL MUNTAH

1. Definisi Mual Muntah

Mual atau nausea adalah perasaan ingin muntah, biasanya mendahului atau

menyertai muntah (Martini, Welch & Kathleen, 2001). Nausea merupakan

kumpulan dari gangguan cerna atau gangguan sistem saraf pusat. Muntah atau

vomiting didefinisikan sebagai pengeluaran involunter, dan ekspulasi yang kuat

semua isi lambung dari mulut. Muntah dapat menimbulkan berbagai akibat yang

serius seperti perdarahan lambung, dehidrasi, serta terganggunya ingesti

(masuknya makanan didalam lambung). Muntah adalah proses refleks yang sangat

berkoordinasi yang mungkin didahului oleh peningkatan air liur dan dimulai

dengan muntah-muntah secara tidak sengaja (Siswandi, 2008)

2. Mekanisme Mual Muntah

Muntah (emesis / vomiting) adalah suatu gerakan ekspulsi yang kuat dari isi

lambung dan gastrointestinal melalui mulut. Muntah merupakan hasil dari sebuah

refleks yang kompleks dan kombinasi dari sistem saraf otonom (simpatis dan

parasimpatis) dan sistem saraf motorik dengan eferen berasal dari pusat muntah

yang diteruskan ke nervus vagus dan neuron motorik yang mempersarafi otot-

otot intraabdominal. Proses muntah dimulai dengan inspirasi dalam dan

terjadi gerakan retroperistaltik yang mendorong isi usus kecil ke bagian atas ke

dalam gaster dan terjadi peningkatan salivasi. Glottis menutup untuk

memproteksi jalan nafas, terjadi tahan nafas serta sfinkter gaster dan esophagus

9
10

akan berelaksasi. Otot-otot dinding abdomen dan toraks berkontraksi dan

diafragma akan turun dengan cepat sehingga meningkatkan tekanan

intraabdominal serta isi gaster akan diejeksikan ke dalam esophagus dan

akhirnya keluar melalui mulut (Tiran, 2009).

Muntah dimulai dengan penurunan diafragma yang hebat dan kontraksi pada

otot-otot perut dengan relaksasi dibagian kardik lambung, mekanisme tersebut

secara aktif mendesak isi lambung ke esofagus. Proses ini dikoordinasi oleh pusat

muntah di dalam medula yang dipengaruhi oleh inervasi serabut aferen dan secara

tidak langsung daerah kemoreseptor dan pusat-pusat sistem saraf pusat (SSP)

yang lebih tinggi.

Proses muntah dapat terjadi melalui tiga tahapan, walaupun demikian muntah

dapat terjadi langsung dan tidak langsung dalam bentuk ekspulasi. Tahapan

muntah adalah sebagai berikut :

a. Nausea

Tahap ini akan disertai dengan keringat dingin, salivasi, pucat, takikardi,

napas dalam, pilorus membuka, kontraksi duodenum (jejenum), dan saat ini bisa

terjadi regurtasi dari usus halus ke lambung. Secara klinis terlihat pucat,

berkeringat dingin. Akan tetapi hal ini harus dibedakan dengan gejala klinis

dehidrasi yang muncul akibat muntah berulang tanpa pemasukan yang cukup

(intake inadekuat), regurtrasi dari usus halus ke lambung yang terjadi

menerangkan bahwa muntah yang bercampur empedu tidak selalu diakibatkan

oleh obstruksi usus.


11

b. Retching

Pada tahap ini lambung berkontraksi, sfingter esofagus bagian bawah

membuka akan tetapi bagian atas masih menutup, dan inspirasi dalam dengan

kontraksi diafragma di ikuti dengan relaksasi otot dinding perut dan lambung,

sehingga kimus yang pada awalnya masuk ke esofagus kembali lagi ke lambung,

hal ini dapat berlangsung beberapa siklus.

c. Ekspulasi

Tahap ini dicirikan oleh inspirasi dalam dengan kontraksi diafragma, otot

dinding perut berkontraksi, kontraksi otot faring menutup glotis dan nares

posterior, antiperistaltik pada lambung, pilorus menutup dan sfingter esofagus

membuka.

3. Patofisiologi Mual Muntah

Muntah merupakan proses kompleks yang dikoordinasikan oleh pusat muntah

di medula oblongata (Mohamed et al., 2004). Menurut Silbernagl (2006) pusat ini

menerima masukan impuls dari :

a. Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) pada area postrema

CTZ mengandung banyak reseptor dopamin dan 5-hidroksi-triptamin

(terutama D2 dan 5-HT3). CTZ tidak dilindungi oleh blood brain barrier

sehingga mudah mendapat stimulus dari sirkulasi (misalnya, obat dan toxin).

CTZ dapat dipengaruhi oleh agen anestesi, opioid, dan faktor humoral (5-HT)

yang dilepaskan selama pembedahan.

b. Sistem vestibuler (motion sickness dan mual akibat gangguan pada telinga

bagian tengah)
12

Sistem vestibuler dapat menyebabkan terjadinya mual dan muntah sebagai

akibat dari pembedahan yang melibatkan telinga bagian tengah atau pergerakan

setelah pembedahan.

c. Higher cortical centers pada sistem saraf pusat

Higher cortical centers (sistem limbik) terlibat dalam terjadinya mual

muntah terutama berhubungan dengan perasaan tidak menyenangkan,

penglihatan, bau, ingatan, dan ketakutan.

d. Nervus vagus (membawa sinyal dari traktus gastrointestinal)

Saraf aferen dari nervus vagus menyampaikan informasi dari mekan

oreseptor pada otot dinding usus, di mana akan dihasilkan 5-HT apabila usus

mengembang atau trauma selama pembedahan dan dari khemo reseptor pada

mukosa traktus gastrointestinal bagian atas yang dipicu oleh adanya zat

berbahaya dalam lumen.

e. Sistem spinoretikuler (menginduksi mual akibat trauma fisik)

f. Nukleus traktus solitarius (merupakan arkus reflek dari reflek muntah)

4. Penatalaksanaan Mual Muntah

Penatalaksaan atau penanganan mual dan muntah dapat dibagi menjadi dua

yaitu terapi farmakologi dengan obat antiemetik dan non farmakologi (Utomo,

Sudirman & Syafi’i, 2009).

a. Terapi Farmakologi

Menurut Qudsi dan Jatmiko (2015) obat antiemetik yang dapat digunakan

untuk mengatasi mual muntah antara lain :

1) Antagonis reseptor 5-hydroxy tryptamine (5-HT3) bekerja dengan cara

menghambat reseptor serotonin dalam sistem saraf pusat dan saluran


13

gastrointestinal yang dapat mencegah terjadinya mual muntah pasca

operasi. Golongan antagonis reseptor 5-HT3 adalah dolasetron,

granisetron, ondansetron, palonosetron, ramosetron dan tropisetron.

2) Anti dopaminergik untuk mengobati mual dan muntah yang

berhubungan dengan penyakit keganasan, radiasi, opioid, sitostatik dan

anestesi umum, yaitu : domperidon, droperidol, haloperidol,

klorpromazin, prometazin dan proklorperazin, metoclopramide dan

alisaprid.

3) Antihistamin (antagonis reseptor histamin H1) antara lain : siklisin,

diphenhydramine, dimenhidrinat, meslizine, prometasin dan hidroxisin.

4) Cannabinoids digunakan pada pasien-pasien dengan mual dan muntah

akibat sitotoksik yang tidak berespon dengan obat yang lain. Contoh

cannabinoids yaitu : cannabis (Marijuana), dronabinol (Marinol) yang

digunakan pada pasien kanker, AIDS, nyeri, Multiple Sklerosis dan

penyakit Alzheimer's dan nabilone (Cesamet).

5) Benzodiazepin yaitu : midazolam dan lorazepam.

6) Antikolinergik : hiosine (skopolamin)

7) Deksametason adalah glukokortikoid yang dalam dosis rendah efektif

sebagai antiemetik pada operasi dengan anestesi umum.

8) Antagonis reseptor NK-l, contohnya : aprepitant dan asopitant

merupakan antagonis reseptor NK-1.

9) Opioid : morfin, tramadol, meptazinol, kodein, buprenorfin dan heroin.


14

b. Terapi Non Farmakologis

Menurut Islam dan Jain (2009) teknik non farmakologi yang memiliki

kemampuan mencegah mual muntah antara lain active listening, akupresur,

animal-assisted, aroma terapi, bioefeedback, healing touch, tertawa (humor),

imagery, jounaling, pijatan, meditasi, musik, spiritual, presence, relaksasi otot

progresif, reiki, storytelling, tai chi, sentuhan terapeutik, dan lain-lain.

5. Karakteristik Mual Muntah Hemodialisa

Muntah didefinisikan sebagai pengeluaran isi lambung (esofagus) melalui

mulut secara paksa Muntah adalah proses refleks yang sangat berkoordinasi yang

mungkin didahului oleh peningkatan air liur dan dimulai dengan muntah-muntah

secara tidak sengaja.

Penyebab mual pada pasien hemodialisa disebabkan oleh multifaktorial, salah

satu faktor timbulnya mual yaitu sindrom uremia, penumpukan urea dapat

menyebabkan meningkatnya produksi asam lambung (Bieber & Himmelfarb,

2013). Selain sindrom uremia, terdapat beberapa faktor lain yang dapat

mendukung timbulnya mual, seperti: ketidaknyamanan akibat nyeri selama

hemodialisis, lamanya waktu hemodialisis, perubahan homeostasis selama

hemodialisis, banyaknya ureum yang dikeluarkan atau besarnya ultrafiltrasi.

Gangguan keseimbangan dialisis atau Dialysis Disequilibrium Syndrome (DSS)

juga dapat menyebabkan mual, dimana gangguan keseimbangan dialisis terjadi

akibat ultrafiltrasi yang berlebihan dan hemolisis. Dijelaskan juga bahwa DSS

timbul selama hemodialisis berlangsung dimana terjadi proses dimana cairan dan

urea keluar dari dalam tubuh dengan begitu cepat (Himmelfarb & Sayegh, 2011)
15

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis pada pasien yang menjalani

hemodialisa di RSUD dr. Loekmonohadi Kudus, mual muntah pada pasien

hemodialisa biasanya muncul saat pasien menjalani 1 sampai 2 jam pertama

hemodialisa, dan mual muntah berlangsung sampai hemodialisa selesai jika tidak

ada penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien. Pasien dengan riwayat mual

muntah hemodialisa tidak selalu mengalami mual muntah saat menjalani

hemodialisa berikutnya meskipun rata-rata pasien yang mengalami mual muntah

saat hemodialisa memiliki riwayat penyakit gastritis.

6. Penilaian Mual Muntah

Instrumen pengumpulan data adalah suatu alat yang diperlukan dalam

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012).

Alat untuk mengukur mual muntah yang telah teruji validitas dan reabilitasnya

yaitu : Numerik rating scale (NRS), Duke Descriptive Scale (DDS), Visual

Analog Scale (VAS), Index Nausea vomiting and Retching (INVR), Marrow

Assessment Of Nausea and Emesis and Functional Living Index Emesis (Rhodes

dan Mc Daniel, 2004)

a. Numerik rating scale (NRS)

Numerik Rating Scale (NRS) merupakan jenis instrument berupa skala

pengukuran dapat digunakan untuk mengetahui tingkat mual dan dapat digunakan

untuk mengetahui tingkat keparahan mual. Numerik rating scale (NRS) adalah

rentan skala 0-10 dengan angka 0 tidak mual dan angka 10 muntah. NRS telah

digunakan pada penelitian Jiyeon et. al pada tahun 2010 untuk mengetahui tingkat

keparahan mual pada penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi.


16

Gambar 3.1. Numerik rating scale (NRS)

Sumber : Rhodes dan Mc Daniel, 2004

Numerik rating scale (NRS) terdiri dari skor 0 sampai 10 dimana dikelompokkan

yaitu dengan yang pertama skor 0 berarti non atau tidak mual muntah, selanjutnya

skor 1 sampai 3 dikategorikan mild atau ringan mual muntahnya, lanjut ke skor 4

sampai 6 dinilai moderate atau mual muntah sedang dan kelompok yang terakhir

yaitu skor 7 sampai 10 yaitu severe yaitu mual muntah dengan skor tertinggi atau

terjadi mual muntah.

b. Duke Descriptive Scale (DDS)

Instrument ini memuat data mual muntah dengan frekuensi, keparahan dan

kombinasi aktifitas. Tipe dari kuesioner ini adalah skala ceklist, kelemahan

kuesioner ini adalah terbatasnya informasi.

c. Visual Analog Scale (VAS)

Instrument penelitian berupa rentan skala dengan menggunakan angka 0-10

untuk mengetahui gejala. Instrument ini yang simple dan paling banyak

digunakan dalam penelitian.


17

d. Index Nausea vomiting and Retching (INVR)

Rhodes Index Nausea Vomiting and Retching yang dipopulerkan oleh Rhodes

digunakan untuk mengukur mual, muntah dan retching dengan skala Likert yaitu

0-4.

e. Marrow Assessment Of Nausea and Emesis and Functional Living Index

Emesis

Instrumen ini dilengkapi dengan data awal, intensitas, keparahan, dan durasi

dari nausea dan vomitting (Rhodes dan Mc Daniel, 2004)


18

B. AROMATERAPI

1. Definisi Aromaterapi

Aromaterapi adalah destilasi minyak esensial, konsentrasi tinggi, dan harum

berasal dari ekstrak tumbuhan yang mudah mengalami penguapan (Supatmi &

Agustiningsih, 2015). Aromaterapi merupakan suatu metode yang menggunakan

minyak atsiri untuk meningkatkan kesehatan fisik dan dapat mempengaruhi

kesehatan emosional seseorang (Koensoemardiyah, 2009).

2. Kandungan Aromaterapi

Komponen utama dalam aromaterapi adalah minyak atsiri atau disebut juga

minyak essensil. Minyak atsiri merupakan minyak alami yang diambil dari

tanaman aromatik essensial. Minyak atsiri ini dapat langsung memberikan efek

terhadap badan. Minyak atsiri adalah penyembuh yang kuat (powerful healing

agent). Minyak ini sangat pekat dan berkekuatan sangat besar dalam

menyembuhkan (interesly energetic) (Koensoemardiyah, 2009).

3. Indikasi Penggunaan Aromaterapi

Menurut indikasi penggunaan aromaterapi antara lain:

a. Dapat digunakan untuk semua usia.

b. Klien yang mengalami nyeri dan kecemasan.

c. Klien yang mengalami insomnia dan depresi.

d. Klien yang mengalami kegelisahan dan perasaan tegang.

e. Klien yang mengalami mual dan muntah (Setyoadi & Kushariyadi, 2011)
19

4. Kontra Indikasi Penggunaan Aromaterapi

Kontraindikasi penggunaan aromaterapi antara lain :

a. Klien yang mengalami kanker.

b. Klien dengan gangguan sirkulasi.

c. Klien dengan gangguan jantung.

d. Klien yang menderita migran.

e. Klien dengan kelainan atau penyakit kulit seperti infeksi, peradangan akibat

gigitan serangga, varises, patah tulang atau jaringan parut yang baru, luka

memar, peradangan akut, atau dalam keadaan demam yang pemakaiannya

terutama dengan metode pemijatan

f. Klien dengan hipertensi sebaiknya tidak menggunakan aromaterapi mawar dan

spike lavender.

g. Klien hamil dengan trimester pertama.

h. Klien dengan asma parah atau riwayat beberapa alergi.

i. Klien dengan tumor yang tergantung dengan esterogen seharusnya tidak

menggunakan minyak dengan senyawa menyerupai esterogen seperti adas,

adas manis, bijaksana, dan clary bijaksana (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

5. Metode Penggunaan Aromaterapi

Metode dalam pemberian aromaterapi antara lain:

a. Ingesti

Ingesti yaitu cara masuknya minyak atsiri ke dalam badan melalui mulut dan

kemudian ke saluran pencernaan. Minyak atsiri yang digunakan dalam metode ini

harus dalam keadaan terlarut. Para aromatolog biasanya menggunakan alkohol

dan madu atau minyak sebagai pelarutnya. Dosis yang digunakan yatu 3 tetes, tiga
20

kali sehari dengan penggunaan maksimal yaitu 3 minggu (Koensoemardiyah,

2009).

b. Olfaksi atau inhalasi

Aromaterapi yang digunakan dengan metode inhalasi yaitu akses minyak atsiri

melalui hidung memiliki rute yang jauh lebih cepat dalam penanggulangan emosi

seperti stress dan depresi dibanding dengan metode yang lain (Koensoemardiyah,

2009). Aromaterapi yang diberikan dengan inhalasi tersebut akan mengirim pesan

ke bagian olfaktorius kemudian proses ini dilanjutkan dengan pengolahan impuls

pada sistem limbik dalam otak. Aromaterapi ini menimbulkan persepsi yang

segar, relaksasi dan nyaman bagi pasien. Dalam kondisi ini akan menekan

stimulasi stress yang menyebabkan tubuh merasa tidak nyaman serta dapat

menekan reflek mual dan muntah (Supatmi & Agustiningsih, 2015).

Inhalasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :

1) Dengan bantuan botol semprot

Botol semprot (spray bottle) biasanya diguanakan untuk menghilangkan udara

yang berbau kurang enak pada kamar pasien. Dengan dosis 10-12 tetes dalam 250

ml air, kemudian dikocok dengan kuat terlebih dahulu, setelah itu disemprotkan

ke kamar pasien.

2) Di hirup melalui tissue

Inhalasi menggunakan kertas tissue yang mengandung minyak atsiri 5-6 tetes

(terkecuali pada anak kecil, orang tua dan ibu hamil yaitu 3 tetes) sangat efektif

bila dibutuhkan hasil yang cepat, dengan 2-3 kali nafas dalam-dalam. Sedangkan

untuk mendapatkan efek yang panjang maka tissue dapat diletakkan pada dada
21

sehingga minyak atsiri akan menguap akibat panas dari badan dan tetap bisa

terhirup oleh nafas pasien.

3) Dihisap melalui tangan

Inhalasi menggunakan telapak tangan adalah metode yang baik, namun metode

ini sebaiknya dilakukan hanya pada orang dewasa saja. Dengan dosis satu tetes

minyak atsiri yang diteteskan pada telapak tangan kemudian ditelangkupkan

kemudian digosokkan satu sama lain setelah itu ditutupkan ke hidung. Saat

melakukan cara ini sebaiknya mata pasien dalam keadaan terpejam. Lalu pasien

dianjurkan untuk menarik nafas dalam-dalam. Cara ini sering dilakukan untuk

mengatasi kesukaran dalam pernafasan atau dalam kondisi stress.

4) Penguapan

Cara ini digunakan untuk mengatasi problem respirasi dan masuk angin. Cara

ini menggunakan suatu wadah dengan air panas yang diteteskan minyak atsiri 4

tetes atau 2 tetes untuk anak dan wanita hamil. Caranya yaitu kepala pasien

menelungkup di atas wadah dan disungkup dengan handuk sehingga tidak ada uap

yang keluar sehingga pasien dapat menghirupnya dengan maksimal. Selama

perlakuan ini, pasien diminta untuk menutup matanya (Koensoemardiyah, 2009).

Pemberian minyak aromaterapi secara inhalasi ini diberikan selama 5 menit,

dihirup melalui hidung dengan jarak aromaterapi 5 cm dari hidung. Sedangkan

dalam pemberian aromaterapi untuk pasien mual dan muntah dapat diberikan

selama 10- 15 menit (Supatmi & Agustiningsih, 2015).


22

c. Absorbsi melalui kulit

Metode aromaterapi dengan absorbsi melalui kulit banyak menggunakan air,

minyak sayur atau bahan dari lotion untuk mengencerkan dan meratakan minyak

atsiri ke permukaan kulit. Berbagai aplikasinya anatara lain :

1) Kompres

Kompres sering digunakan untuk menangani luka bakar dan pada area yang

sangat sakit, misalnya arthritis, fraktur, dll. Untuk menangani bengkak pada lutut

dibutuhkan baskom air (kira-kira 200 ml) dan 5-6 tetes minyak atsiri. Bahan (kain

dengan kualitas tertentu) untuk mengompres dicelupkan pada larutan minyak

atsiri kemudian diperas, lalu ditempelkan ditempat yang sakit, setelah itu ditutup

dengan plastik atau karet untuk mencegah penguapan. Kain kompres ini

didiamkan selama 2 jam atau bahkan bisa sepanjang malam.

2) Gargarisma dan cuci mulut

Gargarisma baik digunakan pada pasien yang habis menjalani operasi amandel

atau operasi mulut yang agak serius. Minyak atsiri yang ditambahkan gargarisma

(2-3 tetes dalam setengah gelas) digunakan untuk berkumur. Untuk anak-anak,

minyak atsiri harus dilarutkan dahulu dengan seikit madu sebelum ditambahkan

ke dalam air supaya minyak atsiri tersebar merata.

3) Semprot (spray)

Semprot sering digunakan pada permukaan kulit yang sedang sakit dan tidak

boleh disentuh, misalnya herpes atau luka bakar. Dalam pembuatannya

menggunakan 15-20 tetes dalam 50 ml air suling.


23

4) Mandi (bath)

Inhalasi dengan bantuan air yang terbaik adalah engan mandi. Mandi

aromaterapik ini berguna untuk antiseptik kulit dan relaksasi. Pada aplikasi ini

diperlukan minyak atsiri 6-8 tetes yang dimasukkan dalam air hangat. Dosis untuk

anak-anak dan orang tua yaitu setengahnya. Untuk mendapatkan hasil yang

maksimal, sebaiknya pasien berendam selama 10 menit.

d. Pijat (massage)

Dalam aplikasi ini biasanya dilakukan pijat oleh ahlinya. Untuk melakukan

pijat digunakan minyak atsiri 15-20 tetes dalam 20 ml minyak pembawa atau

lotion. Penerapan pijat ini dapat mengurangi obat penghilang rasa nyeri secara

signifikan pada perawatan rematik (Koensoemardiyah, 2009),

6. Macam Macam Dan Khasiat / Fungsi Aromaterapi

Jenis-jenis aromaterapi yang digunakan dalam terapi komplementer antara lain :

a. Aromaterapi Lavender.

Aromaterapi lavender mempunyai efek menenangkan, mengurangi stress,

menimbulkan efek relaksasi, anti spasmodik, merangsang produksi sedatif tubuh

yang dapat mengurangi nyeri, meningkatkan kerja syaraf parasimpatis dan

menurunkan kerja parasimpatis serta meningkatkan “mood” sehingga dapat

mengurangi depresi seseorang (Supatmi & Agustiningsih, 2015).

b. Aromaterapi Lemon

Aromaterapi lemon dapat mengurangi masalah gangguan pernafasan, tekanan

darah tinggi, pelupa, stress, pikiran negatif dan rasa takut (Setiyanti, 2008)
24

c. Aromaterapi Mawar

Aromaterapi mawar memiliki khasiat dalam membuat sel menjadi muda

kembali, bersifat antiseptik dan anti radang sehingga sering digunakan dalam krim

dan lotion yang berfungsi memperbaiki kondisi kulit. Bau dari minyak mawar ini

juga berfungsi sebagai antidepresan, sedatif dan mengurang stress

(Koensoemardiyah, 2009).

d. Aromaterapi Peppermint

Aromaterapi peppermint dapat digunakan untuk obat gosok dapat membuat

otot-otot perut menjadi relaks, meringankan nyeri sendi, kejang otot dan artritis.

Apabila aromaterapi peppermint ini dihirup atau digosokkan di dada maka dapat

meringakan hidung mampet atau sesak nafas (Koensoemardiyah, 2009).

Selain itu aromaterapi peppermint berfungsi dalam melemaskan otot-otot yang

kram, memperbaiki gangguan ingestion, digestion, menurunkan terjadinya mual

dan muntah serta mengatasi ketidakmampun flatus (Supatmi & Agustiningsih,

2015).

e. Aromaterapi Cengkih

Aromaterapi cengkih merupakan minyak yang paling kuat daya antiseptiknya

yang sering digunakan untuk obat gigi dan untuk meringankan nyeri otot dan

artritis. Dalam pengunaannya sering dicampurkan pada obat gosok

(Koensoemardiyah, 2009).

7. Mekanisme Kerja Aromaterapi Melalui Inhalasi

Salah satu metode dalam menggunakan aromaterapi yaitu dengan inhalasi.

Aromaterapi yang digunakan dengan metode inhalasi memiliki rute yang jauh

lebih cepat dalam penanggulangan emosi seperti stress dan depresi dibanding
25

dengan metode yang lain (Koensoemardiyah, 2009). Dengan pemberian minyak

aromaterapi secara inhalasi ini diberikan selama 5 menit, dihirup melalui hidung

dengan jarak aromaterapi 5 cm dari hidung. Sedangkan dalam pemberian

aromaterapi untuk pasien mual dan muntah dapat diberikan selama 10- 15 menit.

Aromaterapi yang diberikan dengan inhalasi tersebut akan mengirim pesan ke

bagian olfaktorius kemudian proses ini dilanjutkan dengan pengolahan impuls

pada sistem limbik dalam otak. Aromaterapi ini menimbulkan persepsi yang

segar, relaksasi dan nyaman bagi pasien. Dalam kondisi ini akan menekan

stimulasi stress yang menyebabkan tubuh merasa tidak nyaman serta dapat

menekan reflek mual dan muntah (Supatmi & Agustiningsih, 2015).

C. HEMODIALISA

1. Definisi Hemodialisa

Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah

buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal

atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat

Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat

beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi

membrane yang selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-

zat yang tidak dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal

ginjal dan beberapa bentuk keracunan (Nursalam, 2018).

2. Indikasi

Price dan Wilson (2012) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas

berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus

dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan


26

penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan.

Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja

purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis

lainnya.

Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6

mg/100 ml pada pria, 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate

(GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus

berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak

dilakukan lagi.

Hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10

mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang

terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga

dianjurkan dilakukan hemodialisa. Indikasi relatif dari hemodialisa adalah

azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis.

Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan

cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang

tidak dapat diatasi (Price & Wilson, 2012)

3. Kontra Indikasi

Kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif

terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Kontra

indikasi lain dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler

pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi.

Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer,


27

demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati

dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2015).

4. Tujuan Hemodialisa

Tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :

a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa

metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang

lain.

b. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa

metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang

lain.

c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.

d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

e. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya

dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat (PERNEFRI, 2015).

5. Proses Hemodialisa

Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa

berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran

darah melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya

termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi

antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan

untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi

dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan

aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan (PERNEFRI, 2015).


28

Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu

saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk

menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa

metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa

diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke

dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006).

Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran

semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain

untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah dialisat

ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan

sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan serabut kapiler

halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung

kecil ini, dan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan

kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung

kapiler (Price & Wilson, 2012).

Hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh. Selama hemodialisa

darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah

mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang

terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain

dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai

dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui

arterio venosa shunt (AV-shunt). Suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu

untuk darah dan satu lagi untuk dialisat. Darah mengalir dari pasien melalui

tabung plastik (jalur arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan kembali
29

ke pasien melalui jalur vena. Dialisat membentuk saluran kedua. Air kran

difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur

dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk

dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer,

dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui

drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang membran

semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi

(Menurut Corwin, 2000)

Komposisi dialisat diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion

darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan

dan elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri

dari Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl-, asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat

dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam dialisat karena

unsur-unsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat yang lebih tinggi

konsentrasinya dalam dialisat, akan berdifusi ke dalam darah. Tujuan

menambahkan asetat adalah untuk mengoreksi asidosis penderita uremia. Asetat

dimetabolisme oleh tubuh pasien menjadi bikarbonat. Glukosa dalam konsentrasi

yang rendah ditambahkan ke dalam dialisat untuk mencegah difusi glukosa ke

dalam dialisat yang dapat menyebabkan kehilangan kalori dan hipoglikemia. Pada

hemodialisa tidak dibutuhkan glukosa dalam konsentrasi yang tinggi, karena

pembuangan cairan dapat dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik

antara darah dengan dialisat (Price & Wilson, 2012)

Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik

antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan
30

meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan

meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek

vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negatif.

Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan

kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan

garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita.

Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit

ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah

untuk membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400

ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus

dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan

darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan

menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien.

Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan

monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter (Price & Wilson,

2012).

Waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu.

Tiap hemodialisa dilakukan 4–5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu.

Hemodialisa idealnya dilakukan 10–15 jam/minggu dengan QB 200–300

mL/menit (PERNEFRI, 2003). Pendapat lain juga dikemukakan bahwa

hemodialisa memerlukan waktu 3–5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada

akhir interval 2–3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH

sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena

sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa (PERNEFRI, 2015)
31

Dialisat pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu

yang terlalu tinggi menyebabkan hemolisis sel-sel darah merah sehingga dapat

menyebabkan pasien meninggal. Robekan pada membran dializer yang

mengakibatkan kebocoran kecil atau masif dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran

keluar dialisat. Hemodialisa rumatan biasanya dilakukan tiga kali seminggu, dan

lama pengobatan berkisar dari 4 sampai 6 jam, tergantung dari jenis sistem dialisa

yang digunakan dan keadaan pasien (Price & Wilson, 2012)

6. Komplikasi Hemodialisa

Selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi,

antara lain:

a. Kram Otot

Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa

sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi

pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.

b. Hipotensi

Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,

rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik,

dan kelebihan tambahan berat cairan.

c. Aritmia

Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan

kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh

terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.


32

d. Hipoksemia

Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor

pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.

e. Perdarahan

Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai

dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa

juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.

f. Gangguan pencernaan

Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang

disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan

sakit kepala.

g. Pembekuan darah

Pembekuan darah disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak

adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat (Havens & Terra, 2005).

7. Peralatan Haemodialisa

a. Arterial - Venouse Blood Line (AVBL) AVBL terdiri dari :

1) Arterial Blood Line (ABL)

Adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari tubing

akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut inlet ditandai dengan

warna merah.

2) Venouse Blood Line

Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser dengan

tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai dengan

warna biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml. Priming volume
33

adalah volume cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL dan

kompartemen dialiser. Bagian-bagian dari AVBL dan kopartemen adalah

konektor, ujung runcing, segmen pump, tubing arterial/venouse pressure,

tubing udara, bubble trap ,tubing infuse/transfuse set, port biru obat, port

darah/merah herah heparin, tubing heparin dan ujung tumpul.

b. Dializer /ginjal buatan (artificial kidney)

Adalah suatu alat dimana proses dialisis terjadi terdiri dari 2

ruang/kompartemen, yaitu:

1) Kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi darah. Kompartemen dialisat

yaitu ruangan yang berisi dialisat

2) Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran semipermiabel.

Dialiser mempunyai 4 lubang yaitu dua ujung untuk keluar masuk darah dan

dua samping untuk keluar masuk dialisat.

c. Air Water Treatment

Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka

(diasol). Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air

sumur, yang harus dimurnikan dulu dengan cara “water treatment” sehingga

memenuhi standar AAMI (Association for the Advancement of Medical

Instrument). Jumlah air yang dibutuhkan untuk satu session hemodilaisis seorang

pasien adalah sekitar 120 Liter.

d. Larutan Dialisat

Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu.

Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat

bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu :


34

jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate ada

yang powder, sehingga sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air murni/air

water treatment sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair (siap pakai).

e. Mesin Haemodialisis

Ada bermacam-macam mesin haemodilisis sesuai dengan merek nya. Tetapi

prinsipnya sama yaitu blood pump, system pengaturan larutan dilisat, system

pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan dillisat circuit dan bebagai

monitor sebagai deteksi adanya kesalahan. Dan komponen tambahan seperti

heparin pump, tombol bicarbonate, control ultrafiltrasi, program ultrafiltrasi,

kateter vena, blood volume monitor (Cahyaningtyas, 2014).

Anda mungkin juga menyukai