Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah “OBESITAS PADA
ANAK DAN KKP”.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat
ketidakseimbanganasupan energi (energi intake) dengan energi yang digunakan (energi
expenditure) dalam waktu lama. Beberapa mekanisme fisiologis berperan penting dalam
tubuh individu untuk menjaga keseimbangan antara asupan energi dengan keseluruhan
energi yang digunakan dan untuk menjaga berat badan stabil. Obesitas ditemukan pada
orangdewasa, remaja dan anak-anak. Lebih dari 1,4 miliar orang dewasa yang overweight
dan lebih dari 500 juta orang dewasa di dunia mengalami obesitas (WHO 2008).
Menurut WHO tahun 2008,sebesar 65% penduduk dunia tinggal di negara dimana
obesitas dan overweight membunuh lebih banyak dari padaunderweight (termasuk pada
negara high dan middle income). Setidaknya 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap
tahun akibat overweight dan obesitas. Selain itu, overweight dan obesitas memiliki risiko
mengalami diabetes (44%), penyakit jantung iskemik (23%) dan kanker (7%-41%).
Merujuk pada Sustainable Development Goals (SDG’s) yang dikeluarkan oleh WHO
pada tahun 2014 masalah kesehatan banyak dipengaruhi oleh sektor diluar kesehatan
seperti sektor industri dan perdagangan

B. TUJUAN
1. Dapat mengetahui definisi obesitas pada anak dan kkp
2. Dapat mengetahui etiologi obesitas pada anak dan kkp
3. Dapat mengetahui patofisiologi obesitas pada anak dan kkp
4. Dapat mengetahui komplikasi obesitas pada anak dan kkp
5. Dapat mengetahui gejala obesitass pada anak dan kkp
6. Dapat mengetahui manifestasi klinis padaa anak dan kkp
7. Dapat mengetahui edukasi pada anak dan kkp
8. Dapat mengetahui pengobatan obesitas pada anak dan kkp
9. Dapat mengetahu pencegahan obessitas pada anak dan kkp
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI OBESITAS DAN KURANG KALORI PROTEIN(KKP)
1. Obesitas
Kelebihan berat badan (overweight) adalah suatu keadaan dimana berat badan seseorang
melebihi normal, sedangkan obesitas adalah suatu keadaan penumpukan lemak tubuh yang
berlebih, sehingga berat badan seseorang jauh di atas normal dan dapat membahayakan
kesehatan. Overweight dan obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang
masuk dan energi yang keluar, sehingga terjadi peningkatan rasio lemak dan lean body tissue
yang terlokalisir atau merata seluruh tubuh.

2. Kurang Kalori Protein (KKP)


Kurang Kalori Protein (KKP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang
masih banyak ditemukan pada anak usia di bawah lima tahun. Kurang Kalori Protein berat
(gizi buruk) pada masa usia Balita dapat mengakibatkan perkembangan fisik dan mental
terhambat. Disamping penyakit infeksi, kurang konsumsi makanan merupakan salah satu
penyebabnya.

B. PATOFISIOLOGI
1. Obesitas
Prinsip mendasar terjadinya obesitas adalah akibat dari ketidakseimbangan ketiga komponen
energi yang berpengaruh yaitu asupan makanan, pengeluaran energi, dan penyimpanan
energi. Hasil akhir dari ketidakseimbangan antara asupan energi dengan pengeluaran energi
diakibatkan adanya asupan energi yang melebihi pengeluaran energi sehingga akan
menghasilkan penimbunan dalam jaringan lemak dan disimpan sebagai cadangan energi di
dalam tubuh. Selain ketidakseimbangan komponen energi yang ada didalam tubuh, obesitas
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor genetik, lingkungan dan kebiasaan,
sosio-ekonomi dan budaya.
Keseimbangan energi pada tubuh diatur dan dipertahankan oleh suatu titik acuan (set point)
berada di hipotalamus untuk mendeteksi jumlah simpanan energi (jaringan lemak) didalam
tubuh serta mengatur asupan makanan dan pengeluaran energi. Gen Ob dan produknya leptin
sangat berperan dalam pengaturan homeostasis energi dalam mengendalikan komponen
energi yaitu asupan makanan dan pengeluaran energi. Leptin mengendalikan asupan energi
dan pengeluaran energi melalui jalur tersendiri. Leptin bekerja melalui jenjang kompleks
pemberi sinyal yang disebut sebagai sirkuit melanokortin sentral yang dikendalikan oleh
leptin. Ketika jaringan adiposa banyak di dalam tubuh, maka sekresi leptin akan ditingkatkan
agar berikatan dengan reseptor leptin yang berada di hipotalamus. Ikatan ini akan
merangsang pembentukan molekul-molekul tertentu sehingga mengurangi asupan makanan.
Peningkatan sekresi leptin juga akan meningkatkan aktivitas dalam tubuh sehingga terjadi
pembentukan panas yang akan menyebabkan pengeluaran energi.
Apabila simpanan adiposit tidak memadai dalam tubuh, maka sekresi leptin akan menurun
dan asupan makanan akan meningkat. Aktivitas jalur ini akan seimbang pada orang dengan
berat badan yang normal dan stabil.Berdasarkan patogenesisnya, obesitas digolongkan
menjadi dua bagian yaitu, metabolic obesity (obesitas metabolik) dan regulatory obesity
(obesitas reguler). Obesitas metabolik (metabolic obesity) merupakan obesitas yang terjadi
akibat kelainan metabolisme komponen nutrien utama dalam makanan seperti karbohidrat
dan lemak, misalnya obesitas yang terjadi karena kelainan genetik. Obesitas reguler
(regulatory obesity) terjadi akibat gangguan pada pusat yang mengatur masukan makanan,
seperti kerusakan hipotalamus yang kejadiannya sangat jarang.
Berdasarkan teori sel lemak (Fat Cell Theory), yang pertama terjadi bisa saja jumlah sel
lemak normal tetapi terjadi hipertrofi pada sel tersebut. Kedua, jumlah sel bisa
meningkat/hiperplasi dan juga terjadi hipertrofi pada sel. Obesitas yang terjadi pada anak
terjadi hipertrofi dan hiperplasi sel, sedangkan pada orang dewasa pada umumnya hanya
terjadi hipertrofi sel saja. Obesitas yang terjadi pada anak dan remaja merupakan asupan
energi atau kalori yang berlebihan terutama pada tahun-tahun awal kehidupan. Rangsangan
peningkatan jumlah sel terutama terjadi pada masa anak-anak dan remaja terus berlanjut
sampai dewasa. Pada masa dewasa ketika terjadi penurunan berat badan mengakibatkan
bentuk sel lemak yang berkurang bukan pada jumlah sel lemaknya
Pada obesitas, proses penimbunan lemak dalam sel sehingga terjadi hipertrofi pada sel
tersebut. Ketika hipertrofi sel lemak ini terjadi di dalam tubuh pada tingkat tertentu, maka
akan terjadi rangsangan pembentukan sel lemak (adiposit) baru dari bakal sel lemak
(preadiposit) yang ada sehingga terjadinya hiperplasi sel. Protein ADRP (adipose
differentiation related protein) yang dihasilkan oleh retikulum endoplasmik sel lemak dan
peripilin membantu proses diferensiasi bakal sel lemak (preadiposit) menjadi sel lemak
(adiposit).
2. Kurang Kalori Protein (KKP)
Proses terjadi KKP akibat dari faktor lingkungan dan faktor manusia (host) yang didukung
oleh kekurangan asupan zat-zat gizi. Akibat kekurangan zat gizi, maka simpanan zat gizi
pada tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Apabila keadaan ini berlangsung lama,
maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Pada saat ini
orang sudah dapat dikatakan malnutrisi, walaupun baru hanya ditandai dengan penurunan
berat badan dan pertumbuhan terhambat. Meningkatnya defisiensi zat gizi, maka muncul
perubahan biokimia dan rendahnya zat-zat gizi dalam darah, berupa : rendahnya tingkat
hemoglobin, serum vitamin A dan karoten. Dapat pula terjadi meningkatnya beberapa hasil
metabolisme seperti asam laktat dan piruvatt pada kekurangan tiamin. Apabila keadaan itu
berlangsung lama, maka akan terjadi perubahan fungsi tubuh seperti tanda-tanda syaraf yaitu
kelemahan, pusing, kelelahan, nafas pendek dan lain-lain. Kebanyakan penderita malnutrisi
sampai tahap ini. Keadaan ini akan berkembang yang diikuti oleh tanda-tanda klasik dari
kekurangan gizi seperti kebutaan dan fotofobia, nyeri lidah pada penderita kekurangan
riboflavin, kaku pada kaki pada defisiensi thiamin. Keadaan ini akan segera diikuti luka pada
anatomi seperti xeroftalmia dan keratomalasia pada kekurangan vitamin A, angular stomatitis
pada kekurangan riboflafin, edema, dan luka kulit pada penderita kwashiorkor.
C. ETIOLOGI
1. Obesitas
Pada umumnya, penyebab obesitas terbagi atas faktor yang dapat diubah dan faktor yang
tidak dapat diubah.Faktor yang dapat diubah yaitu perilaku makan yang tidak baik, pola
aktivitas fisik yang rendah, dan faktor lingkungan. Faktor yang tidak dapat diubah yaitu
faktor genetik dan beberapa sindrom tertentu seperti sindrom Cushing, Prader-Willi,
Beckwith-Wiedeman, dan lain-lain. Secara umum, obesitas timbul akibat pemasukan energi
yang berlebihan dan penggunaan energi yang kurang. Ada beberapa penyebab timbulnya
obesitas terutama pada anak dan remaja, diantaranya gaya hidup modern (makanan junk
food) yang mempunyai aktivitas yang sedikit dan perilaku makan yang tidak baik atau
kombinasi dari keduanya. Asupan makanan yang tidak sehat dan berlebihan seperti sering
mengonsumsi makanan yang mengandung lemak yang berlebihan (junk food) dan makanan
yang mengandung kadar gula yang tinggi, garam dan lemak memiliki pengaruh yang cukup
besar untuk terjadinya obesitas. Total energi yang terkandung dalam lemak lebih banyak
dibandingkan protein dan karbohidrat akan tetapi volumenya lebih kecil. Oleh karena itu
penimbunan lemak pada jaringan lebih efisien dibandingkan komponen nutrien yang lain.

Penggunaan energi yang sedikit terdapat pada remaja yang memiliki aktivitas fisik yang
sedikit. Hal ini dapat meningkatkan obesitas pada anak dan remaja. Aktivitas anak seperti
menonton televisi, bermain video game, dan lainlain merupakan kebiasaan yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya obesitas pada remaja. Aktivitas-aktivitas lain yang dapat
menimbulkan gaya hidup yang tidak aktif seperti memilih eskalator dan lift dibandingkan
tangga, mobil, dan anak dan remaja yang memiliki aktivitas fisik yang sedikit seperti jarang
berolahraga atau bermain di luar rumah. Kemudahan fasilitas tersebut juga memiliki andil
dalam memicu terjadinya obesitas.

Soetjiningsih (1995) menyebut 3 faktor utama penyebab obesitas adalah masukan energi
yang melebihi dari kebutuhan tubuh, penggunaan kalori yang kurang, dan faktor hormonal.
Disamping itu obesitas juga disebabkan oleh beberapa faktor predisposisi seperti faktor
herediter, suku bangsa, dan presepsi bayi bgemuk adalah bayi sehat. Damayanti secara garis
besar menjelaskan faktor penyebab obesitas. Berikut ini akan dipaparkan berbagai penyebab
obesitas yang dirangkum dari berbagai sumber.
a. Faktor Genetik
Tingginya angka obesitas pada orang tua yang memiliki anak obes dipercaya bahwa
faktor genetik menjadi faktor yang cukup penting. Penelitian telah menunjukan 60-70%
remaja obes mempunyai salah satu atau kedua orang tua yang juga obes. 40 remaja obes
mempunyai saudara kandung yang juga obes .Faktor genetik yang diketahui mempunyai
peranan kuat adalah parental fatness, anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga
yang obesitas. Bila kedua orang tua obesitas, sekitar 80% anak-anak mereka akan
menjadi obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas kejadiannya menjadi 40%, dan bila
kedua orang tua tidak obesitas maka prevalensi obesitas akan turun menjadi 14%
peningkatan resiko menjadi obesitas tersebut kemungkinan disebabkan oleh pengaruh
gen atau faktor lingkungan dalam keluarga (Damayanti, 2002).
b. Konsumsi ASI
Telah diketahui sejak dulu bahwa pemberian susu formula dan makanan semisolid dapat
menjadi penyebab obesitas.Y. H. Hui dalam bukunya Principles and Issues in Nutrition
menyebutkan bahwa salah satu penyebab obesitas yakni pengaruh kondisi masa kecil
(childhood conditioning) dimana salah satu turunan dari childhood conditioning ialah
infancy eating dan maladjustment. Ini berarti bayi telah diberikan makanan
tambahan/pendamping ASI yang padat serta susu formula yang tinggi kalori terlalu dini.
Hal ini tentu saja menggagalkan bayi dari proses pemberian ASI eksklusif yang
seharusnya menjadi hak mereka dan dapat mencegah dari kemungkinan menjadi obesitas
di kemudian hari. Untuk mencegah obesitas orang tua harus memberi ASI tanpa memberi
makanan pendamping ASI sebelum usia 3-4 bulan, setelah usia 5-6 bulan orang tua baru
diperbolehkan memberi MP ASI pada anak. Pemberian ASI eksklusif sejak saat lahir
hingga usia 6 bulan merupakan langka awal yang paling tepat dalam menjamin asupan
yang baik (Mokoagow, 2007).

c. Kebiasaan Makan
Hui (1985) mengatakan bahwa orang obes sangat suka sekali makan. Mereka biasanya
makan dengan jumlah kalori lebih banyak dari pada yang mereka butuhkan. Kebiasaan
makan diartikan sebagai cara individu atau kelompok individu dalam memilih pangan
dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologik, sosial, dan
budaya. Kebiasaan makan sebagai tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam
memenuhi kebutuhannya akan makanan meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan
makan. Kebiasaan makan juga merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan. Seperti tata
krama, frekuensi makan, pola makan yang dimakan, kepercayaan yang dimakan
(misalnya pantangan), distribusi makanan diantara anggota keluarga, penerimaan
terhadap makanan (suka atau tidak suka) dan pemilihan bahan makanan yang hendak
dimakan (Suhardjo, 1989).

d. Kebiasaan Sarapan
Penelitian membuktikan bahwa ketika mengonsumsi sarapan, seorang anak memiliki
tingkah laku dan prestasi belajar lebih baik di bandingkan ketika tidak mengonsumsi
sarapan. Pollit et al. Dalam penelitiannya menemukan anak usia 9-11 tahun dengan gizi
baik yang melewatkan sarapan menunjukkan sebuah penurunan respon yang akurat
dalam memecahkan masalah, namun meningkat dalam keakuratan berfikir jangka
pendek. Anak perempuan lebih menyukai sarapan dirumah (46%) dibandingkan anak
laki-laki, dan sekitar 20% dari anak usia 10 tahun melewatkan sarapannya setiap hari
(Wortingthon, 2000).

e. Konsumsi fast food


Konsumsi fast food/makanan cepat saji yang banyak mengandung energi dari lemak,
karbohidrat, dan akan mempengaruhi kualitas diet dan meningkatkan risiko obesitas.
(MMI Volume 40, Nomor 2 Tahun 2005). Meningkatkan konsumsi fastfood diyakini
merupakan satu masalah, karena masalah obesitas meningkat pada masyarakat yang
keluarganya banyak keluar mencari makanan cepat saji dan tidak mempunyai waktu lagi
untuk menyiapkan makanan dirumah (WHO, 2000). Perusahaan fast food raksasa
mengiklankan begitu banyak iklan disela-sela acara anak. Hal tersebut sungguh sangat
berpengaruh terhadap anak yang kemudian mendorong orang tua untuk membeli produk
tersebut. Padahal makanan tersebut sangat beresiko untuk terjadinya obesitas pada anak
karena banyak mengandung lemak dan kolestrol. Anak-anak yang memakan fast food
lebih dari tiga kali perminggu cenderung menjadi sedikit tidak suka pada makanan yang
lebih sehat seperti buah, syur, susu, dan makanan lain ketika mereka diminta untuk
memilih (Kimberly et al., 2006).

f. Kebiasaan Jajan
Makanan jajanan yang umumnya disukai anak-anak adalah berupa kue-kue yang
sebagian besar terbuat dari tepung dan terigu. Oleh karena itu, makanan jajanan tersebut
hanya memberikan sumbangan energi saja, sedangkan tambahan zat pembangun dan
pengatur zat sedikit (Suhardjo, 1989). Sesudah jajanan, sering anak terlalu kenyang
sehingga selera makannya berkurang dan tidak dapat menghabiskannya. Jika anak sudah
dibiasakan jajan, maka anak ini menangis dan tidak mau makan kelau keinginannya tidak
dipenuhi. Jajan boleh dilakukan sekali-kali supaya anak mendapat selingan makan dari
luar, asal jangan ia sendiri yang membeli. Orang tua harus mengontrol dan
memperhatikan makanan jajanan anak ( Suhardjo, 1989).

g. Kebiasaan Makan
Cemilan Saat Nonto TV Hui (1985) mengatakan cemilan dikatakan buruk jika
mengandung gula, garam dan lemak yang berlebihan namun rendah protein, vitamin, dan
mineral. Wortingthon (2000) mengatakan menonton TV pada anak juga berhubungan
dengan kebiasaan makan cemilan. Sering menonton TV berkorelasi positif dengan
perilaku ngemil. Para pembuat iklan mencoba menggunakan anak-anak untuk
mempengaruhi pemilihan makanan orang tua mereka, dan sering mempengaruhi untuk
mengonsumsi produk makanan yang kaya akan gula. Dietz (1985) menemukan efek
buruk TV, yakni semakin sering menonton TV semakin besar resiko obesitas. Selain itu,
selain menonton TV biasanya anak makan lebih banyak makanan yang diiklankan di TV
dalam jumlah besar.

h. Susu dan Olahannya


Meski selama ini susu disebut-sebut sebagai makanan yang baik untuk anak-anak, namun
tidak berarti susu merupakan makanan yang sempurna. Susu tidak dapat tahan lama dan
cepat basi. Susu sedikit mengandung zat besi dan beberapa vitamin, namun kaya akan
lemak dan kolesterol. Beberapa individu dapat mengalami alergi susu, dan pada beberapa
kasus susu dapat menyebabkan konstipasi dan pendarahan pada susu. Susu juga dapat
menyebabkan obesitas bila dikonsumsi secara berlebihan baik dalam produk susu
maupun produk makanan yang merupakan olahan susu (Hui, 1985

2. Kurang Kalori Protein (KKP)


Faktor penyebab yang dapat menimbulkan kekurangan kalori protein

Faktor penyebab yang dapat menimbulkan kekurangan kalori protein

Kemiskinan, Pokok
Masalah
Kurang pendidikan,

Kurang keterampilan

Akar
Masalah

D. KOMPLIKASI
1. Obesitas
Anak dan remaja yang obesitas memiliki risiko yang cukup tinggi di kemudian hari pada saat
dewasa menjadi tetap obesitas.30 Sekitar 70% dari anak dan remaja yang obesitas menjadi
orang dewasa yang obesitas. Risiko yang cukup tinggi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti tingkat keparahan obesitas yang terjadi pada masa anak-anak dan remaja dan
lingkungan yang banyaknya jumlah anggota keluarga yang gemuk. Ketika obesitas berlanjut
sampai masa dewasa tingkat morbiditas dan mortalitasnya pun tinggi. Pada anak dan remaja
yang obesitas morbiditas dan mortalitas yang tinggi berkaitan dengan sistem imunitas yang
turun dengan terjadinya penurunan respon imunologik sel T dan aktivasi sel
polimorfonuklear. Menurut Suandi pada tahun 2010 terdapat korelasi yang positif antara
tingkat obesitas dengan kejadian infeksi, kecuali pada penyakit tuberkulosis.
Obesitas memiliki beberapa dampak pada sistem tubuh kita yang harus dievaluasi sejak dini.
Dampak obesitas pada anak dan remaja meliputi faktor risiko terhadap sistem kardiovaskular,
sistem metabolik, pada saluran pernafasan, gangguan pada kulit dan ortopedi, gangguan
fungsi hati, serta masalah psikis.
a. Sistem Kardiovaskular dan Metabolik
Obesitas yang berlanjut sampai dewasa dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan
pada sistem kardiovaskular seperti tekanan darah tinggi (hipertensi) dan peningkatan
kadar kolesterol total dalam darah. Jika obesitas yang berlanjut pada masa dewasa dapat
mengakibatkan hiperlipidemia, hipertensi maligna pada dewasa, aterosklerosis, dan
penyakit jantung koroner. Obesitas yang terjadi pada masa anak-anak memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk mengalami penyakit kardiovaskular. Pada penelitian yang
dilakukan di kota Semarang, pada populasi remaja dengan kelompok umur 13-15 tahun
pada 57 orang yang obesitas sebesar 68,4% telah mengalami sindrom metabolik dan
31,6% mengalami pra-sindrom metabolik. Selain itu, terjadinya obesitas meningkatkan
risiko sebesar 3-5 kali untuk terjadinya tekanan darah tinggi (hipertensi). Riwayat
penyakit keluarga berpotensi menimbulkan morbiditas seperti salah satunya hipertensi
yang bisa memungkinkan prediksi resiko tbesar yang akan terjadi pada anak yang
obesitas.32 Terjadinya obesitas merupakan faktor risiko utama terjadinya hipertensi pada
anak-anak dan remaja. Peningkatan faktor risiko hipertensi meningkat seiring dengan
tingkat keparah obesitas yang terjadi. Ketika obesitas terjadi pada anak berumur diatas 3
tahun dianjurkan untuk melakukan pengukuran darah.

b. Saluran pernapasan
Pada saluran pernapasan, sering dijumpai obstructive sleep apnea syndrome. Awal gejala
yang khas adalah mendengkur pada saat tidur yang terjadi paling sedikit 3 malam per
minggu. Hal tersebut diakibatkan oleh penebalan jaringan lemak di daerah faringeal dan
juga diperberat oleh adanya hipertrofi adenotonsilar sehingga menyebaban obstruksi pada
saluran pernapasan. Terjadinya obstruksi saluran pernapasan pada malamhari dapat
mengurangi proses oksigenasi yang menyebabkan hipoventilasi dan hiperkapnia serta
saturasi oksigen yang rendah, berhenti nafas, pernafasan yang dari mulut, dan
menimbulkan kegelisahan pada saat tidur. Pada keesokan harinya, anak maupun remaja
cenderung mengantuk yang akan mengurangi konsentrasi pada saat belajar di sekolah.
Gejala tersebut dapat berkurang seiring dengan penurunan berat badan.

c. Gangguan Kulit dan Ortopedi Obesitas


Pada anak dan remaja cenderung berisiko terhadap adanya gangguan kulit dan ortopedi.
Anak dan remaja yang obesitas, kulitnya sering lecet karena adanya gesekan. Selain itu,
anak dan remaja lebih mudah merasa gerah atau panas membuat kulit sangat lembab dan
adanya ruam panas sehingga menimbulkan miliaria dan juga jamur-jamur yang ada pada
lipatan kulit. Kelainan tambahan lain seperti adanya jerawat juga dapat muncul dan dapat
memperburuk persepsi dan kepercayaan diri pada anak dan remaja. Pergerakan pada anak
dan remaja yang obesitas tampak lambat dan adanya tekanan pada sendi tulang.

d. Masalah psikis
Masalah psikis yang terjadi pada anak dan remaja yang obesitas berdampak pada
penampilan dan rasa kurang percaya diri. Pada sebagian besar anak dan remaja yang
obesitas sering didapatkan kurangnya bersosialisasi dan bermain dengan anak lain
seusianya, sering menyendiri dan memisahkan diri dari tempat bermain. Di lingkungan
bermain sering tidak diikutkan dan adanya hubungan sosial yang canggung. Semua hal
ini terjadi karena tumbuhnya rasa kurang percaya diri dalam diri anak dan remaja dan
adanya persepsi negatif pada diri anak ataupun rendah diri yang diakibatkan karena bahan
ejekan teman-teman di lingkungannya.

2. Kekurangan Kalori Protein (KKP)


a. Defisiensi vitamin A (xerophtalmia)
Vitamin A berfungsi pada penglihatan (membantu regenerasi visual purple bila mata
terkena cahaya). Jika tidak segera teratasi ini akan berlanjut menjadi keratomalasia
(menjadi buta).

b. Defisiensi Vitamin B1 (tiamin) disebut Atiaminosis.


Tiamin berfungsi sebagai ko-enzim dalam metabolisme karbohidrat. Defisiensi vitamin
B1 menyebabkan penyakit beri-beri dan mengakibatkan kelainan saraf, mental dan
jantung.

c. Defisiensi Vitamin B2 (Ariboflavinosis)


Vitamin B2/riboflavin berfungsi sebagai ko-enzim pernapasan. Kekurangan vitamin B2
menyebabkan stomatitisangularis (retak-retak pada sudut mulut, glositis, kelainan kulit
dan mata.

d. Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf


Defisiensi Vitamin B12 Dianggap sebagai faktor anti anemia dalam faktor ekstrinsik.
Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan anemia pernisiosa.

e. Defisit Asam Folat


Menyebabkan timbulnya anemia makrositik, megaloblastik, granulositopenia,
trombositopenia.

f. Defisiensi Vitamin C
Menyebabkan skorbut (scurvy), mengganggu integrasi dinding kapiler. Vitamin C
diperlukan untuk pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblas karena merupakan bagian
dalam pembentukan zat intersel, pada proses pematangan eritrosit, pembentukan tulang
dan dentin.
g. Defisiensi Mineral seperti Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi, Yodium
Kekurangan yodium dapat menyebabkan gondok (goiter) yang dapat merugikan tumbuh
kembang anak.

E. GEJALA
1. Obesitas
Obesitas dapat terjadi pada setiap umur dan gambaran klinis obesitas anak dapat bervariasi
dari yang ringan sampai yang berat sekali. Menurut Soedibyo (1986), gejala klinis umu pada
anak yang menderita obesitas adalah sebagai berikut.
a. Pertumbuhan berjalan dengan cepat/pesat disertai adanya ketidakseimbangan antara
peningkatan berat badan yang berlebihan dibandingkan dengan tinggi badannya
b. Jaringan lemak bawah kulit menebal sehingga tebal lipatan lebih dari pada yang normal
dan kulit nampak lebih kencang
c. Kepala nampak relatif lebih kecil dibandingkan dengan tubuhnya atau dibandingkan
dengan dadanya (pada bayi)
d. Bentuk pipi lebih tembem, hidung dan mulut tampak relatif lebih kecil, mungkin disertai
dengan bentuk dagunya yang berganda (dagu ganda)
e. Pada dada terjadi pembesaran payudara yang dapat meresahkan bila terjadi pada anak
laki-laki
f. Perut membesar mempunyai bandul lonceng, dan kadang disertai garis-garis putih atau
ungu (striae)
g. Kelamin luar pada anak wanita tidak jelas ada kelainan, akan tetapi pada anak lakilaki
tampak relatif kecil
h. Pubertas pada anak laki-laki terjadi lebih awal dan akibatnya pertumbuhan kerangka
lebih cepat berakhir sehingga tingginya pada masa dewasa relatif lebih pendek
i. Lingkar lengan atas dan paha lebih besar dari normal, tangan relatif lebih kecil dan jari-
jari bentuknya meruncing
j. Dapat terjadi gangguan psikologis berupa : gangguan emosi, sukar bergaul, senang
menyendiri dan sebagainya
k. Pada kegemukan yang berat mungkin terjadi gangguan jantung dan paru yang disebut
Sindroma Pickwickian deengan gejala sesak napas, sianosis, pembesaran jantung dan
kadang-kadang penurunan kesadaran

Menghitung BMI adalah terpenting untuk mengetahui apakah anak mengalami obesitas atau
tidak.Pasalnya, tak semua anak yang mempunyai berat badan ekstra termasuk dalam obesitas.
Beberapa anak memang mempunyai kerangka tubuh lebih besar dari rata-rata dan biasanya
membawa jumlah lemak tubuh yang berbeda pada berbagai tahap perkembangannya.
Apalagi, gejala obesitas anak juga mungkin tidak diketahui dari penampilan. Meski begitu,
berat badan yang melebihi angka normal dapat menjadi tanda awal anak mengalami obesitas.
Gejala obesitas anak lainnya bisa seperti nyeri sendi, pinggul terkilir, ruam kulit, iritasi,
sembelit, jaringan lemak di area payudara, refluks gastroesofagus, serta stretch mark di
pinggul, perut, dan punggung.Lebih lanjut, beberapa ciri anak mengalami obesitas bisa
berupa wajah bulat, pipi tembem, dan bahu rangkap.Anak yang mengalami obesitas juga
mempunyai leher yang relatif pendek.Anak perempuan yang mengalami obesitas biasanya
akan mengalami pubertas dini, yakni dengan usia kurang dari 9 tahun sudah mengalami
menstruasi.Sedangkan pada anak laki-laki, dada membusung, payudara sedikit membesar,
dan penis mengecil.Anak dengan berat badan berlebih juga cenderung mengalami perut
buncit, kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan.

2. Kurang Kalori Protein (KKP)


Gejala yang umumnya muncul adalah:
 Berat badan di bawah normal dengan indeks massa tubuh (IMT) kurang dari 18,5 kg/m2
 Lelah atau lemas yang terus-menerus
 Mudah kedinginan
 Hilang nafsu makan
 Penyusutan otot atau atrofi otot dan lemak tubuh
 Perubahan sikap dan emosi, misalnya menjadi apatis (tidak peduli terhadap lingkungan),
sering gelisah, mudah marah, sulit berkonsentrasi atau sedih yang terus-menerus
 Kulit kering dan lebih pucat
 Sering sakit dan luka lebih lama sembuh
 Rambut rontok hingga botak
 Mati rasa atau kesemutan
 Diare kronis
Pada anak-anak, beberapa gejala malnutrisi energi protein selain dari yang telah disebutkan
di atas adalah:
 Keterlambatan tumbuh kembang jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya
 Tidak aktif dan mudah lelah
 Lebih rewel
 Rentan terkena penyakit, termasuk penyakit infeksi

Gejala lain juga bisa muncul tergantung jenis malnutrisi energi protein yang terjadi. Jika
terjadi kekurangan energi dan protein (marasmus), penderita rentan mengalami dehidrasi dan
penyusutan usus.
Sedangkan penderita yang hanya kekurangan protein (kwashiorkor) umumnya akan
mengalami penumpukan cairan (edema) di perut atau bagian tubuh lain, seperti tangan dan
kaki.
Bila malnutrisi makin parah, laju pernapasan dan denyut nadi akan melambat. Selain itu,
dapat terjadi gangguan pada fungsi jantung, ginjal, dan hat

F. PENGOBATAN
1. Obesitas
Pencegahan dan pengobatan obesitas seharusnya melibatkan diet makanan dan peningkatan
aktivitas fisik. Meskipun tindakan ini terdengar sederhana, penurunan berat badan jangka
panjang telah terbukti sangat sulit dicapai. Ketidakdewasaan intelektual dan psikologis pada
anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa dan kerentanan terhadap tekanan dari teman
mereka mempengaruhi keberhasilan pengobatan obesitas. Oleh karena itu upaya untuk
mengurangi obesitas pada anakanak akan lebih baik jika berbasis kelurga atau berbasis
sekolah. Upaya berbasis sekolah lebih berorienatsi kepada pencegahan, menargetkan seluruh
siswa untuk menghindari stigmatisasi anak-anak obesitas.

Seperti pada program Planet Health dimana diterapkan kurikulum interdisipliner yang
bertujuan untuk mengurangi konsumsi lemak makanan, meningkatkan konsumsi buah-
buahan dan sayuran, mempromosikan aktivitas fisik, dan membatasi waktu menonton
televisi. Pada program tersebut selama 2 tahun akademik telah berhasil menurunkan
prevalensi obesitas secara signinifikan pada anak perempuan, tetapi tidak pada anak laki-laki.
Intervensi berbasis sekolah melibatkan pendidikan gizi, penyediaan kantin sekolah yang
sehat, program kebugaran, peningkatan fasilitas taman bermain, dan kegiatan ekstrakurikuler

Selain aktivitas fisik, hal yang tidak kalah penting yaitu menjaga diet makan anak-anak agar
tidak terjadi kegemukan.Hal ini dapat dilakukan dengan metode integrasi program gizi di
sekolah.Integrasi program gizi di sekolah menjamin bahwa semua bahan makanan yang
disediakan bagi anak-anak sudah konsisten dengan standar.Program gizi sekolah penting
dalam membangun kebiasaan makan makanan sehat pada anak.Kebijakan program gizi
membutuhkan dukungan dari masyarakat dan lingkungan sekolah, dan harus melibatkan
murid-murid untuk menyukaseskannya. Beberapa hal yang harus diperhatikan agar.
Penanganan obesitas pada sang buah hati akan mengacu kepada pilar pencegahan obesitas,
yaitu perubahan pola hidup, peningkatan aktivitas fisik, penggunaan obat dan tindakan
khusus bila diperlukan. Seberapa berat keadaan yang mencetuskan obesitas anak tersebut
juga mempengaruhi tindakan medis yang dapat diambil oleh dokter. Pada umumnya, semua
anak yang mengalami obesitas akan diminta menjalani terapi perubahan gaya hidup, yaitu:
 Menerapkan pola makan gizi seimbang, yaitu dengan memperhatikan jumlah kalori yang
cukup tiap hari, dengan bentuk dan komposisi nutrisi yang sesuai.
 Mengubah gaya hidup menjadi lebih aktif, yaitu dengan bermain aktif bersama teman
sebaya, berolahraga dengan olahraga permainan, ataupun dengan melakukan aktivitas
fisik keluarga sebagai acara rutin.
 Berkonsultasi dengan dokter spesialis anak dan spesialis gizi untuk mendapatkan keadaan
dan kecukupan nutrisi anak yang menyeluruh.
 Mengikuti terapi individu atau berkelompok untuk membantu mengubah perilaku dan
menghadapi gangguan psikologis
 Mengikuti program terapi latihan fisik bagi yang membutuhkan
 Operasi penurunan berat badan pada keadaan sangat khusus pada remaja
Dalam penanganan obesitas secara umum dibutuhkan tenaga dokter lintas disiplin.

Misalnya dokter spesialis anak, dokter spesialis gizi, psikolog anak, dan dokter spesialis
olahraga. Orang tua juga turut berperan dengan membantu memberikan dorongan, motivasi
dan fasilitas agar anak mau dan mampu menjalani perubahan pola hidup ini demi
kesehatannya ke depan.
Tujuan pelayanan kesehatan bagi anak yang mengidap obesitas adalah mengurangi laju
pertambahan berat badan dan membantu mereka tumbuh secara alami. Karena itu, anak-anak
tak bisa dipaksa mengikuti program penurunan berat badan tertentu tanpa konsultasi dengan
penyedia layanan kesehatan.

2. Kurang Kalori Protein (KKP)


a. Atasi/cegah hipoglikemia
Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila <35°C). Pemberian makanan
yang lebih sering penting untuk mencegah kondisi tersebut.
b. Atasi/cegah hipotermia
Bila suhu rektal <35°C : segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan
rehidrasi bila perlu), hangatkan anak dengan pakaian atau selimut letakkan dekat lampu
atau pemanas atau peluk anak di dada ibu.
c. Atasi/cegah dehidrasi
Anggap semua anak KKP berat dengan diare encer mengalami dehidrasi sehingga harus
diberi :cairan resomal/larutan garam khusus sebanyak 5ml/KgBB setiap 30 menit selama
2 jam secara oral.
d. Sediakan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental Pada KKP berat terjadi
keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya berikan kasih sayang,
lingkungan yang ceria, terapi bermain, keterlibatan ibu.
e. Berikan follow up setelah sembuh
Bila berat anak sudah mencapai 80% dapat dikatakan anak sembuh, pola makan yang
baik dan stimulasi harus di lanjutkan dan tunjukan kepada orang tua cara pemberian
makan yang sering dan kandungan dan nutrien yang padat, terapi bermain terstruktur

G. MANIFESTASI KLINIS
1. Obesitas
Seseorang yang menderita obesitas biasanya mudah dikenali, terutama pada anak-anak. Ciri
yang khas pada obesitas diantaranya adalah wajah membulat, pipitembem, dagu rangkap,
leher pendek, payudara membesar karena adanya deposit lemak, kedua tungkai membentuk
X serta pangkal paha bergesekan dan menempel yang akan menimbulkan ulserasi, dan perut
yang membuncit. Pada anak laki-laki penis terlihat kecil karena tertutup oleh jaringan lemak.
Distribusi lemak pada obesitas juga mempengaruhi bentuk fisik seseorang yang
menderitanya.Pada obesitas terdapat 3 bentuk distribusi lemak yaitu apple shape body
(android), pear shape body (gynoid), dan intermediate.Pada apple shape body, distribusi
lemak cenderung bertumpuk pada bagian atas tubuh (dada dan pinggang), bentuk tubuh
seperti ini juga beresiko tinggi mengalami penyakit kardiovaskular, hipertensi dan diabetes.
Pear shape body distribusi lemak cenderung lebih banyak pada bagian bawah (pinggul dan
paha).Sedangkan bentuk tubuh intermediate lemak terdistribusi ke seluruh bagian tubuh
secara hampir merata.

2. Kurang Kalori Protein (KKP)


KKP berat secara klinis terdapat 3 tipe yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmus-
kwashiorkor. KKP ringan atau sedang disertai edema yang bukan karena penyakit lain
disebut KKP berat tipe kwashiorkor
a. KKP ringan dan sedang
Sering ditemukan gangguan pertumbuhan :
 Anak tampak kurus
 Pertumbuhan linier berkurang atau berhenti
 Berat badan tidak bertambah, adakalanya bahkan turun
 Ukuran lingkar lengan atas kecil dari normal
 Maturasi tulang terhambat
 Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal/menurun
 Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibanding anak-anak sehat

b. KKP berat kwashiorkor


 Edema, umumnya seluruh tubuh terutama ada kaki (dursum
pedis).
 Wajah membulat dan sembab.
 Pandangan mata sayu.
 Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah di cabut tanpa rasa
sakit.
 Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis.
 Pembesaran hati.
 Otot mengecil (hipertropi), lebih nyata di periksa pada posisi
berdiri atau duduk.
 Kelainan kulit atau bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
coklat kehitaman terkupas (crazy pavement dermatosis).
 Sering di sertai: infeksi, anemia, diare

c. KKP berat marasmus


 Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit.
 Wajah seperti orang tua.
 Cengeng, rewel.
 Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.
 Perut cekung.
 Sering di sertai: penyakit kronik, diare kronik.

 KKP berat marasmus-kwasiokor


Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwasiokor-
masasmus, dengan BB/U <60% BAKU MEDIAN WHO-NCSH
disertai edema yang tidak mencolok.
H. EDUKASI
1. Obesitas
Edukasi yang diberikan kepada orang tua demi mencegah obesitas pada anak
- Hindari buah berkalori tinggi, seperti mangga atau durian.
- Ajarkan anak untuk hanya minum air putih dan jauhkan anak dari minuman bersoda
atau susu dengan rasa
- Hindari memberi makanan siap saji atau makanan yang manis.
- menyarankan orang tua mengurangi memasak makanan dengan cara digoreng,
misalnya cukup 1-2 kali sepekan
- Hindari makanan olahan dan makanan beku, kaleng, snack. Kenalkan anak pada
makanan segar dan olahan sendiri. Daripada makan nuget mending makan ayam,
daripada sosis mending masak daging cincang. Pilih makanan segar seperti buah-
buahan dan sayuran segar

2. Kurang Kalori Protein


Edukasi yang diberikan kepada orang tua demi mencegah KKP pada anak
- makan makanan yang sehat dan seimbang
- Memastikan asupan nutrisi yang cukup: Pastikan anak-anak mendapatkan makanan
yang seimbang, termasuk protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sehat.
- Memperhatikan kualitas makanan: Selain kuantitas, kualitas makanan juga penting.
Pastikan makanan yang diberikan adalah makanan yang sehat, bersih dan aman
dikonsumsi.
-

I. PENCEGAHAN
1. Obesitas
Dokter harus mendiskusikan risiko jangka panjang yang potensial dan mendorong orangtua
untuk menerapkan strategi pencegahan obesitas. Pada bayi 0-12 bulan, peran dokter anak
adalah:
 Mendorong pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif sampai usia 6 bulan dan meneruskan
pemberian ASI sampai usia 12 bulan dan sesudahnya setelah pengenalan makan padat
dimulai
 Mendorong orangtua untuk menawarkan makanan baru secara berulang serta
menghindari minuman manis dan makanan selingan (french fries dan potato chips)
 Tidak meletakkan televisi di dalam kamar tidur anak
 Pengasuh selain orangtua harus menerapkan strategi yang dianjurkan

Pada anak berusia 12-24 bulan, strategi pencegahan obesitas yang dianjurkan adalah:
 Menghindari minuman manis, konsumsi jus dan susu yang berlebih. Konsumsi susu
>480-720 mL/hari dapat menambah energi ekstra atau menggantikan nutrien lainnya
 Makan bersama di meja makan dengan anggota keluarga lainnya sebanyak 3x/hari dan
televisi dimatikan selama proses makan bersama
 Keluarga tidak membatasi jumlah makanan dan selingan yang dikonsumsi anak, tetapi
memastikan bahwa semua makanan yang tersedia sehat serta cukup buah dan sayuran
 Selingan dapat diberikan sebanyak 2 kali, dan orangtua hanya menawarkan air putih bila
anak haus diantara selingan dan makan padat
 Anak harus mempunyai kesempatan bermain aktif, membatasi menonton televisi atau
DVD, serta tidak meletakkan televisi di dalam kamar tidur anak
 Orangtua dapat menjadi model untuk membantu anak belajar lebih selektif dan sehat
terhadap makanan yang dikonsumsi. Orangtua berperan aktif dalam pendidikan media
anak dengan menemani anak saat menonton program televisi dan mendiskusikan acara
tersebut dengan anak
 Membuat jadwal penggunaan media, membatasi waktu menonton

2. Kurang Kalori Protein (KKP)


Tindakan pencegahan terhadap kekurangan kalori protein dapat dilakukan dengan baik bila
penyebabnya diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana yang baik
untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
a. Pemberian ASI sampai umur dua tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk
bayi.
b. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur enam bulan ke
atas.
c. Pemberian imunisasi.
d. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat, merupakan upaya
pencegahan jangka panjang.
e. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang
gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa obesitas tidak hanya terjadi pada remaja dan
orang dewasa, namun pada anak-anak juga. Obesitas merupakan kelebihan berat badan
dalam kondisi akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan di jaringan adiposa. Obesitas
pada anak merupakan masalah kesehatan karena prevalensi obesitas anak di dunia semakin
meningkat. Dan faktor penyebabnya yaitu faktor genetik, faktor sosial, faktor gaya hidup, da
lain-lain. Adapun cara mencegahnya yaitu dengan rutin berolahraga serta dengan tahapan
terapi psikologis.Kita perlu juga jaga pola makan. Perlunya menanamkan pendidikan
kesehatan pada anak sejak usia dini, melaluipeningkatan komunikasi, informasi dan edukasi
(KIE),seperti gerakan anti rokok, gerakan cinta serat (sayur dan buah), budayakan aktivitas
fisik dan lain-lain.
Banyak faktor yang diduga menjadi penyebab timbulnya gizi buruk (KKP) tersebut pada
balita, diantaranya adalah faktor ekonomi atau kemiskinan. Dan tidak saja kemiskina
menciptakan masalah ini tapi di banyak daerah adalah penduduk yang berlebihan. Juga harus
dipertimbangkan gizi buruk (KKP) sebagai akibat asuhan ibu yang buruk, terutama
dipandang dari segi kelelahan akibat kondisi kehidupan yang buruk. ( Sacharin , 1996 ).
Ditinjau dari faktor keluarga (asuhan ibu yang buruk pada balita) diketahui bahwa keluarga
mempunyai peran yang penting dalam pembentukan gizi pada balita.

B. SARAN
Perlunya menanamkan pendidikan kesehatan kepada ibu untuk mencegah terjadinya obesitas
pada anak dengan begitu obesitas pada anak dapat dicegah sejak dini. Perlunya pemberian
asupan makanan yang tepat dan tentunya bantuan ekonomi yang tepat dapat meminimalisir
terjadiya KKP pada anak di indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Tahel, F. (2018). PENERAPAN EXPERT SYSTEM PADA ANAK BALITA UNTUK MENDETEKSI OBESITAS
MENGGUNAKAN METODE CASE BASED REASONING. Jurnal Sistem Informasi Kaputama (JSIK), 2(2).

BAB_1. (n.d.).

Mauliza. (2018). OBESITAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP KARDIOVASKULAR. In Jurnal Averrous (Vol.
4, Issue 2).

IDN_B11_Buku Obesitas-1 (2). (n.d.).

Wayan Dian Ekayanthi, N., Suryani, P., Studi Kebidanan, P., Kesehatan Kemenkes Bandung, P., Studi Promosi
Kesehatan, P., & Kesehatan Kemenkes Malang, P. (2019). Edukasi Gizi pada Ibu Hamil Mencegah
Stunting pada Kelas Ibu Hamil. In Jurnal Kesehatan (Vol. 10, Issue 3). Online. http://ejurnal.poltekkes-
tjk.ac.id/index.php/JK

Penjaminan Keamanan Dan Mutu Pangan Untuk Pencegahan Stunting Dan Peningkatan Mutu Sdm Bangsa
Dalam Rangka Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, P., oleh, D., & Standardisasi Pangan
Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan, D. (2018). PROSIDING WNPG XI BIDANG 3 (Issue 8).

Lubis, L., Fani, R. C., Rossanti, R., & Purba, A. (2019). Korelasi antara Obesitas Anak dengan Nadi Istirahat,
Tekanan Darah, Kadar BDNF, dan Kebugaran. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 30(4), 313–316.
https://doi.org/10.21776/ub.jkb.2019.030.04.15

7238-757-14977-1-10-20180315. (n.d.).

.2 Rumusan Masalah. (n.d.).

Tahel, F. (2018). PENERAPAN EXPERT SYSTEM PADA ANAK BALITA UNTUK MENDETEKSI OBESITAS
MENGGUNAKAN METODE CASE BASED REASONING. Jurnal Sistem Informasi Kaputama (JSIK), 2(2).

Anda mungkin juga menyukai