FIKIH KONTEMPORER
ii
FIKIH KONTEMPORER
Penerbit
LP2 STAIN CURUP
Jl. AK. Gani, No. 01 Kel. Dusun Curup, Rejang Lebong
Email : admin@staincurup.ac.id
Website: www.staincurup.ac.id
iii
KATA PENGANTAR
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …………..…….…………............ vi
DAFTAR ISI ……………………. ………………............ vii
BAB 14 TRANSPLANTASI(PENCANGKOKAN)
ORGAN TUBUH ..................................................... 210
A. Hukum Transplantasi Organ Tubuh ............... 210
viii
B. Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor
dalam Keadaan Sehat .......................................... 213
C. Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor
dalam Keadaan Koma ........................................ 219
D. Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor
dalam Keadaan Telah Meninggal ...................... 220
E. Jual Beli Organ Tubuh ........................................ 222
ix
DAFTAR PUSTAKA ……………….…..…........................ 292
BIOGRAFI PENULIS ……… ……….……................. .......... 299
x
BAB 1
KONSEP DASAR FIKIH KONTEMPORER
A. Pendahuluan.
Perilaku dan kepribadian kaum muslimin dalam seluruh
aspek kehidupannya telah diatur oleh hukum Islam1 yang
bersumber dari al-Qur‟an dan hadis. Al-Qur‟an yang pada
prinsipnya diwahyukan untuk merespon totalitas situasi
masyarakat saat itu yang terus tumbuh dan berkembang lebih luas
lagi. Karena sifatnya sebagai pedoman pokok, maka Al-Qur‟an
sebagai sumber hukum tidak memuat secara terperinci tentang
permasalahan hukum yang ada. Dari 6360 ayat al-Qur‟an hanya
terdapat 368 ayat yang berkaitan dengan aspek hukum2. Hal ini
mengandung arti bahwa sebagian besar masalah-masalah hukum
dalam Islam, oleh Tuhan hanya diberikan dasar-dasar atau
prinsip-prinsipnya saja. Oleh karena itu, pembinaan dan
pengembangan hukum Islam selalu diupayakan berdasarkan al-
Qur‟an sebagai wahyu Ilahi yang terakhir diturunkan kepada
3
Konsep Dasar Fikih Kontemporer Fikih Kontemporer
B. Pengertian.
Fikih kontemporer merupakan gabungan dari dua kalimat,
yaitu “fikih” dan “kontemporer”. Fikih dalam arti yang
sebenarnya adalah hasil dari interpretasi ulama dalam mengkaji al-
Qur‟an yang bersifat umum, juga melalui Sunnah Rasul. Akan
tetapi, kandungan al-Qur‟an dan hadis Nabi Saw terbatas
jumlahnya, sementara kondisi sosial senantiasa berubah dan
berkembang. Untuk itu para ulama berupaya untuk menjawab
segala permasalahan yang muncul itu dengan ijtihad. Secara
sederhana ijtihad dapat dikatakan sebagai upaya berpikir secara
optimal dan sungguh-sungguh dalam menggali hukum Islam dari
sumbernya untuk memperoleh jawaban terhadap berbagai
permasalahan hukum yang terjadi dan berkembang di tengah-
tengah masyarakat.
Sedangkan kontemporer berarti pada waktu yang sama;
semasa; sewaktu; pada masa kini; dewasa ini5. Dapat diartikan
5
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi Ketiga, Cetakan ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2003, hal. 591
4
Konsep Dasar Fikih Kontemporer Fikih Kontemporer
C. Metode Kajian.
Masalah keagamaan yang berkaitan dengan kondisi
kekinian, lebih banyak menggunakan metode ijtihad daripada
metode istinbat. Metode ijtihad yang dimaksudkan adalah
masalah-masalah yang tidak ada ketentuannya dalam nas,
sedangkan persoalan tersebut dihadapi dan dilakukan oleh umat
Islam, karena sangat dibutuhkan dalam kelangsungan hidupnya.
Sedangkan metode istinbat adalah upaya maksimal untuk menarik
suatu ketentuan hukum dari nas yang ada, baik nas al-Qur‟an
maupun hadis.
Dalam penetapan hukum berdasarkan hasil ijtihad, ada
beberapa rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar, antara lain:
1. Tidak boleh merusak ketentuan dasar yang berkaitan dengan
akidah (kepercayaan Islam).
2. Tidak boleh mengurangi atau menghilangkan martabat
manusia, lalu disamakan dengan martabat hewan.
5
Konsep Dasar Fikih Kontemporer Fikih Kontemporer
8
Konsep Dasar Fikih Kontemporer Fikih Kontemporer
9
BAB 2
KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME (KKN)
A. Pengertian KKN.
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau
corruptus. Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang
lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa
seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Perancis yaitu corruption; dan
Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari bahasa Belanda inilah kata
itu turun ke bahasa Indonesia yaitu korupsi1. Istilah ini umum
dipakai dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat
Indonesia.
Bisa juga kata korupsi diambil dari bahasa Inggeris, yaitu
corruption, artinya penyelewengan atau penyalahgunaan uang
negara (perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi
atau orang lain2
Kata kolusi berasal dari bahasa Inggeris, yaitu collution,
artinya kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji
(persekongkolan)3.
Kata nepotisme juga berasal dari bahasa Inggris, yaitu
nepotism, artinya adalah kecenderungan untuk mengutamakan
(menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan,
Indonesia, Edisi Ketiga, Cetakan ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2003, hal.597
3 Ibid., hal. 582
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Fikih Kontemporer
halaman 31
7Baharuddin Lopa, Masalah Korupsi dan Pemecahannya, PT Kipas Putih
8Ibid.
9JW.Schoorl, Loc.cit.
10Al
Atas, Sosiologi Korupsi, Sebuah Penjelasan dengan Data Komputer, Cet.
IV, LP3ES, Jakarta, 1986, hal. 11
12
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Fikih Kontemporer
B. Sejarah KKN.
Sejarah korupsi bermula sejak awal kehidupan manusia
bermasyarakat, yakni pada tahap tatkala organisasi
kemasyarakatan yang rumit mulai muncul. Catatan kuno menurut
Encyclopedia Britannica menyebutkan: pada 1200 sebelum masehi,
Raja Hammurabi dari Babilonia memerintahkan kepada salah
seorang gubernur untuk menyelidiki satu perkara penyuapan,
dengan ancaman hukum mati bagi pejabat pemerintah yang
korup.
Sedangkan di Indonesia sebagaimana ditulis oleh Abu
Zahra12 bahwa gerakan anti korupsi pertama kali dipimpin
peraturan tentang korupsi)” Suara Islam, Edisi 57, tanggal 19 Desember 2008
13
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Fikih Kontemporer
14
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Fikih Kontemporer
15
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Fikih Kontemporer
16
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Fikih Kontemporer
18
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Fikih Kontemporer
19
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Fikih Kontemporer
21
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Fikih Kontemporer
22
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Fikih Kontemporer
Artinya:
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai
rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul,
kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil,
jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami
turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu
di hari bertemunya dua pasukan, dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu”
Firman Allah dalam surat Ali-Imran ayat 161:
Artinya :
”Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta
rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan
rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang
membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri
akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan
(pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”
25
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Fikih Kontemporer
Artinya:
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui”
Selanjutnya dalam surat An-Nisa’ ayat 58 Allah berfirman:
Artinya:
”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat”
3. Korupsi merupakan perbuatan zalim, karena kekayaan negara
adalah harta yang dipungut dari masyarakat, termasuk
masyarakat miskin. Oleh karena itu, amatlah zalim seseorang
yang memperkaya dirinya sendiri dari harta masyarakat
tersebut, sehingga Allah Swt memasukkan mereka ke dalam
golongan yang mendapat celaka besar. Firman Allah dalam
surat Zukhruf ayat 65:
Artinya:
”Kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang zalim, yakni siksaan
hari yang pedih (kiamat)”
4. Suap, yang termasuk dari bagian korupsi dianggap perbuatan
laknat dan perbuatan tercela. Hadis Nabi Muhammad Saw
yang diriwayatkan dari Sahabat Abdullah Ibnu Umar
menyebutkan:
27
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Fikih Kontemporer
Indonesia, Edisi Ketiga, Cetakan ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2003, hal.371
2http://id.wikipedia.org/wiki/Gratifikasi, diakses tanggal 17 Juni
2010
30
Gratifikasi Fikih Kontemporer
31
Gratifikasi Fikih Kontemporer
A. Bentuk-Bentuk Pemberian
Memberikan sesuatu kepada orang lain, sebenarnya
merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan dalam agama Islam,
3Ibid.
4Ibid.
32
Gratifikasi Fikih Kontemporer
33
Gratifikasi Fikih Kontemporer
اعَ ظَ َمٍأ َ َقاهُ ُ َعهزَو َج هل ِ ِ ْ من أَطْعم جائِعااَطْعمو ِمن ََثَا ِر
َ ًاْلَنهة َوَم ْن َ َق ُم ْؤمن ْ ُ ُ ََ ً َ ََ ْ َ
35
Gratifikasi Fikih Kontemporer
اْلَن ِهة ِ ِ ِ ِ ِِ ِ
َ ًيَ ْ َم الْقَ َامة م َن الهرحْ ِق املَ ْختُ ْ م َوَم ْن َك َسا ُم ْؤمن
َ اعا ِرًًي َك َساهُ ُ م ْن ُخ
ْ ض ِر
Artinya:
“Barangsiapa memberi makan orang lapar, Allah Swt akan
memberinya makan dari buah-buah surga. Barangsiapa memberi
minum orang dahaga, Allah Swt Yang Mahatinggi akan memberinya
minum pada hari kiamat dengan wangi-wangian yang dicap.
Barangsiapa yang memberi pakaian orang yang telanjang, Allah Swt
akan memakaikan pakaian surga yang berwarna hijau”. (H.R. Abu
Daud dan Tarmidzi)
Umumnya, ketika seseorang membelanjakan sebagian
hartanya, maka berkuranglah apa yang dimilikinya. Tapi,
ternyata tidak demikian halnya dengan sedekah. Telah tegas
dijelaskan oleh Nabi Saw,
Artinya:
”Harta tidak akan berkurang dengan disedekahkan.” (HR
Muslim)6
Imam Nawawi menjelaskan hakikat hadis ini. Harta itu
tidak berkurang karena diberkahi Allah Swt, dengannya
seseorang menjadi terhindar dari suatu mudharat. Maka,
pengurangan secara lahir diganti dengan berkah yang
tersembunyi. Hal ini bisa dikenali melalui rasa dan kebiasaan.
Kedua, meskipun secara lahir berkurang, namun pahala
yang dijanjikan bisa menutup hartanya yang berkurang,
36
Gratifikasi Fikih Kontemporer
engkau beri padahal engkau tahu, bahwa sadaqah itu merupakan bara
neraka baginya? Maka jawab Nabi: Apa yang harus saya perbuat
sedangkan mereka terus menerus minta kepadaku dan saya sendiri
dilarang Allah berlaku bakhil” (H.R.Abu Ya‟la, dan Ahmad).
4. Wasiat.
Wasiat berasal dari bahasa Arab washiyyah. Wasiat adalah
bentuk pemberian yang dilakukan, tetapi harta yang
diwasiatkan berpindah tangan ketika yang berwasiat sudah
meninggal dunia. Dalam fikih, wasiat yang dibuat oleh orang
yang berwasiat tidak boleh melebihi 1/3 dari seluruh harta
pusakanya. Wasiat dapat berupa lisan, tetapi lebih baik dibuat
secara tertulis. Sebuah wasiat harus dipersaksikan oleh dua
orang saksi. Wasiat yang diberikan kepada ahli waris melebihi
bagian waris yang mesti diterimanya, haruslah mendapat
persetujuan oleh ahli waris yang lainnya. Persyaratan batas
maksimal 1/3 dapat juga diberikan kepada badan-badan amal
sebagai wakaf7
5. „Athiyah.
Athiyah adalah pemberian orang tua kepada anak
menjelang meninggal dunia. Ulama sepakat bahwa bagi orang
tua disunahkan menyamakan pemberian kepada anak-
anaknya. Hukumnya adalah makruh melebihkan pemberian
kepada salah seorang anak saja. Namun, mereka berbeda
pendapat dalam memahami persamaan yang disunahkan
tersebut. Jumhur ulama berpendapat bahwa persamaan yang
dimaksud adalah menyamakan pemberian antara anak laki-laki
dan perempuan8. Antara „athiyah, hibah dan wasiat ada sedikit
persamaan, namun dalam pelaksanaannya hal tersebut
berbeda.
7Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fikih, Amzah, Jakarta, 2005, hal.
358
8Ibid., hal. 249
38
Gratifikasi Fikih Kontemporer
6. Wakaf.
Wakaf adalah bentuk pemberian dari harta kekayaan
dengan ikhlas atau suatu pemberian yang berlaku abadi untuk
kepentingan pemerintahan Islam, kepentingan keagamaan,
dan atau untuk kepentingan umum. Pemberian ini biasanya
tidak dapat ditarik kembali oleh pihak yang memberikan
wakaf. Ciri pemberian wakaf adalah bahwa pemberian
tersebut adalah untuk selama-lamanya9
Dapat dikatakan bahwa wakaf seringkali diartikan sebagai
aset yang dialokasikan untuk manfaat orang banyak, di mana
substansi atau pokoknya ditahan, sementara manfaatnya
boleh dinikmati untuk kepentingan umum atau orang banyak.
7. Bonus.
Bonus pengertiannya hampir sama dengan hadiah, yaitu
upah tambahan di luar gaji atau upah sebagai hadiah atau
perangsang10.
8. Suap.
Suap, disebut juga dengan sogok atau memberi uang
pelicin. Dalam bahasa Arab disebut dengan risywah. Suap atau
sogok diartikan memberi uang dan sebagainya kepada petugas
(pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam
suatu urusan. Bisa jadi kemudahan itu berupa mendapatkan
prioritas atau fasilitas tertentu.
9. Gratifikasi.
Seperti telah dikemukakan terdahulu, bahwa gratifikasi
adalah uang atau hadiah kepada pegawai di luar gaji yang telah
ditentukan.
9 Ibid.
10Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. cit., hal. 163
39
Gratifikasi Fikih Kontemporer
42
Gratifikasi Fikih Kontemporer
kamu tidak akan mengambil sesuatu dengan cara yang tidak benar,
melainkan dia akan menghadap Allah—kelak di hari kiamat—
sambil membawa benda tersebut. Sungguh salah seorang di antara
kamu tidak akan datang nanti di hari kiamat dengan membawa unta
yang melenguh atau sapi yang menguak dan atau kambing yang
mengembik. Kemudian Nabi mengangkat dua tangannya sampai
putihnya kedua ketiaknya nampak, seraya mengatakan: Ya Tuhan,
sudahkah saya sampaikan ini? (H.R. Abu Daud wa akhrajahu
Bukhari dan Muslim)14
Imam Ghazali berkata: “Kalau sudah demikian kerasnya
larangan ini, maka sepatutnya seorang hakim atau penguasa—
dan orang-orang yang tergolong hakim atau penguasa—
mengira-ngirakan dirinya sewaktu tinggal bersama ayah dan
ibunya. Kalau dia diberi hadiah sesudah memisahkan diri
tetapi waktu itu masih tinggal bersama ayah dan ibunya, maka
boleh diterimanya ketika dia sedang memangku jabatan.
Tetapi kalau dia tahu, bahwa pemberian itu justeru karena
jabatannya, maka haram dia menerimanya. Dan hadiah-hadiah
kawannya yang masih disangsikan apakah kalau dia keluar dari
jabatan, bahwa mereka itu akan memberinya? Maka hal ini
dipandang sebagai barang syubhat; oleh karena itu jauhilah”15
49
BAB 4
ASURANSI
A. Pengertian Asuransi
Banyak definisi yang telah diberikan untuk istilah asuransi,
dimana secara sepintas tidak ada kesamaan antara definisi yang
satu dengan yang lainnya. Hal ini bisa dimaklumi, karena dalam
mendefinisikannya disesuaikan dengan sudut pandang yang
digunakan dalam memandang asuransi.
Asuransi termasuk masalah baru, sehingga belum
ditemukan analisis hukumnya dalam literatur hukum Islam
dahulu. Oleh sebab itu, masalah asuransi dapat digolongkan
sebagai masalah ijtihadiyah. Dalam bahasa Arab, asuransi disebut
dengan takaful, ta’min, atau tadhamun1
Dalam kamus bahasa Indonesia asuransi diartikan
”Pertanggungan (perjanjian antara dua pihak), pihak yang satu
berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban
memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran apabila
terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama atau barang
miliknya sesuai dengan perjanjian yang dibuat”2
Menurut istilah, asuransi adalah jaminan atau
pertanggungan yang diberikan oleh penanggung kepada yang
ditanggung untuk risiko kerugian sebagaimana diterapkan dalam
1
Ismail Nawawi, Ekonomi Kelembagaan Syari’ah dalam Pusaran
Perekonomian Global Sebuah Tuntutan dan Realitas, CV Putra Media Nusantara,
Surabaya, 2009, hal. 191
2Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi Ketiga, Cetakan ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2003, hal. 73
Asuransi Fikih Kontempotrer
51
Asuransi Fikih Kontempotrer
B. Sejarah Asuransi.
Asuransi yang pertama kali muncul ialah dalam bentuk
asuransi perjalanan laut, yaitu pada abad 14 Masehi. Namun
sebenarnya, asuransi ini memiliki akar sejarah semenjak sebelum
Masehi. Praktek asuransi waktu itu, seseorang meminjamkan
sejumlah harta riba untuk kapal yang akan berlayar. Jika kapal itu
hancur, maka pinjaman tersebut hilang. Jika kapal selamat, maka
pinjaman itu dikembalikan dengan riba (tambahan) yang
disepakati oleh masing-masing pihak yang mengadakan perjanjian.
Kapal itu digadaikan untuk sementara sebagai jaminan
pengembalian hutang dan ribanya.
Pandangan lain mengatakan bahwa asuransi berasal mula
dari masyarakat Babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan
perjanjian Hammurabi. Kemudian pada tahun 1668 M di Coffee
House London berdirilah Lloyd of London sebagai cikal bakal
asuransi konvensional. Sumber hukum asuransi adalah hukum
7http://www.blogger.com/profile/11120670599869482224, diakses
10http://www.blogger.com/profile/11120670599869482224,
54
Asuransi Fikih Kontempotrer
C. Macam-Macam Asuransi.
Pembahasan tentang asuransi dalam fikih kontemporer
sebagaimana kesimpulan Wahbah az-Zuhaili yang dikutip
12 Ibid.
55
Asuransi Fikih Kontempotrer
56
Asuransi Fikih Kontempotrer
14M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga
Keuangan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1996, hal. 58
15 Ibid.
57
Asuransi Fikih Kontempotrer
19Ibid.
20Ibid.
21Huzaimah Tahido, Op. cit., hal. 43-44
59
Asuransi Fikih Kontempotrer
D. Hukum Asuransi.
Asuransi dalam pandangan ajaran Islam termasuk masalah
ijtihadiyah, artinya hukumnya perlu dikaji sedalam mungkin
karena tidak dijelaskan oleh Al-Quran dan Al-Sunnah secara
ekplisit. Para Imam mujtahid seperti Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal dan para mujtahid yang
semasa dengannya tidak memberikan fatwa mengenai asuransi
karena pada masanya asuransi belum dikenal23
Secara umum dalil yang menjadi landasan asuransi syari’ah
antara lain adalah firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Hasyr
ayat 18:
26 Ibid.
63
Asuransi Fikih Kontempotrer
64
Asuransi Fikih Kontempotrer
65
Asuransi Fikih Kontempotrer
D. Asuransi Takaful.
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa sebagai kritik
terhadap sistem asuransi konvensional yang dinilai mengandung
riba, judi dan kedzaliman, di Indonesia telah berdiri perusahaan
asuransi Islam (Takaful). Perusahaan ini diyakini berjalan sesuai
prinsip-prinsip syariah dalam mua’amalah yang menyangkut
prinsip jaminan, syirkah, bagi hasil dan ta’awun atau takaful
(saling rnenanggung).
Dalam asuransi takaful, sejak awal nasabah telah diberi
tahu dari mana dana yang diterimanya berasal, bila ia meninggal
atau mendapat musibah. Ini dimungkinkan sebab setiap
pembayaran premi sejak awal telah dibagi menjadi dua. Pertama
masuk ke dalam rekening pemegang polis, dan kedua dimasukkan
ke rekening khusus peserta yang diniatkan tabarru’ (membantu)
atau sadaqah untuk membantu saudaranya yang lain, misalnya dua
persen (bisa berubah-ubah tergantung jumlah pemegang polis;
semakin banyak semakin kecil) dan jumlah premi. Jika ada peserta
yang meninggal sebelum masa jatuh temponya habis, kekurangan
uang pertanggungan akan diambil dari rekening khusus atau
tabarru’ tadi.
68
BAB 5
ANAK HASIL INSEMINASI
DAN BAYI TABUNG
Islam Masa Kini, Cetakan Ketujuh, Kalam Mulia, Jakarta, 2008, hal. 9
2Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi Ketiga, Cetakan ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2003, hal. 435
3
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080529055111
AAsooRd, diakses tanggal 12 Juli 2010
Anak Hasil Inseminasi dan Bayi Tabung Fikih Kontemporer
69
Anak Hasil Inseminasi dan Bayi Tabung Fikih Kontemporer
70
Anak Hasil Inseminasi dan Bayi Tabung Fikih Kontemporer
8http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080529055111
sehingga letak dan gerak janin itu dapat dilihat dengan jelas
melalui alat canggih itu, hingga ia lahir9
Secara teknis, kedua istilah inseminasi buatan dan bayi
tabung ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan, meskipun
memiliki tujuan yang hampir sama yakni untuk menangani
masalah infertilitas atau kemandulan. Teknik inseminasi buatan
relatif lebih sederhana, yaitu sperma yang telah diambil dengan
alat tertentu dari seorang suami kemudian disuntikkan ke dalam
rahim isteri sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan.
Sedangkan istilah bayi tabung merupakan teknik
pembuahan (fertilisasi) antara sperma suami dan sel telur isteri
yang masing-masing diambil kemudian disatukan di luar
kandungan. Biasanya medium yang digunakan adalah tabung
khusus. Setelah beberapa hari, hasil pembuahan yang berupa
embrio atau zygote itu dipindahkan ke dalam rahim isteri.
Teknik bayi tabung diperuntukkan bagi pasangan suami
isteri yang mengalami masalah infertilitas. Pasien bayi tabung
umumnya wanita yang menderita kelainan sebagai berikut :
1. Kerusakan pada saluran telurnya
2. Lendir rahim isteri yang tidak normal
3. Adanya gangguan kekebalan dimana terdapat zat anti
terhadap sperma di tubuh isteri
4. Tidak hamil juga setelah dilakukan bedah saluran telur atau
setelah dilakukan pengobatan endometriosis
5. Sindroma LUV (Luteinized Unruptured Follicle) atau tidak
pecahnya gelembung cairan yang berisi sel telur.
6. Sebab-sebab lainnya yang belum diketahui.
Sedangkan pada suami, teknik bayi tabung ini
diperuntukkan bagi mereka yang pada umumnya memiliki
kelainan mutu sperma yang kurang baik, seperti oligospermia atau
73
Anak Hasil Inseminasi dan Bayi Tabung Fikih Kontemporer
Juli 2010
76
Anak Hasil Inseminasi dan Bayi Tabung Fikih Kontemporer
18 Ibid.
79
Anak Hasil Inseminasi dan Bayi Tabung Fikih Kontemporer
83
Presiden Wanita dan Pemerintahan Islam. Fikih Kontemporer
Artinya:
“Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma'ruf, akan tetapi para suami, mempunyai satu
tingkatan kelebihan daripada isterinya dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”.
Tingkat kelebihan yang dimaksudkan di sini adalah
kepemimpinan1
2.Nabi Muhammad Saw. dalam sebuah hadisnya yang
diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Nasa‟i dan Tirmidzi
mengatakan:
)لَ ْن يُ ْفلِ َح قَ ْوٌم َولَ ْو اَْمُرُى ْم اِ ْمَراةٌ (رواه امحد والبخارى والنسائ والرتمذي وصححو
Artinya:
“Tidak akan sukses urusan suatu kaum yang diserahkan kepada
wanita”.
Huruf “lan” pada potongan hadis di atas diartikan abadi,
selama-lamanya, dan di manapun juga. Sehingga yang bisa
ditarik kesimpulan dari hadis tersebut adalah wanita selamanya
tidak boleh memimpin suatu bangsa.
1Sayyid
Qutub, al-„Adalah wa al-Ijtima‟iyah fi al-Islam, diterjemahkan
oleh Afif Muhammad dengan judul Keadilan Sosial dalam Islam, Pustaka,
Bandung, 1984, hal. 71-73
2Muhammad „Aliy bin Muhammad al-Syaukaniy, Nayl al-Awtar, Juz II,
85
Presiden Wanita dan Pemerintahan Islam. Fikih Kontemporer
turunan kata dari khalifah adalah teori Islam tentang negara dan
pemerintahan6
Khilafah adalah suatu susunan pemerintahan yang diatur
menurut ajaran agama Islam. Ia merupakan bentuk pemerintahan
multi nasional yang terdiri dari beberapa negara berpenduduk
Muslim. Sedangkan pemimpin dalam sistem ini disebut dengan
khalifah atau al-Imam al-a‟dham. Dalam menjalankan roda
pemerintah, seorang khalifah harus berpegang teguh pada segala
aturan perundang-undangan yang bersumber pada al-Qur‟an dan
hadis dan harus diorientasikan pada kemaslahatan dunia dan
akhirat. Kemudian dalam hal suksesi kepemimpinan khalifah,
harus melalui ahlul halli wal-aqdhi, yakni sekelompok orang yang
memiliki hak mengangkat dan memberhentikan khalifah. Dalam
pengertian lain bahwa terpilih atau tidaknya seseorang menjadi
khalifah semua bergantung kepada ahlul halli wal-aqdhi. Sedangkan
orang-orang yang boleh masuk dalam kategori ini adalah mereka
yang ditokohkan oleh banyak kalangan dan mampu menjalin
komunikasi antar mereka dengan umat. Termasuk di antaranya
adalah para ulama, cerdik pandai, dan pemimpin-pemimpin yang
mempunyai kedudukan dalam masyarakat, dipercaya oleh seluruh
rakyat7. Dalam konteks ke-Indonesiaan konsep ahlul halli wal-
aqdhi barang kali lebih tepat dianalogkan dengan MPR.
Selanjutnya dalam sistem ini, seorang khalifah dpersyaratkan
harus berjenis kelamin laki-laki, oleh karena itu wanita dengan
sendirinya tidak berhak menduduki jabatan ini.
Sementara itu, berbeda dengan sistem khilafah, adalah
sistem mulukiyah, dan pemimpin yang menjalankan sistem ini
disebut dengan Malik (raja). Dalam hal suksesi kepemimpinan,
Ibid.
6
101
BAB 7
TERORISME
A. Pengertian Terorisme.
Sejak tahun 1936 sampai tahun 2002 terdapat tidak
kurang dari 129 definisi tentang terorisme. Salah satu definisi yang
paling awal dan paling menonjol diidentifikasi pada pasal 1 ayat
(2) Konvensi Pencegahan dan Hukuman terhadap Terorisme
1937. Menurut pasal ini, terorisme didefinisikan sebagai “tindak
pidana yang ditujukan pada suatu negara atau diperhitungkan
untuk menciptakan teror dalam pikiran orang tertentu, atau
kelompok orang, atau masyarakat umum”1
Istilah terorisme memiliki banyak makna, karena tidak ada
definisi yang mantap mengenai makna dan ruang lingkupnya. Hal
ini dikarenakan fakta bahwa terdapat pandangan dunia berkenaan
dengan klasifikasi tindakan teroris dan tujuan serta motivasi yang
ada di dalamnya2
Dalam kamus bahasa Indonesia, terorisme diartikan
dengan penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan
dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik)3
Dari keterangan yang telah dikemukakan, secara
sederhana terorisme dapat dikatakan sebagai tindakan untuk
membuat kekacauan dan ketakutan dalam rangka mencapai
B. Akar Terorisme.
Faham radikal dan ekstrem bukan monopoli satu agama
semata. Di dalam sejarah Islam berderet nama gerakan ekstrem
pernah timbul dan tenggelam. Dua nama tak mudah dilupakan;
Khawarij dan Assasiyyun. Khawarij berarti mereka yang
menyempal, sedang Assasiyun bermakna mereka yang setia dan
taat pada asas. Dua kelompok ini berasal dari periode dan zaman
yang berbeda.
Khawarij adalah kelompok yang menyempal dari
kepemimpinan Imam Ali bin Abi Thalib, dan menjadi bentuk
ekstremisme Islam radikal pertama yang menggabungkan
puritanisme kaku dan fundamentalisme agama dengan sentuhan
egalitarianisme eksklusivis4
Teologi mereka meyakini bahwa seseorang yang berdosa
besar tidak lagi berhak menjadi muslim dan boleh dikafirkan,
diperangi, dan dibunuh apabila ia tak bertobat. Menganggap
kelompok lain tak lagi muslim, Khawarij lebih senang menarik
diri dari umat Islam dan memerangi mereka yang tak sepaham.
Karena semangat bermusuhan dan berperang ini, jihad dalam arti
kasarnya sebagai pertempuran menjadi tiang keenam rukun agama
kaum Khawarij.
Merekalah yang pertama kali meneriakkan jargon
“Tegakkan hukum Allah” di jalan-jalan. Namun, dengan jargon
itu, mereka pula yang menghalalkan darah Ali bin Abi Thalib r.a
dan membunuhnya atas nama Islam.
4
Mahmudi, “Ekstremis di Tengah Kita”, Majalah Adil, No. 21, 26
Juli - 8 Agustus 2007
102
Terorisme Fikih Kontemporer
5 Ibid.
6Ibid.
7 Ibid.
103
Terorisme Fikih Kontemporer
104
Terorisme Fikih Kontemporer
105
Terorisme Fikih Kontemporer
106
Terorisme Fikih Kontemporer
amat memprihatinkan.
Tindakan terorisme di Indonesia sangat menodai citra dan
keindahan Islam, sedang ketidakadilan dan kemiskinan dinegeri
yang mayoritasnya muslim ini, telah memicu terjadinya
radikalisme, kemudian menimbulkan tindakan terorisme yang
amat mengenaskan dan sangat memprihatinkan.
Pandangan senada, kalau diibaratkan dengan pohon,
seperti diungkapkan oleh Masdar8, ekstremisme bertumbuh
karena tiga hal: tafsir keagamaan sempit sebagai benih;
kemiskinan dan keterbelakangan umat sebagai media; dan
perasaan terpinggirkan yang berlebihan sebagai air yang
menyirami.
Tentang faktor pertama, tafsir keagamaan sempit,
sepotong-sepotong, dan lepas konteks, memang bukan monopoli
satu agama. Di setiap agama ada bahaya laten ini, terutama yang
terlalu memutlakkan ayat suci, plus tendensi legalisme dan
formalisme yang menyala-nyala.
Cirinya adalah kebiasaan mengklaim diri sebagai satu-
satunya “yang benar dan berhak hidup”, sambil menuding pihak
lain sebagai “yang tersesat dan harus dieliminasi”. Mereka
mengira pemahaman agama di benaknya sama absolut dengan
kitab suci. Seolah otak mereka adalah lauh mahfudh yang berisi
kebenaran mutlak.
Paham keagamaan keras dengan gen tertentu bisa amat
kuat perannya bagi tumbuhnya pohon ekstremisme-terorisme.
Seperti kaktus, ia biasa tumbuh di padang pasir hampir tanpa
siraman air hujan sepanjang tahun.
8
Masdar F. Mas‟udi , “Deekstremisasi Total” dalam Harian Kompas,
14 Oktober 2009
107
Terorisme Fikih Kontemporer
108
Terorisme Fikih Kontemporer
109
Terorisme Fikih Kontemporer
orang putih, lawan dari orang hitam, sebuah istilah yang memiliki
implikasi moral10
Sebutan orang putih ini sering dihubungkan dengan simbol
yang biasa mereka gunakan, yaitu pakaian putih dan surban
sebagai lambang kesucian dan kebersihan, sedangkan orang hitam
sering menggunakan pakaian hitam yakni pakaian tradisional yang
dipakai seorang penghulu. Tiga haji ini yang kemudian menjadi
penggerak gerakan Islam puritan, yang kemudian dikenal gerakan
Paderi. Dan Tuanku Nan Renceh menjadi peletak dasar gerakan
tersebut.
Gerakan Paderi menentang keras praktik-praktik jahiliyah
oleh masyarakat seperti sabung ayam, minum-minuman keras
(tuak), dan berjudi. Mereka hendak menjalankan syari‟ah Islam di
setiap negeri yang telah ditaklukkan, bila perlu dengan kekuatan
dan kekerasan. Tuanku Nan Renceh, arsitek gerakan Paderi dan
murid Tuanku Nan Tuo, menyatakan bahwa “tujuannya tidak lain
adalah untuk menghapuskan seluruh adat Minangkabau yang
tidak sesuai dengan al-Qur‟an, dengan hukuman mati bagi siapa
saja yang menolak untuk mematuhi mereka.” Namun, keinginan
ini tidak mendapat dukungan seorang ulama kharismatik, Tuanku
Nan Tuo, yang menolak cara-cara yang digunakan kelompok
Paderi. Ia menerangkan bahwa “untuk menafsirkan al-Qur‟an
yang menerangkan tentang hukuman mati bagi mereka yang
melakukan pelanggaran kecil di dunia ini bertentangan dengan
maksud ajaran Nabi Muhammad, dan (jika) merujuk kepada ayat-
ayat Al-Qur‟an terlihat bahwa ayat-ayat tersebut bersifat
mendamaikan dan cinta perdamaian.” Lebih lanjut Tuanku Nan
Belajar dari Pengalaman Surakarta” dalam Generasi Baru Peneliti Muslim Indonesia:
Mencari Ilmu di Australia, Kumpulan Makalah Dosen PTAI Peserta Program
PTRII 2004-2006, Australia-Indonesia Institute, Kingston Australia, 2008, hal.
141
112
Terorisme Fikih Kontemporer
11Ibid.,hal. 141-142
12Ibid.
13Afdhal, op.cit., hal. vi-vii
113
Terorisme Fikih Kontemporer
14 Ibid.
114
Terorisme Fikih Kontemporer
sebagainya15
Salah satu isu dan gerakan kelompok Islam radikal adalah
penerapan syari‟at Islam, yang merupakan tugas suci dan
perjuangan semua anggota yang harus dilakukan dengan seluruh
pengorbanan jiwa dan raga. Segala upaya harus ditempuh untuk
memberlakukan syariat Islam. Tindakan taktis politis sampai
tindakan radikal yang kasar menjadi sah untuk dilakukan dalam
rangka menuntut penerapan syariat Islam di dalam masyarakat16.
Hal ini setidaknya terlihat dalam setiap aksi dan gerakan yang
dilakukan.
Pada kasus beberapa kelompok radikal Islam di
Indonesia, sebutlah misalnya Laskar Jihad, Front Pembela Islam
(FPI) dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dalam merespon
kehidupan sosial, kelompok-kelompok ini lebih memilih cara-cara
yang tidak bersahabat, bahkan cenderung destruktif. Jika saja dari
pemahaman literalistik atau skriptualistik atas teks agama yang
mereka anut hanya pada wilayah metodologis mungkin tidak akan
memberi dampak pada pencitraan Islam sebagai agama yang
moderat, tetapi ketika pemahaman itu mewujud dalam bentuk
gerakan, maka ironipun berbicara kepada dunia17
Di satu sisi, apa yang dilakukan tersebut dalam beberapa
kasus justru bertentangan dengan sifat syariat Islam yang luwes,
sedikit pembebanan, dan peniadaan kesukaran. Dan di sisi lain,
ternyata memunculkan problem-problem sosial budaya pada
masyarakat, dalam bentuk benturan-benturan, eksklusifitas, dan
sebagainya. Dengan melihat latar belakang secara sosial, maka
Konteks Indonesia” dalam Generasi Baru Peneliti Muslim Indonesia: Mencari Ilmu di
Australia, Kumpulan Makalah Dosen PTAI Peserta Program PTRII 2004-
2006, Australia-Indonesia Institute, Kingston Australia, 2008, hal. 5
115
Terorisme Fikih Kontemporer
18Ibid.,
hal. 125-147
19Masrukin, “Tuntutan Penerapan Syariat Islam Kelompok-
Kelompok Islam Radikal di Surakarta” dalam Dialog, Jurnal Penelitian dan
Kajian Keagamaan, No. 62 Tahun XXIX, Desember, Badan Litbang dan
Diklat Dep. Agama, Jakarta, 2006, hal 104 mengutip Abdul Azis Mudzakar
dalam Mahmud Al-Anshari
116
BAB 8
MEROKOK
menurut dia semua kata itu adalah kosa kata asli bahasa Arab.
Pendapat ini berbeda dengan keterangan an-Nablisi yang
menyatakan bahwa at-Tabgh dan at-Tinbak merupakan dua kata
yang diserap dari bahasa asing2
Kebiasaan merokok telah menjadi budaya diberbagai
bangsa di belahan dunia. Mayoritas perokok diseluruh dunia ini,
47 persen adalah populasi pria sedangkan 12 persen adalah
populasi wanita dengan berbagai kategori umur. Latar belakang
merokok beraneka ragam, di kalangan remaja dan dewasa pria
adalah faktor gengsi. Sedangkan kalangan orang tua, stres dan
karena ketagihan adalah faktor penyebab keinginan untuk
merokok.
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang
antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan
diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang
telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan
dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada
ujung lainnya3. Hal ini merupakan kenikmatan tersendiri bagi
perokok.
Begitu banyak orang yang terlibat dengan rokok. Jumlah
konsumsi rokok mencapai 220 miliar batang per tahun. Menurut
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan, 91,8 persen perokok merokok di rumah, tidak jauh
dari istri dan anak-anak mereka. Akibatnya, lebih dari 50 persen
118
Merokok Fikih Kontemporer
120
Merokok Fikih Kontemporer
5http://id.wikipedia.org/wiki/Rokok
121
Merokok Fikih Kontemporer
Artinya:
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan
setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya“.
Jika melakukan perbuatan yang tidak bermanfaat saja—
meskipun diperbolehkan dan tidak membahayakan—merupakan
sebuah tindakan berlebih-lebihan, apalagi merokok yang nyata-
nyata pemborosan dan pemubaziran. Berapa uang yang hilang sia-
sia hanya untuk kepentingan merokok.
Kedua, merokok dapat merusak tubuh. Berbagai penelitian
dalam bidang medis membuktikan bahwa merokok bisa
menimbulkan berbagai penyakit. Sampai hari ini belum ada
seorang ilmuwan pun yang mampu membuktikan rokok itu
menyehatkan. Allah Swt melarang hambanya melakukan sesuatu
yang dapat menjerumuskan dirinya pada kebinasaan. Setiap hal
yang membahayakan dan mengganggu kesehatan, haram untuk
dikonsumsi.
Ketiga, merokok dapat mengganggu bahkan mencelakai
orang disekelilingnya. Bau rokok sangat tidak disenangi sehingga
dapat menyakitkan hati orang-orang yang tidak menghisap rokok.
Penelitian menunjukkan orang yang berada di sekitar perokok—
bisa disebut perokok pasif—akan terkena dampaknya, bahkan
lebih parah, karena perokok pasif imunitas tubuhnya lebih rentan
dibandingkan perokok aktif. Agama menjelaskan bahwa seorang
muslim yang baik adalah yang tidak mengganggu muslim lainnya
baik dengan lisan ataupun perbuatannya. Rasulullah Saw
122
Merokok Fikih Kontemporer
Bahaya Asap Rokok Bagi Kesehatan Tubuh Manusia - Akibat Sebatang Rokok
Racun, Ketagihan, Candu, Buang Uang Dan Dosa“, diakses tanggal 17 Juni
2010
123
Merokok Fikih Kontemporer
126
Merokok Fikih Kontemporer
127
Merokok Fikih Kontemporer
128
Merokok Fikih Kontemporer
132
Merokok Fikih Kontemporer
19 Ibid., hal. 59
20 Ibid., hal. 61
133
Merokok Fikih Kontemporer
135
BAB 9
BERPACARAN MENURUT ISLAM
134
Berpacaran menurut Islam Fikih Kontemporer
135
Berpacaran menurut Islam Fikih Kontemporer
138
Berpacaran menurut Islam Fikih Kontemporer
Artinya: Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka", yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di
ganggu, dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sebagian wanita jahiliah apabila keluar rumah, mereka
menampakkan sebagian kecantikannya, misalnya dada, leher dan
rambut, sehingga mereka ini diganggu oleh laki-laki fasik dan yang
suka iseng, kemudian turunlah ayat tersebut di atas yang
memerintahkan kepada wanita-wanita mukmin untuk
mengulurkan jilbabnya itu sehingga sedikitpun bagian-bagian
tubuhnya yang biasa membawa fitnah itu tidak tampak. Dengan
demikian secara lahiriah mereka itu dikenal sebagai wanita yang
baik yang tidak mungkin diganggu oleh orang-orang yang suka
iseng atau orang-orang munafik.
Islam mengharamkan zina, karena zina itu dapat
mengaburkan masalah keturunan, merusak keturunan,
menghancurkan rumahtangga, meretakkan perhubungan,
meluasnya penyakit kelamin, kejahatan nafsu dan merosotnya
akhlak. Firman Allah dalam Al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 32:
Artinya:
139
Berpacaran menurut Islam Fikih Kontemporer
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk“.
Islam, sebagaimana kita maklumi, apabila mengharamkan
sesuatu, maka ditutupnyalah jalan-jalan yang akan membawa
kepada perbuatan haram itu, serta mengharamkan cara apa saja
serta seluruh pendahuluannya yang mungkin dapat membawa
kepada perbuatan haram itu.
Justru itu pula, maka apa saja yang dapat membangkitkan
seks dan membuka pintu fitnah baik oleh laki-laki atau
perempuan, serta mendorong orang untuk berbuat yang keji atau
paling tidak mendekatkan perbuatan yang keji itu, atau yang
memberikan jalan-jalan untuk berbuat yang keji, maka Islam
melarangnya demi untuk menutup jalan berbuat haram dan
menjaga daripada perbuatan yang merusak6
Islam tidak membolehkan laki-laki berduaan dengan
perempuan lain yang bukan muhrim. Ini bukan berarti
menghilangkan kepercayaan kedua belah pihak atau salah satunya,
tetapi untuk menjaga kedua insan tersebut dari perasaan-perasaan
yang tidak baik yang menimbulkan gelora dalam hati ketika
bertemunya dua jenis itu, tanpa ada orang ketiga atau orang yang
menemaninya.
Dalam hal ini Rasulullah Saw bersabda melalui hadisnya
sebagai berikut:
"Dari Ibnu Abbas r.a. dari Nabi Saw, beliau bersabda: Janganlah sekali-
kali seorang laki-laki berduaan saja dengan seorang wanita, melainkan
dengan didampingi seorang muhrim“ (H.R. Bukhari)7
Dari hadis tersebut dapat dipahami bahwa manusia tidak
boleh percaya pada diri sendiri dalam hubungannya dengan
masalah bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak halal
baginya. Oleh karena itu menjauhi hal tersebut akan lebih baik
dan lebih dapat melindungi serta lebih sempurna penjagaannya.
Bukan hanya berdua-duaan, tetapi berpandang-pandangan
dengan penuh perhatian juga tidak dibolehkan. Pandangan adalah
jalan yang membawa kepada fitnah dan berujung pada nafsu
birahi. Oleh karena itulah Allah memperingatkan kepada orang-
orang mu'min baik laki-laki dan perempuan supaya menundukkan
pandangannya, diiringi dengan perintah untuk memelihara
kemaluannya. Firman Allah dalam surat An-Nur ayat 30-31:
7Zainuddin
Hamidy dkk.,Terjemah Hadits Shahih Bukhari, Jilid IV,
Cetakan kedua, Widjaya, Jakarta, 1983, hal. 17
141
Berpacaran menurut Islam Fikih Kontemporer
Artinya:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-
putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-
putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-
budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan
kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung“.
Yang dimaksud menundukkan pandangan, yaitu: menjaga
pandangan, tidak dilepaskan begitu saja tanpa kendali sehingga
dapat menelan perempuan-perempuan atau laki-laki yang beraksi.
Pandangan yang terpelihara, apabila memandang kepada jenis lain
tidak mengamat-amati kecantikannya dan tidak lama menoleh
142
Berpacaran menurut Islam Fikih Kontemporer
ي ِمْنَي َها بَيَ ْ َ َما َ ْ ُع ْوا إِ ََْيل َها ََي ْليََي ْ َ ْل ِ
َ اذَا َ َ َ اَ َ ُ ُ ُم اْ َْراََة قَْ َرَ ْن َيََر
Artinya: “Rasulullah Saw bersabda: Apabila seseorang dari kamu hendak
meminang seorang wanita dan dapat melihat bagian-bagian dari tubuhnya,
hendaklah melakukannya” (H.R. Ahmad)16
147
Berpacaran menurut Islam Fikih Kontemporer
22Sayid Sabiq, Fiqih Al-Sunnah, Juz II, Dar El-Fikry, Libanon, 1983,
hal. 20
150
Berpacaran menurut Islam Fikih Kontemporer
Indonesia, Edisi Ketiga, Cetakan ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2003, hal. 885-
886.
Monogami dan Poligami Fikih Kontemporer
154
Monogami dan Poligami Fikih Kontemporer
Islam, Terj. H. Mu‟ammal Hamidy, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1982, hal. 260-261
156
Monogami dan Poligami Fikih Kontemporer
13 Ibid., hal.4-5
158
Monogami dan Poligami Fikih Kontemporer
159
Monogami dan Poligami Fikih Kontemporer
160
Monogami dan Poligami Fikih Kontemporer
25-33
18Lihat: Fazlur Rahman, Tema pokok Al-Qur‟an, Bandung: Pustaka,
Artinya:
Berpoligami karena Alasan Syahwat?, Padma Press, Surabaya, 2007, hal. 212-214
163
Monogami dan Poligami Fikih Kontemporer
Artinya:
“Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu
(kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum
yang melampaui batas”
F. Kekerasan Psikologis.
Poligami menyimpan banyak persoalan. Salah satunya,
membisukan suara hati perempuan. Selama ini poligami hampir
selalu dilihat dan didefinisikan dari perspektif lelaki.
Poligami bisa menjadi petaka dan sumber penderitaan
perempuan. Sebagai manusia utuh, seperti lelaki, perempuan
memiliki harga diri, integritas diri, dan emosi. Poligami membuat
mereka merasa dikhianati dan direndahkan, serta menjadikan
mereka merasa tak berdaya. Inilah bentuk nyata diskriminasi dan
ketidakadilan terhadap perempuan.
Padahal, perempuan harus dilindungi. Bukan diperlakukan
semena-mena dan sekehendak hati. Mereka juga memiliki peran
penting yang tidak bisa dikerjakan laki-laki, terutama dalam hal
166
Monogami dan Poligami Fikih Kontemporer
G. Problem Penafsiran.
Perbedaaan penafsiran ayat poligami, yaitu Al-Qur‟an
surat an-Nisa‟ ayat 3 sudah banyak diwacanakan. Inti utama
perbedaan penafsiran adalah pandangan tentang keabsolutan
institusi poligami. Ayat poligami turun setelah perang Uhud, di
mana banyak sahabat wafat di medan perang.
Ayat ini memungkinkan lelaki Muslim mengawini janda
atau anak yatim jika dia yakin inilah cara melindungi kepentingan
mereka dan hartanya dengan penuh keadilan. Jadi, ayat ini bersifat
kondisional. Kini kaum Muslim cenderung melupakan motif ini
dan menganggap “hak” lelaki Muslim secara absolut.
Ayat selanjutnya, yaitu ayat 129 secara kategoris
menyatakan, tidak mungkin seorang laki-laki dapat berlaku adil
terhadap istri-istrinya, betapapun dia menginginkan. Ayat ini
dapat disimpulkan, Islam pada dasarnya menganut sistem
monogami. Namun, pendukung poligamis justru berpendapat
sebaliknya.
Karena tidak mungkin seorang laki-laki berlaku adil
lahiriah dan batiniah kepada para istri, maka sikap adil itu hanya
sebatas kemampuan mereka sebagai manusia.
Salah satu misi utama Islam adalah membebaskan mereka
yang tertindas dan membawa keadilan bagi mereka. “Revolusi”
yang dibawa Islam adalah peningkatan status perempuan menjadi
sepenuhnya setara dengan lelaki, baik sebagai hamba Allah
maupun sebagai wakil-Nya di bumi.
Banyak orang yang menyatakan ketidaksetujuannya jika
poligami dilarang negara. Lebih baik memberi syarat ketat kepada
lelaki yang ingin berpoligami. Jika melanggar, ia harus dikenai
sanksi berat. Pasal 55 sampai pasal 59 Kompilasi Hukum Islam
(KHI) menetapkan syarat ketat bagi lelaki yang akan berpoligami.
Bahkan hampir mustahil seorang lelaki dapat memenuhi syarat
dalam KHI. Pasal 55 ayat (2) misalnya, menyebutkan lelaki yang
167
Monogami dan Poligami Fikih Kontemporer
H. “Maqasid al-Syari’ah”
Menilik ketentuan-ketentuan tentang poligami di
beberapa negara Muslim, termasuk di Indonesia, tampak
persyaratan poligami sangat sulit dan praktis mustahil dipenuhi.
Begitu juga sanksi bagi yang melanggar cukup berat. Tidak adanya
larangan yang tegas terhadap poligami, karena ulama dan umat
Islam berpatokan pada Al-Qur‟an surat An-Nisa ayat 3 yang
mengisyaratkan kebolehan poligami. Namun, apakah teks ayat
tersebut menutup kemungkinan menciptakan hukum yang lebih
adil? Semua hukum Islam punya tujuan (maqasid al-syari‟ah).
Menjaga kemaslahatan adalah tujuan utama hukum Islam.
Oleh karena itu, „Allal al-Fasi, ulama pembaru dan tokoh
nasionalis Maroko, dalam Maqasid al-Shari‟at al-Islamiyat wa
168
Monogami dan Poligami Fikih Kontemporer
1Hasbi
Ash-Shiddieqy, 2002 Mutiara Hadits, Jilid V, Bulan Bintang,
Jakarta, 1977, hal. 170
Kawin Kontrak Fikih Kontemporer
اَن ِ َصلَّى هللا َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َولَْيس َم َعنَا نِ َساءٌ فَ ُق ْلنا اَالَ ََنْت
َ ص؟ فَنَ َه ِ ِ
َ َ ظ َم َع َر ُس ْول هللا
ُ ُكنَّا نَ ْغ
.. ب ِ ك َعن نَتَ زَّوج الْمرأةَ ِِبلثَّو ِ َ َع ْن ذالِك
ْ ْ َ َ َ ْ َ ص لَنَابَ ْع َد ذَل َ ف ََ َر َّخ
Artinya:
“Kami pergi berperang bersama-sama Nabi Saw, sedangkan kami tidak
membawa istri. Karena itu kami bertanya: “Apakah tidak lebih baik bagi
kami mengebiri diri kami? Maka Rasulullah mencegah kami berbuat
demikian. Kemudian Rasulullah membolehkan kami mengawini wanita
dengan maskawinnya sekerat kain (untuk batas tertentu)... (HR Bukhari
dan Muslim)2
Namun, dalam perkembangannya kemudian nikah mut’ah
tersebut dilarang untuk selama-lamanya. Hal ini didasarkan pada
hadis Rasulullah:
صلَّى هللا َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َن َْ َهى َع ْن ُم َتع ِة النِّ َس ِاء يَ ْوَم َخْي بَ َر َو َع ْن اَ ْكل ِ
َ أ ََ ّن َ َر ُس ْو َل هللا
االنْ ِسيَّ ِة
ِْ اْلم ِر
ُ ُْ
Artinya:
“Bahwasanya Rasulullah Saw melarang kita mengawini secara mut’ah
(kawin dalam waktu yang terbatas) pada hari Khaibar dan juga beliau
telah melarang makan daging khimar yang jinak”. (HR Bukhari,
Muslim)3
2Ibid.
3 Ibid., hal. 171
171
Kawin Kontrak Fikih Kontemporer
4Yusuf Badri, Nikah Beda Agama, Persis Pers, Bandung, 2009, hal. 60
172
Kawin Kontrak Fikih Kontemporer
11Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz II, Daar al-Fikr, Beirut, 1983, hal.
27-32
12Undang-Undang RI Tentang Perkawinan, Edisi 2008, CV Tamita
Utama, Jakarta, hal. 4
176
Kawin Kontrak Fikih Kontemporer
13 Ibid., hal. 3
177
Kawin Kontrak Fikih Kontemporer
Artinya:
“Dari Saburah Al-Juhaniy, sesungguhnya ia pernah berperang bersama
Nabi Saw pada waktu peperangan penaklukan Makkah, maka kami
berada di sana selama lima belas hari, maka Rasulullah mengizinkan kami
untuk kawin mut’ah dengan perempuan. Kemudian Saburah berkata: Aku
tidak pernah keluar dari Makkah, hingga Rasulullah Saw
mengharamkannya. Dan pada satu riwayat lain disebutkan bahwa
sesungguhnya ia pernah bersama Nabi Saw, lalu Nabi bersabda: Hai
sekalian manusia, sesungguhnya aku pernah mengizinkan kamu
melakukan kawin mut’ah dengan perempuan. Dan sesungguhnya Allah
telah mengharamkan hal (kawin) itu, sampai hari kiamat.” (HR
Muslim)15
Sayid Sabiq16 mengemukakan bahwa hadis ini merupakan
alasan bagi para ulama untuk mengharamkan nikah mut’ah
setelah sebelumnya dibolehkan oleh Rasulullah Saw. Di samping
hal tersebut mereka juga mengemukakan beberapa alasan, yaitu:
Pertama, perkawinan dengan pembatasan waktu ini tidak sesuai
dengan ketentuan Al-Qur’an tentang perkawinan, talak, idah dan
kewarisan. Dengan demikian bila dilakukan juga maka
perkawinannya batal, sebagaimana perkawinan lain yang
dibatalkan oleh Islam. Kedua, Umar bin Khattab, ketika menjadi
Khalifah telah mengharamkan kawin mut’ah, ketika ia berpidato
di mimbar, dan para sahabat menyetujuinya. Andaikan pendapat
Umar ini salah tentu para sahabat tidak akan menyetujuinya.,
karena mereka tidak mau menyetujui yang salah. Ketiga, Al-
Khathabiy, menjelaskan bahwa haramnya kawin mut’ah itu sudah
ijmak, kecuali oleh sebagian Syi’ah. Keempat, tujuan dari
perkawinan mut’ah itu hanyalah pelampiasan syahwat, bukan
untuk mendapatkan keturunan dan memelihara anak-anak, yang
179
Kawin Kontrak Fikih Kontemporer
180
Kawin Kontrak Fikih Kontemporer
182
Kawin Kontrak Fikih Kontemporer
183
BAB 12
NIKAH PADA USIA DINI
184 1
Nikah Pada Usia Dini Fikih Kontemporer
1 185
Nikah Pada Usia Dini Fikih Kontemporer
Artinya:
“Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri
dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri
yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada
mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan
tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling
186 1
Nikah Pada Usia Dini Fikih Kontemporer
3H.
Zainuddin Hamidy dkk., Terjemah Hadits Shahih Bukhari, Jilid IV,
Cetakan kedua, Widjaya, Jakarta, 1983, hal. 8
1 187
Nikah Pada Usia Dini Fikih Kontemporer
1 191
Nikah Pada Usia Dini Fikih Kontemporer
menyangkut usia Aisyah r.a. saat itu merupakan salah satu isu
yang sering diperdebatkan oleh kalangan Muslim. Ada yang
mengatakannya sebagai fakta sejarah, tetapi tidak sedikit yang
menyebutkan sebagai mitos. Oleh karena hal yang demikian, ada
yang berpandangan bahwa kawin pada usia dini itu juga
merupakan sunnah.
Pada dasarnya yang mendukung pernikahan Nabi dengan
Aisyah r.a. pada usia 6 tahun dan campur pada usia 9 tahun
adalah karena berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari.
Dan shahih Bukhari dianggap kitab terpercaya setelah al-Qur‟an.
Ada beberapa hadis di sekitar persoalan tersebut, di
antaranya adalah sebagai berikut:
ت َز ِد ْوْيَزةُج قَزَتْوب َزل ِ ِ ِ
ُجس َز ةَز َزع ْون ه َزش ٍ َزع ْون َزبِْويه قَز َزل َتُج ُجفىيَز ْو
ِ ح َّوداَتَزنَز عبَتي ُجدبن ْو
إْسَز عْوي َزل َزح َّوداَتَزنَز أَزبَتُج ْوأ َز ُجَز ْو ْو ُج َز
ك ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ َّو ِ َّو ِ
ث َزسنَزَتتَزَت ْوْي أَزْو قَز ْوَتبً ْون ذَزا َز ْي فَزَتلَزب َز
يل اْو َزمد ْوَتنَزة بثَزالَزث سن ْو َزصلى هللا َزعلَزْويه َز َزسل َز إ َز انَّوب َز
ْوَز ِج ِى
ْي ِ ِ ِ ت ِسنِْي ُجَّو ب ِ ِه بِْون ٍ ِ نَز َز عإَز ِ َز ةَز ِه بِْون
ت ْوس ِ سن ْو َز ت س ى ْو َز َز َز َز َز َز ُج َز َز ُج َز َز
Artinya:
“Disampaikan kepada kami (Al-Bukhari) oleh „Ubaid ibn Isma‟il, yang
mendengar dari Abu Usamah, dari Hisyam, dari ayahnya (yang bernama
„Urwah) yang berkata, Khadijah meninggal dunia tiga tahun sebelum Nabi
Saw hijrah ke Madinah, dan Nabi menduda selama dua tahun atau
mendekati dua tahun sebelum hijrah, setelah itu Aisyah menikah (dengan
Nabi) pada umur enam tahun dan tinggal serumah (dengan Nabi Saw)
tatkala ia berumur sembilan tahun” (H.R. Bukhari).
Beberapa hadis senada yang semuanya disampaikan
Hisyam menjadi perdebatan. Sebagaimana dikemukakan
O.Hashem8 bahwa penolakan atas pernikahan Aisyah pada usia
muda telah disampaikan oleh para ahli hadis seperti Ibn Hajar
dan Adz-Dzahabi. Mereka mengatakan bahwa riwayat-riwayat
8O.
Hashem, Benarkah Aisyah Menikah dengan Rasulullah Saw. di Usia
Dini?, Mizania, Bandung, 2009, hal. 81-85
194 1
Nikah Pada Usia Dini Fikih Kontemporer
1 195
Nikah Pada Usia Dini Fikih Kontemporer
11 Ibid.
12Undang-Undang RI Tentang Perkawinan, Edisi 2008, CV Tamita Utama,
Jakarta, 2008, hal. 6
13 Ibid., hal. 5
1 197
Nikah Pada Usia Dini Fikih Kontemporer
198 1
BAB 13
NIKAH SIRI
1Happy Susanto, Nikah Siri Apa Untungnya?, Visi Media, Jakarta, 2007,
hal. 22
Nikah Siri Fikih Kontemporer
200
Nikah Siri Fikih Kontemporer
204
Nikah Siri Fikih Kontemporer
9 Ibid.
10 Ibid., hal. 26-28
205
Nikah Siri Fikih Kontemporer
11
Abdul Halim, “Undang-Undang Perkawinan dalam Bahaya”Suara
Islam, Edisi 62, tanggal 6-20 Maret 2009
12 Harian Kompas, tanggal 12 Feruari 2010
208
Nikah Siri Fikih Kontemporer
209
Nikah Siri Fikih Kontemporer
210
BAB 14
TRANSPLANTASI (PENCANGKOKAN)
ORGAN TUBUH
211
Transplantasi (Pencangkokan) Organ Tubuh Fikih Kontemporer
212
Transplantasi (Pencangkokan) Organ Tubuh Fikih Kontemporer
214
Transplantasi (Pencangkokan) Organ Tubuh Fikih Kontemporer
218
Transplantasi (Pencangkokan) Organ Tubuh Fikih Kontemporer
219
Transplantasi (Pencangkokan) Organ Tubuh Fikih Kontemporer
Tapi ada hal yang aneh dari negara lain, dokter dari USA
mengusulkan jual-beli organ tubuh manusia di legalkan dengan
alasan kekurangan stok organ tubuh yang harus dipakai. Karena
bisa dilihat di USA sendiri kira-kira 6.000 jiwa meninggal karena
tidak mendapatkan donor. Sedangkan sumber organ terbesar
hanyalah dari orang-orang yang baru mengalami hukuman mati
saja.
Menanggapi permasalahan jual-beli organ tubuh ini, rata-
rata baik itu fatwa ataupun pendapat para ulama menyatakan
keharaman dalam penerapannya. Karena manusia merupakan
ciptaan Allah yang sempurna, oleh karena itu sebenarnya yang
berhak atas tubuh kita adalah yang menciptakannya. Kita bisa
melihat beberapa fatwa yang mengharamkan penjualan organ
tubuh dalam bentuk apapun20
Ketika diperbolehkan mendonorkan salah satu organ
tubuh, bukan berarti diperbolehkan memperjual belikannya.
Yusuf Qardhawi21 menyatakan bahwa tubuh manusia itu bukan
harta yang dapat dipertukarkan dan ditawar-menawarkan
sehingga organ tubuh manusia menjadi objek perdagangan dan
jual beli. Suatu peristiwa yang sangat disesalkan terjadi dibeberapa
daerah miskin, di sana terdapat pasar yang mirip dengan pasar
budak. Di situ diperjualbelikan organ tubuh orang-orang miskin
dan orang-orang lemah—untuk konsumsi orang-orang kaya—
yang tidak lepas dari campur tangan "mafia baru" yang
bersaing dengan mafia dalam masalah minum-minuman keras,
ganja, morfin, dan sebagainya.
Lebih jauh Yusuf Qardhawi22 menjelaskan, apabila
orang yang memanfaatkan organ itu memberi sejumlah uang
kepada donor—tanpa persyaratan dan tidak ditentukan
20Ibid.
21Yusuf Qardhawi, Op. cit., hal. 761-762
22 Ibid, hal. 762
223
Transplantasi (Pencangkokan) Organ Tubuh Fikih Kontemporer
224
BAB 15
EUTHANASIA
Yasin, Jilid 2, Cetakan keenam, Gema Insani, Jakarta, 2009, hal. 749
3 Setiawan Budi Utomo, Op. cit.,hal. 176
Euthanasia Fikih Kontemporer
C. Hukum Euthanasia.
Dalam Islam, segala upaya atau perbuatan yang berakibat
matinya seseorang, baik disengaja maupun tidak disengaja, tidak
7 Ibid., hal. 750
8 Ibid.
9 Ibid., hal. 750-751
230
Euthanasia Fikih Kontemporer
Artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikannya”
Seseorang yang mengeluarkan zakat, berarti dia telah
membersihkan diri, jiwa dan hartanya. Dia telah membersihkan
jiwanya dari penyakit kikir (bakhil) dan membersihkan hartanya
dari hak orang lain yang ada dalam hartanya itu. Orang yang
berhak menerimanya pun akan bersih jiwanya dari penyakit
dengki, iri hati terhadap orang yang mempunyai harta. Dengan
demikian akan terjalin hubungan harmonis antara si kaya dan si
miskin.
Dari pengertian di atas terkandung makna bahwa zakat
memiliki dua dimensi yaitu dimensi ibadah yang dilaksanakan
dengan perantaraan harta benda dalam rangka mematuhi perintah
Allah Swt dan mengharap pahala dari-Nya, dan dimensi sosial
yang dilaksanakan atas dasar kemanusiaan. Sedangkan pajak
dalam bahasa Arab disebut Dharibah, diambil dari kata dharaba
Zakat dan Pajak Fikih Kontemporer
yang berarti utang, pajak tanah atau upeti dan sebagainya yang
mesti dibayar.
Menurut para ahli keuangan, pajak adalah kewajiban yang
ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan ke kas
negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali
dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisasikan
sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lainnya
yang ingin dicapai oleh sebuah negara1
Dalam redaksi lain yang dimaksud dengan pajak adalah
suatu pembayaran yang dilakukan kepada pemerintah untuk
membiayai bentuk pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan
dalam menyelenggarakan jasa-jasa, untuk kepentingan umum2.
Jadi kewajiban dari masyarakat yang harus dibayar kepada
pemerintah untuk kegiatan pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat.
Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik suatu
kesimpulan mengenai ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak,
yaitu:
1. Pajak dipungut oleh negara (pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah), berdasarkan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontra prestasi individu oleh pemerintah atau tidak ada
hubungan langsung antara jumlah pembayaran pajak dengan
kontra prestasi yang diperoleh secara individu.
3. Penyelenggaraan pemerintahan secara umum merupakan
kontra prestasi dari negara terhadap wajib pajak.
3Iqbal, Problematika Zakat dan Pajak di Indonesia, Sketsa, t.tp., 2009, hal.
17-18
4 Hasan Basri, “Zakat untuk Kesejahteraan Umat dan Pajak untuk
Pembangunan Bangsa” dalam Zakat dan Pajak, Cetakan Kedua, PT Bina Rena
Pariwara, Jakarta, 1991, hal. 34-35
237
Zakat dan Pajak Fikih Kontemporer
242
Zakat dan Pajak Fikih Kontemporer
243
Zakat dan Pajak Fikih Kontemporer
9
Undang-Undang Perpajakan, Edisi Terlengkap 2009, Citra Media
Wacana, t.k., hal. 467-468
244
Zakat dan Pajak Fikih Kontemporer
Artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikannya”
Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa zakat diwajibkan
terhadap “harta”, tanpa merincikan jenis hartanya. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa segala jenis harta apa saja apabila
telah mencapai nishab dan haul wajib dizakati.
Sedangkan yang menjadi objek pajak, sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang tersebut berbunyi:
“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia, maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau dperoleh termasuk gaji, upah,
245
Zakat dan Pajak Fikih Kontemporer
246
Zakat dan Pajak Fikih Kontemporer
249
Zakat dan Pajak Fikih Kontemporer
251
Zakat dan Pajak Fikih Kontemporer
255
Zakat Produktif Fikih Kontemporer
257
Zakat Produktif Fikih Kontemporer
259
Zakat Produktif Fikih Kontemporer
260
Zakat Produktif Fikih Kontemporer
261
Zakat Produktif Fikih Kontemporer
263
Zakat Produktif Fikih Kontemporer
atas Rp. 200.000 per kapita per bulan, maka jumlahnya mencapai
18,7%. Apabila dikurangi dengan berbagai kriteria, maka rata-rata
yang wajib dizakati dari harta (maal) adalah 20 dinar emas murni
(1 dinar = 4,25 gram) atau setara 85 gram emas. Jika harga emas
Rp.102.200 per gram, maka zakat dapat dihitung dari sektor ini
setiap tahun adalah 2,5% x 85 x 102.200 x 30.000.000 =
6.515.250.000.000 (Enam triliun lima ratus lima milyar dua ratus
lima puluh juta).10
Dari perhitungan tersebut di atas, apalagi dengan
perhitungan emas akhir-akhir ini sudah di atas Rp. 300.000 per
gram nampak bahwa potensi dana yang dapat dihimpun lewat
zakat sangatlah besar. Meskipun hasil perkiraan perhitungannya
berbeda-beda, namun secara umum dapat dikatakan bahwa dana
yang dihimpun dari masyarakat muslim Indonesia lewat
kewajiban membayar zakat bisa mencapai rata-rata Rp. 5 triliun
per tahun. Dana sebesar itu tentu saja sangat potensial untuk
dikembangkan dan didayagunakan untuk menyantuni kaum
miskin dengan mengupayakan dan mengembangkan berbagai
usaha-usaha produktif.
Zakat memang bisa secara langsung disalurkan secara
personal, namun zakat akan memiliki implikasi yang jauh lebih
baik bila dikelola oleh lembaga publik, baik yang didirikan oleh
pemerintah maupun kelompok masyarakat. Mohammad Daud
Ali11 dalam tulisannya menyebutkan ada empat keuntungan, bila
zakat dikelola oleh negara.(1) para muzakki lebih disiplin dalam
265
Zakat Produktif Fikih Kontemporer
zakat fitrah (Rp. 6,2 triliun) dan sisanya zakat harta Rp. 13,1
triliun. Salah satu temuan menarik dari hasil penelitian tersebut
adalah bahwa 61 persen zakat fitrah dan 93 persen zakat maal
diberikan langsung kepada penerima. Penerima zakat fitrah dan
zakat maal sebesar (70 persen) adalah masjid-masjid. Badan amil
zakat (BAZ) pemerintah hanya mendapatkan 5 persen zakat fitrah
dan 3 persen zakat maal, serta lembaga amil zakat (LAZ) swasta
hanya 4 persen zakat maal.
Ketiga, zakat mempunyai potensi untuk turut membantu
pencapaian sasaran pembangunan nasional. Dana zakat yang
sangat besar sebenarnya cukup berpotensi untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat jika disalurkan secara terprogram dalam
rencana pembangunan nasional. Dalam priode tertentu, suatu
negara membuat rencana pembangunan di berbagai bidang
sekaligus perencanaan anggarannya. Potensi zakat yang cukup
besar dan sasaran distribusi zakat yang jelas seharusnya dapat
sejalan dengan rencana pembangunan nasional tersebut.
Keempat, agar dana zakat dapat disalurkan secara tepat,
efisien dan efektif sehingga mencapai tujuan zakat itu sendiri
seperti meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pengumpulan dan
pendistribusian zakat yang terpisah-pisah, baik disalurkan sendiri
maupun melalui berbagai charity membuat misi zakat agak
tersendat. Harus diakui bahwa berbagai lembaga charity telah
berbuat banyak dalam pengumpulan dan pendistribusian dana
zakat dan telah banyak hasil yang dapat dipetik. Namun, hasil itu
dapat ditingkatkan kalau pengumpulan dan pengelolaannya itu
dilakukan oleh negara melalui perangkat-perangkatnya.
Kelima, memberikan kontrol kepada pengelola negara.
Salah satu penyakit yang masih menggerogoti keuangan Indonesia
dan negara-negara Muslim lainnya adalah korupsi atau
penyalahgunaan keuangan negara. Padahal, sebagian besar
pengelola negara ini mengaku beragama Islam. Penyalahgunaan
ini antara lain disebabkan oleh lemahnya iman menghadapi
267
Zakat Produktif Fikih Kontemporer
270
BAB 18
PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI
PENDAYAGUNAAN ZAKAT
272
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
kepada fakir miskin yang telah didelegasikan oleh Allah Swt. Oleh
karena itu zakat otomatis menjadi hak milik fakir miskin.
Walaupun melaksanakan kewajiban membayar zakat
merupakan sesuatu yang bertentangan dengan naluri manusia
yang pada umumnya mencintai harta benda, namun secara
kultural, kewajiban berzakat telah mengakar kuat dalam tradisi
kehidupan umat Islam. Wajar jika selama ini zakat menjadi satu
kekuatan tersendiri bagi umat Islam untuk bersatu,
bersilaturrahmi dan saling menolong.
Dalam hal ini, zakat tidak dimaksudkan untuk
memiskinkan orang kaya dan tidak pula melecehkan jerih payah
mereka. Sebab, zakat hanya diambil dari sebagian kecil harta
orang yang berkelebihan dan disalurkan kepada mereka yang
kekurangan, dengan beberapa kriteria tertentu dari harta yang
wajib dizakati. Jadi tidak akan ditemukan orang yang menjadi
miskin akibat membayar zakat.
Dari sini, zakat merupakan mekanisme keagamaan yang
berintikan semangat pemerataan pendapatan. Sehingga secara
ideal, zakat bisa dikembangkan menjadi instrumen keagamaan
yang berpotensi mempengaruhi aktivitas perekonomian
masyarakat. Oleh karena itulah dikatakan bahwa zakat di samping
berfungsi sosial, juga berperan untuk menumbuhkan dan
mengembangkan ekonomi masyarakat.
Karena itu, zakat tidak saja mengandung makna teologis,
yaitu kepatuhan individu kepada Tuhan, ataupun sosial ekonomi,
distribusi kekayaan terhadap orang-orang miskin. Tetapi zakat
bisa dimaknai secara politik strategis sebagai instrumen jangka
panjang untuk memelihara kelangsungan hidup suatu bangsa.
Dengan kata lain, selain membersihkan jiwa dan harta, zakat juga
merupakan alat pemerataan yang ampuh dalam kehidupan
ekonomi masyarakat.
273
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
2 Ibid., hal. 62
274
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
B. Persoalan Kemiskinan.
Kemiskinan bukanlah datang begitu saja, tetapi
disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga
kemiskinan menimpa pada diri seseorang atau sekelompok orang.
Jadi kemiskinan bukanlah sesuatu yang terwujud dengan
sendirinya yang terlepas dari aspek-aspek lain, tetapi kemiskinan
itu terwujud sebagai hasil interaksi antara berbagai aspek yang ada
dalam kehidupan manusia. Yang menyangkut aspek sosial seperti
perbedaan suku bangsa, ras, kelamin, dan usia yang bersumber
dari corak sistem pelapisan sosial yang ada dalam masyarakat.
Sedangkan yang dimaksud dengan aspek ekonomis ialah adanya
ketidak samaan diantara sesama warga masyarakat dalam hak dan
kewajibannya yang berkenaan dengan pendistribusian sumber-
sumber daya ekonomi. Akibat ketidak sesuaian sosial dan
ekonomi dalam suatu masyarakat menyebabkan terjadinya
kemiskinan pada masyarakat tersebut.
Kebanyakan orang menghubungkan kemiskinan dengan
masalah kependudukan dan menganggap ledakan jumlah
penduduk sebagai penyebab utama kemiskinan, kebodohan dan
keterbelakangan. Pendapat ini bersumber dari Robert Melthus yang
pada tahun 1798 mengungkapkan bahwa “kesentosaan manusia
senantiasa diganggu oleh kenyataan pertumbuhan populasi
(menurut deret ukur) yang lebih cepat dari pada pertumbuhan
pangan/makanan yang tumbuh menurut deret hitung”3. Dengan
275
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
276
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
277
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
278
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
279
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
ialah aspek yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri, bisa
berupa pandangan hidup yang sederhana, lemahnya semangat
kewiraswastaan, dan ketidak mampuan untuk mengembangkan
potensi diri.
Sedangkan kemiskinan Struktural yaitu kemiskinan yang
disebabkan oleh sistem yang ada, bisa berupa kebijakan
pemerintah yang diskriminatif, krisis ekonomi yang belum pulih
sehingga kesulitan mendapatkan pekerjaan, mengembangkan
usaha dan sebagainya. Artinya sistem atau kebijakan yang berlaku
tidak atau kurang memberdayakan masyarakat untuk dapat
meningkatkan kondisi ekonominya. Jadi kemiskinan ini terjadi
akibat kebijakan negara, ekspansi bisnis swasta dan diamnya
masyarakat. Misalnya kebijakan impor buah-buahan dan beras
telah menghancurkan ekonomi rakyat.
Dari pengelompokkan kemiskinan secara kultural dan
struktural tersebut diatas, dengan sendirinya menimbulkan dua
kelompok ditengah-tengah masyarakat. Kelompok pertama terdiri
atas mereka yang memiliki faham keagamaan yang sempit dan
berorientasi keakhiratan saja dan mereka yang tidak memiliki
pendidikan dan keterampilan yang memadai. Pengentasan
kemiskinan terhadap kelompok ini harus melalui proses
pembinaan sumber daya manusia. Mereka dilatih dengan berbagai
usaha dan keterampilan.
Kelompok kedua terdiri atas mereka yang mempunyai
potensi, tetapi tidak mendapat kesempatan yang memadai.
Sistem, kebijakan atau pelaksanaannya tidak memberi kesempatan
yang memadai kepada mereka. Pengentasan kemiskinan terhadap
kelompok ini memerlukan evaluasi terhadap sistem, kebijakan
dan pelaksanaannya, untuk selanjutnya melakukan reformasi yang
terencana.
280
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
C. Kemiskinan di Indonesia.
Krisis moneter yang menimpa Indonesia sejak akhir tahun
1997 mengakibatkan jumlah penduduk miskin meningkat. Bila
sebelum terjadi krisis moneter angka pertumbuhan ekonomi
Indonesia mencapai rata-rata 7%, maka setelah tahun 1997 jatuh
ke angka minus 13%. Hal ini berakibat pada meluasnya gejala dan
kualitas kemiskinan. Bila dua dekade menjelang tahun 1996
(sebelum krisis), penduduk miskin Indonesia berkurang drastis,
yaitu dari 54,2 juta pada tahun 1976, menjadi 22,5 juta pada tahun
1996, namun krisis ekonomi pada tahun 1997 meningkatkan
angka kemiskinan tersebut (22,5 juta) menjadi 36 juta pada akhir
tahun 1998. Sejak krisis tersebut angka kemiskinan mengalami
fluktuasi, dari 38,7 juta pada tahun 2000 menjadi 35,1 juta pada
tahun 2005, dan pada tahun 2006 menjadi 39,3 juta4. Sementara
pada akhir Maret 2007 angka kemiskinan mengalami penurunan,
menjadi 37,17 juta. Itu berarti angka kemiskinan sebesar 16,58%
dari total penduduk yang berjumlah 224,177 juta, yang masih
terlalu besar bagi suatu negara kaya sumber daya alam seperti
Indonesia.
Menurut BPS, hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan
jumlah penduduk Indonesia mencapai 238 juta, meningkat tajam
dibandingkan dengan satu dekade lalu yang ”hanya” 205 juta.
Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi memicu
kekhawatiran banyak pihak karena berdampak serius secara sosial,
ekonomi, dan politik5.
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2010 mencapai
31,02 juta orang atau 13,33 persen. Berkurang 1,51 juta orang jika
283
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
284
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
285
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
286
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
287
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
juta jiwa.
288
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
289
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
290
Pengentasan Kemiskinan melalui Pendayagunaan Zakat
291
DAFTAR PUSTAKA
293
Fuad Muhammad Fakhruddin, 1985. Riba dalam Bank, Koperasi,
dan Asuransi, Al-Ma‟arif, Bandung
Happy Susanto, 2007. Nikah Siri Apa Untungnya?, Visi Media,
Jakarta.
Harun Nasution, 1984, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, UI
Press, Jakarta.
Hassan Shadily et all. 1984. Ensiklopedi Indonesia 5, Ichtiar Baru
Van Hoeve, Jakarta
Hasbi Ash-Shiddieqy. T.M. 1975, Fiqh Islam Mempunyai Daya
Elastis, Lengkap, Bulat dan Tuntas, Bulan Bintang, Jakarta
--------------, 1977. 2002 Mutiara Hadits, Jilid V, Bulan Bintang,
Jakarta
“Hasil Komisi C Keputusan Dewan Pimpinan MUI No.Kep-
163/MUI/III/1990” dalam Zakat dan Pajak, Cetakan
Kedua, PT Bina Rena Pariwara, Jakarta, 1991
Hendi Suhendi, 2008. Fiqh Muamalah, RajaGrafindo Persada,
Jakarta
Humris, Edith, Dr. W. 1996. “Berbagai Dimensi Problematika
Remaja Usia Nikah” dalam Dr.H.Dadang Hawari (ed),
Persiapan Menuju Perkawinan yang Lestari, Cetakan Keempat,
Pustaka Antara, Jakarta
Husayn, Thaha, t.t. Fi Syi’r al-Jahili, Dar al-Ma‟arif, Tunisia
Huzaimah Tahido Yanggo, Prof. Dr. Hj. MA. 2005. Masail
Fiqhiyah Kajian Hukum Islam Kontemporer, Angkasa, Bandung
Ismail Nawawi, Prof. Dr. H. MPA., M.SI. 2009. Ekonomi
Kelembagaan Syari’ah dalam Pusaran Perekonomian Global Sebuah
Tuntutan dan Realitas, CV Putra Media Nusantara, Surabaya
Isnawati Rais, DR., MA. 2006. Hukum Perkawinan Dalam Islam,
Badan Litbang dan Diklat Dep. Agama, Jakarta
Kamal Muchtar, 1994, “Nikah Siri di Indonesia”, Al-Jami’ah, No.
56
Katsir,Ibnu,t.t.Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Jilid 1, al-Maktabah al-
Taufiqiyah, ttp.
Klitgard, Robert, 1998. Membasmi Korupsi, Yayasan Obor, Jakarta
294
Mahmudi, “Ekstremis di Tengah Kita”, Majalah Adil, No. 21, 26
Juli - 8 Agustus 2007
Mahjuddin, Drs.H.M.Pd.I. 2008. Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus
yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Cetakan Ketujuh,
Kalam Mulia, Jakarta
Ma‟mur Daud, 1993, Terjemah Hadis Shahih Muslim, Cetakan
ketiga, Widjaya, Jakarta, 1993
Masdar F. Mas‟udi. 1991. Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak)
dalam Islam, P3M, Jakarta
Masrukin, 2006. “Tuntutan Penerapan Syariat Islam Kelompok-
Kelompok Islam Radikal di Surakarta” dalam Dialog, Jurnal
Penelitian dan Kajian Keagamaan, No. 62 Tahun XXIX,
Desember, Badan Litbang dan Diklat Dep. Agama, Jakarta
Mukhtar Hadi, 2007.“Zakat dan Pengentasan Kemiskinan” dalam
Akademika, Jurnal Sosial Budaya dan Pemikiran Islam, Vo. 12
No. 02, Juli, P3M STAIN Metro
Mughniyah, Muhammad Jawad, 1999. Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-
Khamsah, Terjemahan oleh Masykur AB, Afif Muhammad,
Idrus Al-Kaff, Cetakan keempat, Lentera, Jakarta
Muhammad Abduh, t.t. Tafsir Al-Manar, Juz IV, Dar-Al-Fikr,
Mesir
--------------.1993. Al-A’mal al-Kamilah lil imam al-Syeikh Muhammad
Abduh, (ed) Muhammad „Imarah, Dar al-Syuruk, Kairo
Muhammad Al-Bahy, 1978. Al-Islam wa Tijah Al-Mar’ah Al-
Mu’ashirah, Maktabah Wahbah, Mesir
M. Iqbal Ambara, 2009. Problematika Zakat dan Pajak di Indonesia,
Sketsa, t.tp.
Muhammad Jamal, Ahmad, t.th. Muftarayah ‘Ala Al-Islam, Dar al-
Fikri, Mesir
Muhsin Mahfudz, 2008. “Kesalehan dan Radikalisme Agama
dalam Konteks Indonesia” dalam Generasi Baru Peneliti
Muslim Indonesia: Mencari Ilmu di Australia, Kumpulan
Makalah Dosen PTAI Peserta Program PTRII 2004-2006,
Australia-Indonesia Institute, Kingston, Australia
295
Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud, 1995. Lembaga-Lembaga
Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Moh. Irfan, Drs.H. SH.M.Pd., dkk., 2002. Kajian Fikih Sosial..,
Proyek Peningkatan Pondok Pesantren Departemen Agama
bekerjasama dengan Indonesian Institute for Civil Society,
Jakarta
Moh. Zuhri, Drs. H. Dipl.TAFL dkk, 1992, Tarjamah Sunan At-
Tirmidzi, Jilid 2, Asy-Syifa, Semarang
Nabil Kazhim, Muhammad. 2009. Kaifa Takhaththith Masyruu’
Zawaj Naajih, Diterjemahkan oleh Nashirul Haq, Lc dengan
judul “Panduan Pernikahan Ideal”, Irsyad Baitus Salam,
Bandung
Nuruddin Muhammad Ali, 2007 ”Zakat sebagai Instrumen dalam
Kebijakan Fiskal” dalam Harmoni, Jurnal Multikultural dan
Multireligius, Volume VI, Nomor 22, April-Juni, Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, Dep.Agama, Jakarta
Nusron Wahid, 2003. Gerakan Mahasiswa dan Godaan Politik:
Problematika Transisi Demokrasi di Indonesia, Pustaka Salemba,
Jakarta
O.Hashem, 2009. Benarkah Aisyah Menikah dengan Rasulullah Saw.
di Usia Dini?, Mizania, Bandung
Olibier Carre, 1993. L’Islam Laique ou le retour ‘a la Grande Tradition,
Armand Collin, Paris
Qardhawi, Yusuf. 1996. Hukum Zakat, Terjemahan, Litera
Antarnusa, Jakarta
--------------, 1997. Fiqih Daulah dalam Perspektif Al-Qur’an dan
Sunnah, Cetakan II, Pustaka Al-Kausar, Jakarta
--------------, 1982. Halal dan Haram dalam Islam, Alih Bahasa H.
Mu‟ammal Hamidy, PT Bina Ilmu, Surabaya
--------------, 2009. Fatwa-Fatwa Kontemporer, Terjemah oleh Drs.
As‟ad Yasin, Jilid 2, Cetakan keenam, Gema Insani, Jakarta
Qutub, Sayyid. 1984. al-‘Adalah wa al-Ijtima’iyah fi al-Islam,
diterjemahkan oleh Afif Muhammad dengan judul Keadilan
Sosial dalam Islam, Pustaka, Bandung
296
Rahman, Fazlur, 1996. Tema pokok Al-Qur’an, Pustaka, Bandung
Rachmat Syafei, Prof. Dr. H. MA. 2001. Fiqh Muamalah, Cetakan
ke-4, Penerbit Pustaka Setia, Bandung
Sabiq, Sayid. 1983. Fiqih Al-Sunnah, Juz II, Dar El-Fikry, Libanon
--------------, 1988. Fiqih Sunnah, Alih Bahasa Oleh H. Kamaluddin
A. Marzuki, Cetakan 2, Jilid 13, PT Al Ma‟arif, Bandung
Schoorl, JW, 1980 ,Modernisasi, Pengantar Sosiologi Pembangunan
Negara-negara sedang Berkembang, Gramedia, Jakarta
Setiawan Budi Utomo, Dr. 2003. Fiqih Aktual Jawaban Tuntas
Masalah Kontemporer, Gema Insani Press, Jakarta
Sidi Gazalba. Drs. 1975. Menghadapi Soal-soal Perkawinan, Antara,
Jakarta
Soekedy, 2003. Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara di
Tengah Gurita, Mapeksi, Jakarta
Sunardi, SH.MH.dkk., 2005. Republik Kaum Tikus, EDSA
Mahkota, Jakarta
Syaltut, Mahmud.1996. Islam ‘Aqidah wa Syari’ah, Cet.III Dar- al-
Qalam, Mesir
Totok Jumantoro, Drs. MA dan Drs. Samsul Munir Amin M.Ag.
Kamus Ilmu Ushul Fikih, Amzah, Jakarta
Undang-Undang RI Tentang Perkawinan, Edisi 2008, CV Tamita
Utama, Jakarta
Undang-Undang Perpajakan, Edisi Terlengkap 2009, Citra Media
Wacana, t.k.
Yasin, Najman, 1997. al-Islam wa al-Jins fi al- Qarn al-Awwal al-Hijri,
Dar „Atiyyah, Beirut
Zainuddin Fananie, dkk., 2002. Radikalisme Keagamaan dan
Perubahan Sosial, Muhammadiyah University Press dan Asia
Foundation, Surakarta
Zainuddin Hamidy. H. dkk. 1983, Terjemah Hadits Shahih Bukhari,
Jilid IV, Cetakan kedua, Widjaya, Jakarta
Zaenuddin Mansyur, 2007, “Konsep Ekonomi Islam dalam
Konsep Maqashid Al-Syari’ah Al-Syatibi”, dalam Istinbath,
297
Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam Nomor 2 Volume 4,
Juni 2007, Fakultas Syari‟ah IAIN Mataram.
Zahri Hamid, 1975. Pokok Hukum Perkawinan dan Undang-Undang
Perkawinan di Indonesia, Bima Cipta, Jakarta
Zaki Fuad, 2004, “Filosofi Perpajakan dalam Perspektif Islam”,
dalam Juris, Jurnal Ilmiah Syari‟ah, Volume III Nomor 2,
Desember, STAIN Batusangkar
Zakiah Daradjat, Dr. dkk. 2000. Ilmu Pendidikan Islam, Cetakan
Keempat, Bumi Aksara, Jakarta, 2000
Dialog Jum‟at, Tabloid Republika, 11 Agustus 2006
Majalah Panji Masyarakat, No.333, 21 Agustus 1981
Majalah Tempo, Nomor 3915, Edisi 7-13 Juni 2010
Majalah As-Sunnah, Edisi 08/Tahun XI/1428 H./2007 M.
MingguanSuara Islam, Edisi 57, tanggal 19 Desember 2008
Mingguan Suara Islam, Edisi 62, tanggal 6-20 Maret 2009
Harian Kompas, tanggal 12 Feruari 2010
http://sukolaras.wordpress.com/2009/04/05/
http://id.wikipedia.org/wiki
http://www.blogger.com/profile/1112067059986948222
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080529055
111AAsooRd
http://www.fathurin-zen.com/?p=85
http://www.halalguide.info/content/view/104/55/
http://www.kpai.go.id/content/view/112/1/
http://hukumkriminal.infogue.com/
http://etd.eprints.ums.ac.id/957/1/I000040030.pdf
298
BIOGRAFI PENULIS
==============
299