Anda di halaman 1dari 53

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM

NOMOR 2768 TAHUN 2019


TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI
RAUDHATUL ATHFAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM,

Menimbang a. bahwa untuk mewujudkan mewujudkan


pendidikan yang berkeadilan pada Raudhatul
Athfal diperlukan pedoman Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif di Raudhatul Athfal;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan
Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam
tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif di Raudhatul Athfal;

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang


Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan
Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 3670);
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan
Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 3886);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan
Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 5606) ;
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4301);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 45, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5670);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010
tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5105)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5157);
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 60
Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia Dini
Holistik Integratif (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 146);
8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70
Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi
Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki
Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
9. Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013
Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 66 Tahun
2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah;
10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional
Pendidikan Anak Usia Dini;
11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013
Pendidikan Anak Usia Dini;
12. Peraturan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Agama;
13. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 792 Tahun 2018 tentang Pedoman
Implementasi Kurikulum Raudhatul Athfal;
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN


ISLAM TENTANG PETUNJUK TEKNIS
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI
RAUDHATUL ATHFAL.

KESATU Menetapkan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan


Pendidikan Inklusif di Raudhatul Athfal sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari keputusan ini.

KEDUA Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif


di Raudhatul Athfal sebagaimana dimaksud dalam
DIKTUM KESATU sebagai pedoman penyelenggaraan
pembelajaran ditingkat satuan pendidikan Raudhatul
Athfal.

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Mei 2019

DIREKTUR JENDERAL
PENDIDIKAN ISLAM,

Ttd

KAMARUDDIN AMIN
- 1-

LAMPIRAN I
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM
NOMOR 2768 TAHUN 2018
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
INKLUSIF DI RAUDHATUL ATHFAL

PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI


RAUDHATUL ATHFAL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam undang-undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-
undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab
III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai
kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Penjelasan ini
menunjukkan bahwa setiap anak dengan keunikannya termasuk anak
dengan berkebutuhan khusus berhak memperoleh kesempatan yang
sama dengan anak seusiany a dalam mendapatkan layanan
pendidikan.
Pendidikan inklusif diawali dengan proses Deteksi Dini. Tumbuh
Kembang (DDTK) untuk mengidentifikasi jenis anak berkebutuhan
khusus dan menentukan intervensi sesuai kebutuhan anak.
Sebagai upaya untuk mengakomodir pendidikan anak usia dini
berkebutuhan khusus diperlukan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif di RA.

B. Tujuan
Petunjuk teknis ini bertujuan untuk memberikan panduan operasional
penyelenggaraan pendidikan inklusif di RA.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penyelenggaraan pendidikan inklusif di RA
adalah :
1. Hakekat pendidikan Inklusif di RA
2. Perencanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif di RA
2

3. Strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di RA


inklusif
4. Penilaian dan laporan perkembangan.

D. Sasaran
Sasaran petunjuk teknis penyelenggaraan pendidikan inklusif ini
adalah Pengelola, Pelaksana, Penyelenggara dan Pemangku
Kepentingan lainnya.
- 3-

BAB II
KONSEP PENDIDIKAN INKLUSIF

A. Pengertian Pendidikan Inklusif


Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menjamin
kesamaan dan kesetaraan bagi anak termasuk Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) untuk mengikuti pendidikan secara bersama-sama
dengan suatu layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak
didik tersebut.
Pendidikan inklusif rnerupakan sistem layanan pendidikan
yang mempersyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus
dilayani di lembaga pendidikan terdekat, di kelas reguler bersama-
sama dengan anak seusianya yang mendapat dukungan dari semua
pihak, yaitu para anak didik, pendidik, orang tua dan masyarakat
sekitar.
B. Manfaat Pendidikan Inklusif di RA
Pendidikan inklusif dimulai sejak anak usia dini untuk dapat
mendeteksi dan memberikan intervensi tumbuh kembang anak
sedini mungkin.
Manfaat yang didapat dari pendidikan inklusif di RA yaitu:
1. Manfaat bagi anak didik yang berkebutuhan khusus adalah
mendapatkan haknya yang sama dalam memperoleh pendidikan
dini sebagaimana anak sebaya dan membangun kepercayaan
diri di lingkungan sosialnya.
2. Manfaat bagi anak didik lainnya adalah membangun empati dan
mendapatkan pengalaman keberagaman sebagai bagian dari
Ciptaan Allah SWT
3. Manfaat bagi tenaga pendidik adalah meningkatkan kompetensi
dalam melayani anak berkebutuhan khusus.
4. Manfaat bagi orangtua adalah dapat membangun rasa empati
dan kepedulian.
5. Manfaat bagi masyarakat adalah membangun kesadaran untuk
bersama-sama memiliki kepedulian terhadap anak
berkebutuhan khusus.
- 4-

C. Model-Model Kelas Pendidikan Inklusif


Pada dasarnya pendidikan inklusif memiliki beberapa model-
model kelas, antara lain yaitu:
1. Kelas inklusif penuh
Model pendidikan inklusif ini, adalah menyertakan anak didik
berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dalam kelas
reguler selama proses pembelajaran.
2. Kelas inklusif parsial
Model pendidikan inklusif ini, adalah mengikutsertakan anak
didik berkebutuhan khusus dalam sebagian proses belajar yang
berlangsung di kelas reguler.
3. Kelas reguler dengan cluster dan pull out
Model pendidikan inklusif ini, adalah Anak berkebutuhan khusus
bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok
khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas
reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan Pendidik
pembimbing khusus.
4. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
Model pendidikan inklusif ini, adalah Anak berkebutuhan khusus
di dalam kelas khusus pada RA, namun dalam bidang-bidang
tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas
reguler.
5. Kelas khusus penuh
Model pendidikan inklusif ini, adalah penanganan Anak
Berkebutuhan Khusus di dalam kelas khusus pada RA. Dengan
demikian, pendidikan inklusif tidak mengharuskan semua anak
berkebutuhan khusus berada di kelas reguler setiap saat dengan
semua mata pelajarannya (inklusi penuh), karena gradasi
kekhususannya cukup berat. Bila tidak memungkinkan di RA
dapat disalurkan ke Sekolah Kusus.
Penetapan model kelas yang diterapkan pada setiap anak
berkebutuhan khusus tergantung kepada jenis kategori
kekhususan yang dimiliki oleh anak tersebut, berdasarkan hasil
asesmen awal yang dilakukan.
- 5-

D. Model-model kurikulum pendidikan inklusif


Pada dasarnya pendidikan inklusif memiliki beberapa model
kurikulum, antara lain yaitu:
1. Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang
mengikutsertakan anak didik berkebutuhan khusus untuk
mengikuti kurikulum reguler sama seperti anak lainnya di dalam
kelas yang sama.
2. Model kurikulum modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi
oleh pendidik pada strategi pembelajaran, jenis penilaian,
maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu
pada kebutuhan anak didik berkebutuhan khusus. Model
kurikulum ini diterapkan untuk anak didik yang memiliki
kemampuan kognitif di bawah perkembangan kemampuan
kognitif anak seusianya namun mampu di didik sehingga
membutuhkan modifikasi dari kurikulum reguler yang berlaku.
3. Model kurikulum Program Pendidikan Individual (PPI), yaitu
kurikulum yang dipersiapkan oleh pendidik yang dikembangkan
bersama tim pengembang yang melibatkan pendidik, orang tua,
dan tenaga ahli lain yang terkait seperti psikolog, dokter tumbuh
kembang, terapis dan lain-lain. Kurikulum Program Pendidikan
Individual (PPI) ini merupakan karakteristik paling khas dari
pendidikan inklusif.

E. Landasan Pendidikan Inklusif


1. Landasan Normatif
Landasan normatif pendidikan inklusif RA yang dapat
digunakan sebagai dasar yaitu: Al-Quran, Surat Abasa Ayat 1 -
16, yang artinya :
"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena
telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali
ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia (ingin)
mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat
kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka
kamu melayaninya. Padahal tidak ada (alasan) atasmu kalau dia
tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang
kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran).
sedangkan ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya.
Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan
itu adalah suatu perirtgatan, maka barang siapa yang
menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, di dalam kitab-kitab
-6-

yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para


penulis (malaikat), yang mulia lagi berbakti".

2. Landasan Filosofis
Landasan filosofis pendidikan inklusif di Indonesia adalah
Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang
didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut
Bhineka Tunggal Ika.

3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis pendidikan inklusif adalah; Deklarasi
Salamanca (UNESCO, 1994) oleh para mentri pendidikan sedunia.
Deklarasi ini sebenarnya penegasan kembali atas Deklarasi PBB
tentang HAM tahun 1948 dan berbagai deklarasi lanjutan yang
berujung pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang
kesempatan yang sama bagi individu berkelainan memperoleh
pendidikan sebagai bagian integral dari system pendidikan yang
ada.
Di Indonesia, manajemen pendidikan inklusif dijamin oleh:
(1) Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 31, (2) Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
1991, tentang Sistem Pendidikan Nasional, (3) Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 32, tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa
penyelenggaraan pendidikan untuk anak didik berkelainan atau
memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif
atau berupa sekolah khusus, dan (4) Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaari Nomor 002/u/ 1986 pasal 1 ayat 1
bahwa pendidikan terpadu adalah model penyelenggaraan
program pendidikan bagi anak cacat yang diselenggarakan
bersama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan
menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan
yang bersangkutan.
- 7-

BAB III
PROSEDUR PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
RAUDHATUL ATHFAL (RA)

A. Komponen Perencanaan Penyelenggaraan Inklusif RA


Dalam menyusun perencanaan penyelenggaraan pendidikan
inklusif RA perlu diperhatikan komponen besar di bawah ini, yaitu:
1. Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di awal tahun
ajaran menerapkan Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK)
melalui identifikasi dan asesmen awal;
2. Sarana dan prasarana RA disesuaikan dengan kebutuhan anak
didik berkebutuhan khusus;
3. Alokasi dana untuk pelaksanaan pendidikan inklusif dimasukkan
dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) RA;
4. Menyiapkan tim pelaksana program pendidikan inklusif yang
terdiri dari guru kelas, guru pendamping khusus di kelas, guru
pendidikan khusus dan terapis, kepala RA, orang tua anak didik,
para ahli yang terkait (psikolog, dokter tumbuh kembang dan yang
lainnya);
5. Menyiapkan model kurikulum dan Program Pembelaj aran
Individual (PPI);
6. Melakukan penilaian dan pelaporan perkembangan anak;
7. Melakukan sosialisasi tentang penyelenggaraan pendidikan
inklusif kepada orang tua dan masyarakat.
B. Menetapkan alur prosedur penatalaksanaan penyelenggaraan
pendidikan inklusif RA
Di bawah ini adalah skema pelaksanaan identifikasi, asesmen, dan
pengembangan program pembelajaran inklusif :
-8-

Gambar 1
Alur prosedur penyelenggaraan pendidikan inklusif RA

Identifikasi/

DDTK

------- •-\
Anak didik Anak didik
Berkebutuhan NMI Regular
khusus

Asesmen

Profil Potensi

Program Pembelajaran Individual


(PPI)

Adaptasi Program Keterapian (Fisioterapi,


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Okupasi terapi, Speech terapi, dll

Penilaian dan Laporan Perkembangan

Penjelasan alur bagan dan prosedurnya :


1. Identifikasi
Identifikasi merupakan proses awal deteksi dini pada tumbuh
kembang anak. Sasaran dari kegiatan identifikasi adalah anak
didik baru dan juga anak didik yang sudah melaksanakan
pembelajaran. Identifikasi dapat dilakukan pada saat proses
Penerimaan Anak Didik Baru, atau pada awal proses Kegiatan
Belajar Mengajar.
Pelaksanaan identifikasi dilakukan dengan cara :
a. Pengamatan (observasi);
b. Pelaksanaan menggunakan prosedur Deteksi Dini Tumbuh
Kembang (DDTK);
-9-

c. Wawancara (interview) pada anak, pendampingnya, dan


orangtuanya;
d. Melampirkan dokumen penyerta anak didik, yakni dokumen
yang berupa hasil pemeriksaan psikolog, surat keterangan
dokter, psikiater, atau profesional lainnya.
Dalam pelaksanaan identifikasi menggunakan alat berupa
prosedur DDTK, lembar cek list atau panduan pengamatan,
panduan wawancara atau angket. (Contoh form terlampir)
Adapun yang melakukan identifikasi adalah :
a. Kepala
b. Guru kelas
c. Guru pembimbing khusus
d. Orang tua
e. Pendamping anak
f. Tenaga profesional (dokter, psikiater, psikolog, pekerja sosial,
dan terapis) apabila dibutuhkan

2. Asesmen
Asesmen adalah kegiatan untuk mendapatkan informasi
mengenai kelebihan, kekurangan, dan kebutuhan anak didik
dengan berbagai metode dan tehnik terkait dengan proses
pembelajaran.
Manfaat asesmen adalah:
a. Penentuan potensi dan metode intervensi
b. Perencanaan pembelajaran
c. Penilaian dan pelaporan kemajuan anak didik
d. Sebagai bahan untuk penyusunan penilaian dan evaluasi
program.
Sasaran kegiatan asesmen adalah anak didik
berkebutuhan khusus yang akan masuk ke RA dan anak didik
di RA yang terindikasi mengalami hambatan perkembangan.
Aspek asesmen yang dinilai meliputi:
a. Faktor kemampuan bahasa (bahasa reseptif dan bahasa
ekspresif serta kemampuan wicara)
- 10 -

b. Faktor kemampuan berinteraksi sosial (kemampuan


bersosialisasi dengan lingkungan)
c. Faktor kemampuan konsentrasi dan perhatian
d. Faktor kemampuan koordinasi visual motorik (motorik kasar
dan motorik halus)
e. Faktor akademik, sekurang-kurangnya meliputi 3 aspek
yaitu kemampuan membaca, menulis, dan berhitung.
f. Faktor kemandirian.
g. Faktor kesehatan.
h. Faktor sosial emosi.
i. Faktor keluarga.
Beberapa teknik asesmen berupa:
a. Tes formal, dilakukan oleh para professional menggunakan
alat yang sudah baku dan pelaksanaannya harus mengikuti
satu struktur kegiatan tertentu. Contohnya untuk
mengetahui ketajaman penglihatan menggunakan snellen
chart, untuk mengetahui ketajaman pendengaran
menggunakan audio metri, dan untuk mengetahui
kecerdasan menggunakan tes intelegensi anak usia dini
(WPPSI).
b. Tes non formal, dilakukan oleh orang yang terlatih dengan
menggunakan serangkaian alat asesmen yang tidak baku.
Contohnya instrumen yang dibuat oleh guru atau guru
pembimbing pendidikan khusus (terapis) sebagai pedoman
observasi, pedoman wawancara, dan pedoman analisis.
Siapa yang melakukan asesmen:
a. Guru pendidikan khusus
b. Guru kelas
c. Tenaga profesional terkait seperti Psikolog, Dokter, tim
keterapian (Fisioterapi, Speech terapi, okupasi terapi,
behaviour terapi, orthopedagogig terapi (guru pendidikan
khusus) dan lainnya.
(Contoh lembar asesmen terlampir)
Hasil identifikasi dan asesmen akan dipergunakan sebagai
dasar dari pengembangan profil anak didik.
3. Profil Anal( Didik
Profil anak didik merupakan gambaran potensi anak didik
yang masih dapat dikembangkan.
(Contoh profil anak didik terlampiran)

4. Modifikasi Kurikulum

Pembuatan kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus


adalah dengan cara melakukan modifikasi rencana program
pembelajaran (RPP) atau Rencana Program Pembelajaran Harian
(RPPH) yang disebut Program Pembelajaran Individual (PPI) yang
didalamnya mencakup program keterapian bagi anak didik yang
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak didik.
- 12 -

BAB IV
STRATEGI PEMBELAJARAN ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS DI RA

A. Anak dengan Hambatan Pendengaran (Tunarungu)


1. Definisi
Anak didik dengan hambatan pemrosesan informasi bahasa
melalui pendengaran, keseluruhan atau sebagian sehingga masih
dapat menggunakan alat bantu dengar atau implan.
2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dapat dilakukan: :
a. Mengatur posisi tempat duduk anak didik dapat mendengar
optimal dan menghindari ga.ngguan;
b. Bagi yang menggunakan alat bantu dengar, diingatkan untuk
membawa baterai cadangan ke sekolah;
c. Usahakan mengulang pernyataan dan pertanyaan apabila anak
didik nampak tidak mengerti;
d. Penekanan ucapan agar jelas bagi seluruh anak didik;
B. Anak dengan Hambatan Penglihatan (Tunanetra)
1. Definisi

Anak didik dengan hambatan penglihatan sebagian atau


keseluruhan dan dapat menggunakan alat-alat bantu penglihatan.
2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dapat dilakukan:
a. Untuk tahap pertama, anak didik diajak berkeliling kelas,
pastikan dia mengenal susunan peralatan kelas yang dasar;
b. Senantiasa menginformasikan yang terjadi disekitar kelas atau
sekolah;
c. Memotivasi anak agar mandiri dalam beraktifitas dan berikan
pemahaman terhadap kendala yang diaalami;
d. Penggunaan alat bantu pembelajaran.
C. Anak dengan Hambatan Berbahasa dan Berbicara
1. Definisi
Kelainan berbicara dan berbahasa umumnya terjadi pada anak-
anak, pendidik diharapkan dapat mengenali segera anak didik yang
membutuhkan penanganan khusus (terapi wicara).
- 13-

Ada beberapa kelainan berbicara dan berbahasa yang secara umum


dijumpai, diantaranya: kelainan artikulasi, gagap, hambatan
kelancaran berucap, dan bicara terlalu cepat.
2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dapat dilakukan:
a. Berikan contoh berbicara yang baik;
b. Mengajak anak berbicara dan berkomunikasi;
c. Memotivasi anak agar percaya diri. Berilah penghargaan atas
usaha anak berkomunikasi atau berbicara dengann anak didik
lain. Berikan waktu yang cukup bagi untuk memformulasikan
jawaban dari pertanyaan dengan tidak terburu-buru;
d. Ciptakan lingkungan bicara yang baik, suasana kelas yang
rileks untuk membantu anak;
e. Membina kerjasama yang baik dengan para ahli, orangtua;
f. Memberikan saran rujukan terapi wicara untuk dapat
meningkatkan kemampuan bicara yang dimilikinya.
D.Anak dengan Kelainan Fisik (Tunadaksa)
1. Definisi
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang
menetap pada anggota gerak [tulang, sendi, otot, dll). Mereka
mengalami hambatan gerak yang berpengaruh terhadap interaksinya
dengan lingkungan sosialnya.
Ciri-ciri anak tunadaksa diantaranya sebagai berikut:
a. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam;
b. Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak
sempurna/ukuranya yang tidak biasa;
c. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/ tidak
terkendali, bergetar;
2. Kebutuhan kelas bagi anak didik berkelainan fisik
Anak didik dengan kelainan fisik tidak selalu memerlukan
kurikulum yang berbeda dengan anak didik lainnya. Sebagian besar
dari mereka mempunyai kemampuan kognisi yang berfungsi baik di
kelas seperti teman-teman seusianya.
- 14-

3. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dapat dilakukan:
a. Pembiasaan untuk belajar kelompok.
Ada beberapa teknik pengelompokan anak didik yang dapat
digunakan untuk membantu keberhasilan anak didik berkelainan
fisik, diantaranya:
1) Pengelompokan fleksibel adalah suatu teknik
pengelompokkan dimana anak didik dengan dan tanpa
kelainan dikelompokkan untuk bekerjasama dalam
pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran tertentu, antara 2-
10 orang anak. Pembelajaran yang dapat dilakukan, antara
lain: seni, keterampilan atau aktivitas lainnya yang
menjadikan individu yang berbeda memberikan sumbangan
bagi keberhasilan kelompok.
2) Pengelompokkan kerjasama adalah pembentukan kelompok
kecil dari anak didik yang memiliki kemampuan dan keahlian
yang berbeda. Kelompok ini terdiri dari empat atau lima orang
anak didik. Setiap kelompok dibentuk berdasarkan minat
atau persahabatan. Tiap anggota kelompok saling membantu
dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran.
pengelompokan dapat memberikan kepuasan pembelajaran
bagi anak didik, selain itu juga akan dapat memererat
persahabatan diantara anak didik. Penelitian menunjukkan
bahwa pengelompokan kerjasama mampu menghasilkan
hubungan yang lebih kuat diantara Anak didik dan
pencapaian akademis yang lebih tinggi.
b. Pengajaran kemandirian, dan kepercayaan diri;
c. Program keterapian yang sesuai dengan kelainan fisik yang
dimiliki agar dapat mengembangkan potensi fisik yang masih ada.

E. Anak dengan Keterbelakangan Mental (Tunagrahita)


1. Definisi
Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded
adalah:
- 15-

a. Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah


berdasarkan tes intelegensi baku;
b. Kekurangan dalam perilaku adaptif;
c. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa
konsepsi hingga usia 18 tahun.
2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dapat dilakukan:
a. Menempatkan posisi duduk anak didik pada tempat yang
paling mudah bagi pendidik untuk memberi perhatian dan
bantuan;
b. Memberi pelayanan secara individual di luar jam pelajaran
pada umumnya;
c. Untuk anak tunagrahita sedang dan berat seharusnya
didampingi pendidik pendamping khusus (satu murid satu
pendidik);
d. Memberikan terapi edukasi, terapi sensory integrasi dan
terapi wicara apabila mengalami gangguan bicara, sehingga
dapat meningkatkan kemampuan pemahamannya dan
menstimulasi perkembangan syaraf sensory integrasi yang
dimiliki oleh anak.
F. Anak dengan gangguan emosional dan perilaku
1. Definisi
Gangguan perilaku adalah gangguan yang ditandai dengan pola
tingkah laku sosial, agresif atau menentang yang berulang dan
menetap. Perilaku ini pada puncaknya berupa pelanggaran norma
sosial yang terdapat pada anak seusianya dan bersifat menetap.
Berikut karakteristik yang muncul dalam periode tertentu dan
berpengaruh pada kehidupan sehari-hari seorang anak seperti:
a. Ketidak mampuan untuk belajar yang tidak dapat dijelaskan
dari faktor intelektual, sensori maupun kesehatan;
b. Ketidakmampuan untuk mempertahankan atau membangun
hubungan yang menyenangkan dengan teman sebaya atau
dengan orang dewasa di sekitarnya;
c. Berperilaku tipikal atau memiliki perasaan yang tidak sesuai
walau dalam situasi yang normal;
- 16-

d. Kecenderungan untuk memunculkan simtom/gejala fisik atau


ketakutan-ketakutan yang dikaitkan dengan seseorang atau
sekolah.

Penyebab terjadinya gangguan emosional adalah:


• Faktor biologis, proses pengiriman informasi pada sistem
saraf;
• Faktor psikososial, seperti stres yang berkepanjangan,
kejadian hidup yang menekan, perlakuan salah pada masa
kecil, faktor keluarga/pengasuhan.

2. Strategi pembelajaran
Strategi yang dapat dilakukan :
a. Mengantisipasi dan melakukan pencegahan terhadap pemicu
munculnya gangguan emosi dan perilaku pada anak didik
b. Menggunakan pendekatan yang fleksibel (tidak kaku dan
keras) kepada anak didik untuk mengontrol emosional dan
tingkah lakunya
c. Menjaga rutinitas pembelajaran dengan konsisten dan
pembiasaan agar anak terampil dalam problem solving dan
mengatasi konflik
d. Merencanakan dan mengimplementasikan reinforcement
(konsekwensi) secara individual dan memodifikasi lingkungan
dengan level yang sesuai dengan tingkat perilaku

G. Anak Autis (Autism)


1. Definisi
Berdasarkan arti kata, anak autis adalah anak yang asyik
dengan dunianya sendiri. Menurut Solek (2010), ada beberapa
gangguan yang biasanya ada pada anak autis, antara lain:
a. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non-
verbal :
1) Terlambat bicara atau tidak dapat berkomunikasi;
2) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang
lain yang sering disebut sebagai 'bahasa planet';
- 17-

3) Tidak mengerti dan tidak mengeluarkan kata-kata dalam


konteks yang sesua.i (Gangguan bahasa ekspresif dan
reseptif);
4) Bicara tidak digunakan untuk komunikasi;
5) Meniru/ membeo (ekolalia). Beberapa anak pandai
menirukan nyanyian, maupun kata-katanya, tanpa
mengerti artinya;
6) Kadang bicaranya monoton seperti robot/ Mimik datar.

b. Gangguan dalam bidang interaksi sosial


1) Menolak atau menghindar untuk bertatap mata
2) Tidak menoleh bila dipanggil. Karena hal ini, sering diduga
bahwa anak mengalami ketulian
3) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
4) Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang
lain
5) Bila ingin sesuatu, ia menarik tangan orang yang terdekat
dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu
untuknya
6) Bila didekati untuk bermain justru menjauh.
c. Gangguan dalam bermain
Umumnya ia seperti tidak mengerti cara bermain. Bermain
sangat monoton, stereotipik. Bila sudah senang dengan satu
mainan tidak rnau mainan yang lain dan cara bermainnya
juga aneh. Yang paling sering adalah keterpakuan pada roda
atau sesuatu yang berputar.
d. Gangguan dalam bidang perasaan/emosi
1) Tidak ada atau kurang rasa empati, misalnya melihat
anak menangis ia tidak merasa kasihan tetapi justru
merasa terganggu dan anak yang sedang menangis
tersebut mungkin akan didatangi dan dipukulinya.
2) Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa
sebab yang nyata
3) Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum),
terutama bila tidak mendapatkan yang diinginkannya, ia
- 18 -

bahkan bisa menjadi agresif (menyerang) dan destruktif


(merusak) .
e. Gangguan dalam persepsi sensoris
1) Mencium-cium atau menjilati benda apa saja
2) Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
3) Tidak menyukai rabaan atau pelukan. Bila digendong
cenderung merosot untuk melepaskan diri.
4) Merasa sangat tidak nyaman bila memakai pakaian dari
bahan tertentu.

Berbagai gangguan di atas tidak harus semuanya dimiliki/


ada didalam seorang anak autis, sifatnya sangat individualistik
(tidal( sama antara penderita satu dengan yang lain). Identifikasi
autis seharusnya tidak dilakukan oleh sembarang orang tetapi
harus dilakukan oleh pihak yang benar-benar ahli dalam bidang
autisme, hal ini agar menghindari kesalahan identifikasi.
2. Strategi pembelajaran
Penanganan anak autis dalam setting pendidikan inklusif
sangatlah rumit (kasuistik), hal ini disebabkan karena banyaknya
(keragaman) gangguan perkembangan yang dimiliki oleh anak
autis. Untuk itu diperlukan adanya asesmen yang dilakukan
oleh ahli guna menentukan kategori kekhususan yang dimiliki,
sebagai dasar pembuatan program dan penanganan selanjutnya
yang dibutuhkan anak tersebut dan untuk menentukan apakah
anak autis ini membutuhkan pendamping atau tidak.

H. Anak Berkesulitan Belajar Spesifik (ABBS)


1. Definisi
Kesulitan belajar spesifik (specific learning disability) berarti
suatu gangguan pada satu atau lebih proses psikis dasar yang
meliputi pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan atau tulisan,
yang dapat diwujudkan dengan kemampuan yang tidak sempurna
dalam mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis,
mengeja atau melakukan perhitungan matematis.
- 19 -

2. Masalah dan strategi pembelajaran


Anak didik berkesulitan belajar khusus mempunyai
permasalahan yang berbeda-beda antar individu satu dengan
yang lain. Secara garis besar ada beberapa permasalahan
mereka, antara lain: masalah perhatian dan aktifitas, masalah
daya ingat, masalah kognitif, dan masalah sosial emosi.
Permasalahan-permasalahan tersebut perlu mendapat dan
penanganan sedini mungkin, terutama ketika berada di RA.
Berikut ini Strategi penanganan Anak didik berkebutuhan
khusus:
a. ABBS dengan masalah perhatian
Beberapa strateginya adalah sebagai berikut:
1) Memperlambat laju kegiatan belajar/ bermain;
2) Senantiasa libatkan anak dalam pembelajaran dengan
berbagai strategi, misalnya lebih sering memberi
pertanyaan kepada sang anak pada saat bermain;
3) Gunakan perangkat pendukung visual seperti gambar
atau bagan dalam kegiatan belajar/ bermain seperti di
bawah ini:

c=1 a
Gambar 2 Bagan kegiatan makan

4) Pengaturan posisi duduk anak dikelas;


5) Mengutamakan penilaian proses pada tiap aktivitas
anak, bukan pada hasilnya;
- 20 -

6) Memberikan terapi behavior dan terapi edukasi untuk


dapat meningkatkan rentang fokus perhatian yang
dimilikinya.
b. ABBS dengan masalah daya ingat
1) Perbolehkan menggunakan alat bantu (jam digital, jadwal
harian, poster dll). Anak didik yang mempunyai masalah
daya ingat sebaiknya diminimalisir dalam penggunaan
ingatan mereka untuk tugas-tugas yang tidak perlu.
Penggunaan alat bantu bukan hanya sebagai penolong
ingatan mereka, namun juga sebagai alat pembelajaran;
2) Ajarkan selalu untuk berlatih mengulang dan mengingat.
3) Memberikan jadwal remedial untuk anak untuk
mengulang materi akademik yang diberikan di RA;
4) Memberikan terapi edukasi untuk dapat meningkatkan
konsentrasi perhatian dan meningkatkan daya ingat yang
dimiliki.

c. ABBS dengan masalah kognisi


1) Materi pembelajaran disampaikan dalam sajian yang
sederhana;
2) Tempatkan anak didik dalam konteks pembelajaran yang
"tidak pernah gagal". Mereka biasanya memiliki perasaan
kegagalan (sense of falling) dalam berbagai hal yang coba
mereka lakukan. Memutuskan rantai kegagalan;
3) Selalu memberi motivasi pada mereka untuk tidak
menyerah;
4) Memberikan terapi edukasi dan behavior untuk dapat
meningkatkan kemarnpuan pemahaman dan
meningkatkan konsentrasi perhatian yang dimiliki.

d. ABBS dengan masalah sosial dan emosional


1) Buat sistem penghargaan kelas untuk hal-hal yang
berkaitan dengan masalah sosial dan emosional,
misalnya penghargaan untuk anak yang memberi
bantuan kepada temannya, dan lain-lain;
- 21 -

2) Sebagian anak didik berkesulitan belajar khusus ini


tidak memiliki kesadaran yang jelas pada sikapnya
sendiri serta dampaknya pada orang lain. Berbicara
terbuka dan penuh perhatian kepada anak mengenai
sikap mereka juga dapat menjadi langkah penting dalam
kepercayaan diantara mereka;
3) Mengajarkan sikap positif. Membangun kemampuan
dalam berhubungan dengan orang lain, agar mereka
menjadi lebih sadar terhadap sikapnya dan mendapat
pemahaman yang lebih baik tentang interaksi dengan
orang lain;
4) Melatih pengendalian emosi yang dimiliki, sehingga
dapat menempatkan diri dalam bersikap di dalam
lingkungan kelas maupun lingkungan sosial.

I. Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)


1. Definisi dan Karakteristik
Solek (2010) ADHD merupakan gangguan perkembangan
yang diturunkan secara genetik dikarenakan adanya gangguan
pada gen transporter dopamin dan gen reseptor dopamin di otak.
Hal ini terjadi pada 3-5% anak usia sekolah dengan tingkat
kecerdasan normal atau di atas normal.
Anak dengan ADHD dapat memperlihatkan gejala inatensi,
hiperaktifitas dan implusivitas. Inatensi dapat berupa keluhan
susah konsentrasi, mudah sekali teralih perhatiannya, sering lupa
akan barang-barang pribadinya dan bahkan lupa pada tugas-tugas
yang harus dikerjakannya. Hiperaktifitas pada anak ADHD dapat
terlihat dalam berbagai bentuk. Anak tampak tidak bisa tenang dan
selalu ingin bergerak. Bila sedang berjalan anak sering menabrak
benda-benda di sekitarnya sehingga seringkali, dengan perilakunya
yang seperti itu, akan menyebabkan barang-barang yang berada di
dekat anak berjatuhan. Impulsivitas artinya anak mudah
terpancing ketika ada rangsangan, langsung bereaksi pada segala
rangsangan yang ada. Bentuk implusivitas lainnya dapat berupa
anak sering melakukan interupsi, "acting without thinking", dalam
- 22 -

bermain cenderung melakukan hal-hal yang mengundang bahaya,


tidak bisa berbagi atau bertoleransi, tidak bisa antri, dan jahil.
Dampak dari perilaku anak ADHD di sekolah yang mungkin
dapat terjadi adalah anak tidak memperhatikan tugas pelajaran
yang diberikan pendidik, dan kalaupun mengerjakan tugas maka
tugas yang dikerjakan itu sering tidak selesai. Anak tidak bisa
mengikuti aturan-aturan di kelas, tidak tertib, tidak sopan,
mengganggu teman dan balikan pendidiknya, sering mendapatkan
hukuman dan sering melawan. Dampak bagi individu ADHD itu
sendiri yaitu adanya gangguan emosi, rasa rendah diri, dan pada
saat dewasa akan tampak memiliki kepribadian yang "sulit".
Anak ADHD apabila tidak mendapat penanganan yang sesuai
akan membuat potensi sang anak tertutup oleh perilaku
hiperaktifnya, bahkan di kemudian hari anak dapat berkembang
mengarah kepada perilaku kriminal seperti mengutil, mencuri,
mencoba-coba narkoba, merusak barang milik orang lain, dan dan
lain sebagainya.

2. Strategi Bantuan di Kelas


Strategi pembelajaran yang dapat dilakukan :
1. Strategi untuk menangani perilaku kurang perhatian
(inattentif)
1) Usahakan anak duduk di dekat pendidik
2) Berikan instruksi yang jelas, baik lisan maupun tulisan
atau gambar.
3) Berikan tugas dalam unit-unit yang kecil
4) Minta bantuan dari dari pendidik pendamping khusus jika
mengahadapi kasus ADHD yang berat
5) Memberikan terapi perilaku, terapi edukasi dan terapi
wicara sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak
untuk dapat meningkatkan konsentrasi perhatian,
kemampuan pemahaman dan juga meningkatkan
kemampuan bicaranya dengan lebih baik lagi.
2. Strategi untuk menangani perilaku hyperaktif
5) Beni kesempatan jeda untuk anak, misalnya dengan
peregangan;
- 23 -

6) Salurkan enegri anak kepada hal yang is minati, misalnya


menyalurkan energinya dengan bermain bola;
7) Beni posisi duduk yang memungkinkan anak untuk berdiri
selama pelajaran tanpa mengganggu Anak didik lain,
misalnya posisi duduk di dekat dinding, bukan di tengah
ruangan;
8) Manfaatkan energi anak, misalnya dengan meminta
bantuan untuk membersihkan papan tulis, mengambil alat
peraga, dll;
9) Jika memungkinkan dalam setiap pelajaran ada unsur
pergerakan tubuh dan interaksi antar Anak didik atau
Anak didik dengan Pendidik;
10) Beni anak dua pilihan kursi, hal ini dilakukan untuk
memudahkan anak berpindah dari satu kursi ke kursi yang
satunya tanpa perlu mengganggu temannya;
11) Memberikan behavior theraphy atau terapi perilaku
agar dapat mengurangimhiperaktifitas yang dimiliki dan
meningkatkan fokus perhatian yang dimilikinya.
3. Strategi untuk menangani perilaku impulsif
1) Beni pujian dan penguatan untuk perilaku yang positif;
2) Berikan aturan yang jelas bagi anak ketika dia di kelas;
3) Berikan konsekuensi yang jelas dan sesuaiserta konsisten
pada setiap aturan yang telah diberikan.
Dengan diberikannya strategi belajar yang tepat sesuai dengan
kekhususannya, maka diharapkan anak berkebutuhan khusus
dapat mengoptimalkan kemampuannya dengan sebaik mungkin.

J. Anak dengan Cerdas Istimewa dan Bakat istimewa (CIBI)


1. Definisi
Definisi federal amerika mengatakan bahwa anak didik
berbakat adalah mereka yang dapat membuktikan kemampuan
prestasi tinggi dalam berbagai bidang seperti intelektual,
kreativitas, artistik, kapasistas kepemimpinan, atau bidang
akademik tertentu; dan yang memerlukan pelayanan serta
aktivitas khusus yang biasanya tidak diberikan sekolah dalam
- 24 -

rangka mengembangkan kemampuan mereka. (Education


Consolidation and Improvement Act, 1981).
Di RA anak-anak berbakat sering tidak menunjukkan
prestasi yang menonjol. Sebaliknya justru menunjukkan
perilaku yang kurang menyenangkan, misalnya: mudah bosan,
terlalu cepat menyelesaikan tugas. Yang menjadi minat dan
perhatiannya kadang-kadang justru hal-hal yang tidak diajarkan
di kelas. Perkembangan pikirannya jauh lebih cepat daripada
motoriknya.
2. Strategi pembelajaran
Strategi pembeajatran yang dapt dilakukan, diantaranya:
a. Ciptakan pembelajaran yang menumbuhkan rasa penasaran
dan rasa tertantang bagi anak CIBI.
b. Biasakan anak untuk melakukan koreksi sebelum
mengumpulkan tugasnya
-25-

BAB V
PENILAIAN DAN LAPORAN PERKEMBANGAN

A. Pengertian Penilaian
Penilaian perkembangan anak merupakan suatu proses yang
sistematis, berkala serta berkesinambungan untuk mengumpulkan
data, melakukan analisis, melakukan pendokumentasian serta
mengambil keputusan dan membuat laporan mengenai
perkembangan anak.
Penilaian dilakukan untuk mengukur capaian kegiatan belajar
anak. Sehingga dapat memantau proses dan kemajuan belajar anak
secara berkesinambungan. Berdasarkan penilaian tersebut,
pendidik dan orang tua anak dapat memperoleh informasi tentang
capaian perkembangan yang menggambarkan sikap, pengetahuan,
dan keterampilan yang dimiliki anak setelah melakukan kegiatan
belajar.
Bentuknya berupa kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Aspek penilaian meliputi proses dan hasil. Penilaian
proses dan hasil kegiatan belajar inklusi RA adalah suatu proses
mengumpulkan dan mengkaji berbagai informasi secara sistematis,
terukur, berkelanjutan, serta menyeluruh tentang pertumbuhan
dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak selama kurun
waktu tertentu.

B. Tujuan Penilaian
Penilaian pembelajaran inklusif di RA memiliki tujuan :
I. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan yang telah
dicapai oleh anak usia dini termasuk anak berkebutuhan
khusus;
2. Menjadi dasar untuk memperbaiki program pembelajaran sesuai
dengan kebutuhan anak didik;
3. Untuk melaporkan perkembangan anak kepada orangtua
maupun kepada pihak-pihak terkait setelah proses
pembelajaran.
-26-

C. Fungsi Penilaian
Penilaian memiliki beberapa fungsi seperti di bawah ini :
1. Memberikan umpan balik kepada guru untuk memperbaiki
kegiatan belajar mengajar;
2. Memberikan referensi guru untuk membimbing perkembangan
anak didk balk fisik maupun psikis sehingga dapat berkembang
secara optimal;
3. Memberikan referensi guru untuk melakukan kegiatan
bimbingan terhadap anak didik yang memerlukan perhatian
khusus;
4. Memberikan referensi guru untuk menempatkan anak didik
dalam kegiatan sesuai dengan minat dan kebutuhannya;
5. Memberikan informasi kepada orangtua tentang ketercapaian
pertumbuhan dan perkembangan anak didik;
6. Memberikan informasi bagi orangtua untuk menyesuaikan
pendidikan keluarga dengan proses pembelajaran RA;
7. Memberikan referensi bagi pihak lain yang memerlukan dalam
memberikan pembinaan selajutnya terhadap anak didik.

D. Prosedur Pelaksanaan Penilaian


Penilaian dilakukan oleh guru setiap hari, dengan
memperhatikan seluruh aspek perkembangan anak dan capaian
kompetensi dasar. Dari penilaian harian, dilakukan rekapitulasi dan
analisis hasil penilaian dalam rentang mingguan, bulanan, kemudian
semester. Hasil penilaian perkembangan anak dalam satu semester
kemudian dilaporkan kepada orangtua, balk secara lisan maupun
tertulis.
Sebelum dilakukan penilaian harian, perlu dilaksanakan
screening awal (ketika anak baru masuk), sehingga dapat diketahui
perkembangan selama anak berada di satuan RA. Oleh karena itu,
guru perlu menguasai deteksi dini tumbuh kembang anak.
Oleh karena itu, langkah awal penilaian dapat dilakukan
dengan menyusun dan menyepakati tahap, teknik, dan instrumen
penilaian serta menetapkan indikator capaian perkembangan anak.
Setelah itu, melakukan proses penilaian sesuai dengan tahap, teknis
dan instrumen penilaian, lalu mendokumentasikan penilaian proses
dan hasil belajar anak secara akuntabel dan transparan, kemudian
- 27 -

melaporkan capaian perkembangan anak kepada orangtua.


Dengan demikian, secara skematis, prosedur penilaian
perkembangan anak, khususnya pada anak berkebutuhan khusus,
dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3
Prosedur Penilaian Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus

IDENTIFIKASI DAN PENILAIAN


STIPA
PERKEMBANGAN
ASESMEN
ANAK

Gunakan tingkat Lakukan penilaian


Teknik pencapaian
1.DDTK perkembangan anak
perkembangan
2.Identifikasi dan asesmen
anak sesuai hasil dari waktu ke waktu
assesmen berdasarkan capaian
anak itu sendiri

Hasil
1.Gambaran pertumbuhan
2. Gambaranperkembangan
3. Profil ABK

E. Teknik Penilaian
Penilaian pada umumnya dilakukan dengan pengamatan atau
observasi. Hasil pengamatan kemudian dicatat dengan menggunakan
berbagai teknik, antara lain :
1. Catatan anekdot
Catatan anekdot merupakan catatan penting dan bermakna
tentang perkembangan anak. Catatan anekdot memungkinkan
memberikan deskripsi perkembangan penting yang kompetensi
dasarnya tidak terdapat dalam perencanaan harian. Catatan
anekdot bisa beru.pa tulisan atau rekaman. Dalam catatan
tersebut secara khusus dituliskan identitas anak, waktu, lokasi
dan peristiwa.
2. Catatan basil karya
Catatan hasil karya merupakan catatan tentang hasil karya
anak, baik yang berupa proses maupun hasil. Catatan tersebut
- 28 -

memberikan gambaran perkembangan hasil karya anak dari


waktu ke waktu.
3. Sistem pendokumentasian
Sistem pendokumentasian menggunakan portofolio. Sumber
data bisa dari guru, tenaga administrasi (data hasil
pemeriksaan/rekam medis), terapis (tempat anak berkebutuhan
khusus melakukan terapi), anak dan orangtua (kondisi yang ada di
rumah). Dengan demikian, terdapat pelibatan banyak pihak,
terutama orangtua.

Portofolio berisi capaian (hasil belajar), pertumbuhan


dan perkembangan anak. Portofolio dibagi
berdasarkan

1 Perkembangan anak

2 Keterampilan

3 Kemajuan capaian harian

Hal-hal yang didokurnentasikan dalam portofolio bisa


berupa detail tentang anak yang berkebutuhan khusus,
antara lain
1 Contoh hasil karya anak yang diseleksi oleh guru
atau oleh
Anak
2 Hasil observasi guru (anekdotal dan rating scale)

3 Catatan hasil evaluasi diri yang dilaporkan oleh


guru
4 Catatan kemajuan anak

5 Logbooks

6 Observasi orangtua

7 Rangkuman hasil pertemuan orangtua dan guru

8 Komunikasi orangtua dengan guru, termasuk


percakapan dengan menggunakan media
komunikasi (email, whatsapp, telepon, dll),
percakapan informal, catatan, laporan

(Contoh Format Indikator Penilaian RA Inklusif terlampir )


- 29 -

F. Perencanaan Penilaian
Pelaksanaan penilaian perkembangan anak Inklusif di RA dapat
dilakukan kedalam tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan
dan tindak lanjut.
Dalam merencanakan penilaian guru terlebih dahulu:
1) Menentukan tujuan penilaian;
Tujuan penilaian disesuaikan dengan tahapan, tugas dan
indikator perkembangan anak di setiap rentangan usia, baik
anak berkebutuhan khusus maupun anak pada umumnya.
2) Menetapkan ruang lingkup yang akan dinilai, mencakup;
Program pembiasaan yang meliputi moral dan nilai-nilai agama
serta sosial, emosional, dan kemandirian; Program
pengembangan kemampuan dasar yang meliputi berbahasa,
kognitif, fisik/motorik, dan seni.
3) Menentukan sasaran. penilaian;
Sasaran ditetapkan sesuai dengan perkembangan anak yang
akan di nilai, dikategorikan antara:

a. 0 - 1 Tahun, dan 1 - 2 Tahun

b. 2 - 4 Tahun, dan 4-6 Tahun

4) Penentuan Metode dan Teknik Penilaian;


Pendidik hendaknya mempertimbangkan pemilihan jenis metode
dan teknik yang akan digunakan dalam penilaian yang dapat
disesuaikan dengan tujuan, waktu, dan kemampuan guru
dalam menilai, dan kemampuan anak didik yang akan dinilai
terutama pada ABK.

5) Penentuan cara menginterpretasikan;


Pendidik hendaknya dapat menginterpretasikan hasil penilaian
didasarkan pada kriteria yang telah dirumuskan untuk
mendapatkan data aktual. Oleh karena itu, dalam
mengintepretasikan data penilaian dilakukan per aspek
perkembangan anak yangdiperoleh dengan berbagai teknik
penilaian yang telah ditetapkan.

6) Penentuan cara melaporkan.


Setelah penilaian selesai dilakukan, guru hendaknya
melaporkan hasil penilaiandengan menentukan waktu
pelaporan, sasaran pelaporan dan format pelaporan yang akan
digunakan.
- 30 -

G. Pelaksanaan Penilaian Inklusif Di RA

Pelaksanaan penilaian perkembangan anak dilakukan secara


terus menerus, berkelanjutan serta diarahkan untuk proses dan
hasil, baik pada anak berkebutuhan khusus maupun anak pada
umumnya dengan cara sebagai berikut:

1. Guru hendaknya mencatat dan mengumpulkan informasi yang


berhubungan dengan perkembangan kemampuan anak
berkebutuhan khusus maupun anak pada umumnya untuk di
jadikan data.

2. Tujuan penilaian perkembangan anak mengacu pada tingkat


pencapaian perkembangan anak yang telah ditetapkan,
sedangkan untuk ABK tingkat pencapaiannya berdasarkan dari
kemampuan anak tersebut.

3. Penilaian pada anak berkebutuhan khusus hendaknya


disesuaikan dengan hambatan belajar dan hambatan
perkembangan yang dialami oleh masing-masing anak tanpa
harus memberikan beban tugas.

4. Penilaian pada ABK di disesuaikan dengan kemampuan,


kebutuhan dan situasi kondisi anak.

5. Penilaian disesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan ABK. Yaitu,

guru hendaknya memberikan penambahan waktu dalam


mengerjakan tes atau tugas lain yang berhubungan dengan
penilaian hasil belajar sesuai dengan jenis ABK yang dideritanya.

Contoh 1: Anak didik tunanetra memerlukan waktu lebih


lama dalam mengerjakan ujian/ tes, baik dibacakan oleh
orang lain maupun dengan membaca sendiri dengan
menggunakan huruf Braille, oleh karena itu dalam
pelaksanaan penilaiandiperlukan penambahan waktu.

Contoh 2: Anak didik tunadaksa yang mempunyai kelainan


motorik tangan akan memerlu-kan waktu yang lebih lama
ketika menuliskan jawaban sebuah tes. Penyesuaian waktu
dapat terjadi pada ABK lainnya sesuai dengan kebutuhan
masing-masing.

6. Penilaian dilakukan dengan menyesuaikan cara


- 31 -

Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK


memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, maka guru
hendaknya melakukan penilaian dengan memodifikasi cara.

Contoh 1: Anak berkebutuhan khusus yang mengalami


kesulitan motorik tangan, tidak dapat mengerjakan soal ujian
dengan cara tertulis, maka pelaksanaan test dapat dilakukan
dengan cara lisan atau menggunakan alat bantu tertentu
(augmentative).
Contoh 2 : Penilaian berbahasa atau berkomunikasi bagi
anak tunawicara, tentang keterampilan mendengarkan dapat
dikompensasikan dengan aspek keterampilan membaca.
Contoh 3 : Anak didik tunarungu tidak perlu dipaksa untuk
mengikuti test pada aspek keterampilan mendengar. Akan tetapi
gunakan berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat
Contoh 4 : Anak didik kesulitan belajar (learning disability)
biasanya memiliki kesulitan yang khas dalam bahasa atau
berhitung. Mereka mengalami kesulitan mengolah informasi logis
yang bersifat abstrak. Oleh karena itu penilaiannya tidak
dilakukan secara kelompok tetapi dilakukan secara individual.
Contoh 5: Anak didik hiperaktif sulit sekali memusatkan
perhatian pada satu objek atau peristiwa/kegiatan dan sangat
mudah terganggu oleh stimulus eksternal. Oleh karena itu
penilaianpada anak didik hiperaktif tidak mungkin dilakukan
secara kelompok, tetapi dilakukan secara individual.
Penyesuaian cara dapat teradi pada ABK lainnya sesuai
dengan kebutuhan masing-masing

7. Penilaian dilakukan dengan menyesuaikan materi


Penyesuaian materi adalah penyesuaian tingkat kesulitan
bahan dan penggunaan bahasa dalam butir soal yang dilakukan
guru dalam memberikan tes atau tugas lain yang berhubungan
dengan penilaianhasil belajar bagi ABK.

Contoh 1 : Anak didik autisme yang low function, mereka


sangat sulit untuk mengikuti pelajaran yang tingkat
kesulitannya sama seperti anak lainnya yang tidak punya
- 32 -

hambatan pada tingkat kelas yang sama. Oleh karena itu


tingkat kesulitan materi penilaiandisesuaikan dengan
kemampuan masing-masing anak didik.
Penyesuaian materi dapat terjadi pada ABK lainnya sesuai
dengan kebutuhan masing-masing.

8. Guru hendaknya memiliki kesabaran dalam melakukan penilaian,


karena ABK mungkin membutuhkan beberapa kali penjelasan
ketika melakukan test disbanding kan dengan anak pada
umumnya Dalam menyimpulkan keseluruhan hasil penilaian
guru hendaknya tetap melakukan komunikasi dengan pihak
keluarga, dokter, terapis ata.0 psikolog terkait dengan
perkembangan anak.

H. Pengolahan Data Dan Informasi Hasil Penilaian

Semua data dan informasi tentang anak yang telah terkumpul di


dalam portofolio perlu diolah untuk dianalisis. Lakukan pengolahan
secara berkala. Pengolahan bulanan perlu dilakukan agar guru dapat
melakukan penilaian bulanan. Hasil pengolahan bulanan dijadikan
acuan untuk melakukan penilaian semester.

Langkah-langkah dalam pengolahan data sebagai berikut :


1. Seluruh catatan skala capaian perkembangan harian
disatukan berdasarkan indikator dari kompetensi dasar yang
sama. Apabila dalam indikator yang sama dalam satu
kompetensi dasar terdapat perbedaan capaian, maka capaian
perkembangan yang tertinggi dijadikan capaian akhir.

2. Semua kemampuan anak dianalisis untuk mengetahui capaian


kemampuan anak, apakah anak tersebut berada pada
kemampuan BB (Belum Berkembang), MB (Mulai
Berkembang), BSH (Berkembang Sesuai Harapan), dan BSB
(Berkembang Sangat Baik). Untuk memudahkan menentukan
kemampuan anak sebaiknya guru merujuk pada rubrik
penilaian.

3. Kumpulkan semua data anak yang diperoleh data ceklist,

catatan anekdot, dan hasil karya untuk diolah.


- 33 -

4. Semua data yang telah diolah dapat dikumpulkan ke dalam satu


format sehingga mudah untuk dibaca hasil dari capaian
kemampuan anak pada tiap kompetensi dasar.

I. Pelaporan Perkembangan Anak

Pelaporan adalah kegiatan mengomunikasikan hasil penilaian


tentang tingkat pencapaian perkembangan anak baik secara psikis
maupun fisik yang dilakukan secara berkala oleh pendidik. Apabila
terdapat pertumbuhan dan perkembangan yang tidak biasa pendidik
dapat berkonsultasi ke ahli yang relevan.

Pelaporan hasil penilaian berupa de skripsi capaian


perkembangan anak, yang berisi tentang keistimewaan anak,
kemajuan dan keberhasilan anak dalam belajar, serta hal-hal
penting yang memerlukan perhatian dalam pengembangan diri anak
selanjutnya.

Hasil penilaian dalam bentuk laporan tertulis dapat disampaikan


kepada orangtua sekali dalam satu semester, namun demikian, apabila
hal-hal yang sangat mendesak dan penting untuk dilaporkan, maka
dapat segera dilakukan tanpa menunggu kurun waktu satu semester.

Laporan hasil penilaian perkembangan anak berkebutuhan khusus


dapat dilakukan secara:

1. Lisan

Laporan lisan dapat dilakukan kapan saja, sesuai dengan


kebutuhan, dan biasanya terkait dengan perkembangan penting
dan mendesak harus segera diketahui oleh orangtua. Beberapa
perkembangan yang disampaikan secara lisan antara lain :
a. Perkembangan penting yang karena sifat dan kebutuhannya
harus segera disampaikan kepada orangtua untuk
ditindaklanjuti.
b. Perkembangan penting tersebut sulit disampaikan secara
tertulis, misalnya karena sifatnya yang cukup kompleks
sehingga perlu penjelasan.
c. Perkembangan yang akan disampaikan bersifat "sensitif',
sehingga apabila disampaikan secara tertulis dapat
menimbulkan ketersinggungan pada orangtua atau pihak lain
- 34 -

d. Karakteristik orangtua yang tidak memungkinkan membaca


laporan perkembangan anak secara tertulis, misalnya karena
buta aksara, terlalu sibuk, kurang bisa memahami bahasa
tulis, dan sebagainya.
2 .Tertulis

Laporan tertulis biasanya dilakukan sekali dalam semester, dan


dalam bentuk deskriptif atau naratif. Hal-hal yang dilaporkan
terkait dengan capaian perkembangan setiap kompetensi dasar
menurut program pengembangan (nilai agama dan moral, fisik
motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional dan seni). Beberapa
hal penting yang perlu diperhatikan dalam penyampaian laporan
secara tertulis antara lain :
a. Penggunaan bahasa yang santun
b. Menyampaikan kekuatan dan keunggulan anak, sebagai
bentuk capaian kompetensi dasar pada setiap program
pengembangan
c. Apabila terdapat kompetensi dasar yang belum tercapai,
maka disampaikan dalam bentuk rekomendasi, yang bersifat
operasional dan dapat dilaksanakan oleh orangtua.
d. Penyampaian laporan tertulis hendaknya juga diikuti dengan
penyampaian secara lisan kepada orangtua
-35-

BAB VI
PENUTUP

Pendidikan inklusif dimulai pada masa kritis atau masa sensitif


sejak anak usia dini. Rangsangan yang diberikan pada usia dini yang
dapat meningkatkan seluruh aspek perkembangannya. Keterlambatan
atau pengabaian pemberian rangsangan pada saat usia dini akan
memberi dampak negatif bagi perkembangan anak.
Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan inklusif di lembaga RA
meliputi: penciptaan komunitas kelas yang hangat, menerima
keanekaragaman, menghargai perbedaan, perubahan pelaksanaan
kurikulum secara mendasar; penyiapan Pendidik untuk mengajar secara
interaktif; penyediaan dorongan bagi pendidik dan kelasnya secara terus
menerus dan meminimalisir hambatan, kemitraan dengan multidiplin
ilmu dan profesi serta pelibatan orang tua secara bermakna sejak proses
perencanaan.
Pendidik dalam setting kelas inklusif harus menguasai strategi-
strategi pengajaran yang sesuai dengan karakteristik/kekhususan anak
didiknya. Hal ini dikarenakan masing-masing Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) mempunyai karakteristik pembelajaran yang berbeda
antara individu yang satu dengan yang lain. Sehingga Buku Petunjuk
Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA ini diharapkan dapat
dijadikan sumber atau acuan dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan optimal.

DIREKTUR JENDERAL,
PENDIDIKAN ISLAM

Ttd

KAMARUDDIN AMIN
-36-

LAMPIRAN II
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM
NOMOR 2768 TAHUN 2018
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
INKLUSIF DI RAUDHATUL ATHFAL

CONTOH FORMAT DOKUMEN PENDUKUNG

Format 1 :

DATA PRIBADI SISWA RAHASIA

A. IDENTITAS SISWA

Nama Lengkap .•
Nama Panggilan .
Jenis Kelamin .-
Tempat /Tgl.Lahir .•
Agama .•
Suku Bangsa .•
Kewarganegaraan .•
Berat Badan .• tinggi badan :
Alamat Rumah -
Anak : ke dari bersaudara

Kegiatan di luar sekolah

JENIS TEMPAT HARI 86 JAM LAMANYA KETERANGAN


KURSUS/LES KEGIATAN (Bulan, Tahun) (Masih / Tidak)

Prestasi yang pernah dicapai oleh anak :

o Bidang seni • Kapan? juara?


o Bidang olah raga • Kapan? juara?
o Bidang pendidikan - Kapan? juara?
o Lain-lain • Kapan? juara?
o Tidak ada

B. IDENTITAS ORANG TUA

Ayah Ibu
Nama lengkap
Tempat/tgl. Lahir
Agama
Suku bangsa
- 37 -

Pernikahan ke...

Menikah tahun ....

Anak ke....dari.... dari dari

Pekerjaan

Jabatan

C. RIWAYAT KELAHIRAN

Keadaan ibu selama kehamilan

• Secara fisik — : ramal bermasalah, jelaskan

• Secara emosi — : rijmal bermasalah, jelaskan

Usia kandungan pada saat kelahiran • minggu


_
Proses kelahiran — . normal :1 operasi alatbantu

Ditolong oleh ❑ .• — dokter E bidan lainnya

Waktu lahir anak — : 1 langsunOmenangis tidak

Panjang lahir / Berat Lahir cm / kg

Minum ASI sampai usia •

D. RIWAYAT PERKEMBANGAN

Berapakah usia anak saat mampu :

a. Tengkurap : bulan

b. Duduk tanpa bantuan bulan


c. Merangkak : bulan

d. Berjalan sendiri : bulan

e. Mengatakan satu kata yang berarti : bulan


Sehari-hari anak diasuh

- Siang hari oleh:

- Malam hari oleh •

Bahasa pengantar dalam komunikasi di rumah •

Kondisi fisik anak

• Pernah jatuh tidal, ya, usia


- 38 -

• Pernah kejang tidak ❑ ya, usia

• Pernah dirawat ❑ tidak ya, usia ,karena

di RS

• Lain-lain Beri
jawaban YA bila pernyataan berikut menggambarkan keadaan ananda, dan beri jawaban
TIDAK bila pernyataan berikut tidak menggambarkan keadaan ananda

Sensitif terhadap stimulasi di lingkungan. Misalnya menolak sentuhan, tidak


tahan dengan

suara yang bising atau cahaya berlebih, amat sensitive dengan bebauan.

Mudah sekali teralih perhatiannya. Guru sering melaporkan bahwa di dalam kelas
ananda sulit

untuk duduk tenang di bangkuriya.

Ketika bermain mudah untuk beraksi berlebihan (misal bila tersenggol lalu marah,
marahnya

berlebihan, termasuk kalau sedang senang, reaksi senangnya berlebihan).

Tugas-tugas sekolah dikerjakan dengan lambat, bahkan sering tidak selesai.

Kesulitan dalam melakukan tugas yang membutuhkan ketrampilan motorik halus,


seperti menulis.

Penampilan terlihat canggung, sering tersandung atau kurang seimbang.

Seringkali terlibat perkelahian/gulat dengan teman.

Lambat dalam menguasai sebuah aktivitas/tugas.

Selalu bergerak (sulit diam).

Kesulitan dalam belajar tugas-tugas yang membutuhkan ketekunan. Mudah


untuk berganti-

ganti aktivitas (misal ketika bermain).

Kesulitan dalam membina pertemanan (terlalu agresif atau sebaliknya terlalu


pasif/ diam).

Suka terpaku pada satu tugas dan sulit untuk beralih pada tugas lain.

Kebingungan dalam membedakan bunyi-bunyi yang mirip, sering salah dalam


memahami instruksi.

Kesulitan dalam membaca, terutama membaca keras.

Kagok dalam mengucapkan kata-kata, tertukar artinya, bicara kurang jelas atau
gagap.
- 39 -

E. KEMAMPUAN BANTU DIRI

Makan ❑sendiri ❑ dibantu Mengancingkan baju ❑sendiri


❑dibantu

Berpakaian ❑sendiri ❑dibantu Memasang retsluiting


❑sendiri ❑dibantu

Mandi ID sendiri ❑dibantu Memakai sepatu


❑sendiri ❑dibantu

Go sok gigi ❑sendiri ❑dibantu Memakai popok sekali pakai ❑tidak


❑ya, saat ....

BAK ❑sendiri ❑dibantu Minum susu dengan botol


❑tidak ❑ya, saat

BAB ❑sendiri ❑dibantu Menyiapkan peralatan sekolah ❑sendiri


❑dibantu

F. PENYESUAIAN DIRI DAN SOSIALISASI

• Kegiatan yang dilakukan anak pada waktu luang:

• Kegiatan yang dilakukan anak pada waktu. luang :


❑ Bermain, jenis permainan :

❑ Menonton TV, jenis tontonan :

❑ Bermain computer, jenis permainan

❑ Lain-lain :

• Anak lebih sering bermain di :

❑ Di dalam rumah

❑ Di luar rumah

❑ Seimbang, baik di dalam rumah maupun di luar rumah

• Anak lebih sering bermain dengan :


❑ Anak sebaya

❑ Lebih muda dari usianya

❑ Lebih tua dari usianya

❑ Orang dewasa

• Kegiatan bermain dengan teman sebaya di lingkungan rumah:


❑ Rutin/ setiap hari

❑ Sesekali
- 40 -

❑ Tidak pernah

Saat anak berada dalam lingkungan baru, pada umumnya:

❑ Berinisiatif untuk memulai interaksi dan bergaul

❑ Melihat lebih dulu, barn kemudian berinisiatif untuk memulai interaksi

❑ Baru interaksi saat diminta

❑ Menolak berinteraksi

❑ Tidak tertarik dengan interaksi orang lain dan lebih senang sendiri

Saat anak merasa tidak nyaman dengan perbuatan orang lain, pada umumnya:

❑ Membalas perbuatan orang tersebut

❑ Mengalihkan kemarahan pada orang lain yang bukan pada tempatnya

❑ Diam saja

Saat anak menghadapi tugas baru, pada umumnya:

❑ Langsung berusaha mengerjakan

❑ Banyak bertanya saat awal mengerjakan tugas

❑ Harus melihat contoh lebih dahulu

❑ Harus melihat teman lain mengerjakan lebih dulu

❑ Harus ada pendamping untuk mengerjakannya

❑ Harus ada teman sebaya untuk mengerjakannya

❑ Mengerjakan dengan menggerutu atau mengeluh

❑ Menolak mengerjakan

❑ Tidak tertarik

Reaksi anak saat menghadapi kesulitan dengan tugas baru atau hal-hal yang
dilakukannya

Penyesuaian diri anak dengan aturan baru, pada umumnya:

❑ Langsung mentaati

❑ Mentaati hanya bila diberi penjelasan mengenai dampak negatifnya

❑ Mentaati hanya bila dijanjikan sesuatu

❑ Mentaati hanya bila menerima dampak negatifnya


- 41 -

G. MOTIVASI BELAJAR DAN BERSEKOLAH

• Apakah anak tertarik melakukan kegiatan membaca, menulis dan berhitung secara
terstruktur?

❑ Tidak

❑ Ya, dilakukan pada saat

• Waktu belajar di rumah

❑ Teratur dan rutin

❑ Sesuai kehendak anak

❑ Tidak ada

• Perasaan bersekolah pada umumnya:

❑ Senang, ditunjukkan dengan

❑ Tegang bila akan bersekolah, ditunjukkan dengan

❑ Tidak menyukai sekolah, ditunjukkan dengan

H. KONDISI EMOSI DAN PERILAKU

• Hal-hal apakah yang biasanya membuat anak merasa senang ?

• Bagaimanakah biasanya anak mengungkapkan perasaan senang tersebut ?

• Hal-hal apakah yang biasanya membuat anak merasa sedih?

• Bagaimanakah biasanya anak mengungkapkan perasaan sedih tersebut?

• Hal-hal apakah yang biasanya membuat anak merasa marah?

• Bagaimana biasanya anak mengungkapkan perasaan marah tersebut?

• Anak menunjukkan perilaku yang berbeda dengan anak sebayanya


❑ Tidak

❑ Kadang-kadang, (jelaskan)

❑ Ya, (jelaskan)

• Anak sulit memusatkan perhatian atau gelisah sehingga kegiatannya terganggu


❑ Tidak

❑ Kadang-kadang, (jelaskan)

❑ Ya, (jelaskan)

I. KELUHAN
- 42 -

• Keluhan orang tua terhadap anak di rumah :

• Keluhan guru terhadap anak di sekolah :

Pernahkah anak mengikuti kegiatan terapi :


❑ Tidak

❑ Pernah, karena

Jenis Terapi Tempat Usia Lamanya Keterangan


(Masih/Tidak)

Jakarta,

Orang Tua/Wali
- 43 -

Format 2 :
FORMAT IDENTIFIKASI (i) dan ASESMEN (ii)

A. Identitas
1. Nama Lengkap / Jenis Kelamin

2. Tempat / Tanggal Lahir

B. Kondisi Umum (Gambaran Fisik)


(i)

(ii)

C. Konsentrasi perhatian

D. Kemampuan Motorik
1 Motorik Kasar
(i)

(ii)

2 Motorik Halus

(i)

(ii)

3. Koordinasi Visual motorik


(i)

(ii)

4. Keseimbangan
(i)

E. Kemampuan Sensorik

1. Pendengaran
(i)

(ii)

2. Penglihatan
(i)

(ii)

3. Taktil Kinestetik
(i)
- 44 -

F. Kemampuan Bahasa
1. Reseptif
(i)

(ii)

2. Ekspresif
(i)

(ii)

G. Kemampuan Wicara
1. Fone
(i)

(ii)

3. Kemampuan Suara
(i)

4. Kemampuan Irama Kelancaran


(i)

(ii)

5. Kemampuan Organ Bicara


(i)

(ii)

6. Kemampuan Pernafasan
(i)

(ii)

7. Tingkah Laku dan sosial emosi


(i)

(ii)

H. Interaksi Sosial

I. Kemandirian
- 45 -

J. Akademik

K. Kesan Intelegensi
(1)

(ii)

L. Indikasi

M. Saran

Jakarta,
- 46 -

Format 3 :

CONTOH PROFIL ANAK DIDIK

A. Data Anak Didik

Nama •

Usia •

Jenis kelamin:

Kelas :

B. Hasil Asesmen
1. Faktor Bahasa
• Kemampuan bahasa Resptif Belum berkembang
• Bahasa ekspresif masih dalah taraf meniru
2. Faktor interaksi sosial
• Senang main sendiri
• Tidak senang keramaian
3. Faktor konsentrasi dan perhatian
• Fokus mudah beralih dan tidak bertahan lama
4. Faktor akademik
• Mampu membaca gambar bangun datar
• Mampu menghitung perkalian dan pembagian dengan baik
5. Faktor kemandirian
• Masih harus diarahkan dalam mengerjakan tugas
• Mudah bosan dan tidak selesaikan tugas sehingga perlu
motivasi
6. Faktor kesehatan
• Kelahiran normal, jarang sakit
• Kebersihan diri cukup, tidak berkaca mata
7. Faktor sosial- emosi
• Sering tantrum
• Anak sering diam jika tidak bisa mengerjakan apa yang dia
inginkan
8. Faktor keluarga
• Tinggal bersama orang tua,kakek, nenek, 2 (dua) bersaudara
dalam satu rumah.
• Orang tua sangat peduli dan perhatian terhadap
perkembangan anak
C. Analisa Hasil Asesmen
1. Penyebab masalah belajar yang dihadapi: kesalahan persepsi
2. Rekomendasi pembelajaran: melakukan adaptasi pada media
dan strategi pembelajaran.
- 47 -

Format 4 :

INDIKATOR PENMAN

UMUM ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

1. Terbiasa percaya Feza 0


adanya Tuhan
2. Terbiasa berperilaku 1. Mampu 1 Mampu melakukan
mengenal Tuhan kontak mata
hidup sehat
2. Mampu menjaga 2. Mampu
3. Terbiasa bersikap
keseimbangan menyebutkan
kreatif
tubuh nama diri ketika
4. Terbiasa berbicara
3. Memiliki ditanya
santun
kekuatan pada 3. Mampu
5. Terbiasa bersikap
lengan dan kaki mengendalikan berlari
disiplin
4. Terbiasa bersikap 4. Mampu mencuci
b. Terbiasa bersikap
disiplin tangan sendiri
estetis
5. Mampu 5 Mampu menjawab
7. Mampu melakukan
menyusun pola salam
ibadah sehari-hari
sederhana 6 Mampu
dengan bimbingan
6. Mampu membedakan
prang dewasa
melaksanakan 1 tekstur kasar dan
s. Mampu mengenal
perintah halus
benda-benda di 7. Mampu
sederhana
sekitarnya 7. Terbiasa melaksanakan
9. Mampu berbahasa Tersenyum perintah sederhana
ekspresif (ambil, lempar,
10.Mampu memahami senyum)
emosi diri dan orang
lain
Teknik Penilaian
1. Rating scale
2. Catatan Anekdot
3. Penilaian Hasil Karya
- 48 -

Format 5:

Contob

1NSTRUMEN PENILAIAN DENGAN TEKNIK CATATAN ANEKDOT

Nama RA
Hari, tanggal

Kelompok

NO NAMA ANAK WAKTU LOKASI INDIKATOR KOMPETENSI


KEJADIAN KEJADIAN PERISTIWA DASAR

8
-49-

Format : 6 PROGRAM PENDIDIKAN INDIVIDUAL (PPI)


PERIODE :
Kode
Penilaian :
A :
Nama Tercapai/ Mandiri
P+:
Tgl Lahir/usia : DibimbingMinimal
P :
TidakMampu
Guru
No Program Pcmbelajaran
TGL

2019

Guru Pendidikan Khusus


-50-

Format 7 :

Contoh Format Penilaian den:an Teknik Catatan Hasil Ka a

INSTRUMEN PENILAIAN DENGAN TEKNIK CATATAN CATATAN HASIL KARYA

RA
Hari, tanggal

Kelompok
Nama anak

NO HASIL KARYA CATATAN HASIL KOMPETENSI DASAR-


PENGAMATAN INDIKATOR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

DIREKTUR JENDERAL
PENDIDIKAN ISLAM,

Ttd

KAMARUDDIN AMIN

Anda mungkin juga menyukai