Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SCABIES

OLEH

Nama : dr Ilma Hitriyah

NIP : 198412052014102002

DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUMEDANG


2023

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan ...............................................................................................................2

BAB II Pembahasan
2.1 Klasifikasi Sarcoptes Scabiei..................................................................3
2.2 Ciri Morfologi Sarcoptes Scabiei............................................................3
2.3 Daur Hidup Sarcoptes Scabiei................................................................3
2.4 Epidemiologi Scabies.............................................................................4
2.5 Hospes”..................................................................................................5
2.6 Nama Penyakit.......................................................................................5
2.7 Gejala Penyakit Scabies.........................................................................5
2.8 Cara Penularan Scabies..........................................................................6
2.9 Cara Pencegahan Scabies.......................................................................6
2.10 Pengobatan Scabies..............................................................................7

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................11
3.2 Saran.................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12

ii
KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Swt.  Karena dengan rahmat dan

hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Maksud dan tujuan dibuat makalah ini

adalah agar lebih memahami materi mengenai hipertensi yang akan saya bahas dalam

makalah ini.

            Makalah ini dibuat berdasarkan beberapa sumber yang bersangkutan dengan materi.

Dalam penyusunan makalah ini, tentulah saya banyak menemukan berbagai hambatan dan

kendala karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang saya punya. Saya menyadari

bahwa makalah ini jauh dari sempurna baik secara penyajian ataupun kelengkapannya. Oleh

karena itu, saya siap menerima segala kritik dan saran demi sempurnanya makalah - makalah

yang lainnya.

Tak lupa, saya juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua

pihak.

Sumedang,

iii
i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, di mana
pelayanan kesehatan masyarakatnya belum memadai sehubungan dengan
adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997.
Permasalahan utama yang dihadapi masih didominasi oleh penyakit infeksi
yang sebagian besarnya adalah penyakit menular yang berbasis lingkungan.
Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi.
Di beberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6% -
27% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja.
Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi penyakit
skabies dalam masyarakat diseluruh Indonesia pada tahun 1996 adalah 4,6% -
12,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering.
Skabies atau kudis adalah penyakit kulit menular yang disebabkan
oleh infestasi tungau Sarcoptes scabei . Penyakit ini telah dikenal sejak lama,
yaitu ketika Bonomo dan Cestoni mampu mengilustrasikan sebuah tungau
sebagai penyebab skabies pada tahun 1689 (Montesu dan Cottoni, 1991) .
Literatur lain menyebutkan bahwa skabies diteliti pertama kali oleh Aristotle
dan Cicero sekitar tiga ribu tahun yang lalu dan menyebutnya sebagai "lice in
the flesh" (Alexander, 1984) . Tungau ini mampu menyerang manusia dan
ternak termasuk hewan kesayangan (pet animal) maupun hewan liar (wild
animal) (Pence dan Ueckermann, 2002) .

1.2. Rumusan Masalah


a. Bagaimana klasifikasi sarcoptes scabiei?
b. Bagaimana ciri morfologi sarcoptes scabiei?
c. Bagaimana daur hidup sarcoptes scabiei?
d. Bagaimana epidemiologi scabies?
e. Apa hospes dari sarcoptes scabiei?
f. Apa penyakit yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei?

1
g. Bagaimana gejala penyakit scabies?
h. Bagaimana cara penularan scabies?
i. Bagaimana cara pencegahan scabies?
j. Bagaimana pengobatan scabies?

1.3. Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui klasifikasi sarcoptes scabei
b. Untuk mengetahui ciri morfologi sarcoptes scabei
A. Untuk mengetahui daur hidup sarcoptes scabei
B. Untuk Mengetahui Epidemiologi scabies
C. Untuk Mengetahui Hospes dari sarcoptes scabiei
D. Untuk mengetahui nama penyakit yang disebabkan oleh sarcoptes
scabies
E. Untuk mengetahui Gejala Penyakit Scabies
F. Untuk Mengetahui Cara Penularan Scabies
G. Untuk mengetahui cara pencegahan scabies
H. Untuk mengetahui pengobatan scabies

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Klasifikasi Sarcoptes Scabieis


Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Sub Kelas : Acari (Acarina)
Ordo : Astigmata
Famili : Sarcoptidae
Genus : Sarcoptes
Spesies :Sarcoptes Scabieis

Pada manusia oleh S. scabiei var homonis, pada babi oleh S.


scabiei var suis, pada kambing oleh S. scabiei var caprae, pada biri-biri
oleh S. scabiei var ovis.

2.2. Ciri Morfologi Sarcoptes Scabiei


Secara morfologik merupakan tungau kecil, Badannya
transparan, berbentuk oval, pungggungnya cembung, perutnya rata, dan
tidak bermata. Ukurannya,yang  betina antara 300-450 mikron x 250-350
mikron, sedangkan yang  jantan, antara 200-240 mikron x 150-200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di
depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada
betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan
kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat
perekat.

3
2.3. Daur Hidup Sarcoptes Scabiei
Setelah kopulasi yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati,
kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari di dalam terowongan
yang di gali oleh tungau betina, tungau betina yang telah dibuahi
menggali terowongan dan dapat tinggal selama hidupnya yaitu kurang
lebih 30 hari.
Daur hidup Sarcoptes scabiei dari telur hingga dewasa
berlangsung selama satu bulan. Sarcoptes scabei memiliki empat fase
kehidupan yaitu telur, larva, nimfa dan dewasa. Berikut ini siklus hidup
Sarcoptes scabiei :
1. Betina bertelur pada interval 2-3 hari setelah menembus kulit .
2. Telur berbentuk oval dengan panjang 0,1-0,15 mm
3. Masa inkubasi selama 3-8 hari. Setelah telur menetas, terbentuk larva
yang kemudian bermigrasi ke stratum korneum untuk membuat lubang
molting pouches. Stadium larva memiliki 3 pasang kaki.
4. Stadium larva terjadi selama 2-3 hari. Setelah stadium larva berakhir,
terbentuklah nimfa yang memiliki 4 pasang kaki.
5. Bentuk ini berubah menjadi nimfa yang lebih besar sebelum berubah
menjadi dewasa. Larva dan nimfa banyak ditemukan di molting pouches
atau di folikel rambut dan bentuknya seperti tungau dewasa tapi ukurannya
lebih kecil.
6. Tungau betina memperluas molting pouches untuk menyimpan
telurnya. Tungau betina mempenetrasi kulit dan menghabiskan waktu
sekitar 2 bulan di lubang pada permukaan.

2.4. Epidemiologi Scabies


Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang
bervariasi. Di beberapa negara yang sedang berkembang prevalensi
skabies sekitar 6% – 27% populasi umum, dan cenderung tinggi pada
anak-anak serta remaja.

4
Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat.
Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia.
Penyakit scabies banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda,
insidennya sama terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies di negara
berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum
dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemik dan permulaan
epidemik berikutnya kurang lebih 10 – 15 tahun (Harahap, 2000).
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain:
sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang
sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan
dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S.
(Penyakit akibat Hubungan Seksual). (Haandoko, R, 2001).

2.5. Hospes
Sarcoptes scabiei hidup dengan menjadikan manusia sebagai
inangnya dan bersifat menular, Penularannya melalui kontak langung
atau tidak langsung.

2.6. Nama Penyakit


Skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang berisifat menular yang disebabkan
oleh investasi dan sensitisasi terhadap tungau sarcoptes scabiei varietas
hominis. Di indonesia skabies di kenal dengan nama kudik, kudis dan
penyakit ampera.

2.7. Gejala Penyakit Scabies

5
Gejala seseorang terkena skabies adalah kulit penderita gatal-
gatal penuh bintik-bintik kecil sampai besar, berwarna kemerahan yang
disebabkan garukan keras. Bintik-bintik itu akan menjadi bernanah jika
terinfeksi (Djuanda, 2006)
a. Gejala utama
Gejala utama adalah rasa gatal pada malam hari Rasa gatal
karena pembuatan terowongan oleh Sarcoptes Scabies di Startum
Korneum, yang pada malam hari temperatur tubuh lebih tinggi
sehingga aktivitas kutu meningkat (Goldstein, 2001). Gatal
merupakan gejala utama sebelum gejala klinis lainnya muncul.
Rasa gatal hanya pada lesi, tetapi pada skabies kronis gatal dapat
terasa pada seluruh tubuh.
b. Erupsi kulit
Erupsi kulit tergantung pada derajat sensitasi, lama
infestasi, hygiene perorangan, dan pengobatan sebelumnya, erupsi
kulit Batognomatik berupa terowongan halu dengan ukuran 0,3-0,5
milimeter, sedikit meninggi, berkelok-kelok, putih keabuan dengan
panjang 10 milimeter sampai 3 centimeter dan bergelombang
(Goldstain, 2001)
c. Lesi kulit
Lokasi lesi kulit terdapat pada sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan bagian dalam, lipatan aksila bagian depan,
perut sekitar umbilikus dan pantat. Pada wanita juga terdapat
pada areola mamae dan bagian bawah mamae, sedangkan pada
laki-laki lesi kulit ditemukan sekitar genetalia eksterna. Pada bayi
distribusinya sampai mengenai seluruh tubuh termasuk punggung,
kepala, leher bahkan sampai wajah, orang dewasa tidak sampai
mengenai wajah (Goldstein, 2001)

2.8. Cara Penularan Scabies

6
Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun
tidak langsung, adapun cara penularanya adalah :
1)      Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat
tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan
seksual merupakan cara tersering, sedangkan pada anak-anak penularan
didapat dari orang tua atau temannya.
2)      Kontak tak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui
perlengkapan tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran
kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan
bahwa hal tersebut memegang peranan penting dalam penularan skabies dan
dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut, pakaian dalam
bagi penderita perempuan. Skabies Norwegia, merupakan sumber utama
terjadinya wabah skabies pada rumah sakit, panti jompo, pemondokan/asrama
dan rumah sakit jiwa karena banyak mengandung tungau (Djuanda, 2006).

2.9. Cara Pencegahan Scabies


Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-
orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi
dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk
mencegah penyebaran scabies karena seseorang mungkin saja telah
mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi
asimptomatik.

Selain itu, Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan dan
lingkungan yang kurang baik oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran
penyakit ini dapat dilakukan dengan cara :

1)       Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun

2)       Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur
minimal 2 kali dalam seminggu

3)       Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.

7
4)       Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.

5)       Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai
terinfeksi tungau skabies.

6)       Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup. Menjaga kebersihan


tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya mandi dua
kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat
parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan
penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini
sangat mengganggu kehidupan sehari-hari

2.10. Pengobatan Scabies


A. pengobatan secara medis
Pengobatan Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang
tersedia dalam bentuk topikal antara lain:

1)      Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk
salep atau krim. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun. Sulfur
adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M. Secara
umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan
menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi.
Cara pemakaiannya: sangat sederhana, yakni mengoleskan salep
setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-
turut.
Keuntungannya: harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-
satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.Bila kontak
dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan
pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara
umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan
menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi.
Efek samping: pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.

8
2)      Emulsi benzil-benzoat (20-25%) Benzil benzoat adalah ester asam benzoat
dan alkohol benzil yang merupakan bahan sintesis balsam peru.
Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode
kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat
dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan
dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima.
Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis
iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk
tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat
menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita
hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil
benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies.
3)      Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane ; Lindane)
Cara Kerja: Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma
benzena, adalah sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat
(SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus,
dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan
konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan
eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau. Lindane dimetabolisme dan
diekskresikan melalui urin dan feses.
Cara Pemakaian: Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel,
tidak berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan
mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam
bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat
diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva
yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa
penelitian menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif.
Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak
menggunakan konsentrasi lain selain 1%.
Efek Samping: Efek samping lindane antara lain menyebabkan
toksisitas SSP, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun

9
jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane
yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi,
kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma,
dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi
perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia,
dan pancytopenia.
4)      Krotamiton 10% Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai
krim 10% atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%.
Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua
kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti
pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi
kedua.
Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka
panjang.Beberapa ahli beranggapan bahwa Krotamiton krim ini tidak
memiliki efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Krotamiton 10% dalam
krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada
wanita hamil, bayi dan anak kecil
5)      Permetrin dengan kadar 5%
Cara kerja: Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan
cara mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan
dengan natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya
terjadi paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan pertama dalam
pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah
dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat
kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan
cepat dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat
dan sebum, dan juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan resistensi setelah
penggunaan obat ini.
Cara pemakaian: Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang
diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum
sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu.
Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2

10
bulan, wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan dengan
aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam.
Efek samping: jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan
gatal, namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya
memang sensitive dan terekskoriasi.

B. Pengobatan secara tradisional

Ada beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai alternatif dalam


mengobati penyakit scabies, diantaranya :

1)      Daun salam


Kandungan daun salam terdapat antipruritus yang dapat mengobati penyakit
scabies.
Cara pemakaian : Cuci daun, kulit batang, atau akar salam seperlunya sampai
bersih, lalu giling halus sampai menjadi adonan, seperti bubur. Balurkan ke
tempat yang sakit, kemudian di balut.
2)      Biji Pinang
Pinang mempunyai beberapa sifat yang adapat menyembuhkan penyakit
diantaranya, bersifat anthelmintica, stimulansia(merangsang) dan
haermostatica. Biji pinang mengandung alkaloida seperti arekania dan
arekolina
Cara pemakaian: haluskan satu biji buah pinang campur dengan seperempat
sendok teh kapur sirih dan air secukupnya.
3)      Daun srikaya
Kandungan : daun buah terdapat astringen, antiradang, antheimetik, sifatnya
sedikit dingin.
Cara pemakaian: cuci daun srikaya segar ( 15 lembar ) lalu gilig sampai
halus, kemudian remas dengan air kapur sirih sebanyak satu sendok teh dan
gunakan untuk menggosok kulit yang terkena kudis. Lakukan sehari dua kali.

11
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Skabies pada manusia masih menjadi kendala bagi kesehatan manusia .
Penyakit ini harus mendapat perhatian yang serius dari lembaga-lembaga
terkait sehingga penyebarannya tidak semakin luas .Lemahnya piranti
diagnosis dan timbulnya resistensi tungau S. scabiei terhadap bermacam-
macam akarisidal menjadi tantangan bagi para peneliti untuk menemukan
akarisidal alternative yang aman bagi penderita dan bersifat ramah
lingkungan.
Skabies (kudis) adalah penyakit kulit yang berisifat menular yang
disebabkan oleh investasi dan sensitisasi terhadap tungau sarcoptes scabiei
varietas hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas
Arachnida, ordo Astigmata, famili Sarcoptidae. Pada manusia disebut
Sarcoptes scabiei var. Hominis dan merupakan tungau kecil, Badannya
transparan, berbentuk oval, pungggungnya cembung dan perutnya rata. daur
hidup Sarcoptes scabiei dari telur hingga dewasa berlangsung selama satu
bulan. Sasaran dari Sarcoptes scabiei untuk menyebarkan penyakit yaitu
manusia
gejala seseorang terkena skabies adalah kulit penderita gatal-gatal
penuh bintik-bintik kecil sampai besar, berwarna kemerahan yang disebabkan
garukan keras. Bintik-bintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi .
Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung seperti seperti
berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual maupun tidak langsung
misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk. untuk mencegah
penyebaran penyakit harus menjaga kebersihan lingkungan, rumah dan
badan. Pengobatan scabies dapat dilakukan baik secara medis seperti
Belerang endap (sulfur presipitatum), Emulsi benzil-benzoat, Gama benzena
heksa klorida, Krotamiton dan Permetrin maupun secara tradisional seperti
daun salam, biji buah pinang dan daun buah srikaya

3.2. Saran

12
Agar terhindar dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh tungau
(sarcoptes scabiei) terutama sarcoptes scabiei var homonis, maka sangat
diperlukan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan kehiginetas.
DAFTAR PUSTAKA
Hadir Az-zuhri (http://blogkuhadiraz-zuhri.blogspot.co.id/2014/05/normal-0-
false-false-false-in-x-none-ar.html)

13

Anda mungkin juga menyukai