Anda di halaman 1dari 38

PEDOMAN FARMASI

PUSKESMAS ALALAK TENGAH KOTA BANJARMASIN

Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar


yang menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya
kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua
fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia termasuk
Puskesmas.
Peningkatan kinerja pelayanan kesehatan dasar yang ada di
Puskesmas dilakukan sejalan dengan perkembangan kebijakan
yang ada pada berbagai sektor. Adanya kebijakan otonomi
daerah dan desentralisasi diikuti pula dengan menguatnya
kewenangan daerah dalam membuat berbagai kebijakan.
Selama ini penerapan dan pelaksanaan upaya kesehatan dalam
kebijakan dasar Puskesmas yang sudah ada sangat beragam
antara daerah satu dengan daerah lainnya, namun secara
keseluruhan belum menunjukkan hasil yang optimal.
Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu
dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan
menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan
dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
peningkatan mutu Pelayanan kefarmasian, mengharuskan
adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi
kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang
berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care).
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya
kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan kefarmasian
di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas,
yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat
pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan
kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.

B. Tujuan

Pedoman ini disusun sebagai panduan bagi tenaga


kefarmasian di Puskesmas Alalak Tengah bertujuan untuk :
1. Memberikan pelayanan kefarmasian yang dapat
menjamin efektivitas, keamanan, dan efisiensi obat
maupun bahan medis habis pakai.
2. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan
kefarmasian di Puskesmas Alalak Tengah beserta
jaringannya.
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain
yang terkait dalam pelayanan kefarmasian
4. Meningkatkan kepatuhan pasien sehingga tercapainya
tujuan terapi
5. Melaksanakan kebijakan obat di Puskesmas dalam
rangka meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
C. Sasaran

Sasaran dari pedoman ini adalah tenaga apoteker dan


tenaga teknis kefarmasian dalam menjalankan tugasnya di
Puskesmas Alalak Tengah Kota Banjarmasin.

D. Ruang Lingkup

Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua)


kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa
pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai dan kegiatan
distribusi obat dan bahan habis pakai berupa pelayanan
farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber
daya manusia, sarana dan prasarana yang memadai.

E. Batasan Operasional

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk


biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki
sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.

Bahan medis habis pakai adalah alat kesehatan yang


ditujukan untuk penggunaan sekali pakai (single use) yang
daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai


apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu
apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri
atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan
Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Standar Operasional Prosedur pelayanan kefarmasian
merupakan tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan
dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi standar


pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai yang meliputi
perencanaan kebutuhan, permintaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan,
pelaporan, pengarsipan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan.
Dan pelayanan farmasi klinik yang meliputi pengkajian resep,
penyerahan obat, dan pemberian informasi obat, pelayanan
informasi obat (PIO), konseling, pemantauan dan pelaporan efek
samping obat, pemantauan terapi obat dan evaluasi
penggunaan obat.

Penyelenggaraan standar pelayanan kefarmasian di


Puskesmas harus didukung oleh ketersediaan sumber daya
kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi kepada
keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Sumber daya
kefarmasian meliputi sumber daya manusia, sarana dan
prasarana. Pengorganisasian harus menggambarkan uraian
tugas, fungsi, dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di
dalam maupun di luar pelayanan kefarmasian yang ditetapkan
oleh pimpinan Puskesmas. Untuk menjamin mutu pelayanan
kefarmasian di Puskesmas, harus dilakukan pengendalian mutu
pelayananan kefarmasian meliputi monitoring dan evaluasi.

Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Puskesmas


dilaksanakan pada unit pelayanan berupa ruang farmasi. Ruang
farmasi dipimpin oleh seorang apoteker sebagai penanggung
jawab. Setiap apoteker dan/atau tenaga teknis kefarmasian
yang menyelenggarakan pelayanan kefarmasian di Puskesmas
wajib mengikuti standar pelayanan kefarmasian. Bagi
Puskesmas yang belum memiliki apoteker sebagai penanggung
jawab, penyelenggaraan pelayanan kefarmasian secara terbatas
dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian atau tenaga
kesehatan lain.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Tenaga kefarmasian meliputi tenaga apoteker dan tenaga
teknis kefarmasian. Penanggung jawab kefarmasian internal
adalah tenaga Apoteker yaitu seorang sarjana Ilmu Farmasi
yang telah menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker
dilengkapi dengan Ijazah, Surat Tanda Registrasi Profesi
Apoteker dan Surat Ijin Kerja sebagai Penanggung Jawab Apotek
di Apotek Puskesmas Alalak Tengah. Tenaga teknis kefarmasian
yaitu Asisten Apoteker yang telah menyelesaikan pendidikan
minimal Sekolah Menengah Farmasi dan memiliki Surat Ijin
Kerja sebagai Asisten Apoteker di Apotik Puskesmas Alalak
Tengah.

B. Distribusi Ketenagaan
Tenaga kefarmasian di Puskesmas Alalak Tengah berjumlah
2 (dua) orang yang terdiri dari 1 (satu) orang Apoteker dan 1
(satu) orang tenaga teknis kefarmasian
kualifikasi Jumlah Kompetensi Umum

Apoteker 1 Orang - Penanggung Jawab


Kefarmasian
- Tenaga Fungsional

Tenaga Teknhis 1 Orang - Pelaksana


Kefarmasian Kefarmasian
- Tenaga Fungsional
STRUKTUR ORGANISASI PELAYANAN FARMASI

PELINDUNG/PENASEHAT/PENANGGUNG
JAWAB
Zainal Syachrial,SKM,MM

NIP. 19691115 199003 1 007

APOTEKER
Erwin Fakhrani,S.Far.,Apt
NIP. 19841201 201001 1 014

Tenaga Teknis Kefarmasin

Layla Yatmini,A.Md,Far
NIP. 19750521 199703 2 002

C. Jadwal Kegiatan
Jadwal pelaksanaan kegiatan kefarmasian dalam gedung
atau pelayanan farmasi klinik yaitu setiap hari kerja sesuai jam
pelayanan (Rawat Jalan) puskesmas Alalak Tengah. Sedangkan
kegiatan kefarmasian luar gedung disepakati dan disusun
dengan lintas program terkait dalam pertemuan lokakarya mini.

No. Hari Waktu Kegiatan Pelaksana


1 Senin – Kamis 08.00-12.00 Pelayanan Koordinator
Resep Ruang
Pelayanan
13.00-15.00 Administrasi Koordinator
Ruang
Pelayanan
2 Juma’at 08.00-10.00 Pelayanan Koordinator
Resep Ruang
Pelayanan
11.00-11.00 Adninistrasi Koordinator
Ruang
Pelayana
3 Sabtu 08.00-11.30 Pelayanan Koordinator
Resep Ruang
Pelayanan
12.00-14.00 Adminstrasi Koordinator
Ruang
Pelayanan
4 Tiap tanggal Setelah Stok Koordiantor
25 Pelayanan Opname Ruang
5 Tiap tengah Menyesuaika Distribusi Koordinator
Bulan n kebutuhan Obat, BMHP Ruang
Pustu Pelayanan
6 Tiap akhir Tanggal 25-30 Pembuatan Koordinator
bulan LPLPO ruang
pelayanan
7 Awal Bulan Tanggal 1-5 Pembuatan Koordinator
laporan ruang
Yankes pelayanan
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
Koordinasi pelaksanaan kegiatan kefarmasian dilakukan
oleh tenaga kefarmasian yang menempati ruang apotek dan
gudang obat Puskesmas Alalak Tengah.

1 5

7 4
2 6
8

9 11
Gudang
Apotek

R. Pelayanan

10
12
3
Keterangan :
1-4 = Rak Obat
5 = Meja Pelayanan
6 = Lemari Narkotik
7 = Rak Obat TB
8 = Rak Salep
9 = Lemari Arsip
10 = Lemari Pendingin
11 = Meja penyiapan obat
12 = Meja computer

B. Standar Fasilitas
1. Pedoman Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
2. Alat Peracikan: Mortir dan Stamper
3. Lemari obat Narkotik dan Psikotropik
4. Lemari Obat dan Lemari Pendingin
5. Dispenser
6. Komputer dan Printer
7. AC/Pendingin Ruangan

Sesuai Permenkes No. 74 tahun 2016 sarana yang diperlukan


untuk penunjang pelayanan kefarmasian di
Puskesmas,meliputi sarana yang memiliki fungsi :

1. Ruang penerimaan Resep

Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep,


1 set meja dan kursi,satu set computer, jika memungkinkan
ruang penerimaan resep dtempatkan pada bagian paling
depan dan mudah terlihat oleh pasien

2. Ruang pelayanan resep dan peracikan ( produksi sediaan


secara terbatas ).

Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi


sediaan secara terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan
dan meja peracikan. Di ruang peracikan disediakan
peralatan peracikan, Obat, air minum (air mineral) untuk
pengencer, sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari
pendingin, termometer ruangan, etiket dan label Obat, buku
catatan pelayanan resep, buku-buku referensi/standar
sesuai kebutuhan, serta alat tulis secukupnya. Ruang ini
diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang
cukup. Jika memungkinkan disediakan pendingin ruangan
(air conditioner) sesuai kebutuhan.
3. Ruang penyerahan Obat
Ruang penyerahan Obat dapat digabungkan dengan ruang
penerimaan resep.
4. Ruang penyimpanan obat dan BMHP
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,
temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk
menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Selain itu
juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup.Ruang
penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari
Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin,
lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika,
lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu, dan
kartu suhu.
5. Ruang Arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang


berkaitan dengan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai dan Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu
tertentu. Ruang arsip memerlukan ruangan khusus yang
memadai dan aman untuk memelihara dan menyimpan
dokumen dalam rangka untuk menjamin penyimpanan
sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan teknik manajemen
yang baik.
Istilah ‘ruang’ di sini tidak harus diartikan sebagai wujud
‘ruangan’ secara fisik, namun lebih kepada fungsi yang
dilakukan. Bila memungkinkan, setiap fungsi tersebut
disediakan ruangan secara tersendiri. Jika tidak, maka
harus terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi.
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. PENGELOLAAN OBAT DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

Pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai merupakan


salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari
perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta
pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin
kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan obat dan bahan
medis habis pakai yang efisien, efektif dan rasional,
meningkatkan kompetensi / kemampuan tenaga kefarmasian,
mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan
pengendalian mutu pelayanan.
Apoteker di Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung
jawab untuk menjamin terlaksananya pengelolaan obat dan
bahan medis habis pakai yang baik. Kegiatan pengelolaan obat
dan bahan medis habis pakai meliputi :
1. Perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi obat
dan bahan medis habis Pakai untuk menentukan jenis dan
jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
1) Perkiraan jenis dan jumlah obat dan bahan medis habis
pakai yang mendekati kebutuhan
2) meningkatkan penggunaan obat secara rasional
3) meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis
pakai di Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh ruang
farmasi di Puskesmas. Proses seleksi obat dan bahan medis
habis pakai dilakukan dengan mempertimbangkan pola
penyakit, pola konsumsi obat periode sebelumnya, data mutasi
obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi obat dan
bahan medis habis pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses
seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di
Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat,
serta pengelola program yang berkaitan dengan pengobatan.
Proses perencanaan kebutuhan obat per tahun dilakukan
secara berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta
menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan
melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat
Puskesmas di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran
yang tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan obat,
buffer stock, serta menghindari stok berlebih.

2. Permintaan obat dan bahan medis habis pakai


Tujuan permintaan obat dan bahan medis habis pakai
adalah memenuhi kebutuhan obat dan bahan medis habis
pakai di Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan
yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah
daerah setempat.

3. Penerimaan obat dan bahan medis habis pakai


Penerimaan obat dan bahan medis habis pakai adalah
suatu kegiatan dalam menerima obat dan bahan medis habis
Pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai dengan
permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar obat
yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
permintaan yang diajukan oleh Puskesmas. Semua petugas
yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab
atas ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan
penggunaan obat dan bahan medis habis pakai berikut
kelengkapan catatan yang menyertainya.
Petugas penerimaan wajib melakukan pengecekan
terhadap obat dan bahan medis habis pakai yang diserahkan,
mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah obat,
bentuk obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO),
ditandatangani oleh petugas penerima, dan diketahui oleh
Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka
petugas penerima dapat mengajukan keberatan. Masa
kedaluwarsa minimal dari obat yang diterima disesuaikan
dengan periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu
bulan.

4. Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai


Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai
merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap obat yang
diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan
fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan. Tujuannya adalah agar
mutu obat yang tersedia di Puskesmas dapat dipertahankan
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Penyimpanan
obat dan bahan medis habis pakai dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1) bentuk dan jenis sediaan
2) stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban)
3) mudah atau tidaknya meledak/terbakar
4) narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari
khusus.
5. Pendistribusian obat dan bahan medis habis pakai
Pendistribusian obat dan bahan medis habis pakai
merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat dan
bahan medis habis pakai secara merata dan teratur untuk
memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas
dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi
kebutuhan obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada di
wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan
waktu yang tepat.
Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:
1) Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan
Puskesmas
2) Puskesmas Pembantu
3) Puskesmas Keliling
4) Posyandu
Pendistribusian ke jaringan Puskesmas dilakukan
dengan cara penyerahan Obat sesuai dengan kebutuhan (floor
stock).

6. Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai


Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai
adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya
sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program
yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan
dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan
kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Pengendalian obat terdiri dari:
1) Pengendalian persediaan
2) Pengendalian penggunaan
3) Penanganan obat hilang, rusak, dan kadaluwarsa.

7. Pencatatan, pelaporan, pengarsipan


Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan
rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat dan
bahan medis habis pakai secara tertib, baik obat dan bahan
medis habis pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan
dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.
Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan adalah:
1) Bukti bahwa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai telah dilakukan
2) Sumber data untuk melakukan pengaturan dan
pengendalian
3) Sumber data untuk pembuatan laporan.

8. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis


habis pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan
medis habis pakai dilakukan secara periodik dengan tujuan
untuk:
1) Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan
dalam pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai
sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan
pelayanan
2) Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan obat dan
bahan medis habis pakai
3) Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja
pengelolaan

B. PELAYANAN FARMASI KLINIK


Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari pelayanan
kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
berkaitan dengan obat dan bahan medis habis pakai dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi
Obat
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis.
1). Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
b. Nama, dan paraf dokter
c. Tanggal resep
d. Ruangan/unit asal resep
2). Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Bentuk dan kekuatan sediaan
b. Dosis dan jumlah obat
c. Stabilitas dan ketersediaan
d. Aturan dan cara penggunaan
e. Inkompatibilitas (ketidakcampuran obat).
3).Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
b. Duplikasi pengobatan
c. Alergi, interaksi dan efek samping obat
d. Kontra indikasi
e. Efek adiktif.
Kegiatan Penyerahan (Dispensing) dan Pemberian Informasi
obat merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, menyerahan
sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai
pendokumentasian. Tujuan:
a. Pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan
klinis/pengobatan
b. Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi
intruksi pengobatan.

2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan
terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan
lainnya dan pasien. Tujuan Pelayanan Informasi Obat adalah:

a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga


kesehatan lain di lingkungan Puskesmas, pasien dan
masyarakat.
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan obat
c. Menunjang penggunaan obat yang rasional.

Kegiatan yang dilakukan dalam Pelayanan Informasi Obat :


a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada
konsumen secara pro aktif dan pasif
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga
kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka
c. Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah
dinding dan lain-lain
d. Melakukan kegiatan penyuluhan
e. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan
obat dan bahan medis habis pakai.
f. Mengoordinasikan penelitian terkait obat dan kegiatan
pelayanan kefarmasian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam Pelayanan Informasi
Obat:
a. Sumber informasi obat
b. Tempat
c. Tenaga
d. Perlengkapan.

3. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan
obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman
yang benar mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara
lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama
penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara
penyimpanan dan penggunaan obat.
Kegiatan saat dilakukan Konseling:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien
b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang
dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode
pertanyaan terbuka (open-ended question), misalnya apa
yang dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana cara
pemakaian, apa efek yang diharapkan dari obat tersebut,
dan lain-lain
c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara
penggunaan obat
d. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien,
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan saat melakukan Konseling:
a. Kriteria pasien
1. Pasien rujukan dokter
2. Pasien dengan penyakit kronis
3. Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit
dan poli farmasi
4. Pasien geriatrik
5. Pasien pediatrik
6. Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
b. Sarana dan prasarana:
1. Ruangan khusus
2. Kartu pasien/catatan konseling
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki
kemungkinan mendapat risiko masalah terkait obat misalnya
komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik
obat, kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan
obat, kebingungan atau kurangnya pengetahuan dan
keterampilan tentang bagaimana menggunakan obat
dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan pelayanan
kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) yang bertujuan
tercapainya keberhasilan terapi obat.
4. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap
obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada
dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi
fisiologis.
Tujuan Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat :
a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang
berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang
b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang
sudah sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan.
Kegiatan yang dilakukan dalam Pemantauan dan Pelaporan
Efek Samping Obat :
a. Menganalisis laporan efek samping obat
b. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko
tinggi mengalami efek samping obat
c. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
d. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat
Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam Pemantauan dan Pelaporan
Efek Samping Obat :
a. Kerja sama dengan tim kesehatan lain
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
5. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang
pasien mendapatkan terapi obat yang efektif, terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Tujuan Pemantauan Terapi Obat:
a. Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat
b. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang
terkait dengan obat.
Kriteria pasien yang perlu Pemantauan Terapi Obat:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui
b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis
c. Adanya multidiagnosis
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati
e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit
f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi
obat yang merugikan.
Kegiatan dalam Pemantauan Terapi Obat:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria
b. Membuat catatan awal
c. Memperkenalkan diri pada pasien
d. Memberikan penjelasan pada pasien
e. Mengambil data yang dibutuhkan
f. Melakukan evaluasi
g. Memberikan rekomendasi.
6. Evaluasi Penggunaan Obat
7. Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat
secara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin
obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan
terjangkau (rasional).
Tujuan Evaluasi Penggunaan Obat :
a. Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus
tertentu
b. Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat
tertentu.
BAB V
LOGISTIK

Kebutuhan dana dan logistik untuk kegiatan pelayanan


farmasi ditentukan bersama antara pihak managemen dengan
pengelola farmasi dalam bentuk pengajuan anggaran operasional
(poa).

Pelayanan farmasi di Puskesmas Alalak Tengah dilakukan


mengikuti paradigma “Farmaceutical Care” oleh karenanya
penyediaan obat dan perbekalan farmasi harus sesuai kebutuhan,
tepat jenis dan tepat waktu. Untuk memenuhi tuntutan tersebut,
maka Puskesmas Alalak Tengah melakukan pengelolaan logistik
obat dan perbekalan farmasi secara professional.

Tujuan pengelolaan obat adalah menjamin tersedianya obat


dengan mutu yang terjamin, aman, tersebar secara merata dan
teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang
tepat (Depkes, 2005).
Sistem pengelolaan obat mempunyai 4 fungsi dasar untuk
mencapai tujuan yaitu:

 Perumusan kebutuhan atau perencanaan (selection)


 Pengadaan (Procurement)
 Distribusi (Distribution)
 Penggunaan (Use)
Keempat fungsi didukung oleh sistem penunjang
pengelolaan :
 Organisasi (Organitation)
 Pembiayaan dan kesinambungan (Financing and
Sustainnability)
 Pengelolaan informasi (Information Management)

 Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia


(Human Resorces Management)
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan


kegiatan perlu diperhatikan keselamatan sasaran dengan
mengidentifikasi resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat
terjadi pada saat kegiatan pelayanan. Upaya pencegahan resiko
terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap tiap kegiatan.

Keputusan penggunaan obat selalu mengandung


pertimbangan antara manfaat dan risiko. Tujuan pengkajian
farmakoterapi adalah mendapatkan iuaran klinik yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien dengan risiko minimal. Untuk mencapai tujuan tersebut
perlu adanya perubahan paradigma pelayanan kefarmasian yang
menuju kearah pharmaceutical care. Fokus pelayanan
kefarmasian bergeser dari kepedulian terhadap obat (drug
oriented) menuju pelayanan optimal setiap individu pasien tentang
penggunaan obat (patient oriented). Untuk mewujudkan
pharmaceutical care dengan risiko yang minimal pada pasien dan
petugas kesehatan perlu penerapan manajemen risiko.

Manajemen risiko adalah bagian yang mendasar dari


tanggung jawab petugas farmasi. Dalam upaya pengendalian
risiko, praktek konvensional farmasi telah berhasil menurunkan
biaya obat tapi belum menyelesaikan masalah sehubungan dengan
penggunaan obat. Pesatnya perkembangan teknologi farmasi yang
menghasilkan obat- obat baru juga membutuhkan perhatian akan
kemungkinan terjadinya risiko pada pasien
Inventarisasi dapat dilakukan dengan cara :
- mempelajari diagram kegiatan yang ada
- melakukan inspeksi dengan menggunakan daftar tilik (checklist)
- melakukan konsultasi dengan petugas

Pengendalian risiko melalui sistem manajemen dapat


dilakukan oleh pihak manajemen pembuat komitmen dan
kebijakan, organisasi, program pengendalian,prosedur
pengendalian, tanggung jawab, pelaksanaan dan evaluasi.
Kegiatan-kegiatan tersebut secara terpadu dapat mendukung
terlaksananya pengendalian secara teknis.

Petugas farmasi berperan utama dalam meningkatkan


keselamatan dan efektifitas penggunaan obat. Dengan demikian
dalam penjabaran, misi utama Apoteker dalam hal keselamatan
pasien adalah memastikan bahwa semua pasien mendapatkan

pengobatan yang optimal. Hal ini telah dikuatkan dengan


berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa kontribusi Apoteker
dapat menurunkan medication errors. Keselamatan Pasien Dalam
Pelayanan Kefarmasian
Dalam membangun keselamatan pasien banyak istilah-istilah yang
perlu dipahami dan disepakati bersama. Istilah-istilah tersebut
diantaranya adalah:

- Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event) - Kejadian


Nyaris Cedera/KNC (Near miss)
- Kejadian Sentinel
- Adverse Drug Event
- Adverse Drug Reaction
- Medication Error
- Efek samping obat

Jenis-jenis medication errors (berdasarkan alur proses


pengobatan) Tipe Medication Errors :

   Unauthorized drug Obat : yang terlanjur diserahkan


kepada pasien padahal diresepkan oleh bukan dokter yang
berwenang
   Improper dose/quantity Dosis, strength :atau jumlah obat
yang tidak sesuai dengan yang dimaskud dalam resep

   Wrong dose preparatio method: Penyiapan/ formulasi


atau pencampuran obat yang tidak sesuai
   Wrong dose form: Obat yang diserahkan dalam dosis dan
cara yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan di dalam
resep
   Wrong patient : Obat diserahkan atau diberikan pada
pasien yang keliru yang tidak sesuai dengan yang tertera di
resep

Omission error : Gagal dalam memberikan dosis sesuai


permintaan, mengabaikan penolakan pasien atau keputusan
klinik yang mengisyaratkan untuk tidak diberikan obat yang
bersangkutan
   Extra dose : Memberikan duplikasi obat pada waktu
yang, Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau
perintah diberikan secara lisan atau diresepkan oleh dokter
yang tidak berkompeten
   Wrong administration technique: Menggunakan cara
pemberian yang keliru termasuk misalnya menyiapkan obat
dengan teknik yang dibenarkan (misalkan obat im diberikan
iv)
   Wrong time : Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal
pemberian atau diluar jadwal yang ditetapkan

Peranan apoteker dalam upaya menurunkan medication


error adalah :

   menetapkan standar prosedur kerja & (menetapkan


standar pelaporan insiden

dengan prosedur baku) yang dilakukan oleh apoteker

19

   Peraturan dan Kebijakan : untuk mendukung keamanan


proses manajemen obat pasien. contoh : semua resep rawat
jala&rawat inap di puskesmas harus melalui supervise
cotroling pengawasan oleh apoteker
   Pendidikan dan Informasi : penyediaan informasi setiap
saat tentang obat, pengobatan dan pelatihan bagi tenaga
kesehatan tentang prosedur untuk meningkatkan
kompetensi dan mendukung kesulitan pengambilan
keputusan saat memerlukan informasi
   Lebih hati-hati dan waspada : membangun lingkungan
kondusif untuk mencegah kesalahan, contoh : baca sekali
lagi nama pasien sebelum menyerahkan obat
Peran Apoteker terkait denganKeselamatan Pengobatan
(MedicationSafety Pharmacist):

1. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko
insiden/error dapat diturunkan dengan

pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-obatan


sesuai formularium. 2. Pengadaan

Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman


efektif sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan
diperoleh dari distributor resmi.

3. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk
menurunkan kesalahan pengambilan obat dan menjamin
mutu obat:

• Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip


(look-alike, sound-alike medication names) secara terpisah.

• Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs)


yang dapat menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan
pengambilan, simpan di tempat khusus. Misalnya :

 menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj,


heparin, warfarin, insulin, kemoterapi, narkotik opiat,
neuromuscular blocking agents, thrombolitik, dan agonis
adrenergik. (Daftar lengkapnya dapat dilihat
di www.ismp.org )
kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur
dengan obat lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara
terpisah

• Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan. 4.


Skrining Resep

Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya


medication Error melalui kolaborasi dengan dokter dan
pasien.

• Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya


nama dan tanggal lahir/alamat

• Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan


interpretasi resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan
atau ketidakjelasan
resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.

• Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting


dalam pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :

Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis
(alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker
perlu mengetahui tinggi dan berat badan pasien yang menerima
obat-obat dengan indeks terapi sempit untuk keperluan
perhitungan dosis.

Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-


tanda vital dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus
mengetahui data laboratorium yang penting, terutama untuk obat-
obat yang memerlukan penyesuaian dosis dosis (seperti pada
penurunan fungsi ginjal).
• Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan
dengan penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem
komputerisasi (e-prescribing) dan pencatatan

pengobatan pasien seperti sudah disebutkan diatas.


•Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam
keadaan emergensi

dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan


obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta
memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus
diberikan kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut.
Petugas yang menerima permintaan harus menulis dengan jelas
instruksi lisan setelah mendapat konfirmasi.

5. Dispensing
• Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
• Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga
kali :

pada saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat
dariwadah,pada saat mengembalikan obat ke rak.

• Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.

• Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket,


aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat,
kesesuaian resep terhadap isi etiket.

6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)


Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai
hal-hal yang penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal
yang harus diinformasikan dan didiskusikan pada pasien adalah :
• Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan
bagaimana menggunakan obat dengan benar, harapan setelah
menggunakan obat, lama pengobatan, kapan harus kembali ke
dokter

• Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan

• Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat


dengan obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
• Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR)
yang mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat
edukasi
mengenai bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR
tersebut

• Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk


mengenali obat yang sudah rusak atau kadaluarsa.

Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker mempunyai


kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang mungkin
terlewatkan pada proses sebelumnya.

7. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh
pasien rawat inap

di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya,


bekerjasama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu
diperhatikan adalah :

• Tepat pasien
• Tepat indikasi
• Tepat waktu pemberian
• Tepat obat
• Tepat dosis
• Tepat label obat (aturan pakai)
• Tepat rute pemberian

8. Monitoring dan Evaluasi

Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi


sesuai dengan SOP untuk mengetahui efek terapi,mewaspadai efek
samping obat, memastikan kepatuhan pasien.Hasil monitoring
dan evaluasi didokumentasikan dan ditindaklanjuti dengan
melakukan perbaikan dan mencegah pengulangan kesalahan.
Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian
harus terlibat didalam program keselamatan pasien khususnya
medication safety dan harus secara terus menerus
mengidentifikasi masalah dan mengimplementasikan strategi
untuk meningkatkan keselamatan pasien

.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan


kegiatan kefarmasian perlu diperhatikan keselamatan kerja
karyawan Puskesmas dengan melakukan identifikasi risiko
terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat
pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko harus dilakukan
untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Kinerja pelaksanaan kefarmasian dimonitor dan dievaluasi dengan


menggunakan indikator sebagai berikut:
1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan
3. Ketepatan metode yang digunakan
4. Tercapainya indikator klinik kefarmasian.
Permasalahan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini.
BAB IX
PENUTUP

Pedoman ini sebagai acuan bagi karyawan Puskesmas


Alalak Tengah dalam pelaksanaan kefarmasian dengan tetap
memperhatikan prinsip proses pembelajaran dan manfaat.
Keberhasilan kegiatan kefarmasian tergantung pada komitmen
yang kuat dari semua pihak terkait.

Anda mungkin juga menyukai