Anda di halaman 1dari 2

JENDRAL SUDIRMAN

TNI Anumerta Raden Soedirman (Ejaan Soewandi: Soedirman) (lahir di Bodas


Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah, 24 Januari 1916 – meninggal di Magelang, Jawa
Tengah, 29 Januari 1950 pada umur 34 tahun)[a] adalah seorang perwira tinggi militer
Indonesia dan panglima besar pertama Tentara Nasional Indonesia yang berjuang selama
masa revolusi kemerdekaan.ndonesia, termasuk perjalannya yang sepanjang 100 kilometer
harus ditempuh oleh kadet Indonesia sebelum mereka lulus dari Akademi Militer. Gambar
Soedirman ditampilkan pada uang kertas Rupiah keluaran 1968, dan namanya diabadikan di
banyak jalan, museum, dan monumen. Pada tanggal 10 Desember 1964 ia dinyatakan sebagai
Pahlawan Nasional Indonesia
Soedirman dilahirkan di Purbalingga, Hindia Belanda oleh pasangan wong cilik, lalu
diangkat oleh pamannya, yang merupakan seorang priyayi. Setelah dibawa pindah bersama
keluarganya ke Cilacap pada akhir tahun 1916, Soedirman tumbuh menjadi siswa yang rajin;
ia juga sangat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk organisasi pramuka bentukan
organisasi Islam Muhammadiyah. Saat masih di sekolah menengah, Soedirman telah
menunjukkan kemampuan sebagai pemimpin; ia juga dihormati dalam masyarakat karena taat
pada agama Islam. Setelah keluar dari sekolah guru, ia menjadi guru di sebuah sekolah rakyat
milik Muhammadiyah pada tahun 1936; Soedirman akhirnya diangkat sebagai kepala sekolah
itu. Soedirman juga aktif dengan berbagai program Muhammadiyah lain, termasuk menjadi
salah satu pemimpin organisasi Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1937. Setelah
pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1942, Soedirman terus mengajar. Pada tahun
1944 ia bergabung dengan angkatan Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori Jepang
sebagai pemimpin batalyon di Banyumas. Saat menjadi perwira PETA, Soedirman berhasil
menghentikan sebuah pemberontakan yang dipimpin anggota PETA lain, tetapi akhirnya
ditahan di Bogor. Setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
Soedirman dan tahanan lain melarikan diri. Soedirman kemudian pergi ke Jakarta dan
bertemu dengan Presiden Soekarno. Di Jakarta, Soedirman ditugaskan untuk mengurus
penyerahan prajurit Jepang di Banyumas, yang ia lakukan setelah mendirikan salah satu
cabang Badan Keamanan Rakyat (TKR). Dengan merampas senjata dari Jepang, pasukan
yang dipimpin Soedirman dijadikan bagian dari Divisi V 20 Oktober oleh panglima
sementara Oerip Soemohardjo; Soedirman dijadikan panglima dari divisi tersebut.
Pada tanggal 12 November 1945, Soedirman terpilih dalam suatu pemilihan Panglima
Besar TKR yang diadakan di Yogyakarta. Saat menunggu konfirmasi, Soedirman memimpin
suatu serangan terhadap pasukan Sekutu di Ambarawa. Keterlibatannya dalam Palagan
Ambarawa membuat Soedirman mulai dikenal di masyarakat luas. Ia akhirnya
dikonfirmasikan sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember. Dalam tiga tahun
berikutnya Soedirman menyaksikan ketidakberhasilan negosiasi dengan pasukan kolonial
Belanda, pertama setelah Persetujuan Linggajati lalu setelah Persetujuan Renville—yang
mengakibatkan Indonesia harus menyerahkan wilayah yang diambil oleh Belanda pada
Agresi Militer I. Ia juga menghadapi pemberontakan dari dalam, termasuk suatu percobaan
kudeta pada tahun 1948. Menjelang kematiannya, Soedirman menyalahkan hal-hal ini
sebagai penyebab penyakit tuberculosisnya; karena infeksi tersebut, paru-parunya yang kanan
dikempeskan pada bulan November 1948
Pada tanggal 19 Desember 1948, beberapa hari setelah Soedirman pulang dari rumah
sakit, pemerintah Belanda meluncurkan Agresi Militer II, suatu usaha untuk menduduki ibu
kota di Yogyakarta. Meskipun banyak pejabat politik mengungsi ke kraton, Soedirman
bersama sejumlah pasukan dan dokter pribadinya menuju ke arah selatan dan melakukan
perlawanan gerilya sepanjang tujuh bulan. Awalnya mereka diikuti pasukan Belanda, tetapi
akhirnya mereka berhasil kabur dan mendirikan markas sementara di Sobo, dekat Gunung
Lawu. Di Sobo ia dan pasukannya menyiapkan Serangan Umum 1 Maret 1949, yang
akhirnya dipimpin Letnan Kolonel Suharto. Setelah Belanda mulai mengundurkan diri, pada
bulan Juli 1949, Soedirman dipanggil kembali ke Yogyakarta. Meskipun ia hendak mengejar
pasukan Belanda, ia dilarang oleh Soekarno. Karena kelelahan setelah berbulan-bulan
bergerilya, tuberculosis Soedirman tumbuh lagi; akibatnya ia pergi ke Magelang untuk
beristirahat. Ia meninggal kurang lebih satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan
Indonesia. Sekarang Soedirman dikuburkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di
Yogyakarta.
Rakyat Indonesia berduka cita setelah kematian Soedirman; bendera dikibarkan
setengah tiang di seluruh Nusantara dan ribuan orang mengikuti pemakamannya. Sampai
sekarang Soedirman sangat disegani di Indonesia. Perang gerilyanya dianggap sebagai asal
usul semangat Tentara Nasional

Anda mungkin juga menyukai