Anda di halaman 1dari 3

JENDRAL SUDIRMAN

Jendral Sudirman lahir pada 24 Januari 1916 di Badas Karangjati, Purbalingga, Jawa
Tengah. Sudirman dibesarkan di lingkungan yang sederhana. Ayahnya adalah Karsid
Kartawiradji adalah seorang pekerja di Pabrik Gula Kalibagor, di Banyumas, dan ibunya
Siyem adalah keturunan Wedana Rembang. Sejak umur 8 bulan, Sudirman diangkat menjadi
anak angkat oleh Ajeng Turidawati dan Raden Cokrosunaryo. Raden Cokrosunaryo juga
merupakan seorang asisten Wedana Rembang yang juga merupakan saudara dari Siyem.
Sejak kecil, Sudirman merupakan anak yang pandai dan juga sangat menyukai
organisasi. Sudirman mendapatkan pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa, kemudian
melanjutkan ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Surakarta, tetapi tidak sampai tamat, dia
hanya bersekolah di sana selama 1 tahun saja. Ia saat itu juga giat di Organisasi Pramuka
Hizbul Wathan. Sudirman juga pernah mengikuti pendidikan tentara PETA (Pembela Tanah
Air) di Bogor.
Setelah keluar dari HIK Muhammadiyah, Sudirman kemudian menjadi seorang guru
di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap. Kemudian, karena kecerdasannya dia pun disukai
oleh murid-murid, dan membuat para pengajar yang ada di HIS Muhammadiyah, akhirnya
memberikan kepercayaan padanya untuk naik jabatan menjadi seorang Kepala Sekolah di
HIS Muhammadiyah. Sudirman juga pernah menjadi anggota Badan Pengurus Makanan dan
Anggota DPR Karesidenan Banyumas. Ia juga mendirikan koperasi untuk menolong rakyat
dari bahaya kelaparan, perubahan yang terjadi karena adanya koperasi ini memanglah tidak
banyak, tetapi sudah cukup membantu rakyat-rakyat di sekitar. Setelah Sudirman
menyelesaikan pendidikannya di PETA yang pada saat itu disponsori oleh Jepang, Sudirman
pun menjadi Komandan Batalyon di Kroya, Jawa Tengah. Kemudian ia juga menjadi
Panglima Divisi V di Banyumas Selama menjabat, Sudirman bersama rekan-rekannya
sesama prajurit melakukan pemberontakan, hingga kemudian mereka diasingkan ke Bogor.
Setelah naskah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Ir. Sukarno dan Mohammad
Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, Sudirman bersama rekan-rekannya pun melakukan
pelarian, mereka berhasil melakukan pelarian tersebut karena, pada saat itu Hiroshima dan
Nagasaki di bom dengan bom atom oleh Amerika Serikat dengan tujuan untuk menghentikan
perang secepatnya, dan bom tersebut pun melemahkan kekuatan militer Jepang di Indonesia.
Sudirman dan rekannya pun pergi ke Jakarta untuk bertemu Sukarno dan Hatta. Kedua
proklamator tersebut meminta Soedirman untuk memimpin pasukan melawan Jepang di
Jakarta. Namun, permintaan tersebut ditolak oleh Soedirman karena ia lebih memilih
memimpin pasukannya di Kroya. Akhirnya, Sukarno pun menugaskan Sudirman untuk
mengawasi proses penyerahan diri tentara Jepang di Banyumas, yang dilakukannya setelah
mendirikan divisi lokal Badan Keamanan Rakyat. Pasukannya lalu dijadikan bagian dari
Divisi V pada 20 Oktober oleh panglima sementara Urip Sumoharjo, dan Sudirman
bertanggung jawab atas divisi tersebut. Pada tanggal 5 Oktober 1945 TKR (Tentara
Keamanan Rakyat) pun dibentuk oleh Pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan
akan suatu alat pertahanan negara karena Indonesia mengalami ancaman militer yang sangat
kuat baik dari Sekutu maupun Jepang, kemudian pada 18 Desember 1945, Sudirman pun
terpilih menjadi Pemimpin Tertinggi TKR dengan pangkat Jenderal, dan itu pun membuat
Jenderal Sudirman mengundurkan diri dari jabatannya sebelumnya, yaitu Panglima Divisi V
di Banyumas, digantikan oleh Kolonel Sutiro, dan pada saat itu tugasnya mulai berfokus pada
masalah-masalah strategis di Indonesia.
Setelah 3 tahun, karena Sudirman pun menjadi saksi nyata kegagalan Indonesia dalam
Negosiasi Linggarjati dan Perjanjian Renville, dan kegagalan tersebut membuat Agresi
Militer 2 Belanda di Yogyakarta pun terjadi dan itu pun membuat terjadinya upaya kudeta
pada Sudirman, yang akhirnya menyebabkan ia terkena penyakit TBC (Tuberkulosis) yang
akhirnya membuat paru-paru kanan Jenderal Sudirman pun harus dikempeskan. Karena tidak
tahan terhadap perlakuan Belanda, dan memutuskan untuk melakukan perlawanan. Sudirman
beserta pasukannya juga dokter pribadinya pun melakukan perjalanan dan melakukan
perlawanan secara gerilya yaitu perlawanan secara berpindah-pindah, sembunyi-sembunyi,
penuh sabotase, tetapi tetap efektif. Awalnya mereka diikuti oleh pasukan Belanda, tetapi
Sudirman beserta pasukannya berhasil kabur dan mendirikan sebuah markas, dan dari tempat
itu Sudirman mengomandoi kegiatan militer di Pulau Jawa, termasuk serangan umum 1
Maret di Yogyakarta, yang dipimpin oleh LetKol Suharto. Semua usaha itu Sudirman
lakukan demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Akhirnya, setelah melakukan perlawanan secara gerilya selama kurang lebih 7 bulan,
usaha Sudirman beserta pasukannya pun berhasil, walaupun pada saat itu Sudirman sedang
sakit, tetapi ia tetap berjuang untuk mengusir Belanda dari Yogyakarta, karena rasa cintanya
pada Tanah Air Indonesia. Walaupun pada akhirnya Jenderal Sudirman harus meninggal
kerna penyakitnya, yaitu TBC (Tuberkulosis), tetapi perjuangannya untuk memerdekakan
Indonesia tidak pernah sia-sia, karena berkat perjuangannya dan perjuangan seluruh
pahlawan, Indonesia dapat bebas dari penjajahan dan mencapai kemerdekaan.
Panglima Besar Sudirman pun menghembuskan napas terakhirnya pada 29 Januari
1950 karena komplikasi Tuberkulosis(TBC) yang semakin memarah dan merusak paru-
parunya. Jiwa nasionalis, cinta tanah air dan sifatnya yang pantang menyerahlah, yang
menjadi hal yang dapat kita teladani dari seorang Jenderal Sudirman.

Anda mungkin juga menyukai